Anda di halaman 1dari 39

MATERI IV

Tahap-tahap Perancangan Kontrak


• Pada dasarnya, setiap kontrak yang dibuat oleh para
pihak harus dirancang dengan benar. Dalam
merancang kontrak tersebut tentunya harus
diperhatian berbagai tahapan dalam perancangan
kontrak.
• Akan tetapi, hingga kini belum ada aturan ataupun
model yang baku dalam perancangan ini.
• Para ahli berbeda pendapat tentang tahapan-
tahapan yang harus dilalui dalam perancangan
kontrak.
• Hikmahanto Juwana mengemukakan bahwa terdapat 7 tahap dalam
perancang kontrak khususnya kontrak bisnis, yang meliputi:
1. Kesepakatan para pihak,
2. Pembuatan kontrak,
3. Penelahaan kontrak,
4. Negosiasi perancang kontrak,
5. Penandatanganan kontrak,
6. Pelaksanaan, dan
7. Sengketa.
• Namun dalam pandangan ini kurang lengkap karena tidak
menganalisis pada tahap prakontraktual berupa penawaran dan
penerimaan, sehingga harus dilengkapi dengan menjadikan
penawaran dan penerimaan sebagai tahap pertama sebelum
adanya kesepakatan para pihak.
SECARA SISTEMATIS TERDAPAT 3 TAHAP DALAM
PERANCANGAN KONTRAK DI INDONESIA

a)   Tahap Pra-Perancangan Kontrak


b)   Tahap Perancangan Kontrak
c)    Tahap Pasca-Perancangan Kontrak
Tahap Pra-Perancangan Kontrak
• Tahap pra-perancangan merupakan tahap
sebelum kontrak dirancang dan disusun. Sebelum
kontrak disusun, terdapat empat hal yang harus
diperhatikan oleh para pihak, yang meliputi:
1. Negosiasi
2. Memorandum of Understending
3. Studi kelayakan
4. Negosiasi (lanjutan)
• Negosiasi awal adalah Tahap identifikasi para
pihak merupakan tahap untuk menentukan dan
menetapkan identitas para pihak yang akan
mengadakan kontrak itu. Identitas para pihak
harus jelas dan para pihak harus memiliki
kewenangan hukum untuk membuat kontrak
sebagaimana di tentukan pada Pasal 1330
KUHPerdata.
• Selain itu, hal ini penting untuk mengetahui para
pihak yang benar-benar mempunyai full
power sebagai representatif dari suatu
perusahaan yang bonafit atau tidak
• Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU)
merupakan nota kesepahaman yang dibuat oleh para
pihak sebelum kontrak itu dibuat sebelum kontrak itu
dibuat secara terperinci. 
• Memorandum of Understanding (MoU) ini memuat
berbagai kesepakatan para pihak dalam berbagai
bidang, seperti di bidang investasi, pasar modal,
pengembangan pendidikan, kesepakatan dalam
bidang ekonomi, dan lain-lain.
• Bentuk MoU ini dalam praktik dapat berbentuk nota
kesepahaman, nota kesepakatan, perjanjian
pendahuluan, dan lain sebagainya
• Studi kelayakan : Pada dasarnya pihak-pihak yang
membuat kontrak berharap bahwa kontrak tersebut
dapat menampung semua keinginan yang menjadi
hakikat kontrak tersebut secara terperinci dan jelas.
Perancangan kontrak harus menjelaskan hal-hal yang
tertuang dalam kontrak yang bersangkutan,
konsekuensi yuridis, serta alternatif lain yang mungkin
dapat dilakukan, dalam penelitian ini pula diteliti dalam
beberapa aspek yang berkaitan dengan kondisi politik
dakam negeri para pihak, sistem hukum, dampak
sosial, dan aspek ekonomi.
• Hal ini perlu dilakukan agar pelaksanaan kontrak
tersebut tidak banyak mendapat hambatan. Pada
akhirnya perancang kontrak akan menyimpullkan
hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait
dengan isi kontrak, seperti unsur pembayaran, ganti
rugi, dan perpajakan.
