Anda di halaman 1dari 29

Shalat

Wajib
Kelompok V
Allan Pradipta Adrianto (11200910000056)
Achmad Aditiansah (11200910000060)
Shalat

Pengertian shalat dari bahasa Arab As-sholah, sholat menurut Bahasa / Etimologi berarti
Do’a dan secara terminologi/istilah, para ahli fiqh mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir
dan diakhiri dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-
syarat yang telah ditentukan.
Adapun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang
mendatangkan takut kepadaNya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesaranNya atau
mendhohirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan
dan pekerjaan atau keduaduanya. Sebagaimana perintah-Nya dalam surah al-Ankabut ayat
45:

‫ح َشا ِء َوال ُْمنْك َِر ۗ َول َِذك ُْر الل َّ ِه أَك ْبَ ُر ۗ َوالل َّ ُه يَ ْعل َُم َما‬
ْ َ‫ع ِن الْف‬ َ ّ ‫اب َوأ َ ِق ِم‬
َ ّ ‫الصل َا َة ۖ ِإ ّ َن‬
َ ‫الصل َا َة تَن ْ َه ٰى‬ ِ ُ ‫اتْ ُل َما أ‬
ِ َ‫وح َي ِإل َيْ َك ِم َن ال ْ ِكت‬
‫ون‬
َ ‫تَ ْصن َ ُع‬

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Shalat dalam agama Islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadah
manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan shalat.
Hukum melaksanakan sholat wajib lima waktu adalah Wajib, bahkan Allah mewajibkan
setiap umatnya untuk tetap melaksanakan sholat lima waktu meskipun dalam keadaan
sakit dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Dalam melaksanakan shalat wajib kita
diperbolehkan untuk menjama’ dan mengqasharnya tetapi ada ketentuan-ketentuannya.
Shalat Jama’
Jama’` menurut bahasa berarti mengumpulkan. Sedangkan shalat Jama’` menurut istilah
adalah mengumpulkan dua shalat wajib yang dikerjakan dalam satu waktu. Misalnya
menggabungkan shalat Dzuhur dan Asar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu
Asar. Atau menggabungkan shalat Maghrib dan Isya dikerjakan pada waktu Mahrib atau
Isya. Sedangkan shalat Subuh tetap pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan shalat
lain. Hal ini merupakan rukhshah (keringanan) dari Allah SWT dalam melaksanakan
shalat dalam keadaan tertentu. Menjama` shalat hukumnya mubah atau boleh bagi orang
yang sudah memenuhi syarat.
Sabda Rasulullah SAW:
“Dari Anas ia berkata: Rasulullah SAW apabila berangkat sebelum tergelincir matahari,
maka beliau akhirnya shalat zuhur ke Asar, kemudian (dalam perjalanan) beliau turun
(dari kendaraan) menjama`kan kedua shalat itu. Apabila beliau berangkat sesudah
tergelincir matahari, maka beliau kerjakan shalat Dzuhur baru berangkat naik kendaraan”.
(HR. Bukhari Muslim).

Dari Hadits di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah SAW pernah menjma` shalat
karena ada suatu sebab yaitu bepergian. Hal menunjukkan bahwa menggabungkan dua
shalat diperbolehkan dalam Islam, namun harus ada sebab tertentu.
Macam-Macam Shalat Jama’
1. Jama’ Taqdim adalah mengumpulkan dua shalat wajib dikerjakan pada waktu yang
pertama (awal). Jama` taqdim ada dua macam yaitu:
1. Mengumpulkan shalat Dzuhur dan Asar, dikerjakan pada waktu Dzuhur.
2. Mengumpulkan shalat Maghrib dan shalat Isya, dikerjakan pada waktu Maghrib.

2. Jama’ Ta’khir adalah mengumpulkan dua shlat wajib yang dikerjakan pada waktu
yang kedua (akhir). Jam` ta`khir ada dua macam, yaitu:
1. Mengumpulkan shalat Dzuhur dan shalat Asar, dikerjakan pada waktu Ashar.
2. Menggumpulkan shalat Maghrib dan shalat Isya dikerjakan pada waktu Isya.
Syarat-syarat Umum Shalat Jama’

1. Musafir, orang yang sedang dalam perjalanan dan perjalanannya tidak untuk maksiat.
2. Jarak perjalanan minimal 80,64 KM.
3. Tidak boleh makmum dengan orang yang mukim.
4. Berniat shalat Jama.
Shalat Jama’ Bagi yang Tidak
Orang yang bukan musafir, boleh Musafir
juga menjama’ shalat, kalau dalam keadaan darurat.
Misalnya orang yang sedang mengerjakan shalat berjamaah di mesjid di suatu tempat
khusus seperti di mesjid atau mushalla, kemudian turun hujan lebat yang menghalangi
orang untuk pulang dan kembali lagi untuk berjamaah. Melanjutkannya haruslah dengan
syarat-syarat sebagi berikut:

1. Hujan lebat sehingga menyulitkan perlananan.


2. Setelah selesai shalat pertama, hujan masih berjalan terus, sampai pada permulaan
shalat yang kedua.
3. Dikerjakan berurutan antar keduanya.
4. Tertib, yaitu mendahulukan Dzuhur daripada Ashar, atau Maghrib daripada Isya.
Dalam hal ini hanya boleh jama` taqdim saja.
5. Shalat yang kedua juga dilakukan dengan berjamaah.
Shalat Qashar
Qashar menurut bahasa berarti meringkas, sedangkan Shalat Qashar adalah meringkas
shalat wajib empat rakaat menjadi dau arakaat. Mengqashar shalat bagi orang yang
memenuhi syarat hukumnya mubah (boleh) karena merupakan Rukhsah (keringanan)
dalam melaksanakan shalat bagi orang-orang yang sudah memenuhi syarat. Shalat yang
boleh diqashar adalah shalat Dzuhur, Ashar dan Isya. Shalat Maghrib dan Subuh tidak
boleh diqashar karena jumlah rakaatnya tidak empat rakaat.82 Firman Allah SWT:

َ ‫الصل َا ِة ِإ ْن ِخفْتُ ْم أ َ ْن يَفْ ِتنَك ُُم ال َّ ِذ‬


َ ‫ين كَفَ ُروا ۚ ِإ ّ َن الْك َا ِف ِر‬
‫ين ك َانُوا‬ َ ّ ‫اح أ َ ْن تَقْ ُص ُروا ِم َن‬ َ ‫َو ِإ َذا َض َربْتُ ْم ِفي ال ْأ َ ْر ِض َفل َيْ َس‬
ٌ َ ‫عل َيْك ُْم ُجن‬
‫ع ُد ّ ًوا ُم ِبينًا‬
َ ‫لَك ُْم‬

“Dan apabila kamu bepergian di atas bumi, maka tidaklah mengapakamu meringkas
shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu
adalah musuh kamu yang amat nyata”. (QS. An Nisa (4) : 101).
Syarat Sah Shalat Qashar

1. Orang yang boleh mengqashar adalah musafir yang bukan karena maksiat.
2. Berniat mengqashar pada waktu takbiratul ihram.
3. Jarak perjalanan sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki, atau dua marhalah
(yaitu sama dengan 16 farsah).
Cara Mengqashar Shalat
1. Shalat yang berjumlah 4 rakaat (Dzuhur, Ashar dan Isya) dapat diqasharkan menjadi 2
rakaat. Dalam prakteknya, bila seseorang melaksanakan shalat Jama` Qashar Dzuhur
dan Asar maka Dzuhurnya dikerjakan 2 rakaat dan Asharnya 2 rakaat.
2. Shalat Maghrib adalah shalat yang rakaatnya tidak bisa diqashar. Apabila diqashar
tetap dilaksanakan 3 rakaat, seseorang yang ingin melaksanakan Jama` Qashar anatara
shalat Maghrib dan Isya`, maka Maghrib dilaksankan 3 rakaat dan Isya 2 rakaat.
3. Adapun shalat subuh tidak dapat dijama’ ataupun diqashar
Shalat di Kendaraan
Di masa sekarang ini, jenis kendaraan sudah sedemikian banyak. Di darat ada mobil, bus,
kereta api. Di laut ada berbagai jenis kendaraan, mulai dari perahu, fery penyeberangan,
hingga kapal laut yang besar dan mampu mengangkut ribuan orang dan barang sekalipus.
Di udara ada banyak kendaraan terbang, mulai dari pesawat pengangkut komersial, hingga
pesawat yang menembus ruang angkasa. Semua itu masuk ke dalam pembahasan tentang
shalat di atas kendaraan. Kendaraan di dalam banyak hadits Nabi SAW sering disebut
dengan istilah rahilah (‫) راـحـلة‬. Pada kenyataannya, yang dimaksud dengan kendaraan di
masa Rasulullah adalah unta.
Syarat Shalat di atas
Kendaraan
Umumnya para ulama membolehkan shalat sunnah di atas kendaraan, namun mereka
mengharuskan untuk turun dari kendaraan bila yang dikerjakan shalat wajib. Kalau pun
terpaksa melakukan shalat wajib di atas kendaraan, maka ada syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhi. Berikut syarat-syarat yang harus dipenuhi:

1. Berthaharah Dengan Benar


Syarat sah shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah adalah suci dari hadats. Tidak
sah sebuah shalat dilakukan apabila seseorang tidak dalam keadaan suci dari hadats. Maka
seseorang yang sedang berada di atas kendaraan, apabila hendak melakukan shalat, dia
wajib berwudhu' sebelumnya. Karena hadats kecil diangkat dengan cara berwudhu' selama
masih ada air. Apabila air sudah sama sekali tidak ada, padahal sudah diusahakan, maka di
akhir waktu shalat, boleh dilakukan tayammum.
2. Menghadap Kiblat
Di antara perbedaan antara shalat wajib dan shalat sunnah adalah bahwa rukun syarat
sah shalat wajib adalah menghadap ke kiblat. Sedangkan untuk ketentuan shalat sunnah,
Allah SWT memberi keringanan sehingga boleh dikerjakan meski kita sedang berada di
atas punggung unta dan tidak menghadap kiblat. Dasarnya adalah hadits:
“Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW shalat di atas
kendaraannya, menghadap kemana pun kendaraannya itu menghadap. Namun bila shalat
yang fardhu, beliau turun dan shalat menghadap kiblat.” (HR. Bukhari)
3. Berdiri
Dalam shalat wajib, berdiri adalah rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan secara
mutlak, kecuali dalam keadaan yang darurat, seperti sedang sakit.Dari 'Imran bin Hushain
radhiyallahuanhu bahwa beliau bertanya kepada Nabi SAW tentang shalat seseorang
sambil duduk, beliau bersabda,"Shalatlah dengan berdiri, bila tidak sanggup maka sambil
duduk dan bila tidak sanggup sambil berbaring".(HR. Bukhari)

4. Ruku' dan Sujud


Gerakan rukuk dan sujud adalah dua rukun dalam shalat wajib yang mau tidak mau
harus dilakukan dengan benar. Orang yang tidak sempurna ruku' dan sujudnya, yaitu yang
tidak sampai benar-benar membungkuk dalam ruku', atau tidak benar-benar berposisi
sujud, dikatakan sebagai pencuri yang paling buruk. Namun bila shalat yang dilakukan
hanya shalat sunnah, maka diberi keringanan untuk tidak benar benar ruku' dan sujud
ketika berada di atas punggung unta, sebagaimana hadits berikut ini.
Aku melihat Rasulullah SAW di atas hewan tunggangannya melakukan shalat sunnah
dengan memberi isyarat dengan kepala beliau kearah mana saja hewan tunggangannya
menghadap. Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seperti ini untuk shalat wajib”.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Skala Prioritas Shalat Fardhu di Atas
Dengan beratnya syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang akan melakukan
Kendaraan
shalat fardhu di atas kendaraannya, maka harus ada skala prioritas dalam mengerjakannya.

1. Hindari Dengan Shalat Sebelum Naik Kendaraan


Yang paling utama kita lakukan agar terhindar dari beratnya shalat di atas kendaraan
adalah kita wajib mengupayakan agar shalat terlebih dahulu sebelum kita naik kendaraan.
Cara ini adalah cara paling aman dan lebih utama, karena afdhalnya shalat itu dikerjakan
sejak awal waktu.

2. Boleh Menunda Shalat


Apabila cara pertama sulit untuk dikerjakan karena satu dan lain hal, maka cara
kedua boleh juga dilakukan, meski keutamaannya berkurang. Cara kedua ini adalah kita
naik kendaraan terlebih dahulu sambil memperhitungkan dengan cermat bahwa kita masih
kebagian waktu untuk mengerjakan shalat setibanya kendaraan nanti. Selama waktu shalat
masih ada, mengakhirkan shalat hingga ke bagian akhir dari waktunya oleh para ulama
disepakati kebolehannya. Dan bahwa shalat masih dibenarkan untuk dikerjakan.
3. Turun Dari Kendaraan
Ketika prediksi kita tidak akurat, maka seandainya kita masih bisa turun dari
kendaraan dan melakukan shalat dengan benar, hal itu wajib kita lakukan.

4. Tetap Shalat di atas Kendaraan


Bila tiga kemungkinan di atas sama sekali mustahil untuk dikerjakan, barulah pada
priorias keempat, kita dibenarkan untuk mengerjaan shalat di atas kendaraan. Memang ada
jenis kendaraan tertentu yang nyaris mustahil bagi kita untuk turun sembarangan,
misalnya kereta api, kapal laut atau pesawat udara. Kalau turun dari kendaraan tidak
dimungkinkan, barulah kita shalat di atas kendaraan, tentu dengan tetap mengerjakan
semua syarat dan rukunnya.
Shalat Khauf
Shalat khauf adalah shalat yang dilakukan pada saat sedang khawatir, takut atau merasa
tidak aman. Misal : Shalat pada saat peperangan, kebakaran, gempa bumi, tsunami dan
lain-lain. Shalat akan tetap diwajibkan untuk setiap orang meskipun dalam keadaan
apapun. Dan kewajiban shalat akan gugur apabila orang tersebut telah meninggal. Jadi
tidak ada alasan bagi kita tidak melaksanakan shalat meskipun dalam situasi genting
sekalipun. Telah dijelaskan dalam Qs an-nissa’ ayat: 102 yang berbunyi :

ِ ْ ‫ج ُدوا َفل ْيَك ُونُوا ِم ْن َو َرا ِئك ُْم َولْتَأ‬


‫ت‬ َ ‫حتَ ُه ْم َفإِ َذا َس‬ َ ‫خ ُذوا أ َ ْس ِل‬ ُ ْ ‫الصل َا َة َفلْتَقُ ْم َطا ِئفَ ٌة ِمن ْ ُه ْم َم َع َك َول ْيَأ‬ َ ّ ‫تل َُه ُم‬ َ ‫يه ْم َفأَق َْم‬ ِ ‫ت ِف‬ َ ْ ‫َو ِإ َذا كُن‬
‫ح ِتك ُْم َوأ َ ْم ِت َع ِتك ُْم‬َ ‫ع ْن أ َ ْس ِل‬
َ ‫ُون‬ َ ‫ين كَفَ ُروا ل َْو تَ ْغفُل‬ َ ‫حتَ ُه ْم ۗ َو َّد ال َّ ِذ‬ َ ِ‫خ ُذوا ِح ْذ َر ُه ْم َوأ َ ْسل‬ ُ ْ ‫خ َر ٰىل َْم يُ َصلُّوا َفل ْيُ َصلُّوا َم َع َك َول ْيَأ‬ ْ ُ ‫َطا ِئفَ ٌة أ‬
‫خ ُذوا‬ ُ ‫حتَك ُْم ۖ َو‬ َ ِ‫َان ِبك ُْم أَذًى ِم ْن َم َط ٍر أ َ ْو كُنْتُ ْم َم ْر َض ٰى أ َ ْن تَ َض ُعوا أ َ ْسل‬ َ ‫عل َيْك ُْم ِإ ْن ك‬ َ ‫اح‬ َ َ ‫اح َد ًة ۚ َول َا ُجن‬ ِ ‫عل َيْك ُْم َميْل َ ًة َو‬ َ ‫ُون‬ َ ‫َفيَ ِميل‬
‫ع َذابًا ُم ِهينًا‬ َ ‫ين‬ َ َ ‫ِح ْذ َرك ُْم ۗ ِإ ّ َن الل َّ َه أ‬
َ ‫ع ّ َد ِللْك َا ِف ِر‬
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri
(shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat
besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari
belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang
belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka
bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah
terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus.
Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu
kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu.
Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir
itu.”
Cara Melaksanakan Shalat
Cara Pertama : Apabila  keberadaan  musuh tidak menghadap arah kiblat
1. Dalam shalat dua rakaat makmumKhauf
harus dibagi menjadi dua kelompok
2. Kelompok pertama melakukan shalat bersama imam satu rakaat
3. Sedangkan kelompok kedua menghadap ke arah musuh untuk jaga
4. Setelah itu, Imam diam, sedangkan kelompok pertama tetap meneruskan shalatnya
hingga rakaat kedua.
5. Imam menunggu hingga shalat kelompok 1 selesai.
6. Setelah shalat kelompok 1 selesai, kelompok 2 menukarkan posisi dengan kelompok 1
7. Kelompok 2 bergabung dengan imam sedangkan kelompok 1 berjaga ke arah musuh.
8. Kemudian imam dan kelompok dua shalat satu rakaat
9. Berhubung imam sudah 2 rakaat sedangkan kelompok 2 baru satu rakaat, maka sang
imam harus menunggu kelompok 2 untuk melengkapi kekurangan rakaatnya.
10. Kemudian mereka (imam & kelompok 2) melakukan salam (dalam shalat) bersama-
sama.
Cara Kedua : Apabila musuh berada di arah kiblat
1. Jamaah harus dibagi menjadi dua kelompok
2. Kelompok 1 shalat satu rakaat dengan imam
3. Sedangkan kelompok 2 menghadap ke musuh
4. Setelah selesai satu rakaat kelompok 1 menggantikan posisi kelompok 2 untuk
menghadap ke musuh
5. Kemudian imam salam bersama kedua kelompok tersebut.
6. Kemudian kelompok 1 dengan kelompok 2 tetap harus melengkapi kekurangan rakaat
masing-masing.
Cara Ketiga : Imam melakukan shalat 2 rakaat bersama masing-masing kelompok
1. Imam melaksanakan shalat 2 rakaat (fardhu) bersama kelompok 1 sampai salam.
2. Sedangkan kelompok 2 menghadap musuh
3. Kemudian pindah posisi, kelompok 1 menghadap ke musuh, sedangkan kelompok 2
melaksanakan shalat bersama imam
4. Imam dan kelompok 2 melaksanakan shalat sampai salam.

Adapun dua rakaat pertama (Bersama kelompok 1) kedudukan bagi imam adalah fardhu.
Sedangkan dua rakaat yang akhir (Bersama kelompok 2) kedudukannya adalah sunnah.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Jabir bahwasanya Nabi Muhammad SAW melakukan
salat dengan sekelompok sahabatnya 2 rakaat lalu melakukannya lagi dengan kelompok
yang lain 2 rakaat. Kemudian beliau memberi salam (hadis ini diriwayatkan oleh Syafi'i
dan Nasa'i.)
Cara Keempat : Musuh Berada di arah kiblat
1. Imam melaksanakan shalat dua rakaat beserta dua kelompok (sembari mengawasi
musuh).
2. Kedua kelompok tersebut mengikuti imam dalam setiap rukun hingga sujud.
3. Dan pada saat sujud, imam dan kelompok 1 melakukannya terlebih dahulu, sedangkan
kelompok kedua menunggu.
4. Dan apabila kelompok 1 telah selesai sujud, barulah kelompok kedua melakukan
sujud.
5. Kemudian pada rakaat kedua, kelompok 1 bertukar tempat dengan kelompok 2.
6. Dan melakukan shalat sama persis seperti rakaat pertama.
Cara Kelima : Kedua kelompok sama-sama sholat dengan imam
1. Kelompok 2 menghadap musuh.
2. Kelompok 1 shalat satu rakaat bersama imam.
3. Setelah selesai satu rakaat, kelompok 1 berdiri menghadap musuh untuk
menggantikan kelompok 2
4. Imam tetap dalam posisi berdiri
5. Kelompok 2 melakukan shalat satu rakaat sendiri-sendiri.
6. Setelah itu, imam dan kelompok dua melaksanakan rakaat kedua bersama-sama.
7. Sebelum salam, imam dan kelompok 2 duduk sembari menunggu kelompok 1.
8. Sedangkan kelompok 1 melengkapi kekurangan rakaat masing-masing
9. Setelah semuanya dalam posisi duduk, sang imam melakukan salam bersama kedua
kelompok.
Cara Keenam : Setiap Kelompok melakukan shalat dengan imam satu rakaat saja.
1. Kelompok 1 shalat satu rakaat bersama imam
2. Sedangkan kelompok 2 menghadap ke musuh
3. Setelah selesai kelompok 1 menggantikan kelompok 2
4. Kelompok 2 shalat satu rakaat bersama imam
5. kedua kelompok tidak perlu melengkapi rakaat yang kedua
Terima Kasih
sudah Menyimak.
Apakah ada
pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai