Anda di halaman 1dari 20

Learning Objective

Sekenario 2

Amalia Maulidia Husna


2013010062
Learning Objective

1. All about pneumonia (definisi, etiologic, epidemiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,


faktor resiko, tatalaksana, prognosis)
2. All about bronkopneumonia (definisi, etiologic, epidemiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, faktor resiko, tatalaksana, prognosis)
3. All about bronkitis akut (definisi, etiologic, epidemiologi, manifestasi klins,
patofisiologi, faktor resiko, tatalaksana, prognosis)
PNEUMONIA
1. All about pneumonia

a. Definisi
Pneumonia
(paru-paru basah) adalah kondisi dimana seseorang mengalami infeksi yang terjadi pada kantung-kantung udara dalam paru-
paru orang tersebut. Infeksi yang ditimbulkan pneumonia bisa terjadi pada salah satu sisi paru-paru maupun keduanya
Antony, et., al. 2021 (KNN dan Gabor FilterSerta Wiener Filter untuk Mendiagnosis Penyakit Pneumonia Citra X-Ray pada Paru-paru)

b. Etiologi
- Pada anak balita (4 bulan-5 tahun), pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Strepcoccus Pneumonia, Haemophillus
influenza tipe B dan Staphylococcus aureus. Sedangkan pada anak lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut juga
ditemuka infeksi Mycoplasma Pneumonia. (Said. 2008)
- Menurut Hariadi (2010) dan Bradley dkk (2011) pneumonia dibagi berdasarkan kuman penyebab yaitu:
* Pneumonia bacterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi pada semua usia. Bakteri yang biasanya
menyerang pada balita dan anakanak yaitu Streptococcus pneumonia, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa dan
Pneumococcus.
Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma. Organisme atipikal yang biasanya
menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Chlamidia trachomatis, Mycoplasma pneumonia, C. pneumonia dan
Pneumocytis.
* Pneumonia virus. Virus yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Virus parainfluenza, Virus I
nfluenza, Adenovirus, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Cytomegalovirus.
* Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering, merupakan infeksi sekunder, terutama pada penderita dengan
daya tahan tubuh lemah (Immunocompromised).
c. Epidemiologi

* Angka mortalitas di negara maju seperti Amerika terdapat sebanyak 4 juta kasus dengan pengeluaran biaya sebesar 23 milyar dolar AS pada
sistem pelayanan kesehatan (Glover dan Reed, 2005).
* Menurut WHO dan UNICEF (2006) pneumonia merupakan penyebab kematian pada anak yang paling sering terjadi di negara berkembang dan
memiliki angka kematian yang tinggi melebihi kematian akibat AIDS, malaria, dan campak.
* Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) melaporkan bahwa kejadian 10 pneumonia sebulan terakhir (periode prevalence) mengalami peningkatan
pada tahun 2007 sebesar 2,1% dan di tahun 2013 sebesar 2,7%. Tingkat kematian pneumonia pada balita di Indonesia cukup besar yaitu sebanyak
15,5% (Statistik, Berencana, & Kesehatan, 2013).
* Angka cakupan pneumonia pada balita tidak mengalami perkembangan pada tahun 2014 yaitu sekitar 20%-30% namun mengalami peningkatan
63,45% di tahun 2015. Angka kematian akibat pneumonia pada balita di tahun 2015 lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yaitu sebesar 0,16%
yang sebelumnya hanya 0,08%. Kelompok bayi memiliki angka kematian sedikit lebih tinggi yaitu 0,17% dibandingkan kelompok usia 1-4 tahun
sebesar 0,15% pada tahun 2015. Daerah Yogyakarta sekitar 21,91% penemuan kasus pneumonia yaitu sekitar 2.829 balita pada tahun 2015
(Kemenkes, 2016).
d. Menifestasi klinis
• Gejala khas dari pneumoni: demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau
menghasilkan sputum berlendir, purulent, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak
• Gejala umum lainnya: pasien lebih suka berbaring, pada PF didapatkan retraksi atau penarikan banding dada
bagian bawah saat pernafasan, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai
pekak menggambarkan konsolidaso atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleura
friction rub.
(Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. )
e. Patofisiologi
f. Faktor Resiko
- Usia, pada bayi dan anak berusia 2 tahun atau kurang, pada lansia berumur 65 tahun atau lebih
- Lingkungan)
- Kebiasaan merokok
- Penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau alcohol
- Pernah dirawat di rumah sakit
- Kondisi yang melemahkan system kekebalan tubuh
- Gangguan otak
- Kondidi kesehatan lainnya

g. Tata laksana
Pemberian antibiotic tertentu yang bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi

Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society consensus
guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis 2007; 44: Suppl. 2, S27–S72. Tersedia di :
www.thoracic.org/sections/publications/statements/ pages/mtpi/idsaats-cap.html [Diakses 3 Maret 2017].
,h. prognosis

Kejadian PK di Amerika Serikat adalah 3,4-4 juta kasus per tahun, dan 20% diantaranya perlu dirawat di RS. Secara umum, angka kematian
pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada lanjut usia dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan
influenza di Amerika Serikat merupakan penyebab kematian terbesar ke-6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia, yaitu
sebesar 89%. Mortalitas pasien PK yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor modifikasi yang
ada pada pasien

(Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia.)
BRONKOPNEUMONIA
a. Definisi
Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru.
(Hood A, Wibisono MJ, Winariani. Buku ajar ilmu penyakit paru. Surabaya: Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran Universitas
Airlangga; 2004.)

b. Etiologi
Penyebab terjadinya Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri seperti diplococus pneumonia, pneumococcus, stretococcus,
hemoliticus aureus, haemophilus influenza, basilus friendlander (klebsial pneumoni), mycobacterium tuberculosis, disebabkan
oleh virus seperti respiratory syntical virus, virus influenza dan virus sitomegalik, dan disebabkan oleh jamur seperti citoplasma
capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides, aspergillus Sp, candinda albicans, mycoplasma pneumonia dan
aspirasi benda asing (Wijayaningsih, 2013)

c. Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang
tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun
(Bradley et.al., 2011).
d. Menifestasi Klinis

Menurut Ringel, 2012 tanda-gejala dari Bronkopneumonia yaitu :


e. Gejala penyakit datang mendadak namun kadang-kadang didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas.
f. Pertukaran udara di paru-paru tidak lancar dimana pernapasan agak cepat dan dangkal sampai terdapat pernapasan
cuping hidung.
g. Adanya bunyi napas tambahan pernafasan seperti ronchi dan wheezing.
h. Dalam waktu singkat suhu naik dengan cepat sehingga kadang-kadang terjadi kejang.
i. Anak merasa nyeri atau sakit di daerah dada sewaktu batuk dan bernapas.
j. Batuk disertai sputum yang kental.
k. Nafsu makan menurun.
e. Patofisiologi

* Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur ataupun benda asing (Hidayat, 2008)
* Suhu tubuh meningkat sampai 39-40oC dan dapat disertai kejang karena demam yang sangat tinggi. Anak
yang mengalami bronkopneumonia sangat gelisah, dipsnea, pernafasan cepat, dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung, serta sianosis disekitar hidung dan mulut, merintih dan sianosis (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
* Bakteri yang masuk ke paru-paru menuju ke bronkioli dan alveoli melalui saluran napas yang
menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli
dan jaringan interstitial (Riyadi & Sukarmin, 2009).
* Apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya
eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan. Perubahan tersebut akan
berdampak pada pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Sehingga berakibat pada hipoksia dan kerja jantung meningkat akibat saturasi oksigen yang menurun dan
hiperkapnia. Penurunan itu yang secara klinis menyebabkan penderita mengalami pucat sampai sianosis.
f. Faktor Resiko
- Usia, pada bayi dan anak berusia 2 tahun atau kurang karena system imun yang dalam tahap perkembangan,
pada lansia berumur 65 tahun atau lebih karena system imun yang lemah
- Kebiasaan merokok
- Kebiasaan minum alcohol dalam jumlah berlebihan
- Memiliki riwayat penyakit kronis seperti asma, penyakit obstruksi paru kronis (PPOK), dan penyakit jantung
- Memiliki system imun lemah karena HIV/AIDS, transplantais organ, kemoterapi kanker, atau pengguna steroid
dlam jangka waktu lama

g. Tatalaksana
• Tatalaksana umum
1. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit (sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah kurang
dari 60 torr)
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektronik
3. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
• Penatalaksanaan khusus
1. mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan
menguburkan intrpretasi reaksi antibiotic awal
2. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikartdi, atau penderita kelainan
jantung
3. Pemberian antibiotic berdasarkan mikroorganisme penyebab dan menifestasi klinis. (amoksilin 10-25
mg/KgBB/dosis, di wilayah dengan angka resistensi penisilin tinggi dosisi dapat dinaikan menjadi 80-90
mg/kbBB/hari

h. Prognosis
4. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang merupakan akibat
kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang
5. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga pleura yang terdapat disatu tempat
atau seluruh rongga pleura.
6. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang
7. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial 5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput
otak. (Whaley Wong, 2006)
BRONKITIS AKUT
a. Definisi
Bronkitis adalah penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut yang ditandai dengam inflamasi pada bronkiolus ( Bakhtiar, 2009)

b. Etiologi
Bronkitis paling sering terjadi saat musim pancaroba, musim dingin. Biasanya disertai dengan infeksi pernafasan atas, antara lain:
1. Bronkitis infeksiosa, disebababkan oleh infeksi virus dan bakteri atau organisme lain yang menyerupai (Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamyidia).
2. Bronkhitis iritatif, karena disebabkan oleh zat atau benda yang bersifat iritatif seperti debu, asap (dari asam kuat, amonia, sejumlah
pelarut organik, klorin, hidrogen, sulfida, sulfur dioksida dan bromin), polusi udara menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida serta
tembakau dan rokok (Dorland 2002, Iskandar, 2010)

c. Epidemiologi
Prevalensi rate penyakit bronkitis kronik di dunia masih cukup tinggi, dengan sebaran area yang cukup merata secara epidemiologi. Bukan
hanya di Negara berkembang seperti Negara anggota ASEAN, terbelakang seeprti Mongolia tetapi juga pada Negara-negara maju seperti
Amerika Serikat. Masih tingginya angka prevalensi kesakitan atau morbiditas penyakit bronkitis ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan
dan penanggulangannya belum menunjukkan hasil yang memuaskan (Jemadi dkk,2013)
jumlah kasus infeksi saluran pernapasan atas terutama penyakit Bronkitis di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2015 mencapai angka
2.021 jiwa. Sedangkan di Kota Kendari pada tahun 2015 jumlah penderita Bronkitis sebanyak 415 kasus dan menurun pada tahu 2016
sebanyak 382 kasus (Dinkes Prov. Sultra, 2018)
(La Ode Alifariki.2019. Faktor Resiko Kejadian Bronkitis di Puskesmas Mekar Kota Kendari. Jurnal Ilmu kesehatan. Kendari)
d. Menifestasi klinis
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini dari bronchitis kronis. Batuk mungkin dapat
diperburuk oleh cuaca yang dingin, lembab, dan iritan paru. Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering
mengalami infeksi pernapasan (Smeltzer & Bare, 2001).
1. Batuk produktif
2. Haemaptoe
3. Sesak nafas atau dispnea
4. Demam berulang (Price. 1995)

e. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-
kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel globet meningkat jumlahnya, fungsi sillia menurun, dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan dan akibatnya bronchioles menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronchioles dapat
menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan.
Penyempitan bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya,
mungkin terjadi perubahan paru yang 22 irreversible, kemungkinan mengakibatkan emphysema dan bronchiectasis (Smeltzer
& Bare, 2001)
f. Faktor Resiko
1. Perokok
2. Sistem kekebalan tubuh yang nelemah, orang lanjut usia, bayi berumur kurang 12 bulan. Dan anak-anak sangat mudah
terpapar karena lemahnya system kekebalan tubuh
3. Terpapar oleh bahan kimia pada saat bekerja (pabrik biji-bijian, tekstil, atau uap zat kimia)
4. Usia, orang berusia lebih 50 tahun

g. Tatalaksana
5. bronchodilator untuk menghilangkan bronchospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas sehinggga lebih banyak
oksigen didistribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki (jika ditemukan adanya wheezing)
6. Terapi kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien tidak menunjukkan keberhasilan terhadap pengukuran yang lebih
konservatif (Smeltzer & Bare, 2001).
3. antibiotic, obat untuk penurunan demam (Ngastiyah, 2014)
4. Terapi simptomatik, seperti analgesic dan antipitetik dapat digunakan untuk mengatasi pegal, demam, atau sakit kepala.
Aspirin, paracetamol dan ibuprofen dapat digunakan sesuai kondisi dan keperluan (Widagdo, 2012)
h. Prognosis
1. Otitis media akut, akibat terjadinya infeksi pathogen yang masuk ke dalam saluran telingah tengaj sehingga
menyebabkan peradangan
2. Sinusitis maksilaris, disebabkan oleh adanya factor predisposisi
3. Bila infeksi tidak teratasi akan berlanjut menjadi pneumonia
4. Bronkitis kronis
5. Bronkiektasis.

Anda mungkin juga menyukai