• Negosiasi (Lanjutan)mempunyai kedudukan dan
peranan yang sangat penting dalam perancangan
kontrak, karena tahap ini merupakan tahap untuk
menentukan objek dan substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak. Negosiasi ini memiliki 2
corak, yaitu negosiasi dengan perunding lunak
(soft bergainer) dan negosiasi dengan perunding
keras (hard bergainer). Negosiasi dengan
perunding lunak banyak dilakukan di lingkungan
keluarga, antara sahabat dan sebagainya, yang
bertujuan untuk membina hubungan baik.
• Kelebihan corak ini adalah cepat menghasilkan
kesepakatan, namun mengandung risiko berupa
pola menang-kalah (win-lose). Adapun negosiasi
dengan perunding keras sering menemui
kebuntuan lantaran adanya tekanan dan ancaman,
terutama pada situasi di mana perunding keras
saling bertemu. Sehingga yang paling efektif dalam
bernegosiasi adalah dengan memadukan kedua
corak, yaitu menganut asas win-win solution
Tahap Kontrak
• Tahap kedua dalam membuat kontrak
adalah tahap perancangan kontrak, yang
memerlukan ketelitian dan kejelian para pihak
maupun notaris. Tahap perancangan kontrak ini
terbagi dalam beberapa bagian yaitu:
1. Konsep Naskah Awal (Perumusan dan
pembuatan naskah kontrak);
2. Koreksi Naskah ;
3. Penulisan naskah akhir ;
4. Penandatanganan naskah kontrak
• Konsep Naskah Awal : Naskah atau draf kontrak merupakan
konsep kontrak yang dirancng oleh para pihak. Dengan tahap ini
para pihak akan merumuskan dan membuat kontrak yang mana
selanjutnya akan diserahkan pada pihak lain dan dikaji lebih
mendalam.
• Naskah kontrak ini meliputi judul kontrak, pembukaan kontrak,
pihak-pihak dalam kontrak, resital, substansi kontrak, dan
penutup. Adapun di Amerika, kontrak ini berisi hal-hal sebagai
berikut, yaitu: recital (penjelasan resmi/latar belakang terjadinya
suatu kontrak),  consideration (berisi tentang
prestasi), warranties and reseprentation (garansi/jaminan dan
perwakilan), risk allocatian (pembagian resiko), coditions and
terms  (syaratnya), dates and termination (mulai dan pengakhiran
kontrak), boilerplate dan signature (tanda tangan para pihak)
• Koreksi Naskah : Setelah para pihak selesai membuat
naskah kontrak, maka naskah kontrak ini akan ditukar. Hal
ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada para
pihak untuk mempelajari isi kontrak yang telah disusun.
• Apabila salah satu pihak tidak menyetujui perihal salah
satu kontrak, pihak tersebut dapat mengusulkannya untuk
dirundingkan bersama.
• Selanjutnya para pihak akan merundingkan atau
menegosiasikan lanjutan dalam isi kontrak. Apabila pada
hasil perundingan tersebut telah tercapai kesepakatan,
usulan tadi dapat dimasukan dalam draf kontrak yang
selanjutnya dapat dilakukan revisi terhadap rancangan
naskah kontrak.
• Penulisan naskah akhir merupakan tahap
penyelesaian akhir, yaitu upaya untuk
membereskan atau menyudahi naskah kontrak
yang dibuat oleh para pihak, dan telah
menyetujui naskah kontrak yang telah dirancang,
baik oleh salah satu pihak maupun secara
bersama oleh para pihak.
• Bagian akhir dari tahap-tahap perancangan
kontrak ini adalah tahap penandatangannan
kontrak, yang merupakan wujud persetujuan atau
kesepakatan atas segala substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak
Tahap Pasca-Perancangan
Kontrak
• Setelah melalui tahap pra dan perancangan kontrak,
naskah kontrak yang telah ditandatangani oleh para
pihak akan memasuki tahap pasca tahap peancangan
yang meliputi tahap pelaksanaan dan penasfsiran,
serta penyelesaian sengketa
1. Pelaksanaan
2. Penafsiran
3. Penyelesaian sengketa
Pelaksanaan
• Setelah suatu kontrak selesai disusun dan
ditandatangani oleh para pihak, barulah kontrak
tersebut dapat dilaksanakan. Pelaksanan kontrak
ini harus sesuai dengan substansi-substansi yang
telah disepakati dalam isi kontrak, karena
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata bahwa setiap perjanjian yang
dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi
para pembuatnya.
Penafsiran
• Pada dasarnya, suatu kontrak atau perjanjian yang
dibuat oleh para pihak haruslah dapat dimengerti dan
dipahami isinya. Akan tetapi pada kenyataannya banyak
kontrak yang isinya membingungkan bagi para pihak.
Penafsiran kontrak dilakukan apabila dalam kontrak
yang telah disepakati maupun dalam
pengimplementasian kontrak terdapat kata-kata atau
kalimat yang membingungkan, sehingga menimbulkan
hambatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan dari
para pihak. Penafsiran dalam kontrak diatur dalam Pasal
1342 sampai dengan Pasal 1351 KUHPerdata.
• Dalam Pasal 1342 KUHPerdata disebutkan bahwa apabila
suatu kontrak memiliki kata-kata yang jelas, maka tidak
diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan
jalan penafsiran. Barulah apabila kata-katanya tidak jelas
dapat dilakukan penafsiran terhadap isi kontrak dengan
memperhatikan beberapa aspek, di antaranya:
a) Jika kata-kata dalam kontrak memberikan berbagai
macam penafsiran, maka harus menyelidiki maksud
para pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1343
KUHPerdata).
b) Jika suatu janji memberikan berbagai penafsiran, maka
harus diselidiki pengertian untuk memungkinkan
perjanjian itu dapat dilaksanakan (Pasal 1344
KUHPerdata).
c) Jika kata-kata dalam perjanjian mengandung dua
macam pengertian, maka harus dipilih pengertian
yang paling selaras dengan sifat perjanjian (Pasal
1345 KUHPerdata).
d) Apabila terjadi keragu-raguan, maka harus
ditafsirkan menurut kebiasaan dalam negeri atau
di tempat perjanjian dibuat (Pasal 1346
KUHPerdata).
e) Jika ada keragu-raguan, perjanjian harus
ditafsirkan atas kerugian orang yang meminta
diperjanjikan suatu hal, dan untuk keuntungan
orang yang mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal
1349 KUH Perdata).
Penyelesaian sengketa
• Dalam pelaksanan kontrak tidak menutup
kemungkinan terjadinya sengketa. Dalam hal
seperti ini para pihak bebas menentukan cara yang
akan ditempuh jika timbul perselisihan atau
sengketa di kemudian hari. Penyelesaian sengketan
ini biasanya diatur secara tegas dalam kontrak.
Secara garis besarnya, penyelesaian sengketa ini
dibagi menjadi dua, yaitu melalui pengadilan
(litigasi) dan di luar pengadilan (non-litigasi),
seperti mediasi, arbitrase dan negosiasi.
Format Kontrak
• Salah satu unsur paling penting dalam merancang kontrak
adalah memperhatikan struktur dan anatomi kontrak yang
dibuat.
• Struktur kontrak adalah susunan kontrak yang akan
dirancang, sedangkan anatomi kontrak berkaitan dengan
letak dan hubungan antara bagian satu dengan bagian
lainnya.
• Apa yang dimuat di dalam masing-masing bagian tentunya
tidak sama pentingnya antara satu kontrak dengan kontrak
lainnya, karena biasanya kontrak yang sederhana tidak
banyak dicantumkan hal-hal dalam bagian pendahuluan
maupun penutupnya. Sedangkan bagian isilah yang
biasanya mengatur berbagai hal yang dikehendaki oleh para
pihak, baik itu unsur esensialia maupun unsur aksidentalia.
• Dalam suatu kontrak terdapat beberapa syarat.
Banyaknya macam syarat yang dicantumkan
dalam pasal-pasal tentang persyaratan yang
diinginkan beberapa pihak biasanya sangat
bergantung pada besarnya nilai ontrak atau
rumitnya permasalahan pada kontrak tersebut. 
• Akan tetapi, yang harus diingat bahwa unsur
esensial dari kontrak tersebut harus dicantumkan
sedangkan unsur lainnya boleh juga tidak dimuat
karena telah diatur oleh undang undang.
