Governance (GCG)
Kelompok 5:
1. Aprilia Wahyuni (19133100062)
2. Nur Afni Salam (19133100091)
3. Wahyu Widya Utami (19133100095)
Latar Belakang Munculnya GCG
Mulai populernya istilah tata kelola perusahaan yang baik atau lebih dikenal dengan istilah asing good corporate
governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar,
baik yang ada di indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat. Runtuhnya sistem ekonomi komunis menjelang akhir
abad ke-20, menjadikan sistem ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang paling dominan di seluruh
dunia. Salah satu contoh akibat dari praktik bisnis yang tidak etis adalah krisis ekonomi yang menimpa Indonesia dan
beberapa negara asing lainya seperti: Thailand, Korea Selatan, Hongkong, Filipina,dan Malaysia serta mega skandal yang
menimpa perusahaan-perusahaan raksasa di Amerika Serikat. Pola krisis di Indonesia sebagaimana juga di beberapa negara
Asia lainyasekitar tahun 1997 diawali oleh aksi para spekulan mata uang (yang notabene juga merupakan pelaku bisnis
perdagangan mata uang asing) sehingga memberi tekanan berat pada mata uang lokal di beberapa negara di Asia.
Akibatnya terjadi penurunan nilai mata uang lokal, naiknya suku bunga bank, meningkatnya kredit macet, dan anjloknya
indeks harga saham. Beberapa perusahaan besar di indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak mampu lagi
meneruskan kegiatan usahannya akibat menjalankan praktik tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate
governance). Contohnya antara lain: bank-bank pemerintah yang telah dilikuidasi /dimerger, PT Indorayon, PT Dirgantara
Indonesia, PT Lapindo Brantas. Timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang
buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk pula (bad government governence) sehingga
memberi peluang besar timbuln yapraktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Pengertian GCG
01 02 03 04
Dewan
RUPS Direksi
Komisaris
(Ayat 4) (Ayat 5)
(Ayat 6)
Melakukan
Wewenang yang Berwenang dan pengawasan dan
tidak diberikan bertanggung jawab memberikan
kepada Direksi dan penuh atas nasehat kepada
Dewan Komisaris pengurusan Direksi
Perseroan dan
mewakili Perseroan
Sistem Hukum Direksi dan Komisaris
Model Anglo-Saxon
Single-Board System
Model Kontinental
Two-Board System
Organ Khusus Dalam Penerapan GCG
1. Komisaris dan Direktur Independen
Tanggung Jawab
Terbentuknya struktur pengendalian
intern
Transparansi
Kualitas keterbukaan dan laporan
keuangan
Akuntabilitas
Mengkaji ruang lingkup dan ketetapan
audit eksternal
Tanggung Jawab
Mempersiapkan surat uraian tugas dan
tanggung jawab
Syarat-syarat Menjadi Anggota Komite
Audit
1. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Direksi.
2. Terdiri atas sekurang-kurangnya 1 orang Komisaris Independen dan 2 orang anggota dari luar Emiten atau Perusahaan
Publik.
3. Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman sesuai latar belakang pendidikan.
4. Memiliki latar belakang pendidikan keuangan dan akuntansi.
5. Memiliki pengetahuan cukup dalam membaca laporan keuangan.
6. Bukan oran dalam Kantor Akuntan Publik.
7. Bukan karyawan kunci Emiten atau Perusahaan Publik dalam 1 tahun terakhir sebelim diangkat Komisaris.
8. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik.
9. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris, Direktur, atau Pemegang Saham Umum.
10. Tidak mempunyai hubungan usaha langsung atau tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten.
11. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau Perusahaan Publik lain padda periode yang sama.
12. Sekretaris Perusahaan bertindak sebagai Sekretaris Komite Audit.
3. Sekretaris Perusahaan
Sekretaris Eksekutif
• Pengaturan jadwal kegiatan
• Jadwal rapat
• Dokumentasi surat masuk dan
surat keluar, dll
Sekretaris Perusahaan
• Menyimpan dokumen perusahaan
• Daftar pemegang saham
•Risalah rapat, dll
GCG dalam Badan
Usaha Milik Negara
(BUMN)
Pemerintah melalui Kementrian Negara BUMN mewajibkan
semua BUMN menerapkan tata kelola perusahaan yang
sehat (good corporate governance) dengan menggunakan
acuan pelaksanaan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-
23/M-PM.PBUMN/2000 Tanggal 31 Mei 2000 tentang
Pengembangan Praktik Good Corporate Governance pada
BUMN.
Tujuan GCG dalam Pasal 4 menurut
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-
117/M-MBU/2002
Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntanbilitas, dapat dipercaya,
bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun
internasional.
Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan
meningkatkan kemandirian organ.
Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan Tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial
BUMN terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan disekitar BUMN.
Pertanggungjawaban Kewajaran
Contoh pengelolaan BUMN dengan prinsip-
prinsip GCG
Sebelum Sesudah
- Penunjukan anggota komisaris dan anggota - Anggota komisaris dan direksi mulai
direksi BUMN lebih mempertimbangkan aspek memperhatikan aspek kompetensi dan
politis dari pada aspek kompetensi dan profesionalisme
profesionalitas - Diberdayakan oragan SPI
- Kurang berfungsinya organ Satuan Pengawas - Dibentuknya Komite Audit
Intern (SPI) - Penegasan pentingnya penyusunan laporan
- Tidak adanya Komite Audit keuangan yang berkualitas
- Kurang memperhatikan penerapan
akuntanbilitas
- Dan lain-lain
GCG dan Pengawas Pasar
Modal di Indonesia
Pasar modal didefinisikan sebagai pasar di mana
berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka
panjang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk
utang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan
pemerintah, public authories, maupun perusahaan
swasta (Suad Huanan, 1996)
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh
lembaga-lembaga dan unsur-unsur penunjang
pasar modal
Badan Pengawas Pasar Modal
1 6 Investor/calon insvestor
dan Lembaga Keuangan
Mantan Komisaris Pertamina yang saat ini menjabat Deputi Menteri Negara BUMN, Roes Aryawijaya, Kembali diperiksa
penyidik bagian Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung sebagai saksi dugaan korupsi dalam penjualan kapal tanker
raksasa atau vey large crude carrier (VLCC) Pertamina. Sesuai pemeriksaan, Roes yang ditanya wartawan soal keputusan
penjualan dua kapal tanker raksasa Pertaminatahun 2004 itu menjawab, “Penjualan tersebut sebenarnya usulan Direksi
Pertamina. Oleh Komisaris dikaji dan dilihat. ‘kan kalua tidak dijual perusahaannya bangkrut,” kata Roes. Keputusan
menjual VLCC melibatkan seluruh direksi dan komisaris Pertamina. Dalam siaran pers yang dikeluarkan Pusat
Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, disebutkan bahwa direksi Pertamina bersama Komisari Utama Pertamina, tanpa
persetujuan Menteri Keuangan pada 11 Juni 2004 telah melakukan divestasi dua tanker VLCC milik Pertamina nomor
Hull 1540 dan 1541 kepada Frontline dengan US$184 juta. Hal tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 89 Tahun 1991 Pasal 12 ayat 1 dan 2 karena persetujuan Menteri Keuangan baru terbit tanggal 7 Juli
2004. secara terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan bahwa tersangka kasus dugaan korupsi penjualan
VLCC itu ternyata lebih banyak dari semula yang disebutkan.
Analisis Kasus