Oleh:
Ida Bagus Ngurah Adrian Adinugraha – Imam Fadhlulah Pratama
H1A015031 – H1A015032
2
Outline
IDENTITAS JURNAL
ISI JURNAL
Pulmonary Parenchymal Injuries
Extraparenchymal Thoracic
Injuries
Identitas Jurnal
Parenkimal Ekstra-parenkimal
• Pulmonary Contusion,
• A: Aortic injury
Laceration, and Traumatic
• B: Bronchial Tree
Lung Cyst • C: Cord
• D: Diaphragm
• Aspiration pneumonitis
• E: Esophagus
• Atelektasis • F: Fractures
• G: Gas
• Edema paru non-
• H: Heart
kardiogenik • I: Iatrogenic
Trauma penyebab no-3 secara keseluruhan dan
penyebab no-1 untuk yang berusia kurang dari 35
tahun.
Dalam setting
"membaca cepat" akan membantu tim utama dalam triase pasien
kedaruratan
Kontusio
Penyebab utama opasifikasi paru pada trauma dada tumpul, terjadi pada 30-75% pasien
Parenkim
Paru Mortalitas bervariasi dari 14 - 40%, berdasarkan tingkat keparahan & tingkat penyakit.
Kontusio Menunjukkan kombinasi edema parenkim dan perdarahan sekunder akibat gangguan
Parenkim membran kapiler alveolar.
Paru Berbagai gaya traumatis dapat meningkatkan permeabilitas membran kapiler alveolar
Deselerasi Ditemukan dalam kecelakaan bermotor, low-density alveoli robek dari ikatan
mendadak
bronkovaskular dengan densitas yang lebih tinggi
Trauma langsung Secara langsung merusak alveoli paru seperti pada kasus tulang rusuk yang merusak
parenkim paru
Spallation forces Terjadi ketika energi kinetik yang ditransmisikan dari direct blow secara lokal pada
liquid–gas interface seperti pada udara-darah dalam alveoli paru.
Implosive forces ekspansi komponen gas dalam alveoli dengan lewatnya gelombang kejut bertekanan
rendah.
Pulmonary Contusion, Laceration, and Traumatic Lung Cyst
Secara radiografi digambarkan sebagai area fokal atau multifokal dari opacity ground glass
atau konsolidasi
Kontusio tidak dibatasi oleh batas-batas segmental dan biasanya di pinggiran paru
berdekatan dengan lokasi trauma langsung.
Kontusio Sering ada cedera terkait seperti patah tulang rusuk atau tulang belakang
Parenkim Air bronchograms biasanya tidak ada karena darah yang mengisi saluran udara kecil.
Kontusio mungkin tidak terlihat secara radiografi pada foto toraks awal, tetapi berkembang
Paru dalam waktu 6 jam setelah cedera awal.
Terlihat maksimal secara radiografi dalam 24-72 jam, dan berangsur menghilang dalam 3-
10 hari
Opasitas pulmoner yang tidak menghilang/malah meningkat dalam jangka waktu tersebut,
meningkatkan kecurigaan adanya perkembangan infeksi sekunder atau ARDS
Pulmonary Contusion, Laceration, and Traumatic Lung Cyst
Secara radiografi digambarkan sebagai area fokal atau multifokal dari opacity ground glass
atau konsolidasi
Kontusio tidak dibatasi oleh batas-batas segmental dan biasanya di pinggiran paru
berdekatan dengan lokasi trauma langsung.
Kontusio Sering ada cedera terkait seperti patah tulang rusuk atau tulang belakang
Parenkim Air bronchograms biasanya tidak ada karena darah yang mengisi saluran udara kecil.
Kontusio mungkin tidak terlihat secara radiografi pada foto toraks awal, tetapi berkembang
Paru dalam waktu 6 jam setelah cedera awal.
Terlihat maksimal secara radiografi dalam 24-72 jam, dan berangsur menghilang dalam 3-
10 hari
Opasitas pulmoner yang tidak menghilang/malah meningkat dalam jangka waktu tersebut,
meningkatkan kecurigaan adanya perkembangan infeksi sekunder atau ARDS
Pulmonary Contusion, Laceration, and Traumatic Lung Cyst
Deteksi kontusi secara signifikan lebih baik pada CT scan dibandingkan dengan radiografi
konvensional.
Laserasi
Robekan parenkim paru sekunder akibat shearing stress
Paru –
Kista paru Secara klinis hemoptisis
traumatis
Radiolusen ovoid akibat sifat elastisitas parenkim paru di sekitarnya
Gambaran Sering dikaburkan pada radiografi awal akibat kontusio parenkim yang berdekatan
radiologi
Sementara laserasi sering dikaburkan pada radiografi, CT scan jelas menunjukkan
laserasi sebagai pengumpulan udara lokal dalam area kontusio.
Dengan pembersihan kontusio paru laserasi paru muncul sebagai kista berdinding
tipis yang terisi udara dan / atau darah
Dengan adanya udara dan darah dalam kista, maka dapat terlihat air fluid level.
Pulmonary Contusion, Laceration, and Traumatic Lung Cyst
gaya trauma dan temuan CT tipe IV Adhesi pleuropulmonary memberikan kekuatan robek pada parenkim
paru-paru dengan trauma tumpul dan didiagnosis hanya secara patologis
Pulmonary Contusion, Laceration, and Traumatic Lung Cyst
Pulmonary Contusion, Laceration, and Traumatic Lung Cyst
Aspiration Pneumonitis
Aspiration
Membedakan aspirasi atau kontusio pada pasien trauma akan mempengaruhi perawatan
Pneumoniti
pasien, karena manajemen yang berbeda dari dua kondisi tersebut
s
Opasitas centrilobular “tree-in-bud” berbatas tidak tegas
Radiologi
Gambaran CT scan “tree-in-bud” dari aspirasi mencerminkan material
aspirasi yang mengisi saluran udara kecil bagian distal,
Segmen basilar superior dan posterior lobus bawah dan segmen posterior
lobus atas paling sering terlibat dalam aspirasi.
Kolapsnya paru-paru pada pasien trauma dapat dibedakan ke dalam kategori atelektasis
Atelektasis
obstruktif, pasif, tekan, dan adhesif.
Atelektasis obstruktif terjadi karena sumbat lendir, benda asing (Gambar 6), darah
endobronkial, traumatic bronchorrhea, atau rupturnya jalan napas
Atelektasis pasif Pemisahan pleura parietal dan visceral oleh hemotoraks atau
pneumotoraks mengganggu sifat elastisitas paru
Atelektasis tekan Kista atau kontusio paru traumatis yang besar dapat menyebabkan
efek massa intrapulmoner.
Atelektasis biasanya dapat dibedakan dari kontusio dan aspirasi dengan tampilan yang lebih
Radiologi padat dan homogen serta adanya deviasi fisura secara simultan.
Paru-paru yang mengalami atelektasis juga menunjukkan peningkatan corakan yang lebih
besar daripada konsolidasi paru-paru, mengingat memerahnya kontras yang kuat pada
pembuluh darah paru yang banyak dan “berdesakan”.
Edema kardiogenik karena overhidrasi yang dengan penyakit dasar berupa cardiac
output yang buruk atau cardiac kontusio
Radiologi pelebaran pedikel vaskular, kekaburan vaskular paru lobus sentral dan
bawah, dan penebalan septum interlobular.
Trauma
Edema nonkardiogenik diinduksi secara traumatis dari sindrom emboli lemak, cedera
neurogenik, atau obstruksi jalan napas
Radiologi kekaburan vaskuler yang lebih difus / ground glass opacity tanpa penebalan
septum atau pedikel vaskuler yang melebar.
Meskipun biasanya dapat dibedakan pada radiografi, perbedaan imaging edema kardiogenik
dan nonkardiogenik akan lebih jelas pada CT scan.
Edema Paru Non-Kardiogenik
Meskipun adanya emboli lemak pada organ yang jauh setelah fraktur tulang signifikan terjadi pada >90% kasus,
perkembangan menjadi sindrom emboli lemak sangat jarang terjadi, insidensi sekitar 1-2% pada fraktur satu tulang
panjang dan 5 - 10% pada fraktur multipel.
Partikel lemak secara langsung menyumbat kapiler paru yang menyebabkan peningkatan resistensi
pembuluh darah paru, hipertensi arteri paru, dan edema lokal sekunder
Lipase endotel paru menghidrolisis globula lemak netral menjadi asam lemak bebas cedera kimia
langsung ke endotel pembuluh darah, sehingga mengganggu membran kapiler.
Pelepasan serotonin, histamin, dan peptida vasoaktif lokal yang dipicu oleh cedera lainnya mungkin
berkontribusi pada edema lokal dan gangguan vaskular.
Edema Paru Non-Kardiogenik
Radiologi
Sedikit pasien dengan transeksi aorta datang dalam kondisi hidup saat tiba di rumah sakit, dan pada saat kedatangan,
pasien yang syok atau dengan BP < 90 memiliki angka kematian dini hampir 100%.
Dalam sebuah
penelitian Kematian dalam 1 jam pada 94%
Menunjukkan kebutuhan
terhadap 104
pasien dengan akan suatu diagnosis cepat
transeksi aorta Kematian dalam 24 jam pada 99%
Semua mekanisme trauma tersebut dianggap sebagai mekanisme yang sangat mengarah kepada transeksi aorta
Aorta (Traumatic Aortic Injury)
Gambaran mediastinum yang melebar (8 cm) pada supine portable chest radiograph dapat menjadi meragukkan
dalam setting trauma.
Pelebaran mediastinum telah terbukti sensitif terhadap hematoma dan / atau pembentukan pseudoaneursym, tetapi
memiliki spesifisitas yang sangat buruk, karena :
• Kaset tidak diletakkan langsung di bawah pasien, melainkan di bawah papan trauma atau di meja trauma
• Radiograf portabel yang diperoleh saat resusitasi jarang mencerminkan proyeksi AP yang sebenarnya.
adanya angulasi caudal-to-cephald karena pasien sering diputar, sehingga meregangkan mediastinum.
• Jarak tabung-ke-pasien yang bervariasi, memperbesar jantung dan mediastinum pada film.
• Kepatuhan pasien terhadap instruksi pernapasan tidak memadai tidak dalam inspirasi penuh menghasilkan
perubahan perseptual dalam mediastinum, membuatnya tampak lebih pendek dan lebih luas.
Sekitar 7% pasien dengan cedera pembuluh darah besar (great vessel injury) yang selamat dalam transport ke rumah
sakit memiliki tampakan mediastinum normal pada radiograf.
Dengan demikian, jika ada kecurigaan klinis yang tinggi untuk cedera aorta berdasarkan mekanisme, maka
mungkin lebih bijaksana untuk mengevaluasi lebih lanjut dengan CTA, terlepas dari apapun hasil radiograf.
Aorta (Traumatic Aortic Injury)
Mungkin tanda radiografi yang lebih bermanfaat dan spesifik dapat menggunakan kepadatan paratrakeal kanan
Ruang paratrakea kiri terlihat padat karena left-sided thoracic aortic arch.
Pada radiografi normal, ruang paratrakeal kanan relatif lebih lusen dibandingkan dengan arkus.
Ruang paratrakea kiri terlihat padat karena left-sided thoracic aortic arch.
Pada radiografi normal, ruang paratrakeal kanan relatif lebih lusen dibandingkan dengan arkus.
Aorta (Traumatic Aortic Injury)
Tanda-tanda tidak langsung dari cedera aorta pada foto thoraks dapat dikelompokkan sebagai berikut:
2. Darah yang mengalir bebas atau sebagian — peningkatan densitas paratrakeal kanan relatif
terhadap lengkungan, lengkung aorta dengan batas yang kabur, apical cap, peningkatan lebar dan
densitas aorta desendens ± pelebaran mediastinum.
3. Contained rupture/hematoma — deviasi ke kanan dari trakea / tabung NG,
perpindahan/displacement ke bawah bronkus kiri, hilangnya definisi lengkung aorta, peningkatan
densitas lengkung, peningkatan lebar dan densitas aorta desendens.
Cord (Trauma Tulang Belakang)
Evaluasi pada Thoracic Spinal Column dan pada Central Canal paling baik
dilakukan pada posisi lateral view, yang mana hal ini jarang dilakukan pada saat
kondisi terjadniya trauma.
Identifikasi awal berupa penilaian adanya fraktur lucencies, adanya peningkatan
hematoma di daerah paraspinal atau mediastinum, bentuk dari spinal canal,
gambaran radiopaq fragmen tulang, serta adanya misalignment/dislokasi yang
mengarah ke trauma tulang belakang
Kecelakaan sepeda motor merupakan penyebab utama terjadinya trauma pada
tulang belakang, fraktur pada lumbal spine (48%), cervical spine (43%), dan
thoracic spine (28%), ditambah 19% merupakan fraktur kombinasi di lokasi
yang lain.
Cont
CT-Scan dinilai lebih unggul
untuk mengevaluasi adanya
fraktur cervical spine, karena
dapat memperlihatkan
penampang secara sagittal dan
coronal sehingga memudahkan
dalam mendeteksi adanya
fraktur
Ruptur Diafragma
Ruptur diafragma paling sering disebabkan oleh
trauma tumpul (74%) dan luka tusuk
Hemidiafragma kiri merupakan lokasi tersering
mengalami ruptur (90% kasus)
Ruptur diafragma bilateral dapat terjadi, meskipun
kasusnya jarang
Sebagian besar ruptur diafragma memiliki
kedalaman 10 cm dan terjadi di lokasi
posterolateral
30% pasien memiliki gejala berupa sakit perut,
sesak napas, nyeri dada, dan 94% pasien terdapat
trauma tambahan di tempat lain.
Gambaran “collar sign”
Cont
Pada pemeriksaan rontgen dada, dapat ditemukan gambaran elevasi
dan herniasi isi abdomen ke dalam rongga toraks dengan atau tanpa
efek massa.
Gambaran opasitas pada lobus bawah menandakan adanya trauma
pada diafragma sehingga memberikan gambaran asimetris
Definitif diagnosis dilakukan dengan cara pembedahan (explorasi).
Pemeriksaan CT-Scan dapat memberikan gambaran “collar sign”
Ruptur Esofagus
Perforasi pada esophagus akibat trauma tumpul jarang terjadi, lebih sering
disebabkan karena iatrogenic atau adanya benda asing yang tertelan
Peningkatan tekanan intraluminal akibat adanya force decompression dapat
menyebabkan rupture esophagus
Perforasi lebih sering terjadi pada level servikal karena trauma langsung pada
daerah tersebut atau adanya laserasi oleh fragmen fraktur tulang yang
berdekatan
Morbiditas dan mortalitas akan meningkat jika terlambat dalam mendiagnosis
Komplikasi yang dapat terjadi jika tidak ditangani berupa abses periesofageal,
mediastinitis, dan pembentukan fistula esofagus-trakea
Cont
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukan adanya gambaran
emfisema servikal yang dalam, gas periesofageal, efusi
pleura, dan penebalan esophagus
Diagnosis utama rupture esophagus menggunakan esofogram
Fraktur
Tujuan menilai tulang
saat trauma
Karena terisi
Menyebabkan Udara berpindah Udara berpindah
Tekanan alveolar udara di pleura, Paru menjadi
pecahnya ke ruang dan masuk ke
meningkat paru tidak dapat kolaps/atelektasis
alveolar interstisial ruang pleura
mengembang
Pada pemeriksaan radiologi, walaupun tidak terlihat adanya
tanda pneumotoraks, namun apabila terdapat fraktur tulang
rusuk dan emfisema. Maka dugaan pneumotoraks harus tetap
ada.
Tanda pneumotoraks
yang dapat dilihat
adalah “deep
sulcus sign” sudut
kostofrenikus yang
tajam
Tension pneumothoraks terjadi trauma pada parenkim paru
dan cidera pada bornkial, akibatnya saat respirasi udara masuk
ke ruang pleura namun tidak dapat keluar atau terperangkap
Tanda yang muncul saat pemeriksaan radiografi pelebaran
(pembesaran diameter thoraks), deep sulcus sign, pergeseran
mediastinum, dan penekanan pada diafragma.
Penanganan tension pneumothoraks adalan tindakan dekompresi
dengan menggunakan jarum untuk mengubah tekanan di dalam
paru
Pergeseran mediastinum
dari kanan ke kiri
Hemidiafragma kanan yang
tertekan kebawah
Pneumomediastinum prosesnya seperti
pneumothoraks, udara melewati peribronkial dan
masuk ke dalam mediastinum
Pada pemeriksaan radiologi posis AP sangat
baik dalam melihat tanda pneumomediastinum.
Tampak gambaran radio lusen sepanjang aorta
descending, adanya udara pada soft tissue,
pembuluh darah brakio sefalik.
Gambaran double bronchial wall sign, continuous
diaphragm sign dapat muncul
Jantung
Terimakasih