• Pada umumnya kontrak terbagi atas tiga bagian
utama, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi,
dan penutup.
1. Bagian Pendahuluan
2. Bagian Isi
3. Bagian Penutup
Sering juga disebut dengan Geraamte Acten
Bagian Pendahuluan
1. Description of the instruments
2. Caption
3. Recitals
a. Sub bagian pembuka (description of the
instruments).Sub bagian ini memuat beberapa
hal, yaitu:
1. Sebutan atau nama kontrak dan peyebutan
lainnya (penyingkatan yang akan dilakukan);
2. Tanggal dari kontrak yang dibuat dan
ditandatangani; dan
3. Tempat dibuat dan ditandatanganinya konttak
(catatan: tidak selalu ada)
b. Sub pencantuman identitas para pihak (caption)
• Dalam sub bagian ini dicantumkan identitas para
pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak dan
siapa-siapa yang menandatangi kontrak. Ada tiga
hal yang harus diperhatikan tentang identitas
para pihak, yaitu:
1. Para pihak harus disebutkan dengan jelas;
2. Orang yang menandatangani harus disebutkan
kapasitasnya sebagai apa; dan
3. Pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak
c. Sub bagian penjelasan (premis atau recitals)
• Pada sub bagian ini diberikan penjelasan
mengapa para pihak mengadakan kontrak (sering
disebut sebagai premis, witnesseth, whereby,
recitals,menerangkan terlebih dahulu, dan lain-
lain)
Bagian Isi (Contain Contract)
• Pada bagian isi terdapat empat hal
pengaturan, yaitu sebagai berikut
1. Klausul definisi (definition)
2. Klausul transaksi (operative language)
3. Klausul spesifik
4. Klausul ketentuan umum
5. Dapat ditambahakan Klausul Antisipasif
a. Klausul definisi (definition)
• Pada klausul ini biasaanya dicantumkan sebagai definisi untuk
keperluan kontrak, di mana definisi ini hanya berlaku pada
kontrak tersebut dan dapat mempunyai arti khusus dari
pengertian umum. Klausul definisi dalam rangka
mengefesienkan klausul-klausul selanjutnya karena tidak perlu
diadakan pengulangan.
b. Klausul transaksi (operative language)
• Klausul transaksi adalah klausul-klausul yang berisi tentang
transaksi yang akan dilakukan. Misalnya dalam jual beli aset,
harus diatur tentang objek yang akan dibeli dan pembayarannya.
Demikian pula dengan suatu kontrak patungan, perlu diatur
tentang kesepakatan para pihak dalam kontrak tersebut.
c. Klausul spesifik
• Klausul spesifik mengatur hal-hal yang spesifik
dalam suatu transaksi. Artinya, klausul tersebut
tidak terdapat dalam kontrak dengan transaksi
yang berbeda.
d. Klausul ketentuan umum
• Klausul ketentuan umum adalah klausul yang
seringkali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang
maupun kontrak lainnya. Klausul ini antara lain
mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian
sengketa, pilihan hukum, pemberitahuan,
keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain.
 Bagian Penutup (Closing)
• Pada bagian penutup terdapat hal-hal berikut:
1. Sub bagian kata penutup (closing)
2. Sub bagian ruang penempatan tanda tangan
3. Lampiran (apabila ada)
4. Status lampiran
5. Isi lampiran
a. Sub bagian kata penutup (closing)
Kata penutup biasanya menerangkan bahwa
perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani oleh
pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu. Atau
para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan
terikat dengan isi kontrak.
b. Sub bagian ruang penempatan tanda tangan
Sub bagian ini merupakan tempat di mana pihak-
pihak menandatangani perjanjian dengan
menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam
kontrak, nama jelas “orang” yang menandatangani
dan jabatan dari orang yang menandatangani.
c. Lampiran (apabila ada)
d. Status lampiran
Lampiran selalu disebut sebagai sesuatu yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
kontrak.
e. Isi lampiran
Lampiran pada dasarnya dapat berisi berbagai
hal, termasuk dokumen-dokumen pendukung.
Format kontrak-kontrak yang menyertai kontrak
utama, format legal opinion, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai