Anda di halaman 1dari 18

ABORTUS

HABITUALIS
Oleh:

dr. Rizka Fadhillah Yusra

Pembimbing

Prof. Dr. dr. Hj. Yusrawati, Sp.OG (K)


DEFINIS
I
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan, yaitu sebelum janin mencapai berat 500
gram atau kurang dari 20 minggu.

Abortus habitualis (Recurrent Miscarriage= recurrent spontaneous


abortion = recurrent pregnancy loss) didefinisikan sebagai
hilangnya hasil konsepsi 3 kali atau lebih berturut-turut pada usia
kehamilan ≤20 minggu atau berat badan bayi <500 gram

abortus rekuren primer (tidak ada kehamilan yang berhasil) dengan


abortus rekuren sekunder (kehamilan sebelumnya bayi lahir
hidup) dimana kelompok terakhir tersebut 32% tidak berisiko
mengalami abortus berulang sampai abortus tiga kali berturut-turut
Abortus atau keguguran spontan didefinisikan
sebagai pemutusan kehamilan secara tidak
disengaja sebelum usia kehamilan 20 minggu atau
di bawah berat janin 500 gr

Sebagian besar keguguran dini terjadi akibat


kelainan kromosom yang timbul pada sel telur,
sperma atau selama awal perkembangan
embrionik
EPIDEMIOLOGI PREGNANCY
LOSS
Kebanyakan penelitian menunjukkan angka keguguran spontan 10-

15%. Namun, angka keguguran pada awal kehamilan sebenarnya hampir


mencapai 50% karena tingginya jumlah kehamilan yang tidak diketahui
dalam 2-4 minggu

pada trimester pertama kehamilan memiliki insiden


kelainan genetik yang rendah.

Risiko keguguran berulang meningkat tetapi jarang


melebihi 40-50%

Risiko keguguran juga meningkat dengan meningkatnya


usia ibu, yaitu setelah usia 35 tahun dan lebih cepat
setelah usia 40 tahun
Faktor penyebab abortus
habitulis
1. Faktor Epidemiologi

a. Usia Ibu
b. Riwayat Reproduksi
Suatu penelitian yang
dilakukan di Eropa melaporkan Riwayat reproduksi merupakan
bahwa risiko abortus tertinggi faktor yang dapat memprediksi
ditemukan pada pasangan suatu kehamilan di masa depan.
dimana usia wanita ≥35 tahun Risiko abortus habitualis
dan pria ≥40 tahun. meningkat setelah suatu abortus
yang berulang terjadi (kira-kira
40%)

6
2. Faktor genetik
• Abortus adalah kasus yang sangat sering terjadi dan dianggap sebagai suatu seleksi alam untuk memilih
keturunan yang normal. Kenyataannya, ada studi yang mengatakan bahwa sedikitnya 50% abortus
a. Kelainan disebabkan oleh karena kelainan kromosom.
penyusuna
kromosom
n
parental

• Aneuploidi disebabkan oleh nondisjungsi selama meiosis yang menghasikan kromosom tambahan
(trisomi) atau hilangnya kromosom (monosomi). Triploidi dan tetraploidi terkait dengan fertilisasi yang
tidak normal. Triploidi biasanya terjadi karena fertilisasi oosit oleh dua spermatozoa atau akibat kegagalan
b. Aneuploidi dan salah satu bagian pematangan baik pada oosit maupun pada spermatozoa. Tetraploidi (empat kali jumlah
poliploidi haploid) biasanya disebabkan kegagalan untuk menyelesaikan pemisahan zigotik pertama
embrionik

• Kemajuan terbaru teknologi genetika molekuler menyoroti pentingnya mekanisme tertentu seperti mutasi
gen tunggal dan inaktivasi kromosom X pada etiologi abortus. Peran mutasi gen tunggal yang
menyebabkan kelainan pada embrio, perkembangan plasenta atau jantung penting untuk diteliti. Wanita
c. Mekanisme dengan inaktivasi kromosom X yang tidak simetris mungkin membawa gen resesif terkait X pada janin
molekuler. yang sifatnya mematikan sehingga rentan terjadi abortus berulang
3. Kelainan anatomi
• Sejumlah kelainan anatomi traktus genitalia mempengaruhi abortus habitualis. 15% wanita dengan tiga
atau lebih abortus secara berturut-turut memiliki kelainan uterus baik yang bersifat kongenital ataupun
yang didapat. Kelainan uterus yang didapat misalnya sinekia intrauterine (sindrom Asherman), leiomioma
dan inkompeten serviks. Kelainan saat perkembangan misalnya uterus bersepta, bikornuata dan
unikornuata

a. Malformasi uterus kongenital


b. Serviks inkompeten
• Serviks inkompeten merupakan penyebab abortus
habitualis pada pertengahan trimester kehamilan
(trimester kedua). Serviks inkompeten adalah
ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan
suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun
struktur pada serviks. Serviks inkompeten yang
parah menyebabkan abortus pada midtrimester dan
derajatnya lebih rendah pada kasus dengan partus
prematurus.
4. Faktor
endokrin
a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
• Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu keadaan dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga
produksi progesteron tidak cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding endometrium. Oleh karena progesteron dibutuhkan
untuk keberhasilan suatu implantasi dan mempertahankan suatu kehamilan muda maka defisiensi progesteron selama fase luteal berhubungan
dengan kejadian abortus habitualis.

