• Pada dasarnya, setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak harus dirancang dengan benar. Dalam merancang kontrak tersebut tentunya harus diperhatian berbagai tahapan dalam perancangan kontrak. • Akan tetapi, hingga kini belum ada aturan ataupun model yang baku dalam perancangan ini. • Para ahli berbeda pendapat tentang tahapan- tahapan yang harus dilalui dalam perancangan kontrak. • Hikmahanto Juwana mengemukakan bahwa terdapat 7 tahap dalam perancang kontrak khususnya kontrak bisnis, yang meliputi: 1. Kesepakatan para pihak, 2. Pembuatan kontrak, 3. Penelahaan kontrak, 4. Negosiasi perancang kontrak, 5. Penandatanganan kontrak, 6. Pelaksanaan, dan 7. Sengketa. • Namun dalam pandangan ini kurang lengkap karena tidak menganalisis pada tahap prakontraktual berupa penawaran dan penerimaan, sehingga harus dilengkapi dengan menjadikan penawaran dan penerimaan sebagai tahap pertama sebelum adanya kesepakatan para pihak. SECARA SISTEMATIS TERDAPAT 3 TAHAP DALAM PERANCANGAN KONTRAK DI INDONESIA
a) Tahap Pra-Perancangan Kontrak
b) Tahap Perancangan Kontrak c) Tahap Pasca-Perancangan Kontrak Tahap Pra-Perancangan Kontrak • Tahap pra-perancangan merupakan tahap sebelum kontrak dirancang dan disusun. Sebelum kontrak disusun, terdapat empat hal yang harus diperhatikan oleh para pihak, yang meliputi: 1. Negosiasi 2. Memorandum of Understending 3. Studi kelayakan 4. Negosiasi (lanjutan) • Negosiasi awal adalah Tahap identifikasi para pihak merupakan tahap untuk menentukan dan menetapkan identitas para pihak yang akan mengadakan kontrak itu. Identitas para pihak harus jelas dan para pihak harus memiliki kewenangan hukum untuk membuat kontrak sebagaimana di tentukan pada Pasal 1330 KUHPerdata. • Selain itu, hal ini penting untuk mengetahui para pihak yang benar-benar mempunyai full power sebagai representatif dari suatu perusahaan yang bonafit atau tidak • Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) merupakan nota kesepahaman yang dibuat oleh para pihak sebelum kontrak itu dibuat sebelum kontrak itu dibuat secara terperinci. • Memorandum of Understanding (MoU) ini memuat berbagai kesepakatan para pihak dalam berbagai bidang, seperti di bidang investasi, pasar modal, pengembangan pendidikan, kesepakatan dalam bidang ekonomi, dan lain-lain. • Bentuk MoU ini dalam praktik dapat berbentuk nota kesepahaman, nota kesepakatan, perjanjian pendahuluan, dan lain sebagainya • Studi kelayakan : Pada dasarnya pihak-pihak yang membuat kontrak berharap bahwa kontrak tersebut dapat menampung semua keinginan yang menjadi hakikat kontrak tersebut secara terperinci dan jelas. Perancangan kontrak harus menjelaskan hal-hal yang tertuang dalam kontrak yang bersangkutan, konsekuensi yuridis, serta alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan, dalam penelitian ini pula diteliti dalam beberapa aspek yang berkaitan dengan kondisi politik dakam negeri para pihak, sistem hukum, dampak sosial, dan aspek ekonomi. • Hal ini perlu dilakukan agar pelaksanaan kontrak tersebut tidak banyak mendapat hambatan. Pada akhirnya perancang kontrak akan menyimpullkan hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait dengan isi kontrak, seperti unsur pembayaran, ganti rugi, dan perpajakan. • Negosiasi (Lanjutan)mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam perancangan kontrak, karena tahap ini merupakan tahap untuk menentukan objek dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Negosiasi ini memiliki 2 corak, yaitu negosiasi dengan perunding lunak (soft bergainer) dan negosiasi dengan perunding keras (hard bergainer). Negosiasi dengan perunding lunak banyak dilakukan di lingkungan keluarga, antara sahabat dan sebagainya, yang bertujuan untuk membina hubungan baik. • Kelebihan corak ini adalah cepat menghasilkan kesepakatan, namun mengandung risiko berupa pola menang-kalah (win-lose). Adapun negosiasi dengan perunding keras sering menemui kebuntuan lantaran adanya tekanan dan ancaman, terutama pada situasi di mana perunding keras saling bertemu. Sehingga yang paling efektif dalam bernegosiasi adalah dengan memadukan kedua corak, yaitu menganut asas win-win solution Tahap Kontrak • Tahap kedua dalam membuat kontrak adalah tahap perancangan kontrak, yang memerlukan ketelitian dan kejelian para pihak maupun notaris. Tahap perancangan kontrak ini terbagi dalam beberapa bagian yaitu: 1. Konsep Naskah Awal (Perumusan dan pembuatan naskah kontrak); 2. Koreksi Naskah ; 3. Penulisan naskah akhir ; 4. Penandatanganan naskah kontrak • Konsep Naskah Awal : Naskah atau draf kontrak merupakan konsep kontrak yang dirancng oleh para pihak. Dengan tahap ini para pihak akan merumuskan dan membuat kontrak yang mana selanjutnya akan diserahkan pada pihak lain dan dikaji lebih mendalam. • Naskah kontrak ini meliputi judul kontrak, pembukaan kontrak, pihak-pihak dalam kontrak, resital, substansi kontrak, dan penutup. Adapun di Amerika, kontrak ini berisi hal-hal sebagai berikut, yaitu: recital (penjelasan resmi/latar belakang terjadinya suatu kontrak), consideration (berisi tentang prestasi), warranties and reseprentation (garansi/jaminan dan perwakilan), risk allocatian (pembagian resiko), coditions and terms (syaratnya), dates and termination (mulai dan pengakhiran kontrak), boilerplate dan signature (tanda tangan para pihak) • Koreksi Naskah : Setelah para pihak selesai membuat naskah kontrak, maka naskah kontrak ini akan ditukar. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada para pihak untuk mempelajari isi kontrak yang telah disusun. • Apabila salah satu pihak tidak menyetujui perihal salah satu kontrak, pihak tersebut dapat mengusulkannya untuk dirundingkan bersama. • Selanjutnya para pihak akan merundingkan atau menegosiasikan lanjutan dalam isi kontrak. Apabila pada hasil perundingan tersebut telah tercapai kesepakatan, usulan tadi dapat dimasukan dalam draf kontrak yang selanjutnya dapat dilakukan revisi terhadap rancangan naskah kontrak. • Penulisan naskah akhir merupakan tahap penyelesaian akhir, yaitu upaya untuk membereskan atau menyudahi naskah kontrak yang dibuat oleh para pihak, dan telah menyetujui naskah kontrak yang telah dirancang, baik oleh salah satu pihak maupun secara bersama oleh para pihak. • Bagian akhir dari tahap-tahap perancangan kontrak ini adalah tahap penandatangannan kontrak, yang merupakan wujud persetujuan atau kesepakatan atas segala substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak Tahap Pasca-Perancangan Kontrak • Setelah melalui tahap pra dan perancangan kontrak, naskah kontrak yang telah ditandatangani oleh para pihak akan memasuki tahap pasca tahap peancangan yang meliputi tahap pelaksanaan dan penasfsiran, serta penyelesaian sengketa 1. Pelaksanaan 2. Penafsiran 3. Penyelesaian sengketa Pelaksanaan • Setelah suatu kontrak selesai disusun dan ditandatangani oleh para pihak, barulah kontrak tersebut dapat dilaksanakan. Pelaksanan kontrak ini harus sesuai dengan substansi-substansi yang telah disepakati dalam isi kontrak, karena sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa setiap perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Penafsiran • Pada dasarnya, suatu kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dapat dimengerti dan dipahami isinya. Akan tetapi pada kenyataannya banyak kontrak yang isinya membingungkan bagi para pihak. Penafsiran kontrak dilakukan apabila dalam kontrak yang telah disepakati maupun dalam pengimplementasian kontrak terdapat kata-kata atau kalimat yang membingungkan, sehingga menimbulkan hambatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan dari para pihak. Penafsiran dalam kontrak diatur dalam Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351 KUHPerdata. • Dalam Pasal 1342 KUHPerdata disebutkan bahwa apabila suatu kontrak memiliki kata-kata yang jelas, maka tidak diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran. Barulah apabila kata-katanya tidak jelas dapat dilakukan penafsiran terhadap isi kontrak dengan memperhatikan beberapa aspek, di antaranya: a) Jika kata-kata dalam kontrak memberikan berbagai macam penafsiran, maka harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1343 KUHPerdata). b) Jika suatu janji memberikan berbagai penafsiran, maka harus diselidiki pengertian untuk memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksanakan (Pasal 1344 KUHPerdata). c) Jika kata-kata dalam perjanjian mengandung dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian (Pasal 1345 KUHPerdata). d) Apabila terjadi keragu-raguan, maka harus ditafsirkan menurut kebiasaan dalam negeri atau di tempat perjanjian dibuat (Pasal 1346 KUHPerdata). e) Jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang meminta diperjanjikan suatu hal, dan untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal 1349 KUH Perdata). Penyelesaian sengketa • Dalam pelaksanan kontrak tidak menutup kemungkinan terjadinya sengketa. Dalam hal seperti ini para pihak bebas menentukan cara yang akan ditempuh jika timbul perselisihan atau sengketa di kemudian hari. Penyelesaian sengketan ini biasanya diatur secara tegas dalam kontrak. Secara garis besarnya, penyelesaian sengketa ini dibagi menjadi dua, yaitu melalui pengadilan (litigasi) dan di luar pengadilan (non-litigasi), seperti mediasi, arbitrase dan negosiasi. Format Kontrak • Salah satu unsur paling penting dalam merancang kontrak adalah memperhatikan struktur dan anatomi kontrak yang dibuat. • Struktur kontrak adalah susunan kontrak yang akan dirancang, sedangkan anatomi kontrak berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian satu dengan bagian lainnya. • Apa yang dimuat di dalam masing-masing bagian tentunya tidak sama pentingnya antara satu kontrak dengan kontrak lainnya, karena biasanya kontrak yang sederhana tidak banyak dicantumkan hal-hal dalam bagian pendahuluan maupun penutupnya. Sedangkan bagian isilah yang biasanya mengatur berbagai hal yang dikehendaki oleh para pihak, baik itu unsur esensialia maupun unsur aksidentalia. • Dalam suatu kontrak terdapat beberapa syarat. Banyaknya macam syarat yang dicantumkan dalam pasal-pasal tentang persyaratan yang diinginkan beberapa pihak biasanya sangat bergantung pada besarnya nilai ontrak atau rumitnya permasalahan pada kontrak tersebut. • Akan tetapi, yang harus diingat bahwa unsur esensial dari kontrak tersebut harus dicantumkan sedangkan unsur lainnya boleh juga tidak dimuat karena telah diatur oleh undang undang. • Pada umumnya kontrak terbagi atas tiga bagian utama, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, dan penutup. 1. Bagian Pendahuluan 2. Bagian Isi 3. Bagian Penutup Sering juga disebut dengan Geraamte Acten Bagian Pendahuluan 1. Description of the instruments 2. Caption 3. Recitals a. Sub bagian pembuka (description of the instruments).Sub bagian ini memuat beberapa hal, yaitu: 1. Sebutan atau nama kontrak dan peyebutan lainnya (penyingkatan yang akan dilakukan); 2. Tanggal dari kontrak yang dibuat dan ditandatangani; dan 3. Tempat dibuat dan ditandatanganinya konttak (catatan: tidak selalu ada) b. Sub pencantuman identitas para pihak (caption) • Dalam sub bagian ini dicantumkan identitas para pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak dan siapa-siapa yang menandatangi kontrak. Ada tiga hal yang harus diperhatikan tentang identitas para pihak, yaitu: 1. Para pihak harus disebutkan dengan jelas; 2. Orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai apa; dan 3. Pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak c. Sub bagian penjelasan (premis atau recitals) • Pada sub bagian ini diberikan penjelasan mengapa para pihak mengadakan kontrak (sering disebut sebagai premis, witnesseth, whereby, recitals,menerangkan terlebih dahulu, dan lain- lain) Bagian Isi (Contain Contract) • Pada bagian isi terdapat empat hal pengaturan, yaitu sebagai berikut 1. Klausul definisi (definition) 2. Klausul transaksi (operative language) 3. Klausul spesifik 4. Klausul ketentuan umum 5. Dapat ditambahakan Klausul Antisipasif a. Klausul definisi (definition) • Pada klausul ini biasaanya dicantumkan sebagai definisi untuk keperluan kontrak, di mana definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat mempunyai arti khusus dari pengertian umum. Klausul definisi dalam rangka mengefesienkan klausul-klausul selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan. b. Klausul transaksi (operative language) • Klausul transaksi adalah klausul-klausul yang berisi tentang transaksi yang akan dilakukan. Misalnya dalam jual beli aset, harus diatur tentang objek yang akan dibeli dan pembayarannya. Demikian pula dengan suatu kontrak patungan, perlu diatur tentang kesepakatan para pihak dalam kontrak tersebut. c. Klausul spesifik • Klausul spesifik mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi. Artinya, klausul tersebut tidak terdapat dalam kontrak dengan transaksi yang berbeda. d. Klausul ketentuan umum • Klausul ketentuan umum adalah klausul yang seringkali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang maupun kontrak lainnya. Klausul ini antara lain mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian sengketa, pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain. Bagian Penutup (Closing) • Pada bagian penutup terdapat hal-hal berikut: 1. Sub bagian kata penutup (closing) 2. Sub bagian ruang penempatan tanda tangan 3. Lampiran (apabila ada) 4. Status lampiran 5. Isi lampiran a. Sub bagian kata penutup (closing) Kata penutup biasanya menerangkan bahwa perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu. Atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat dengan isi kontrak. b. Sub bagian ruang penempatan tanda tangan Sub bagian ini merupakan tempat di mana pihak- pihak menandatangani perjanjian dengan menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam kontrak, nama jelas “orang” yang menandatangani dan jabatan dari orang yang menandatangani. c. Lampiran (apabila ada) d. Status lampiran Lampiran selalu disebut sebagai sesuatu yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam kontrak. e. Isi lampiran Lampiran pada dasarnya dapat berisi berbagai hal, termasuk dokumen-dokumen pendukung. Format kontrak-kontrak yang menyertai kontrak utama, format legal opinion, dan lain-lain.