PEMBIMBING
dr. Raden Doddy Timboel, Sp. An
A. TATALAKSANA AWAL
1. PEMERIKSAAN JASMANI
Tujuan: menjamin airway yang baik dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Mempertahankan saturasi >95%
- Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 10-12
L/menit
tatalaksana
A. TATALAKSANA AWAL
1. PEMERIKSAAN JASMANI
1. PEMERIKSAAN JASMANI
Secara umum, pada syok obstruktif terjadi hambatan aliran darah pada sistem kardiovaskular yang
dicirikan oleh gangguan pada fase pengisian diastolik atau afterload yang berlebihan → penurunan
curah jantung dan penurunan perfusi oksigen → tanda-tanda syok
Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Syok obstruktif akibat Syok obstruktif akibat Tension Syok obstruktif akibat
Emboli paru pneumothorax Tamponade jantung
● Hipoksia, distress ● Hipoksemia, takikardia dan ● Trias Beck : Hipotensi,
pernapasan dan tanda- distress pernapasan akibat Muffled heart sound (suara
tanda syok (penurunan kompresi dan kolaps paru. Bila jantung menjauh),
kesadaran, hipotensi, telah terjadi gangguan mekanik Peningkatan JVP
takikardi, akral dingin, pada struktur vena, alirah balik ● Gejala lain : dispnea,
sianosis) vena ke jantung menurun dan takikardi, pulsus
muncul gejala syok dan gangguan paradoksus, gangguan
perfusi perfusi
Diagnosis
Tatalaksana
Prinsip penanganan syok obstruktif
● Penanganan awal : manajemen jalan napas untuk memastikan oksigenasi pasien baik
disertai resusitasi cairan
● Identifikasi penyebab syok obstruktif dan tatalaksana sesuai penyebab :
- Tamponade jantung : Pericardiocentesis
- Tension pneumothorax : needle thoracosintesis atau pasang WSD
- Emboli paru : pemberian trombolitik dan antikoagulan
1. Pericardiocentesis
● Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan perfusi sistemik pada kondisi
volume intravaskular yang adekuat, sehingga menyebabkan hipoksia jaringan.
● Istilah syok kardiogenik pertama kali dicetuskan oleh Stead (1942) dimana saat itu dilaporkan terdapat 2
orang pasien yang disebutkan mengalami “syok yang diakibatkan oleh jantung (shock of cardiac origin)”.
Belakangan istilah ini kemudian berubah menjadi syok kardiogenik.
EPIDEMIOLOGI
● Syok kardiogenik memperberat 5% sampai 10% kasus infark miokard akut dan merupakan penyebab utama
kematian setelah infark miokard.
● ST-segment-elevation myocardial infarction (STEMI) dikaitkan dengan peningkatan risiko 2 kali lipat
kejadian syok kardiogenik CS dibandingkan dengan non-ST-segment-elevation myocardial infarction
(NSTEMI).
● Insiden CS yang lebih tinggi diamati pada wanita, dan pasien berusia >75 tahun. Ras yang paling tinggi
persentasenya untuk kejadian syok kardiogenik adalah ras hispanik (74%) sedangkan ras afrika amerika 65%,
kulit putih 56%, sedangkan Asia dan selebihnya 41%
ETIOLOGI
● Berdasarkan SHOCK register dan trial disebutkan bahwa 74,5% syok kardiogenik disebabkan oleh
predominasi kegagalan ventrikel kiri; 8,36% akibat MR: 4,6% akibat ruptur septum ventrikel; 3,4% masalah
pada jantung kanan; 1,7% tamponade atau ruptur jantung; dan 3,0% disebabkan oleh penyebab lain
Etiologi (secara fungsional)
Gagal jantung kiri
1. Disfungsi sistolik
→ Infark miokard, hipoksemia global, penyakit katup, obat-obat yang menekan miokard (penyekat beta, penghambat gerbang
kalsium, serta obat-obat anti aritmia), kontusio miokard, asidosis respiratorius, kelainan metabolic (asidosis metabolic,
hipofosfatemia, hipokalsemia), miokarditis severe, kardiomiopati end-stage, bypass kardiopulmonar yang terlalu lama pada
operasi pintas jantung, obat-obatan yang bersifat kardiotoksik (mis. doxorubicin, adriamycin)
2. Disfungsi diastolik
→ kekakuan ventrikel kiri, iskemik, hipertrofi ventrikel, kardiomiopati restriktif, syok hipovolemik dan syok septik yang
berlama-lama, kompresi eksternal akibat tamponade jantung
Etiologi (secara fungsional)
Gagal jantung kiri
→ Dapat terjadi pada keadaan stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, koarktasio aorta, hipertensi maligna.
→ Dapat terjadi pada keadaan mitral stenosis, endokarditis, regurgitasi mitral dan aorta, obstruksi yang disebabkan oleh atrial
myxoma atau thrombus, ruptur ataupun disfungsi otot-otot papilaris, ruptur septum dan tamponade.
2. Aritmia
→ Ventrikel takiaritmia sering berkaitan dengan syok kardiogenik.
→ Bradiaritmia dapat menyebabkan atau memperburuk syok yang disebabkan oleh etiologi lain.
→ Sinus takikardi dan takiaritmia atrial dapat menyebabkan hipoperfusi dan memperburuk syok.
Etiologi (MI / non MI)
Infark miokard akut
● Komplikasi mekanik
→ Mitral regurgitasi akut akibat/disfungsi ruptur otot papilari atau korda
tendinea
→ Defek septum ventrikel yang disebabkan roleh ruptum septum intraventrikular
→ Ruptur dinding ventrikel kiri
→ Tamponade perikard
✔ Nadi cepat dan halus/lemah serta dapat juga disertai dengan irama yang tidak teratur jika terdapat aritmia
✔ Distensi vena jugularis dan ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus selalu. Edema perifer juga biasanya bisa dijumpai.
✔ Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi jantung III dan IV bisa terdengar
✔ Tanda-tanda hipoperfusi misalnya perubahan status mental dan penurunan jumlah urine
✔ Murmur sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur biasanya terdengar di awal sistol
- Peningkatan troponin tidak terlalu diharapkan dan tidak menjadi penentu tindakan selanjutnya karena umumnya
meningkat pada 6 jam pertama saja.
a. Pemeriksaan radiologi
- Dapat dilakukan echocardiografi, rontgen thorax, USG, dan angiografi arteri koroner untuk menentukan etiologi
DIAGNOSIS
C. Elektrokardiografi (EKG)
- Iskemik miokard akut didiagnosa berdasarkan munculnya elevasi segmen ST, depresi segmen ST, gelombang Q.
- Inversi gelombang T, meskipun paling tidak sensitif, dapat pula terlihat pada orang-orang dengan iskemik miokard.
- EKG pada dada kanan dapat memperlihatkan adanya infark pada ventrikel kanan selain sebagai diagnostik juga dapat berguna
sebagai faktor prognostik.
- Hasil EKG yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan infark miokard akut.
2. Harahap S, Dalimunthe N, Isnanta R, et al. Syok Kardiogenik. Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran USU. 1-21.
3. Chioncel, O., Parissis, J., Mebazaa, A, et al. (2020). Epidemiology, Pathophysiology and Contemporary Management of
Cardiogenic Shock ‐ A position statement from the Heart Failure Association (HFA) of the European Society of Cardiology
(ESC). European Journal of Heart Failure. doi:10.1002/ejhf.1922
4. Ko B, Drakos SG. (2015). Referral and Management of Cardiogenic Shock. American College of Cardiology. 1-7.
5. Truesdell AG, Tehrani B, Singh R, et al. “Combat” approach to cardiogenic shock. Interventional Cardiology Review
2018;13(2):81–6.