suatu komunitas, yang menyatakan perbuatan mana yang baik yang selayaknya dilakukan dan perbuatan mana yang buruk yang selayaknya dihindari sesuai dengan norma-norma yang berlaku. ETIKA FARMASI : Komunitas Farmasi dan seminat Norma-norma di bidang usaha farmasi REGULASI DAN KETENTUAN TERKAIT PROFESI KESEHATAN BIDANG FARMASI PROFESI/TENAGA KESEHATAN UU 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
PP 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
PP 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini. PP 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
Pasal 3 : Tenaga Kesehatan wajib memiliki
pengetahuan dan Ketrampilan di Bidang Kesehatan yang dinyatakan dengan Ijazah dari Lembaga Pendidikan Pasal 21 : Setiap Tenaga Kesehatan dalam melakukan tugasnya wajib memenuhi standar profesi tenaga kesehatan. Pasal 24 : Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesinya. Pasal 35 : tenaga Kesehatan yang dengan sengaja melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi diancam hukuman atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- TENAGA KEFARMASIAN PP 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Apoteker Analis Farmasi Asisten Apoteker
PP 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Apoteker Tenaga Teknis Kefarmasian Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. REGULASI LAIN TERKAIT Undang Undang Perlindungan Konsumen No 8 / 1999 dimana wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur. Undang Undang Pangan No 18/ 2012 a.l produsen wajib bertanggung jawab atas mutu dan keamanan pangan – PP No 69 / 1999 (label dan iklan pangan wajib benar dan tdk menyesatkan) PP 72 / 1992 tentang Pengamanan Sediaan farmasi Berdasarkan UU dan Ketententuan terkait : Etika &Profesionalisme Apoteker Mencakup pengetahuan,ketrampilan dan sikap dalam bekerja, termasuk dalam melayani masyarakat. Didasarkan pada pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan Standar Profesi yang mencakup Standar Kompetensi Kerja dan Etika Profesi Standar Kompetensi Apoteker: Bakuan kemampuan minimal seorang apoteker dan kewenangan untuk menjalankan tugasnya Bakuan tersebut memuat pernyataan yang menguraikan pengetahuan,sikap dan ketrampilan yang harus dimiliki saat bekerja serta penerapannya, sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lapangan pekerjaan kefarmasian Profesionalisme vs Etika Bidang Farmasi (Industri, Ritel) (1) Terkait dengan Quality Assurance (QA) → kesesuaian standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan serta bagaimana penerapannya secara “baik dan benar” sesuai etika Kata Kunci dari konsep QA yang terkait profesionalisme dan etika bidang farmasi → Q u a l i t y System adalah pondasi manajemen profesionalisme farmasi yang efektif didasarkan pada filosofi prevensi, pengawasan dan dokumentasi terstruktur. → T e r d i r i dari Best Practices 4 bidang yaitu (i) QC (ii)Produksi (iii) Distribusi/pelayanan dan (iv) Inspeksi Profesionalisme vs Etika Bidang Farmasi (Industri, Ritel) (2) Secara khusus Etika Bidang Farmasi terkait dengan Pelaksanaan best practice bidang produksi dan distribusi (GMP, GDP) serta pelayanan (GPP) Penanganan product complaints dan product recalls Pengawalan jalur distribusi agar bebas dari produk ilegal/tidak absah Pelaksanaan riset/uji klinik produk kesehatan (GCP) Pemasaran obat dan produk kesehatan yang lain (suplemen, obat tradisional, kosmetika dll) Pengiklanan obat dan produk kesehatan yang lain Pengawalan Hak atas Kekayaan Intelektual bidang farmasi CONTOH KASUS PELANGGARAN ETIK DI BIDANG FARMASI TERKAIT INDUSTRI FARMASI
a.l off label marketing, pricing-
promotion fraud, influencing prescribing, illegal marketing, purposively GMP violation etc Kesepakatan Bersama 2007 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan GP Farmasi Indonesia di Kementerian Kesehatan Ada beberapa poin yang disepakati, diantaranya : (1) Dokter dilarang menjuruskan pasien membeli obat tertentu karena dokter telah menerima komisi dari perusahaan farmasi; (2) Dukungan perusahaan farmasi pada pertemuan ilmiah dokter tidak boleh dikaitkan dengan kewajiban mempromosikan atau meresepkan produk; (3) Perusahaan farmasi dilarang memberikan honorarium kepada dokter untuk menghadiri pendidikan kedokteran (kecuali jika menjadi moderator); (4) Donasi pada profesi kedokteran tidak boleh dikaitkan dengan penulisan resep atau penggunaan produk perusahaan tertentu; KASUS DI MEDIA 2015 Kasus faktual, dokter dan rumah sakit di Jakarta-Bekasi pada tahun 2014 banyak menerima uang dari PT Interbat. Tercantum 327 nama dokter di Jakarta, 95 dokter di Bekasi, dan 40 nama rumah sakit. Setiap dokter menerima uang sebanyak Rp5 juta sampai Rp1 miliar per orang. Limpahan hadiah dari perusahan farmasi berdatangan kepada para dokter yang membuat resep produk obat “me too” daripada generik. Dalam kode etik kedokteran Indonesia semua dokter dilarang membuat keputusan medis di bawah pihak lain dan dilarang menerima upeti dari resep obat Kasus terbaru pada tahun 2021, terkait penimbunan azitromisin oleh PT ASA, dan salah satu oknumnya adalah apoteker Tindak Lanjut masalah Etika di Indonesia Peraturan Kementerian Kesahatan Nomor 14 Tahun 2014 tentang Gratifikasi (acuan : Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Korupsi ) 2014 : Kesepakatan bersama di koordinasi oleh KemenKes Respons kalangan Dokter, antara lain, 2015 : Cegah Kongkalikong dengan Pabrik Obat, Dokter- dokter FKUI Bikin Komitmen 2016 :PerMenKes no 58/2016 Tentang sponsorship bagi tenaga kesehatan APAKAH MASALAH ETIKA FARMASI SUDAH TERATASI?
KASUSSANGAT SERIUS yang
terungkap di tahun 2016 dan dikatakan telah berlangsung 13 tahun adalah KASUS VAKSIN PALSU Pelaku yang terlibat termasuk PROFESI dan PELAKU USAHA bidang kesehatan (Dokter, perawat, apoteker dll) Merupakan pelanggaran ETIKA FARMASI dan sekaligus TINDAKAN KRIMINAL LEVEL GLOBAL : Tindak lanjut masalah etika Penetapan Regulasi Khusus dan sanksinya, contoh di USA Penyempurnaan kebijakan baik teknis dan administratif Pelaksanaan training yang berkesinambungan agar profesi terkait (termasuk Apoteker) lebih memahami masalah regulasi dan etika bidang farmasi PRINSIP ETIKA BIDANG FARMASI
TRANSPARANSI (keterbukaan dalam melaksanakan
proses bisnis, termasuk pemberian informasi) AKUNTABILITAS (komitment untuk mencapai hasil yang terbaik) RESPONSIBILITAS (Pertanggung jawaban yang jelas terkait peraturan perUUan) INDEPENDENSI (kemandirian pengelolaan secara profesional dan tidak ada benturan kepentingan) KEWAJARAN (Kesetaraan dan keadilan) KOMPONEN ETIKA FARMASI 1. STANDAR PERILAKU
2. KEPATUHAN TERHADAP HUKUM & PERUU-an
3. KOMITMEN SECARA PROFESIONAL
4. INTEGRITAS
5. BENTURAN KEPENTINGAN
6. KEMITRAAN DG MASYARAKAT SEMINAT & UMUM
7. PEMBELAJARAN YANG BERKESINAMBUNGAN
PENUTUP Etika bidang farmasi terkait dengan profesionalisme Apoteker sebagai individu dan juga pelaksanaan bidang produksi, distribusi dan pelayanan (QA dan Best Practices) Regulasi dan etika farmasi merupakan unsur yang tidak terpisahkan dan harus dilaksanakan secara komprehensif dan bersamaan Komponen Regulasi bidang farmasi mencakup ketentuan untuk produk, sarana-prasarana dan juga pelaku (profesi terkait dan pelaku usaha) Etika bidang farmasi harus mempertimbangkan kedinamisan dan perubahan lingkungan strategis