Anda di halaman 1dari 12

RUANG LINGKUP

KORUPSI
Sejarah, Pengertian dan Ruang Lingkup Korupsi

• Asal mula berkembangnya korupsi barangkali dapat di temukan sumbernya pada fenomena
sistem pemerintahan monarki absolut tradisional yang berlandaskan pada budaya feodal. Pada
masa lalu, tanah-tanah di wilayah suatu negara atau kerajaan adalah milik mutlak raja, yang
kemudian di serahkan kepada para pangeran dan bangsawan, yang di tugasi untuk memungut
pajak, sewa dan upeti dari rakyat yang menduduki tanah tersebut. Di samping membayar dalam
bentuk uang atau in natura, sering pula rakyat di haruskan membayar dengan hasil bumi serta
dengan tenaga kasar, yakni bekerja untuk memenuhi berbagai keperluan sang raja atau
penguasa. Elite penguasa yang merasa diri sebagai golongan penakluk, secara otomatis juga
merasa memiliki hak atas harta benda dan nyawa rakyat yang di taklukan. Hak tersebut biasanya
di terjemahkan dalam tuntutan yang berupa upeti dan tenaga dari rakyat (Onghokham, 1995).
• Seluruh upeti yang masuk ke kantong para pembesar ini selain di
pergunakan untuk memenuhi kebutuhan pembesar itu sendiri, pada
dasarnya juga berfungsi sebagai pajak yang di pergunakan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan negara. Hanya saja, belum ada lembaga
yang secara resmi ditunjuk sebagai pengumpul dana (revenue gathering).
• Parahnya kedudukan dalam pemerintahan sebagai pembesar atau pejabat
ini dapat diperjualbelikan (venality of office), yang menyebabkan pembeli
jabatan tadi berusaha untuk mencari kompensasi atas uang yang telah
dikeluarkannya dengan memungut upeti sebesar-besarnya dari rakyat.
• Pada masa-masa sesudahnya, kondisi ini ternyata memperkuat sistem patron
- client, bapak - anak, atau kawula - gusti, dimana seorang pembesar sebagai
patron harus dapat memenuhi harapan rakyatnya, tentu saja dengan adanya
jasa-jasa timbal balik dari rakyat sebagai client-nya. Hubungan patron -
client ini merupakan salah satu sumber korupsi, sebab seorang pejabat untuk
membuktikan efektivitasnya harus selalu berbuat sesuatu tanpa
menghiraukan apakah ini untuk kepentingan umum, kelompok atau
perorangan, yakni para anak buah yang seringkali adalah saudaranya sendiri.
Selain itu, sistem patron - client juga menjadi faktor perusak koordinasi dan
kerjasama antar para penguasa, dimana timbul kecendrungan persaingan
antara para penguasa/pejabat untuk menganak-emaskan orangnya. Disinilah
faksionalisme di kalangan elite menjadi berkepanjangan.
• Korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika
kekuasaan pada birokrasi patrimonial (Weber) yang berkembang pada kerangka
kekuasaan feodal dan memungkinkan suburnya nepotisme. Dalam struktur yang
demikian, maka penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan dengan mudah
berkembang (Mochtar Lubis, 1995).
• Dalam perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak
terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang parah,
melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
• Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah di jelaskan dalam 13
buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan
pasal-pasal tersebut, korupsi di rumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak
pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan
yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat
di kelompokkan sebagai berikut:
 
• 1. Kerugian keuangan negara:
• => Pasal 2 (melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan keuangan
negara);
• => Pasal 3 (menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat
merugikan keuangan negara).

• 2. Suap-menyuap:
• => Pasal 5 ayat (1) huruf a (menyuap pegawai negeri);
• => Pasal 5 ayat (1) huruf b (menyuap pegawai negeri);
• => Pasal 13 (memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya);
• => Pasal 5 ayat (2) (pegawai negeri menerima suap);
• => Pasal 12 huruf a (pegawai negeri menerima suap);
• => Pasal 12 huruf b (pegawai negeri menerima suap);
• => Pasal 11 (pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan
jabatannya);
• => Pasal 6 ayat (1) huruf a (menyuap hakim);
• => Pasal 6 ayat (1) huruf b (menyuap advokat);
• => Pasal 6 ayat (2) (hakim dan advokat menerima suap);
• => Pasal 12 huruf c (hakim menerima suap);
• => Pasal 12 huruf d (advokat menerima suap).
3. Penggelapan dalam jabatan:
• => pasal 8 (pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan);
• => Pasal 9 (pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi);
• => Pasal 10 huruf a (pegawai negeri merusakkan bukti);
• => Pasal 10 huruf b (pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti);
• => Pasal 10 huruf c (pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti).
•  
4. Perbuatan pemerasan:
• => Pasal 12 huruf e (pegawai negeri memeras);
• => Pasal 12 huruf g (pegawai negeri memeras);
• => Pasal 12 huruf f (pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain).
•  
5. Perbuatan curang:
• => Pasal 7 ayat (1) huruf a (pemborong berbuat curang);
• => Pasal 7 ayat (1) huruf b (pengawas proyek membiarkan perbuatan curang);
• => Pasal 7 ayat (1) huruf c (rekanan TNI/Polri berbuat curang);
• => Pasal 7 ayat (1) huruf d (pengawas TNI/Polri membiarkan perbuatan curang);
• => Pasal 7 ayat (2) (penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang);
• => Pasal 12 huruf h (pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain).

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan:


• => Pasal 12 huruf i (pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang di urusnya).

• 7. Gratifikasi:
• => Pasal 12 B jo. Pasal 12 C (pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK).
• Penjelasan:
• - Yang di maksud dengan "secara melawan hukum" adalah perbuatan
melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni
meskipun perbuatan tersebut tidak di atur dalam peraturan perundang-
undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak
sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam
masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat di pidana.
• - Dalam ketentuan ini, kata "dapat" sebelum frasa "merugikan keuangan
atau perekonomian negara" menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi
merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan
dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah di rumuskan bukan dengan
timbulnya akibat.
• - Yang di maksud dengan "advokat" adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
• - Yang di maksud dengan "gratifikasi" adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, pasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang di
terima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik.
• Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi :
• 1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
• 2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar;
• 3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
• 4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu;
• 5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan
palsu;
• 6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
THANK YOU!

Anda mungkin juga menyukai