b. Sindrom ovarium polikistik, Hipersekresi LH dan Hiperandrogenemia Sindrom ovarium polikistik terkait dengan
infertilitas dan abortus.
• Dua mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia
terhadap fungsi ovarium. Ovarium polikistik, peningkatan kadar LH dan hiperandrogenemia merupakan ciri klasik suatu sindrom ovarium
polikistik

c,. Faktor Endokrin Sistemik


• Diabetes melitus dan penyakit tiroid dihubungkan dengan abortus, tetapi masih belum ada bukti langsung bahwa keduanya berperan
pada kejadian abortus habitualis.
• 5. factor koagulasi dan imunologi

c. Defek
a. Trombofilia b. Antibodi
Trombofilik yang
Antifosfolipi
diturunkan
d
Penyakit ini merupakan kelainan
faktor pembekuan yang diturunkan
Sistem hemostatis berperan secara genetik yang dapat
penting dalam pembentukan dan menyebabkan trombosis patologis
pemeliharaan suatu kehamilan. Antibodi antifosfolipid merupakan akibat ketidakseimbangan antara
Defek trombofilia adalah kelainan kelompok dari autoantibodi jalur pembekuan darah dan
sistem koagulasi yang mengarah ke heterogen yang bereaksi dengan antikoagulasi. Teori yang paling
trombosis. Selama beberapa tahun epitop pada protein yang bergabung banyak menjelaskan tentang hal ini
terakhir, peranan sindrom dengan fosfolipid bermuatan adalah resistensi terhadap protein C
antifosfolipid (APS) suatu defek negatif. yang disebabkan oleh mutasi faktor
trombofilik telah ditetapkan dan Pada etiologi abortus habitualis, V Leiden atau yang lainnya,
ditangani sebagai penyebab terdapat 2 penyakit dengan penurunan atau tidak adanya
abortus habitualis dan berperan antibodi antifosfolipid yaitu lupus aktivitas antitrombin III, mutasi gen
potensial terhadap defek antikoagulan dan protrombin dan mutasi gen untuk
trombofilik lainnya (didapat antibodi antikardiolipin methylene tetrahydrofolate reductase
maupun diturunkan secara yang menyebabkan peningkatan
genetik) kadar homosistein serum
(hiperhomosisteinemia).
d. Imunologi

Yetman dan Kutteh melaporkan bahwa sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki
faktor autoimun. Terdapat 2 patofisiologi primer yang menjelaskan kejadian tersebut yaitu teori autoimun
(imunitas yang menyerang diri sendiri) dan teori alloimun (imunitas yang menyerang pihak lain).

-Faktor autoimun. Abortus lebih sering terjadi pada wanita dengan SLE. Kebanyakan dari wanita tersebut
memiliki antibodi antifosfolipid yang merupakan kelompok autoantibody yang mengikat fosfolipid muatan
negatif, phospholipids-binding proteins, atau kombinasi keduanya

-Faktor alloimun. Kehamilan yang normal memerlukan pembentukan faktor yang mencegah rejeksi
maternal terhadap antigen asing fetus yang diperoleh secara paternal. Seorang wanita tidak akan
menghasilkan faktor penghambat serum ini jika dia memiliki HLA yang mirip dengan suaminya. Gangguan
alloimun lainnya juga menyebabkan abortus habitualis temasuk perubahan aktivitas sel natural killer dan
peningkatan antibodi limfositotoksik.
Patolog
i
Pada awal abortus terjadi perdarahan
dalam desidua basalis kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal
tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya
sehingga merupakan benda asing dalam
uterus. Keadaan ini menyebabkan
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
isinya
Diagnosi
s
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan
anamnesis. Khususnya diagnosis abortus habitualis karena
inkompetensia yang menunjukkan gambaran klinik yang khas
yaitu dalam kehamilan trimester kedua terjadi pembukaan
serviks tanpa rasa mulas, ketuban menonjol dan pada suatu
saat pecah. Kemudian timbul mulas yang selanjutnya diikuti
dengan pengeluaran janin yang biasanya masih hidup dan
normal. Apabila penderita datang dalam trimester pertama,
maka gambaran klinik tersebut dapat diikuti dengan
pemeriksaan vaginal tiap minggu. Penderita tidak jarang
mengeluh bahwa ia mengeluarkan banyak lendir dari vagina.
Di luar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan
dengan histerosalpingografi yaitu ostium uteri internum
melebar >8 mm.
Penangana
n
Penyebab abortus habitualis sebagian besar tidak diketahui sehingga penanganannya terdiri atas memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan
yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olah raga.

Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.

Apabila pada pemeriksaan histerosalpingografi yang dilakukan menunjukkan kelainan seperti mioma submukosa atau uterus bikornis maka
kelainan tersebut dapat diperbaiki dengan operasi atau penyatuan kornu uterus dengan operasi menurut Strassman

Pada serviks inkompeten apabila penderita hamil, maka operasi dilakukan untuk mengecilkan ostium uteri sebaiknya dilakukan pada kehamilan 12
minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah memperkuat jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan
benang sutera atau dakron yang tebal. Jika berhasil maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong pada usia
kehamilan 38 minggu.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai