Anda di halaman 1dari 74

Pengalaman Umat Islam dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan

(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan
Semester 2 Kelas C)

Dosen Pengampu: Dr. Syamsul Aripin, M.A.

Disusun Oleh Kelompok Utsman bin Affan:

Anindia Tri Cahyani 11200910000053

Allan Pradipta Andrianto 11200910000056

Alivya Ananda Putri 11200910000057

Naufal Syafiq Maulizar 11200910000063

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020/2021

i
LEMBAR VERIFIKASI KEBENARAN MAKALAH

Kelompok Ke :3

Judul Materi : Pengalaman Umat Islam dalam


Mengembangkan Ilmu Pengetahuan

Hari/Tanggal/Tahun Melakukan Verifikasi :

Tempat Melaksanakan Verifikasi Makalah :

Jam Melaksanakan Verifikasi Makalah :

No Komponen Makalah Ada Tidak Ada Isi Sesuai


Ketentuan
Dosen
1 Cover Depan
2 Lembar Lulus Verifikasi
3 Abstrak
4 Kata Pengantar
5 Daftar Isi
6 Bab I : Pendahuluan
7 a. Latar Belakang
Masalah
b. Identifikasi Masalah
c. Perumusan Masalah
d. Pembatasan Masalah
e. Tujuan Penulisan
Makalah
f. Signifikansi/Manfaat
Penulisan Makalah
g. Metode Penulisan
Makalah
h. Sistematika Penulisan
Makalah
8 Bab II : Pembahasan
Isi Materi Sesuai Judul

ii
9 Bab III : Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
10 Daftar Pustaka
11 Lampiran-Lampiran
12 a. Glosarium
13 b. Indeks
14 c. Singkatan
15 d. Tentang Penyusun
16 Daftar Petugas
Penyelenggara Presentasi
dan Diskusi
a. Moderator dan NIM
b. Operator dan NIM
c. Notulis dan NIM
d. Penanya dan NIM
e. Penanggap/Komentator
dan NIM
Ket : Waktu Verifikasi Makalah 2 Hari Sebelum Makalah dipresentasikan

: Ceklis dikotak

Demikianlah verifikasi makalah ini saya laksanakan dengan penuh tangung


jawab dengan cara membaca makalah secara utuh, mendalam, serius, teliti dan siap
memberi koreksi sesuai petunjuk, masukan dan pedoman dari contoh-contoh makalah
yang benar yang dikirim dari dosen di group WA PJ-PJ, dan jika ditemukan masih
ada aspek/item maupun model/gaya/isi/bentuk yang masih belum sesuai, saya siap
memerintahkan pemakalah untuk melengkapi terlebih lebih dahulu yang kurang/tidak
ada dalam makalah sebelum dipresentasikan.

iii
Jakarta, 6 Maret 2021

PJ. Pemeriksa

(Amir Acalapaty Henry)

iv
LEMBAR VERIFIKASI POWER POINT (PPT)

Kelompok Ke :3

Judul Materi :

Hari/Tanggal/Tahun Melakukan Verifikasi :

Tempat Melaksanakan Verifikasi Makaha :

Jam Melaksanakan Verifikasi Makalah :

No Komponen Ada Tidak Ada Sesuai


Petunjuk
Dosen
1. Cover Depan meliputi :
a. Nama Mata Kuliah
b. Judul Materi
c. Nama Dosen
Pengampu
d. Kelompok Ke-
e. Nama dan Nim
f. Foto Bebas
Masing-Masing
g. Nama
Jurusan/Prodi
h. Nama Fakultas
i. Nama Kampus
j. Tahun Penyusunan
k. Logo Kampus
2. Nama, Foto Bebas, Nim
Moderator, Operator,
Notulis
3. Daftar Isi dan Nomor
Halaman
4. Peta Konsep
5. Setiap Halaman terdapat

v
Nomor Halaman
6. Isi PPT sesuai dengan
judul
7. Thanx You/Terima Kasih
Disertai Dengan Foto
Bebas, NIM Para
Pemakalah
8. Any Question/Apa Ada
Pertanyaan, Disertai
Dengan Nama, Foto
Bebas, Nim Para Petugas
Penanya
9. Nama, Foto Bebas, Nim
Para Petugas Komentator
10 Sampul Halaman Terahir

Ket. 1. Power Point (PPT) Makalah Print Out Variasi Warna-Warni

2. Power Point makalah di buat dengan prinsip : menarik, isi padat, jelas,
sistematis,peta konsep, unik, bagan, banyak variasi, gambar, animasi.

3. Soft Copy/file Power Point (PPT) setelah lulus verifikasi wajib dibagikan oleh
pemakalah ke peserta/mahasiswa dengan cara mengshare ke group WA
kelas/WA group mata kuliah, paling lambat semalam sebelum presentasi
dilaksanakan.

4. Jika ditemukan masih ada kekurangan/tidak sesuai petunjuk dosen saat


verifikasi power point (PPT) dilaksanakan, segera lengkapi dan ajukan
verifikasi kembali.

5. Verifikasi Power Point (PPT) dilaksanakan 2 hari sebelum pelaksanaan


presentasi dan diskusi

Jakarta, 6 Maret 2021

vi
PJ. Pemeriksa

(Amir Acalapaty Henry)

vii
LEMBAR VERIFIKASI POWER POINT (PPT) MAKALAH

No Materi Ketersediaan Ketidak Ketersediaan


Materi
1. Print Out Berwarna
2. Cover (Kelompok Berapa,
Judul Materi, Nama-
Nama Penyusun beserta
Nim)
3.. Ringkasan Materi (Point-
Point Materi, Terima
Kasih/Thank You !, Ada
Pertanyaan/Any
Questions ?)
4. Daftar Penanya
5. Jilidan Sampul Belakang

Keterangan : Ceklis dikotak

Jakarta, 6 Maret 2021

PJ. Pemeriksa

(Amir Acalapaty Henry)

viii
DAFTAR PETUGAS PELAKSANA DISKUSI

A. Moderator : Farrel Ibrahim (11200910000066)


B. Penanya : 1. Muhammad Daffa Albani (11200910000064)

2. Muhammad Zaid Alghifary (11200910000068)

3. Andy Rachman (11200910000067)

4. Achmad Aditiansah (11200910000060)

5. Fikri Adam (11200910000072)

6. Amir Acalapati Henry (11200910000055)

7. Septiany Nur Anggita (11200910000071)


C. Komentator : 1. Ammar Sufyan (11200910000054)

2. Muhammad Ikhsan Adil (11200910000075)

Wicaksono

3. Riandi Nandaputra (11200910000062)

4. Cherrie Gracila Amanda (11200910000051)

5. Ferdian Hafiz (11200910000065)

6. Reyhan Makarim (11200910000070)

7. Zahra Syafiq (11200910000061)


D. Notulen : Belvin Shandy Aurora (11200910000052)

x
ABSTRAK

Dunia Islam mencapai kemajuan atau menciptakan peradaban karena


ilmu pengetahuan mendapatkan apresiasi yang tinggi dari umat Islam. Hal itu
disemangati oleh ajaran Islam sendiri sebagaimana yang termuat di dalam
kitab suci al-Qur’an. Ayat pertama kali yang diturunkan kepada Muhammad
di Gua Hira’ yaitu iqra’ atau bacalah, mengandung inti pesan bahwa ilmu
pengetahuan hendaklah mendapat tempat yang tinggi bagi orang-orang
Muslim. Dalam ayat lain al-Qur’an menegaskan bahwa orang yang memiliki
ilmu penegetahuan akan mendapatkan derajat yang tinggi di dalam kehidupan.
Begitu pula berbunyi hadis yang sudah sangat dikenal oleh kebanyakan orang
Muslim bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi semua Muslim baik
lakilaki maupun wanita

xi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat


limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Pengalaman Umat
Islam dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan”.

Makalah ini berisi tentang perkembangan ilmu, macam-macam ilmu,


tokoh pengembangan ilmu, dan faktor-faktor pendukung kemajuan
perkembangan ilmu pada zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin,
Bani Abassiyah, dan Bani Umayyah..

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan ini, semoga
bantuannya mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Kami
menyadari laporan ini belum sempurna, masih banyak kekurangan dan
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca.

Jakarta, 19 Maret 2021

Penulis

xii
DAFTAR ISI

LEMBAR VERIFIKASI KEBENARAN MAKALAH...........................................ii

LEMBAR VERIFIKASI POWER POINT (PPT)....................................................v

LEMBAR VERIFIKASI POWER POINT (PPT) MAKALAH..........................viii

DAFTAR PETUGAS PELAKSANA DISKUSI........................................................x

ABSTRAK...................................................................................................................xi

KATA PENGANTAR...............................................................................................xii

DAFTAR ISI.............................................................................................................xiii

BAB I............................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah.....................................................................................1

1.3 Pembatasan Masalah....................................................................................2

1.4 Rumusan Masalah........................................................................................2

1.5 Tujuan Penulisan Makalah..........................................................................2

1.6 Manfaat Penulisan Makalah........................................................................2

1.7 Metode Penulisan Makalah..........................................................................3

1.8 Sistematika Penulisan Makalah...................................................................3

BAB II...........................................................................................................................4

2.1 Perkembangan Ilmu di Zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur


Rasyidin, Bani Abbasiyah, dan Bani Umayyah....................................................4

2.2 Macam-Macam Ilmu di Zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur


Rasyidin, dan Bani Abbasiyah...............................................................................9

xiii
2.3 Tokoh Pengembangan Ilmu Pada Zaman Nabi Muhammad SAW,
Khulafaur Rasyidin, dan Bani Abbas..................................................................27

2.4 Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan Perkembangan Ilmu Pada


Zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, dan Bani Abassiyah. . .49

BAB III.......................................................................................................................54

3.1 Kesimpulan..................................................................................................54

3.2 Saran............................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................55

GLOSARIUM............................................................................................................57

INDEKS......................................................................................................................59

SINGKATAN.............................................................................................................61

TENTANG PENYUSUN...........................................................................................62

xiv
BAB I

1.1 Latar Belakang

Munculnya pemikiran Islam sebagai cikal bakal kelahiran


peradaban Islam pada dasarnya sudah ada pada awal pertumbuhan Islam,
yakni sejak pertengahan abad ke-7 M, ketika masyarakat Islam dipimpin
oleh Khulafa’ al-Rasyidin. 1 Kemudian mulai berkembang pada masa
Dinasti Umayyah, dan mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti
Abbasiyah. Ketinggian peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah
merupakan dampak positif dari aktifitas “kebebasan berpikir” umat Islam
kala itu yang tumbuh subur ibarat cendawan di musim hujan. Setelah
jatuhnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 1258 M, peradaban Islam mulai
mundur. Hal ini terjadi akibat dari merosotnya aktifitas pemikiran umat
Islam yang cenderung kepada ke-jumud-an (stagnan). Setelah berabadabad
umat Islam terlena dalam “tidur panjangnya”, maka pada abad ke-18 M
mereka mulai tersadar dan bangkit dari stagnasi pemikiran untuk mengejar
ketertinggalannya dari dunia luar (Barat/Eropa).

Melalui gerakan pemikiran Islam, berkembang disiplin ilmu-ilmu


agama atau ilmu-ilmu keislaman, seperti ilmu al-Qur’an, ilmu qira’at, ilmu
Hadits, ilmu kalam/teologi, ilmu fiqh, ilmu tarikh, ilmu bahasa dan sastra. Di
samping itu berkembang juga ilmu-ilmu sosial dan eksakta, seperti filsafat,
logika, metafisika, bahasa, sejarah, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar,
aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu
eksakta melahirkan teknologi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang
peradaban umat Islam.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Perkembangan ilmu di zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin,


Bani Abbasiyah, dan Bani Umayyah.
2. Macam-macam ilmu di zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin,
Bani Abbasiyah, dan Bani Umayyah.

1
3. Tokoh pengembangan ilmu pada zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur
Rasyidin, Bani Abbasiyah, dan Bani Umayyah.
4. Faktor-faktor pendukung kemajuan perkembangan ilmu pada zaman Nabi
Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, Bani Abassiyah, dan Bani Umayyah.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dalam makalah ini membatasi


pembahasan makalah hanya pada materi perkembangan ilmu, macam-macam ilmu,
tokoh pengembangan ilmu, dan faktor-faktor pendukung kemajuan perkembangan
ilmu pada zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, Bani Abassiyah, dan
Bani Umayyah.

1.4 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan ilmu di zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur


Rasyidin, Bani Abbasiyah, dan Bani Umayyah?
2. Apa saja macam-macam ilmu di zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur
Rasyidin, Bani Abbasiyah, dan Bani Umayyah?
3. Siapa saja tokoh pengembangan ilmu pada zaman Nabi Muhammad SAW,
Khulafaur Rasyidin, Bani Abbasiyah, dan Bani Umayyah?
4. Apa faktor-faktor pendukung kemajuan perkembangan ilmu pada zaman Nabi
Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, Bani Abassiyah, dan Bani Umayyah?

1.5 Tujuan Penulisan Makalah

Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan dan juga untuk menjelaskan kepada pembaca mengenai
Pengalaman Umat Islam dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan.

1.6 Manfaat Penulisan Makalah

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam


memahami bagaimana pengalaman umat islam dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan.

2
1.7 Metode Penulisan Makalah

Metode penulisan yang penyusun pilih adalah metode kajian pustaka yang
berarti mempelajari dengan mengumpulkan data yang bersumber dari buku,
jurnal, serta informasi yang berasal dari internet.

1.8 Sistematika Penulisan Makalah

Makalah ini terdiri dari 3 bab. Materi ini disusun dengan sistematika sebagai
berikut:

 BAB I Pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang masalah,


identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penulisan makalah, manfaat penulisan makalah, metode penulisan
makalah, serta sistematika penulisan makalah.
 BAB II yang terdiri dari pembahasan materi yaitu pengertian ilmu
pengetahuan, ciri-ciri ilmu pengetahuan, fungsi dan tujuan dari ilmu
pengetahuan, dan persamaan dan perbedaan pengetahuan, agama dan
filsafat.
 BAB III penutup berisi kesimpulan dan saran.

3
BAB II

2.1 Perkembangan Ilmu di Zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin,


Bani Abbasiyah, dan Bani Umayyah
A. Zaman Nabi Muhammad SAW
Pada masa Rasulullah, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang
dibidang ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin), dan ilmu akhlak
(moral). Akan tetapi ilmu – ilmu lainnya tetap berkembang walaupun tidak
sepesat ilmu agama dan akhlak. Saat itu pun mulai terjadi proses pengkajian
ilmu yang lebih sistematis, diantaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang
dikembangkan oleh para sahabat Rasulullah. Jika kita flashback pada waktu
sebelum Islam diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan sebutan kaum
jahiliyah. Hal ini disebabkan karena bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu
pengetahuan dan kepandaian yang lain. Keistimewaan mereka hanyalah
ketinggian dalam bidang syair-syair jahili yang disebarkan secara hafalan 1.
Dengan kenyataan itu, maka diutuslah nabi Muhammad SAW dengan tujuan
untuk memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan
maupun dengan sesama manusia. Demikian pula dalam masalah ilmu
pengetahuan, perhatian Rasul sangat besar. Rasulullah SAW memberi contoh
revolusioner bagaimana seharusnya mengembangkan ilmu. Diantara gerakan
yang dilakukan Rasulullah SAW adalah dengan menggiatkan budaya
membaca, yang merupakan pencanangan dan pemberantasan buta huruf, suatu
tindakan awal yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan. Membaca
merupakan pintu bagi pengembangan ilmu.Rasulullah SAW juga
memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an.
Dengan cara ini dapat menjaga kemurniandan juga media memahami ayat-ayat
al-Qur’an. Disamping dengan hafalan, juga membuat tradisi menulis/ mencatat
wahyu pada kulit, tulang, pelepahkurma dan lain-lain. Dengan bimbingan Nabi
Muhammad SAW, telah mendorong semangat belajar membaca, menulis dan
menghafal sehingga umat Islam menjadi umat yang memasyarakatkan
kepandaian tulis-baca2. Dengan semangat itulah, maka terbangun jiwa umat

1
Bernard Lewis, 1996: 25 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)
2
Sunanto, 2003:14-16 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)

4
Islam untuk tidak hanya beriman tetapi juga berilmu, sehingga nantinya lahir
sarjana-sarjana Islam yang ahli dibidangnya masing-masing. Dengan demikian
dapat dimengerti , salah satu aspek dari peradaban adalah mengembangkan
ilmu pengetahuan. Kalau pada masa Nabi danKhulafau ar-Rasyidin perhatian
terpusat pada usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk
memperdalam pengajaran akidah, akhlak,ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah
dalam Al-Qur’an, maka perhatian sesudah itu disesuaikan dengan kebutuahn
zaman, tertuju pada ilmu-ilmu yang diperoleh dari bangsa-bangsa sebelum
munculnya Islam. Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda.
Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu
periode kekuasaan Islam, mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai
perkembangan peradaban Islam masa setelahnya 3. Kedua, hasil-hasil yang
dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuandan
kesenian. Ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan
melindungi pandangan hidup Islam, terutama dalam hubungannya dengan
ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.
Pertumbuhan ilmu pengetahuan telah terjadi sejak Rasulullah mendakwahkan
agama islam, wahyu pertamanya yaitu surat Al-alaq ayat 1-5 bercerita tentang
dasar-dasar ilmu pengetahuan, didalam wahyu tersebut terdapat perintah untuk
membaca, Allah pun menegaskan bahwa hakikat ilmu datangnya dari Allah
dan awalnya manusia tidak mengetahui apa-apa 4. Kata Iqra’ pada ayat ke-1
surat Al-alaq memiliki makna yang beragam, seperti menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri sesuatu,membaca baik teks maupun bukan teks.
B. Zaman Khulafaur Rasyidin
Pada zaman Khulafaur Rasyidin, pada masa ini sering disebut dengan
masa klasik awal (650-690 M). Pada masa klasik awal ini, merupakan
peletakan dasar-dasar peradaban Islam yang berjalan selama 40 tahun. Seperti
yang telah dijelaskan diawal, bahwa diantara kemajuan yang dicapai dibidang
ilmu pengetahuan dan sains pada masa ini adalah terpusat pada usaha untuk
memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran
akidah, akhlak, ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Akan

3
Sunanto,2003:38 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)
4
Munthoha, 1998:14 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)

5
tetapi yang perlu dicatat bahwa, pada masa initelah ditanamkan budaya tulis
dan baca. Dengan budaya baca tulis maka lahirlah orang pandai dari para
sahabat rasul, diantaranya Umar bin Khatabyang mempunyai keahlian
dibidang hukum dan jenius pada ilmu pemerintahan, Ali bin Abi Thalib yang
mempunyai keahlian dibidanghukum dan tafsir.Diantara ahli tafsir dimasa itu
adalah khalifah yang empat (AbuBakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas’ud,
Ibnu Abbas, Ubay IbnuKa’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-’Asy’ari dan
Abdullah bin Zubair.Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak
dikenal riwayatnyatentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a.Ibnu Abbas
adalah anak paman Rasulullah SAW, sekaligus murid dari Rasulullah. Ia
dikenal sebagai ahli penterjemah Al-Qur’an. Dia adalah sahabat yang paling
tahu tentang tafsir Al-Qur’an. Diamempunyai biografi yang menunjukkan
kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara
mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur’an.
C. Zaman Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan
kedua Islam yang berkuasa di Bagdad (sekarang ibu kota Irak ). Kekhalifahan
ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan
dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan Bani Umayyah dari
semua kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dibentuk oleh keturunan dari paman
Nabi Muhammad yang termuda, Abbas. Berkuasa mulai tahun 750 dan
memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua
abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara
Turkiyang mereka bentuk,Mamluk . Selama 150 tahun mengambil kekuasaan
memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada
dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan
Andalusia kepada keturunan Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan
Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258
disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khanyang
menghancurkan Bagdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang
dihimpun di perpustakaan Bagdad.

6
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Islam mencapai puncak
kejayaan (ke-emasan) yang ditandai dengan masa ekspansi kedaerah-daerah
yang sangat luas,integrasi dan kemajuan dibidang ilmu dan sains. Ilmu
pengetahuan dipandang sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah
dan para pembesar pemerintahan membuka kesempatan seluas-luasnya untuk
kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Hasilnya ilmu pengetahuan
daulah Islamiyah pada masa ini lebih tinggi kemajuannya dibanding masa
sebelumnya. Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh
khalifahJa’far al-Mansur, setelah mendirikan kota Baghdad dan
menjadikannya sebagai ibu kota negara, Ia merangsang usaha pembukuan ilmu
agama,seperti fiqh, tauhid, hadits, tafsir dan ilmu lain seperti bahasa dan
sejarah. Adapun ahli tafsir yang termasyhur saat itu diantaranya ibnu Jarir Ath
Thabari dengan model tafsir bil ma’tsur sebanyak 30 juz, dan Abu Muslim
Muhammad bin Nashr al-Isfahany dengan model tafsir bir Ra’yi sebanyak 14
jilid.5
Pada masa itu juga lahir para fuqaha (ahli fiqh) yang hingga
sekarangmasih dianut oleh masyarakat Islam 6, yaitu;
1. Imam Abu Hanifah, yaitu Nu’man bin Tsabit bin Zauthi,dilahirkan di
Kufah tahun 80 H. Diantara kitab madzab Imam Abu Hanifah, Fiqhul
Akbar, Musnad Abu Hanifah, Washiyyatuhu Ii Binihi,
danWashiyyatuhu Ii Ashhabihi.
2. Imam Malik, yaitu Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir, lahir di
Madinah tahun 93 H. Kitab-kitab madzab Imam Malik diantaranya, Al-
Muwatta’, Risalah Fil Wa’dhi, Kitabul Masail.
3. Imam Syafi’i, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Idris binAbbas bin
Usman bin Syafi’i. Lahir 150 H di Ghaza provinsi Askalan,Palestina
dan pernah berguru pada Imam Malik. Diantara kitab-kitabmadzab
Imam Syafi’i adalah Kitabul Um, As-Sunnah al-Ma’tsur, Ushul Fiqh,
dan Musnad Asy-Syafi’i.
4. Imam Ahmad, yaitu Ahmad bin Hambal bin Hilal az-Zahly asy-
Syaibany. Lahir tahun 164 H. Kitab-kitab madzab Imam Ahmad

5
as-Shiddiqie,2000 : 245 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)
6
Ensiklopedi Islam, 2002 : 134 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)

7
binHambal antara lain, al-Musnad fil Hadits, Kitab as-Sunnah, kitab
Zuhud.
Pada perkembangannya, Ke-empat ahli fiqh tersebut disebut
sebagaiImam Madzab Empat (al-Mazahib al-Arba’ah) atau madzab fiqh
sebagaialiran pemikiran tentang hukum Islam yang penetapannya merujuk
kepadaAl-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
D. Zaman Bani Umayyah
Sejarah peradaban Islam mencatat, dinasti pertama selepas masa
Kekhalifahan Rasyidin (632-661 Masehi) adalah Dinasti Umayyah yang
dipelopori oleh Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Kendati sistem politiknya bertolak
jauh dari sistem Kekhalifahan Rasyidin, namun di masa Kekhalifahan
Umayyah, perkembangan ilmu pengetahuan terbilang pesat.
Berbeda dari masa Kekhalifahan Rasyidin yang menggunakan
musyawarah untuk mengangkat khalifah, dinasti-dinasti Islam setelahnya,
termasuk Kekhalifahan Umayyah, mewariskan kekuasaan melalui jalur
keturunan. Dengan kata lain, khalifah dipilih dari anak khalifah sebelumnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah di
Damaskus meliputi 3 bidang, yaitu bidang diniyah, bidang tarikh, dan bidang
filsafat. Pada masa itu kaum muslimin memperoleh kemajuan yang sangat
pesat, tidak hanya penyebaran agama Islam saja, tetapi juga penemuan-
penemuan ilmu lainnya. Pembesar Bani Umayyah secara khusus menyediakan
dana tertentu untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah
mengangkat ahli-ahli cerita dan mempekerjakan mereka dalam lembaga-
lembaga ilmu, berupa masjid-masjid dan lembaga lainnya yang disediakan
oleh pemerintah. Kebijakan ini mungkin karena didorong oleh beberapa hal:
1. Pemerintah Bani Umayyah dibina atas dasar kekerasan karena itu
mereka membutuhkan ahli syair, tukang kisah, dan ahli pidato untuk
bercerita menghibur para khalifah dan pembesar istana;
2. Jiwa Bani Umayyah adalah jiwa Arab murni yang belum begitu
berkenalan dengan filsafat dan tidak begitu serasi dengan pembahasan
agama yang mendalam. Mereka merasa senang dan nikmat dengan
syair-syair yang indah dan khutbah-khutbah balighah (berbahasa indah).

8
2.2 Macam-Macam Ilmu di Zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin,
dan Bani Abbasiyah
A. Zaman Nabi Muhammad SAW
1. Ilmu Ushuluddin
Uṣūl al-Dīn tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan hadis. Uṣūl al-
Dīn dibuat oleh ulama dan ahli ilmu kalam Islam pada abad pertengahan
abad kedua hijriah. Pada masa ini pembahasan-pembahasan mengenai
aliran kalam/ kalam di kehidupan politik dan social di masyarakat Islam
muncul. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa aliran
kalam/teologi. Mereka secara masing-masing kelompok membuat
batasan-batasan Islam dan keyakinan mereka sendiri.
Sebagaimana yang kita ketahui, masalah social politik yang
melahirkan aliran kalam adalah permasalahan antara Imam ‘Alī dan
Mu‘awiyah. Pada masa ini muncul aliran Khawarij, yaitu aliran yang
menentang Imam ‘Alī dan muncul Syi’ah, yaitu aliran yang menjadi
pendukung Imam ‘Alī.
Pokok-pokok kepercayaan terpenting yang menjadi bidang
pembahasan ilmu ini adalah ketauhidan, kenabian dan kepercayaan pada
al-akhirah (akhirat). Bidang-bidang tersebut meliputi:
a. keimanan kepada Allah SWT, iaitu pembahasan tentang Allah
SWT, yang mencakup kajian tentang zat, sifat dan perbuatan-Nya;
b. kitab-kitab-Nya, iaitu pembahasan kitab-kitab Allah SWT,
mencakup kajian tentang kebutuhan manusia terhadap wahyu
serta kewajipan untuk menerima apa yang diberitakan-Nya,
termasuk berita-berita ghaib.
c. rasul-rasul-Nya, iaitu pembahasan nabi-nabi Allah SWT,
mencakup kajian tentang apa yang wajib, mustahil dan harus yang
terdapat pada rasul-rasut tersebut; dan
d. kehidupan di hari kemudian, iaitu pembahasan yang mencakup
kajian tentang semua yang disampaikan oleh para rasul Allah
SWT yang termaktub dalam kitab-kitab-Nya, iaitu perihal
kehidupan sesudah mati.
2. Ilmu Akhklak

9
Akhlak dalam arti bahasa, sebenarnya sudah dikenal manusia di
atas permukaan bumi ini yaitu apa yang disebut dengan istilah adat-
istiadat (tradisi) yang dihormati, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga
dan masyarakat. Dalam keadaan terputusnya wahyu (zaman fatrah)
maka tradisi itulah yang dijadikan tolak ukur dan alat penimbangan
norma pergaulan kehidupan manusia, terlepas dari segi apakah itu baik
atau buruk menurut setelah datang wahyu.
Kalau kita memperhatikan bangsa arab di zaman jahiliyah,
misalnya: mereka sudah memiliki perangai halus dan rela dalam
kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Tetapi juga pemarah luar biasa,
perampok, perampas, karena kejahatan mengancam diri atau kabilahnya.
Hal ini Nampak dalam puisi-puisi mereka sebagai bangsa yang buta
huruf, tetapi daya ingatan dan hafalan mereka sangat kuat. Misalnya:
Zuhair ibnu abi Salam mengatakan: “Barang siapa menepati janji tidak
kan tercela dan barang siapa membawa hatinya menuju kebaikan yang
menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.
Bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki dalam kadar yang
minimal pemikiran dalam bidang akhlak. Pengetahuan tentang berbagai
macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus
lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang
diucapkan oleh filosof-filosof zaman kuno. Sewaktu islam datang yang
dibawa oleh Muhammad SAW, maka Islam tidak menolak setiap
kebiasaan yang terpuji yang terdapat pada bangsa Arab, Islam datang
kepada mereka membawa akhlak yang mulia yang menjadi dasar
kebaikan hidup seseorang, keluarga, handai tolan, umat manusia serta
alam seluruhnya. Setelah Al-qur’an turun maka lingkaran bangsa Arab
dalam segi akhlak dari segi sempit menjadi luas dan berkembang, jelas
arah dan sasarannya.
Dalam kaitannya dengan hal ini, akan dibahas mengenai sejarah
pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlaq dengan pendekatan religi,
yaitu: pertama, pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak di luar
ajaran Islam; kedua, pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak di
dalam ajaran Islam.

10
3. Ilmu Al-Qur’an dan Sunnahnya
Yang dimaksud di sini adalah pengajaran ilmu Alquran dan
sunnahnya. Pada awalnya saat permulaan turunnya Alquran Nabi
mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul
membaca Alquran dan memahami kandungan setiap ayat yang
diturunkan Allah dengan jalan bertadarus.
Pengajaran Alquran tersebut berlangsung terus sampai Nabi
Muhammad saw bersama pada sahabatnya hijrah ke Madinah. Sejalan
dengan itu, berpindahlah pusat pengajaran Alquran ke Madinah.
Penghafalan dan penulisan Alquran berjalan terus sampai masa akhir
turunnya. Dengan demikian Alquran menjadi bagian dari kehidupan
mereka. Selanjutnya untuk memantapkan Alquran dalam hafalannya,
Nabi Muhammad saw sering mengadakan ulangan terhadap
hafalanhafalan mereka.
Alquran adalah dasar pengajaran, fondasi semua kebiasaan yang
akan dimiliki kelak. Sebabnya ialah segala yang diajarkan pada masa
muda seseorang, berakar lebih dalam dari pada yang lainnya.
4. Ilmu Fiqih
Ilmu fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting
kedudukannya dalam kehidupan umat islam. Fiqih termasuk ilmu yang
muncul pada masa awal berkembang agama islam. Secara esensial, fiqih
sudah ada pada masa Nabi SAW, walaupun belum menjadi sebuah
disiplin ilmu tersendiri. Karena Semua persoalan keagamaan yang
muncul waktu itu, langsung ditanyakan kepada Nabi SAW. Maka
seketika itu solusi permasalahan bisa terobati, dengan bersumber pada
Al Qur’an dan sunnah.

B. Zaman Khulafaur Rasyidin


Secara umum periode Khulafaur Rasyidin (pemimpin yang
tercerahkan) dikenal sebagai periode yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup umat Islam. Penting karena pada periode ini terjadi perisiwa-peristiwa
theologis dan politik yang sangat berpengaruh bagi eksistensi Islam. Dalam
sisi theologis berkembang satu persepsi tentang berakhirnya masa kenabian

11
Muhammad dan juga ajarannya, dengan demikian fungsi kenabian Muhammad
tidak dapat digantikan oleh siapapun, sedangkan ajarannya dapat
dikembangkan terus menerus sepanjang jaman, termasuk didalamnya adalah
fungsi kepemimpinan politiknya.
Pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Khulafaur Rasyidin masih
berkisar pada ilmu yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist, hal ini
karena pertumbuhan ilmu pengetahuan masih dekat dengan sumbernya, yaitu
para sahabat Nabi yang sanadnya langsung pada Rasulullah SAW dan
berkembangnya ilmu-ilmu tersebut seiring dengan penyebaran Islam ke
berbagai daerah pada masa itu.
1. Ilmu qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan membaca dan
memahami Al-Quran, ilmu ini muncul pada masa Khalifah Utsman bin
Affan, sebab munculnya adalah karena adanya beberapa dialek bahasa
dalam membaca dan memahaminya dan dikhawatirkan terjadi kesalahan
dalam membaca dan memahaminya, oleh karena itu diperlukan
standarisasi bacaan dengan kaidah-kaidah tersendiri
2. Tafsir Al-Quran, yaitu ilmu untuk memahami ayat-ayat Al-Quran
sebagaimana telah diterangkan oleh Rasulullah SAW, baik dengan ayat-
ayat Al-Quran atau dengan Sunnahnya. Tokohnya yaitu Ali bin Abi
Thalib, Abdullah ibnu Abbas, Abdullah ibnu Mas’ud, dan Abdullah ibnu
Ka’ab.
3. Ilmu Hadist, dalam memutuskan masalah tidak bisa dilepaskan dari Al-
Quran dan Al-Hadist sebagai sumber utama. Tokohnya antara lain,
Abdullah ibnu Mas’ud, Ma’gal ibnu Yasar, Ibadah ibnu as-Samit dan
Abu Darda.
4. Khat Al-Quran, yaitu ilmu yang berkaitan dengan penulisan Al-Quran.
Pada masa Rasulullah SAW telah dikenal ilmu Khat Al-Quran, yaitu
dilakukan setelah Rasulullah mendapatkan wahyu. Kemudian pada masa
Abu Bakar diadakan pembukuan Al-Quran dan ditulis dengan
menggunakan khat Kufi dari Irak, dan untuk surat menyurat serta
semacamnya menggunakan khat Naskhi dari Syam dan sekitarnya.
5. Ilmu fikih, tokohnya : Umar bin Khattab, Zaid bin Sabit (Madinah),
Abdullah bin Abbas (Mekkah), Abdullah bin Mas’ud (Kufah), Anas bin

12
Malik (Basrah), Muaz bin Jabal (Syiria), dan Abdullah bin Amr bin Ash
(Mesir).
6. Ilmu Nahwu, ilmu ini berkembang di Basrah dan di Kufah. Tokoh
pelopor pertama dalam bidang ini adalah Ali bin Abi Thalib
7. Ilmu Sastra, pertumbuhan sastra pada masa Khulafaur Rasyidin sangat
dipengaruhi dengan Al-Quran sebagai sumber inspirasi untuk kegiatan
sastra, karena dalam berdakwah diperlukan bahasa yang indah.
8. Ilmu Arsitektur, dimulai dari Masjid Quba oleh Rasulullah. Beberapa
bangunan kota yang didirikan pada masa Khulafaur Rasyidin adalah
kota Basrah tahun 14 -15 H dengan arsitek Utbah Ibnu Gazwah, kota
Kufah dibangun pada tahun 17 H dengan arsitek Salman al-Farisi, serta
kota Fustat yang dibangun pada tahun 21 H atas usulan Khalifah Umar
bin Khattab.
Zaman Khulafaur Rosyidin terdiri dari 4 Khalifah yaitu :
1. Abu Bakar Ash Shidiq
Naiknya Abu Bakar ke puncak pimpinan politik umat Islam
diwarnai dengan kedukaan yang luar biasa, dengan meninggalnya
Rasulullah. Oleh sebab itu proses politik terpilihnya Abu Bakar tidak
banyak diketahui, dan ini kemudian menimbulkan ketidakpuasan Politik
di-kalangan umat Islam, namun ketidak puasan tersebut tidak banyak
menimbulkan permasalah-an. Permasalahan yang berkembang pada
masa kepemimpinan Abu Bakar adalah :
a. Politik
Adanya konflik-konflik politik antara umat Islam, yang kemudian
melahirkan sekte-sekte politik dikalangan umat.
(1) Sekte-sekte politik tersebut kemudian diikuti tindakan
pengingkaran sebagian umat Islam yang menolak
kepemimpinan Abu Bakar terseubut diwujudkan dengan
pe-nolakan mereka terhadap kewajiban Zakat.
(2) Di samping memerangi mereka yang membangkang, Abu
Bakar juga mengirim pasukan untuk menaklukan negara
lain seperti Syiria, Parsi dan Mesir.
b. Theologis dan Hukum

13
(1) Penolakan terhadap kewajiban Zakat melahirkan problem
theologis dan hukum baru, yang intinya apakah mereka
telah termasuk dalam spektrum Murtad dan wajib di-
perangi atau tidak.
(2) Berkembang sikap yang berlebihan dalam menyikapi
peristiwa meninggalnya Rasul dengan menyatakan diri
sebagai pengganti Kerasulullah Muhammad (Nabi Palsu).
(3) Meluasnya wilayah geografis umat Islam, yang diikuti
dengan bertambahnya jumlah umat, dengan latar belakang
yang berbeda, melahirkan permasalahan hukum baru
Peristiwa theologis dan hukum, terutama yang menyangkut
penolakan kewajiban Zakat dan permakluman sebagai Nabi Palsu
menyebabkan ketegangan politik. Ketegangan politik tersebut
menyebabkan para Shahabat berketatapan untuk memberantas orang-
orang yang me-nolak Zakat dan mengaku sebagai Nabi palsu, maka
terjadilah pertempuran di Yamamah, yang menyebabkan umat Islam
banyak yang menjadi Syuhada’ terutama para Hafidz. Peristiwa
pertempuran Yamamah menyebabkan kekhawatiran umat terutama
terhadap kelang-sungan dan keberadaan al Qur’an. Untuk mengatasi hal-
hal yang mungkin lebih buruk, maka dilakukan proses pengumpulan
naskah al Qur’an, atas usulan Umar bin Khattab.
Perluasan daerah yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah
berusahan untuk menguasai Syiria dan Persia, untuk itu diutus 4
panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sofyan (Damaskus), Abu Ubaidah
bin Jarrah (di Hmos), Amru Bin Ash (Palestina) dan Surahbil bin
Hasanah (Yordania), namun di tengah berkecamuknya perang melawan
Romawi tersebut, Kholifah Abu Bakar meninggal dunia (Th 13 H.)
2. Umar bin Khattab
Dalam salah satu do’anya, Rasulullah pernah memohon agar
Allah menegakkan agama Islam dengan salah satu dari dua Umar.
Permohonan tersebut, memberikan nuansa keter-gantungan kepada
sosok Umar. Kenyataan menunjukkan bahwa Umar mempunyai
kapasitas dan aksebilitas yang tinggi untuk membawa kemajuan Islam.

14
Figur Umar menjadi jaminan keamanan dan kemantapan Islam, terutama
pada awal perkembangannya, karena kebe-raniannya, kecerdasan dan
ketegasan dalam memimpin umat Islam yang baru berkembang dan
rawan perpecahan.
Prestasi monomental telah dihasilkan oleh Umar, terutama dalam
memperbaiki kinerja birokrasi dalam hubungannya dengan rakyat’
dalam hal kepentingan politik dan perlakuan hukum. Prinsip egaliter
sebagai salah satu nilai dasar ajaran Islam, menjadi kerangka dasar
kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang diajarkan oleh
Rasulullah. Ber-dasarkan konsep-konsep tersebut, struktur dan nilai
kehidupan yang dikembangkan adalah konsep hidup yang humanis dan
demokratis. Tidaklah heran, jika dalam suatu kesempatan ia sempat
diprotes oleh masyarakat karena perlakuan hukum/politik yang dianggap
tidak adil.
Dalam aspek theologis, tidak banyak timbul permasalahan setelah
kelompok orang yang menolak kewajiban Zakat dan Nabi Palsu di
berantas pada masa Abu Bakar as Shidiq, akan tetapi timbul
permasalahan baru dalam bidang theologis yaitu kemungkinan
masuknya sistem theologi lain dalam ajaran sistem lain, mengingat
semakin meluasnya wilayah Islam dengan latar belakang budaya nilai
keagamaan yang berbeda. Sedangkan dalam aspek yang lain dapat di
lihat pada paparan berikut.
a. Politik
(1) Semakin mantapnya kehidupan politik yang demokratis
yang ditandai dengan lancarnya komunikasi politik baik
vertikal maupun horizontal.
(2) Terjadinya perluas wilayah kekuasaan Islam, yang meliputi
wilayah Jazirah Arab, Parsi, Syiria dan Mesir. Dengan
demikian wilayah kerajaan Klasik yang mempunyai tradisi
dan kebudayaan tinggi, menjadi sumber kebanggaan Islam.
(3) Berkembangnya lembaga dan organisasi politik yang
ternyata memberikan dampak positif bagi perkembangan

15
politik umat, terutama dengan adanya Ahlul Halli wa al
Aqdi (DPR).
(4) Terjadinya pelembagaam organisasi kenegaraan (birokrasi)
yang dapat mendukung kinerja kepemimpinan Umar bin
Khattab.
(5) Pembagian wilayah negara menjadi dua pemerintahan,
yaitu : Pemerintahan pusat (Sentralisasi) yang dikepala oleh
seorang Kholifah Dan pemerintahan daerah (Desentralisasi)
yang dipimpin oleh seorang Wali atau Gubernur.
(6) Pembentukan organisasi-organisasi kenegaraan, misalnya
Baitul Mal (Badan Keuangan Negara), Badan pemeriksa
keuangan dan Jizyah, Departemen kehakiman (Dewan
Qodhi pusat dan daerah), Organisasi/Lembaga ketentaraan
(Katib al Jund), Organisasi/Lembaga kepolisian (Katib al
Syurthah)
b. Pemikiran Islam dan Hukum
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, Umar adalah
seorang yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik,
maka pada masa Umar perkembangan pemikiran dan Hukum
Islam sangat baik. Di antara contoh tradisi berfikir tersebut adalah
:
(1) Berkembangnya tradisi berfikir rasional, yang kemudian
disebut dengan Ijtihad. Metode berfikir bebas yang pertama
kali berkembang tersebut adalah Ra’yi (pendapat pribadi)
yang sering dikemukakan oleh Umar bin Khattab
(2) Terjadinya rasionalisasi ajaran Islam, terutama pada pokok
ajaran yang mengan-dung makna ideal dan moral (ajaran
yang mengandung makna ideal). Ketentuan hukum dan
nilai religiusitasnya tidak dipahami sebagaimana teks
(bunyi) hukumnya atau ketetapan legalnya, melainkan lebih
mengarah pada pemahaman gagasan dan ide yang
terkandung di dalamnya, misalnya :

16
a) Pembatalan hukuman potong bagi pencuri yang
kelaparan dan yang mengambil hak dari tuan yang
mempekerjakannya
b) Pembatalan pembagian harta rampasan bagi pelaku
peperangan dan mendaya gunakannya sebagai alat
produksi dan pendapatan negara, setelah dibentuk
organisasi ketentaraan dan mereka mendapat gaji
dari negara.
c) Umar bin Khattab meninggal ole Fairuz budak dari
Mughiroh bin Syibah – budak tersebut amat dendam
kepada Umar, karena Umar lah yang menyebabkan
Persia hancur.
3. Utsman bin Affan
Utsman bin Affan adalah salah satu Shahabat Rasulullah yang
mempunyai kelebihan finansial. Ia dikenal sebagai Shahabat yang
memiliki kemampuan bisnis dengan memanfaat-kan peluang-peluang
yang ada. Maka tidaklah berlebihan jika disebut sebagai seorang kong-
lemerat Islam zaman Rasulullah. Utsman naik kepuncak kepemimpinan
Islam bersamaan dengan makin besarnya interest dan konflik politik
dikalangan umat Islam. Melihat hal ter-sebut, ketika Umar akan
meninggal dunia, ia memberikan 6 figur yang dianggapnya repre-
sentatif menggantikan dirinya seteleh dilakukan pemilihan nanti, di
antaranya adalah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib. Jatuhlah
pilihan tersebut pada Utsman bin Affan, dengan pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut :
a. Umat Islam menganggap Utsman lebih Tua dan lunak dalam
mengelola pemerintahan
b. Umat Islam trauma dengan cara Umar memerintah yang keras dan
disiplin, dan nampak-nya sifat-sifat tersebut ada pada Ali bin Abi
Thalib.

Secara umum, sedikit prestasi yang dapat kita temukan pada masa
pemerintahan Utsman bin Affan, apabila dibandingkan dengan masa

17
pemerintahan Umar bin Khattab. Hal tersebut boleh jadi disebabkan oleh
kondisi politik dan masa kekhalifaan Utsman bin Affan yang hanya
sekitar 6 tahun. Walaupun demikian terdapat hal-hal yang menarik untuk
dikemuka-kan sebagai hasil karya gemilang kekhalifaan Utsman bin
Affan, yaitu :
a. Di lanjutkkannya proses pembukukan al Qur’an, setelah
dilakukan gerakan pengumpulan naskahnya pada masa Abu Bakar
Ash Shidiq, dalam satu musyhaf induk yang disebut dengan
“Musyhaf Utsmani”. Musyhaf tersebut dicetak sebanyak 8
Examplar dan ke-mudian disebar ke kota-kota besar Islam.
Program ini dilakukan dalam rangka :
(1) Menyelematkan naskah dan sumber ajaran Islam dari
kerusakan, pemalsuan dan prilaku negatif lainnya.
(2) Menyatukan tulisan dan bacaan al Qur’an (yang diakui
bacaannya sebanyak 7 bacaan), yang selama ini menjadi
salah satu sumber konflik keagamaan umat Islam.
(3) Menghapus seluruh naskah yang dimiliki oleh umat Islam
dan hanya mengakui bacaan, bentuk dan tulisan dari
musyhaf Utsmani.
b. Pembangunan kekuatan armada militer ummat Islam, dengan
memanfaatkan Syiria sebagai pangkalan militer
c. Perluasan daerah meliputi Daerah Persia, Azerbeizan, Armenia,
Asia Kecill, Pesisir laut Hitam, Cyprus dan Afrika Utara (Tunisia,
Marokko dan Al Jajair).
d. Sedangkan perkembangan perpolitikan uamt, berkembang satu
kecenderungan yang berbeda dengan praktek politik pada masa
Rasulullah dan dua khalifah sebelumnya, yaitu teerjadinya budaya
Nepotisme dan pemborosan uang negara. Nepotisme adalah
pengangkatan orang dekat, keluarga dan suku mereka sendiri.
Lebih lanjut, perubahan visi politik Utsman adalah sebagai berikut
:
(1) Memberikan penghargaan yang lebih tinggi kepada pelaku
politik yang berasal dari keluarga atau suku mereka.

18
Konsep politik tersebut sekarang dikenal dengan
Nepotisme. Dan ingat prilaku politik seperti itu tidak ada
dalam ajaran Islam.
(2) Menciptakan poros kekuasaan dengan meletakkan wilayah
Syiria (Damaskus) yang di-pimpin oleh Muawiyah bin Abu
Sofyan sebagai representasi pemikiran dan perlakuan
politik.
Para ahli sejarah memperkirakan sebab perubahan visi politik
Utsman bin Affan dari demokratis menjadi nepotisme disebabkan oleh
ketidakmampuan Utsman merangkul seluruh komponen umat Islam,
terutama pada umat Islam yang kontra dengan kebijakan Utsman yang
sangat lemah dan tidak berwibawa dibandingkan dengan Umar.
Lemahnya dukungan dari umat Islam, terutama shahabat yang terpilih,
menyebabkan Utsman berpaling kepada anggota keluarganya dan
praktek politik nepotis seperti itu melahirkan gejolak politik yang baru,
mendorong penguatan opoisi dan penentangan terhadap Utsman.
Lebih lanjut, perlakuan politik tersebut mendorong lahirnya intrik
politik dan kecurigaan yang tidak terselesaikan antara umat Islam. Pada
perkembangan berikutnya lahirlah rekayasa untuk menghancurkan
lawan atau yang disebut dengan konspirasi politik, baik oleh pihak
penguasa maupun mereka yang tidak suka dengan keputusan politik
penguasa. Puncak dari konspirasi politik tersebut adalah terbunuhnya
khalifah Utsman bin Affan, yang pada giliran-nya menjadi pemicu
pergantian (suksesi) kepemimpian yang tidak mulus dan barangkali
tidak di sadari adalah mengendapnya dendam politik para elit politik
umat Islam, yang se-waktu-waktu meletus dan menghanguskan
integritas umat Islam secara keseluruhan. Sekali lagi peristiwa
pembunuhan Utsman menjadi bara politik yang terus merenggut korban
politik umat Islam berikutnya, termasuk Ali bin Abi Thalib.
4. Ali bin Abi Thalib
Siapapun tahu siapa Ali bin Abi Thalib, seorang yang sejak muda
telah bergelut dengan perjuangan menegakkan Islam. Ia adalah Saifullah
yang tidak pernah absen dalam mengikuti peperangan membela agama

19
Allah, ketika ia menjadi tumbal kebenaran dengan mengganti tempat
tidur Rasulullah. Ia adalah menantu tersayang dari Rasulullah, yang
hidup dan prilaku mirip Rasulullah, ia adalah ahlul bait yang berusahan
membersihkan dari perbuatan dosa. Namun nasib Ali bin Abi Thalib
tidak lebih baik dari Utsman bin Affan, ia meninggal dunia karena
konspirasi politik yang sangat tidak manusiawi. Akhirnya dalam catatan
sejarah keluarga Umaiyah, Ali bin Abi Thalib adalah sebuah kotoran
yang harus dibersihkan dari baju dan kemeja kesombongan Bani
Umaiyah.
Ali bin Abi Thalib menggantikan kedudukan Utsman bin Affan
dalam situasi politik yang sangat tegang, menyusul kematian Utsman
bin Affan dalam sebuah tragedi politik yang me-milukan. Tragedi
politik tersebut memperkuat kelompok politik dengan kepentingan
politik yang berbeda, misalnya :
a. Kelompok pro Utsman, yang menyatakan bahwa pelaku
pembunuhan Utsman adalah ke-lompok Ali bin Abi Tholib.
Kelompok ini dipelopori oleh Muawiyah.
b. Kelompok Ali yang merasa tidak mempunyai kaitan dengan
persekongkolan pembunuh-an Utsman bin Affan.
c. Kelompok pro Aisyah dan Zubair, yang keduanya tidak suka
dengan naiknya Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.
Perseteruan politik tersebut melahirkan ketegangan politik, yang
berujung dengan pe-perangan, misalnya peperangan “Berunta” (Ali
dengan Aisyah). Peperangan Hijaz antara Ali dengan Zuber, dan yang
paling menggemparkan adalah peperangan antara Ali bin Abi Thalib
dengan Muawiyah bin Abu Sofyan (Perang Siffin). Peperangan antara
Zubair bin Awwam dengan Ali, dalam perspektif sejarah sangat sulit
ditentukan oleh sebab-sebabnya, apakah Zubaer melakukannya karena
membela Utsman atau karena kepentingan politik pribadi, ter-masuk di
dalamnya dengan Aisyah (mertua Ali). Aisyah sendiri merasa tida puas
atas kema-tian Utsman dan ingin menuntut balas pada Ali bin Abi
Thalib.

20
Peperangan terakhir (Ali dengan Muawiyah), hampir-hampir
dimenangkan oleh Ali bin Abi Thalib, jika bukan karena kelihaian Amr
bin Ash yang mengangkat al Qur’an. Aksi Amru tersebut telah memaksa
Ali untuk menyelesaikan konflik di meja perundingan (Majlis Tahkim)
yang hasilnya justru membawa Ali pada posisi yang sangat lemah, kalau
tidak boleh dikatakan sebagai satu kekalahan Ali dari Muawiyah.
Peristiwa Majlis Tahkim tersebut mampu membawa pada situasi
Colling Down (penurunan suhu) politik dikalangan umat Islam, yang
kemudian dikenal dengan “Amul Jama’ah”. Namun peristiwa-peristiwa
politik yang lain telah membuyarkan Amul Jama’ah menjadi api konflik
yang membuat umat memendam dendam yang tida henti-hentinya, ter-
utama ketika mereka mengingat peristiwa Majlis Tahkim. Ada tiga
kelompok politik pasca Majlis Tahkim, yaitu :

a. Kelompok Muawiyah bin Abu Sofyan, yang diuntungkan dalam


majlis Tahkim dan merasa menjadi penguasa politik yang baru,
dengan pusat pemerintahan di Damskus.
b. Kelompok Ali bin Abi Thalib yang telah diperdaya oleh petualang
politik dalam majlis tahkim. Kelompok ini disebut dengan
“Syiah”
c. Kelompok orang yang tidak puas dengan Ali dan Muawiyah,
kelompok ini disebut dengan Khawarij. Kelompok ini
beranggapan bahwa orang yang terlibat dalam Majlis Tahkim
telah keluar dari Islam dan harus dihukum bunuh.
Maka disusunlah konspirasi politik untuk membunuh mereka,
diantara orang yang masuk dalam target operasi (TO)
pembunuhan oleh kelompok Khawarij adalah Ali bin Abi Thalib,
Muawiya bin Abu Sofyan dan Amru bin Ash. Ketiga orang
tersebut menurut mereka adalah tokoh-tokoh Majlis Tahkim, dan
yang berhasil mereka bunuh adalah Ali bin Abi Thalib, maka
dengan meninggalnya Ali bin Abi Thalib, penguasaan politik
umat Islam beralih ke Muawiyah bin Abi Sofyan, yang

21
memindahkan pusat kekuasaannya dari Madinah ke Damaskus
Syiria.
C. Zaman Bani Abbasiyah
1. Ilmu Tafsir
Pada masa Dinasti Abbasiyah, berkembang dua aliran tafsir yang
terus digunakan hingga sekarang. Dua aliran tafsir itu adalah tafsir bi
al-ma’tsur dan tafsir bi ar-ra’yi.
Aliran pertama lebih menekankan kepada penafsiran ayat-ayat
Alquran dengan hadis dan pendapat-pendapat para sahabat. Sementara
itu, aliran yang kedua lebih banyak berpijak pada logika daripada nas
syariat.
Ahli tafsir Alquran yang terkenal di masa itu adalah Ibn Jarir al-
Thabari dengan karangannya yang bertajuk Jami’ Al-Bayan fi Tafsir
Alquran. Ada pula dikenal Al-Baidhawi dengan Mu’allim Al-Tanzil, Al-
Zamakhsyari dengan karangannya yang berjudul Al-Kasyaf, Al-Razi
dengan Tafsir Al-Kabir, dan lain sebagainya.
2. Ilmu Kalam atau Teologi Islam
Berkat singgungan Islam dengan filsafat Yunani, berkembang
juga ilmu kalam atau teologi Islam di masa Dinasti Abbasiyah. Alquran
dan hadis ditelaah kembali menggunakan akal dan rasio. Salah satu
mazhab ilmu kalam, aliran Mu'tazilah, mencapai masa keemasannya di
Dinasti Abbasiyah. Tokoh-tokoh seperti Washil bin Atha', Abu Huzail,
dan An-Nadzham tercatat sebagai orang-orang berpengaruh di aliran ini.
Di masa kepemimpinan Khalifah Al-Ma'mun, aliran
Mu'tazilah bahkan dijadikan mazhab resmi dinasti ini. Terdapat pula
ulama Abu Hasan Al-Asyari yang berusaha menjembatani pemikiran
Mu'tazilah dan hadis-hadis nabi. Pemikirannya hingga sekarang terus
dipelajari umat Islam.
3. Ilmu Tasawuf
Di masa Dinasti Abbasiyah, muncul beberapa tokoh tasawuf besar
seperti Imam Ghazali, Al-Hallaj, Syahabuddin, Al-Qushairi, dan lain
sebagainya. Ilmu tasawuf mengalami perkembangan pesat dan dikaji
ulang untuk menjawab tantangan zamannya. Kitab yang dikarang Imam

22
Ghazali Ihya Ulumuddin terus dipelajari hingga sekarang. Demikian
juga karangan Al-Hallaj, At-Thawashin, hingga Awarifu Al-Ma'arif yang
ditulis Syahabuddin.
4. Ilmu Geografi
Pada masa Dinasti Abbasiyah, peta dunia atau globe pertama
dibuat. Globe ini dikenal dengan sebutan Tabule Regoriana.
Penyusunan globe ini dipelopori oleh Al-Idrisi atau Abu Abdullah
Muhammad bin Muhammad bin Abdullah Al-Idrisi. Peta berbahasa
Arab tersebut menampilkan daratan Eurasia, benua Afrika, dan Asia
Tenggara. Peta Tabule Regoriana inilah yang dijadikan rujukan
Christopher Columbus untuk mengelilingi dunia hingga menemukan
benua Amerika.
5. Ilmu Kimia
Salah satu tokoh terbesar di bidang kimia yang lahir di masa
Dinasti Abbasiyah adalah Jabir bin Hayyan. Hingga sekarang, ia diakui
sebagai Bapak Kimia Bangsa Arab. Jabir mengembangkan secara ilmiah
dua operasi utama kimia, yaitu kalnikasi dan reduksi kimia. Ia juga
memperbaiki metode penguapan, sublimasi, peleburan, dan kristalisasi.
Beberapa buku hasil karangannya masih menjadi rujukan hingga
sekarang mencakup Kitab At-Tajmi' (tentang Konsentrasi), Az-Zi’baq
As-Syarqi (Air Raksa Timur), Kitab Ar-Rahmah, dan lain sebagainya.
6. Ilmu Kedokteran atau Farnasi
Di masa Dinasti Abbasiyah, penyakit cacar dan measles pertama
kali dibedakan. Prinsip seton dalam operasi juga ditemukan. Tokoh
pelopornya yang terkenal adalah Ar-Razi atau Abu Bakar Muhammad
Bin Zakariya Ar-Razi. Pada saat itu, Ar-Razi adalah dokter anak
masyhur dengan karya kedokteran Al-Hawi, buku ensiklopedia
kedokteran.
Selain itu, ada juga Ibnu Sina atau Abu Ali Husain bin Hasan Ali
bin Sina yang mengkodifikasi pemikiran kedokteran Yunani dan Arab di
bukunya Al-Qanun fi At-Thib. Karyanya juga berupa ensiklopedia
kedokteran, serta menjadi referensi penting kedokteran di masa itu,

23
bahkan sempat menjadi rujukan primer kedokteran di Eropa selama lima
abad (dari abad ke-12 hingga 17 M).
7. Ilmu Matematika
Ilmu matematika mencapai kemajuan pesat di masa Dinasti
Abbasiyah. Tokoh terkenalnya adalah Muhammad bin Musa Al-
Khawarizmi yang menemukan angka 0 (nol). Di masa itu, dikenal juga
bilangan positif dan negatif, pengetahuan tentang akar, aljabar, dan
aritmatika.
Buku fenomenal yang dihasilkan Al-Khawarizmi adalah Hisab
Al-Jabr. Ia juga menjelaskan mengenai logaritma dan dikenal sebagai
penemu pertama kalkulasi tersebut. Di masa Dinasti Abbasiyah, ilmu
matematika klasik di Yunani dan India dipelajari untuk menghasilkan
integrasi matematika modern. Buku-buku Yunani diterjemahkan ke
Bahasa Arab untuk dipelajari dan dikembangkan.
8. Sejarah
Di bidang sejarah, muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun.
Awalnya, ia belajar di Al-Azhar, Mesir. Usai menuntut ilmu di sana,
Ibnu Khaldun mendirikan lembaga pendidikannya sendiri untuk
mengkaji dan mempelajari sejarah. Murid-murid yang belajar langsung
pada Ibnu Khaldun adalah Al-Aqrizi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Jalaluddin
As-Suyuti, dan lain sebagainya.
9. Filsafat
Abbasiyah menjadi pusat peradaban Islam yang mampu
merevolusi segala bidang terutama bidang ilmu pengetahuan, mulai dari
ilmu filsafat, hukum, teologi, kedokteran, dan lain-lain. Semua bidang
ilmu dikuasai di tangan ilmuwan yang mumpuni dan kompeten,
sehingga Baghdad ketika itu menjadi jantung kehidupan intelektual.
Para ilmuwan sudah mulai berpikir kritis dalam menganalisa
suatu masalah. Mindset yang kritis pada hakikatnya dibangun oleh
bidang ilmu yang mengedepankan rasio tiap individu. Dalam hal ini,
ilmu filsafat sangat mempengaruhi pola pikir para ilmuwan Abbasiyah,
karena filsafat merupakan refleksi kritis yang dilakukan oleh manusia.
D. Zaman Bani Umayyah

24
Para ahli sejarah menyimpulkan bahwa perkembangan gerakan ilmu
pengetahuan dan budaya pada masa Bani Umayyah I di Damaskus
memfokuskan pada tiga gerakan besar yaitu:
1. Gerakan ilmu agama, karena didorong oleh semangat agama yang sangat
kuat pada saat itu;
2. Gerakan filsafat, karena ahli agama di akhir Daulah Umayyah I terpaksa
menggunakan filsafat untuk menghadapi kaum Nasrani dan Yahudi; dan
3. Gerakan sejarah, karena ilmu-ilmu agama memerlukan riwayat.
Pengembangan budaya, filsafat, dan ilmu pengetahuan pada masa Bani
Umayyah I di Damaskus difokuskan pada beberapa bidang di antaranya:
1. Ilmu Tafsir. Setelah Daulah Umayyah I di Damaskus berdiri, kaum
muslim berhajat kepada hukum dan undang-undang yang bersumber
dari al-Qur’an, sedangkan para qurra dan mufassirin menjadi tempat
bertanya masyarakat dalam bidang hukum. Pada zaman ini keberadaan
tafsir masih berkembang dalam bentuk lisan dan belum dibukukan. Ilmu
tafsir pada saat itu belum berkembang seperti pada zaman Bani
Abbasiyah.
2. Ilmu Hadis. Pada saat mengartikan makna ayat-ayat al-Qur’an, kadang-
kadang para ahli hadis kesulitan mencari pengertian dalam hadis karena
terdapat banyak hadis yang sebenarnya bukan hadis. Dari kondisi
semacam ini maka timbullah usaha para muhadditsin untuk mencari
riwayat dan sanad hadis. Proses seperti ini pada akhirnya berkembang
menjadi ilmu hadis dengan segala cabang-cabangnya. Perkembangan
hadits diawali dari masa khalifah Umar bin Abdul Aziz dan ulama hadits
yang mula-mula membukukan hadis yaitu Ibnu Az-Zuhri atas perintah
khalifah Umar bin Abdul Aziz.
3. Ilmu Qira’at. Dalam sejarah perkembangan ilmu, yang pertama kali
berkembang adalah ilmu qiraat. Cabang Ilmu ini mempunyai kedudukan
yang sangat penting pada permulaan Islam sehingga orang-orang yang
pandai membaca al-Qur’an pada saat itu disebut para Qurra. Setelah
pembukuan dan penyempurnaan al-Qur’an pada masa Khulafaur
Rasyidin dan al-Qur’an yang sah dikirim ke berbagai kota wilayah
bagian, kemudian lahirlah dialek bacaan tertentu bagi masing-masing

25
penduduk kota tersebut dan mereka mengikuti bacaan
seorang qari’ yang dianggap sah bacaannya. Akhirnya muncul dan
masyhurlah tujuh macam bacaan yang sekarang terkenal dengan
nama Qiraat sab’ah kemudian selanjutnya ditetapkan sebagai bacaan
standar.
4. Ilmu Nahwu. Dengan meluasnya wilayah Islam dan didukung dengan
adanya upaya Arabisasi maka ilmu tata bahasa Arab sangat dibutuhkan.
Sehingga dibukukanlah ilmu nahwu dan menjadi salah satu ilmu yang
penting untuk dipelajari. Memulai mempelajari tata Bahasa Arab yang
dikenal dengan nama nahwu adalah ketika seorang bayi memulai
berbicara di lingkungannya. Tanpa tata bahasa maka pembicaraan tidak
akan baik dan benar. Setelah banyak bangsa di luar bangsa Arab masuk
Islam dan sekaligus wilayahnya masuk dalam daerah kekuasaan Islam
maka barulah terasa bagi bangsa Arab dan mulai di perhatikan dengan
cara menyusun ilmu nahwu. Adapun ilmuwan bidang bahasa pertama
yang tercatat dalam sejarah perkembangan ilmu yang menyusun ilmu
nahwu adalah Abu al-Aswad al-Dualy yang berasal dari Baghdad. Salah
satu jasa dari Al-Dualy adalah menyusun gramatika Arab dengan
memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak ada. Abu
Aswad Al-Dualy wafat tahun 69 H. Tercatat beliau belajar dari sahabat
Ali bin Abi Thalib, ada ahli sejarah mengatakan bahwa sahabat Ali bin
Abi Thalib-lah bapaknya ilmu nahwu.
5. Tarikh dan Geografi. Geografi dan tarikh pada masa ini telah menjadi
cabang ilmu tersendiri. Dalam mengembangkan ilmu tarikh ilmuwan
pada masa ini mengumpulkan kisah tentang Nabi dan para Sahabatnya
yang kemudian dijadikan landasan bagi penulisan buku-buku tentang
penaklukan (maghazi) dan biografi (shirah). Munculnya ilmu geografi
dipicu oleh berkembangnya dakwah Islam ke daerah-daerah baru yang
luas dan jauh. Penulisan sejarah Islam dimulai pada saat terjadi
peristiwa-peristiwa penting dalam Islam dan dibukukannya dimulai pada
saat Bani Umayyah dan perkembangan pesat terjadi pada saat Bani
Abbasiyah. Demikian begitu pesatnya perkembangan sejarah Islam
sehingga para ilmuan berkecimpung dalam bidang itu dapat mengarang

26
kitab-kitab sejarah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Sampai
sekarang prestasi penulisan sejarah pada saat Bani Umayyah dan
Abbasiyah tidak dapat ditandingi oleh bangsa manapun, tercatat kitab
sejarah yang ditulis pada zaman itu lebih dari 1.300 judul buku.
6. Seni Bahasa. Umat Islam masa Bani Umayyah selain telah mencapai
kemajuan dalam bidang politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan, juga
telah tumbuh dan berkembang seni bahasa. Perhatian kepada syair Arab
Jahiliyah timbul kembali dan penyair-penyair Arab barupun timbul,
seperti Umar Ibn Abi Rabi’ (w. 719 M), Jamil Al-Udhri (w. 701 M),
Qays Ibn Al-Mulawwah (w. 699 M) yang lebih dikenal dengan nama
Majnun Laila, Al-Farazdaq (w. 732 M), Ummu Jarir (w. 792 M),
penyair yang mendukung dan memelihara kemulian Badui dan yang
syair-syairnya menonjol karena nafas-nafas spiritualnya, dan Al-Akhtal
(w. 710 M) yang beragama Kristen aliran Jacobite. Pada masa ini seni
dan bahasa mengambil tempat yang penting dalam hati pemerintah dan
masyarakat Islam pada umumnya. Pada saat kota-kota seperti Bashra
dan Kuffah adalah pusat perkembangan ilmu dan sastra. Orang-orang
Arab muslim berdiskusi dengn bangsa-bangsa yang telah maju dalam
hal bahasa dan sastra. Di kota-kota tersebut umat Islam menyusun
riwayat Arab, seni bahasa dan hikmah atau sejarah, nahwu, sharaf,
balaghah, dan juga berdiri klub-klub para pujangga. Pada masa ini juga
muncul terjemahan-terjemahan awal naskah-naskah filsafat Yunani dari
bahasa Suryani ke bahasa Arab.

2.3 Tokoh Pengembangan Ilmu Pada Zaman Nabi Muhammad SAW, Khulafaur
Rasyidin, dan Bani Abbas
A. Zaman Nabi Muhammad SAW
Pada zaman Nabi Muhammad saw, Allah swt langsung menjadi guru
Muhammad saw, melalui peristiwa dan pengalaman pahit atau senang. Maka,
sejarah pendidikan dalam Islam dapat ditemukan sejak berprosesnya
Muhammad saw sebagai manusia biasa di dalam hiruk-pikuk masyarakat
Jahiliyah menjadi seorang nabi. Nabi yang sekaligus rasul tersebut akan
menjadi seorang guru atau pendidik manusia di belakang hari adalah gambaran

27
bahwa seorang pendidik harus mempunyai pendidikan yang lebih tinggi serta
mempunyai sifat-sifat khusus seperti; berempati tinggi, lemah-lembut, amanah,
cerdas, terpercaya, bertanggung jawab, bijaksana, berani, setia kawan,
visioner, humanist, tegas, mulia dan tinggi derajatnya dari yang dibina atau
dididik.
Boleh dikatakan periode sebelum menjadi utusan adalah fase
pembinaan “rasa”. Rasa merupakan bagian dari akal manusia selain budi dan
daya fikir yang harus dikembangkan oleh pendidikan Islam. Adapun prinsip
pendidikan Islam adalah pendidikan untuk mencerdaskan akal. Lebih jauh
dapat dijelaskan konsep akal ini untuk mensinkronkan arah pendidikan yang
dimaksud dalam bahasan ini karena ada kekeliruan sebagian orang dalam
memahami apa sebenarnya akal itu.
Dengan demikian pengertian yang dikandung oleh istilah akal adalah
fikir dan rasa. Ia terbagi dalam dua segi dan tiap segi berpotensi untuk bekerja
sendirian. Tapi dalam bentuknya yang penuh atau dalam wujudnya yang
lengkap, akal adalah jalinan kerja budi dan kalbu, kerjasama fikir dan rasa.
Berdasarkan argumen yang disebutkan di atas menunjukan bahwa pendidikan
yang dilalui Muhammad saw periode pra kenabian adalah pendidikan rasa
yang merupakan bagian dari jalinan kesempurnaan akal manusia itu.
Pola pendidikan Muhammad saw bila mengacu kepada ruang lingkup
pendidikan modern, yaitu ; sekolah, keluarga dan teman sebaya atau
lingkungan masyarakat di mana ia tinggal, maka Muhammad saw adalah
produk satu ranah pendidikan saja yaitu lingkungan masyarakat. Pendidikan
masyarakat yang dilalui Muhammad saw lebih menekankan aspek rasa atau
afektive (dalam bahasa modernnya). Pada tahap pendidikan dasar Muhammad
saw dikhususkan atau difokuskan pada pembinaan rasa atau emotional
quetion(EQ).
Kalau dilihat masa pendidikan Muhammad saw selama 40 tahun
dengan usianya 63 tahun, maka, 23 tahun saja Muhammad saw dididik oleh
Allah swt pada aspek Intelectual Quetion (IQ). Kenapa dikelompokkan kepada
pendidikan aspek kognitif karena beliau belajar tidak hanya dengan
pengalaman semata, akan tetapi telah ada materi (wahyu) sebagai panduan

28
belajar lebih lanjut, sedang masa sebelumnya pendidikan hanya berlangsung
dari pengalaman hidup seperti diuraikan di atas.
Apabila ditinjau dari pengaruh pribadi yang ditinggalkan atau yang
melekat kepada para sahabat beliau sebagai murid-muridnya, maka pengaruh
kepribadian beliau yang lembut, santun dan mulia tersebut masih menggema
kuat dalam relung-relung zaman hingga saat ini. Ini membuktikan ternyata
aspek pendidikan dengan menggunakan pendekatan “rasa” sangat efektif sekali
dalam membetuk pribadi-pribadi seperti sang pendidik utama, yakni
Muhammad saw. Bisa dikatakan outcome didikan Muhammad saw adalah para
sahabat-sahabatnya, walaupun tidak berstatus sebagai nabi namun semangat
mereka tidak jauh berbeda dari beliau sendiri sebagai pendidik utama mereka.
Hasil dari pendidikan yang dikembangkan oleh Allah swt sebelum kenabian
Muhammad sawadalah denganbanyaknyayang masuk Islam atas kesadaran
sendiri, melihat kepribadian Muhammad saw yang sangat sempurna. Salah
satunya adalah Umar bin Khattab, dengan pendekatanyanglemah lembut bisa
melunak kepribadiannya yang terkenal kasar.
Kesimpulan uraian di atas, bahwa pendidikan Islam telah ada ketika
pra kenabian Muhammad saw. Bisa dijelaskan bahwa sejarah telah mencatat,
ternyata nabi Muhammad saw telah melangsungkan pendidikan yang luar
biasa. Pendidikan yang kurikulumnya dirancang oleh Allah swt, kelas belajar
adalah masyarakat Quraisy, dan semua peristiwa adalah materi-materi yang
disuguhkan kepada nabi Muhammad saw sebagai murid. Dengan kata lain,
nabi Muhammad saw dengan materi-materi belajar menggunakan pendekatan
partisipatoris yang terlibat langsung dengan kejadian yang dikehendaki oleh
materi ajar yang disusun oleh Allah swt. Atau bisa juga disebut dengan metode
partisipatoris dan role playing atau seni peran, metode ini memungkinkan
peserta didik merasakan langsung peristiwa, pengalaman-pengalaman
pembelajaran sehingga lebih mudah menyerap dan memaknai hasil
pembelajaran tersebut.
B. Zaman Khulafaur Rasyidin
Pada masa Nabi Muhammad SAW, pendidikan Islam berpusat di kota
Madinah, yaitu setelah Rasulullah hijrah dari kota Makkah. Setelah Rasulullah
wafat kekuasaan pemerintahan Islam dipegang oleh Khulafaur Rasyidin dan

29
wilayah Islam telah meluas di luar jazirah Arab. Para khalifah ini memusatkan
perhatiannya pada pendidikan, syiar agama dan kokohnya Negara Islam.
Setelah Rosulullah SAW wafat maka tampuk kepemimpinan umat
Islam dipercayakan kepada Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin berarti
para pemimpin yang mendapatkan petunjuk. Mereka adalah Abu Bakar Ash-
Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin merupakan masa yang penting dalam
perjalanan Islam. Mereka telah mampu menyelamatkan Islam,
mengkonsolidasikannya, dan meletakan dasar-dasar kehidupan bagi keagungan
agama Islam dan umatnya.
1. Pola Pendidikan Islam pada Masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq (11-13
H / 632-634M)
Setelah Nabi wafat, sebagai pemimpin umat Islam adalah Abu
Bakar As-Siddiq sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang
diangkat setelah Nabi wafat untuk menggantikan Nabi dan melanjutkan
tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.
Pada awal pemerintahannya digoncang oleh pemberontakan dari
orang-orang murtad,orang-orang yang mengaku Nabi, dan orang-orang
yang tidak mau membayar zakat. Oleh karena itu beliau memusatkan
perhatiannya untuk memerangi pemberontakan yang dapat mengacaukan
keamanan dan dapat mempengaruhi orang-orang Islam yang masih
lemah imannya untuk menyimpang dari Islam.
Dengan demikian dikirimlah pasukan untuk menumpas
pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat Islam
yang gugur terdiri dari para sahabat rasulullah dan para penghafal Al-
Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an.
Oleh karena itu Umar bin Khatab menyarankan kepada khalifah Abu
Bakar untuk mengumpulkan ayat Al-Qur’an. Kemudian untuk
merealisasikan saran tersebut diutuslah Zait bin Tsabit untuk
mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an. Muhammad Husain Haikal
juga menegaskan dalam bukunya bahwa gagasan munculnya ide
kodifikasi Al-Qur’an dilatarbelakangi peristiwa Yamamah dimana umat
muslim terutama penghafal Al-Qur’an gugur di medan pertempuran.

30
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih sama seperti pada
masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari
segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau
keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
a. Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya
yang wajib disembah adalah Allah.
b. Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang, sopan santun
bertetangga, bergaul dalam masyarakat dan lain sebagainya.
c. Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan shalat, puasa, dan haji.
Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam shalat
merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk belajar membaca dan
menulis disebut dengan kuttab. Kuttab adalah lembaga pendidikan yang
dibentuk setelah Masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan
kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan yang
bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rasul yang
terdekat. Masjid dijadikan sebagai lembaga pendidikan Islam serta
benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan
Islam, sebagai tempat sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an dan
sebagainya.
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk belajar membaca
menulis ini disebut dengan kuttab. Kuttab merupakan lembaga
pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan
Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada
masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa itu adalah
Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai para pendidik adalah para
sahabat Rasul yang terdekat.
Mata pelajaran yang diberikan kepada murid tidak jauh berbeda
dengan pada zaman Nabi, hanya usaha perluasan dan pengembangan
ilmu sudah mulai tampak. Tempat mengajar masih diutamakan di
Masjid -Masjid . Selain itu pelajaran membaca dan menulis pun tidak
ketinggalan. Pelajaran bahasa asing pun mulai dirintis untuk memenuhi

31
kebutuhan komunikasi dengan penduduk yang tidak berbahasa Arab,
sebagai akibat dari perluasan wilayah Islam ke luar jazirah Arab.
Masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar tidak lama, tapi beliau
telah berhasil memberikan dasar-dasar kekuatan bagi perjuangan
perluasan dakwah dan pendidikan Islam.
2. Pola Pendidikan Islam pada Masa Khalifah Umar Ibnu Khattab (13-23
H / 634-644 M)
Khalifah kedua dalam Islam juga orang kedua dari kalangan
Khulafaur Rasyidin. Ia merupakan satu diantara tokoh-tokoh besar
dalam sejarah Islam. Ia terkenal dengan tekad dan kehendaknya yang
sangat kuat, cekatan, dan karakternya yang berterus terang, Sebelum
menjadi khalifah dikenal sebagai pribadi yang keras dan tidak mengenal
kompromi dan bahkan kejam. Dibawah pemerintahannya imperium
Islam meluas dengan kecepatan yang luar biasa. Dapat dikatakan bahwa
orang yang terbesar pengaruhnya setelah Nabi dalam membentuk
pemerintahan Islam dan menegaskan coraknya adalah Umar ibnu
Khattab.
Abu Bakar telah menyaksikan persoalan yang timbul dikalangan
kaum muslimin setelah Nabi wafat, berdasarkan hal inilah Abu Bakar
menunjuk penggantinya yaitu Umar bin Khattab, yang tujuannya adalah
untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan di
kalangan umat Islam, kebijakan Abu bakar tersebut ternyata diterima
masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin Khattab, kondisi politik
dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil
yang gemilang. Wilayah Islam pada masa ini meliputi Semenanjung
Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir.
Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula
kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini
diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga
dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, sahabat-sahabat yang
sangat berpengaruh tidak diperbolehkan keluar daerah kecuali atas izin
dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara

32
umat Islam yang ingin belajar hadits harus pergi ke Madinah, ini berarti
bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat
pendidikan adalah berpusat di Madinah. Tetapi tidak berarti bahwa
penyebaran dan pendidikan Islam kurang memiliki pengaruh keluar
daerah madinah. Melakukan dakwah dan tabligh serta mengajarkan
agama Islam dengan giat.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin
Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan
pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di
masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat guru-guru untuk tiap-
tiap daerah yang ditaklukkan, mereka bertugas mengajarkan isi al-
Qur’an dan ajaran Islam lainnya, seperti fiqih kepada penduduk yang
baru masuk Islam.
Di antara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab
ke daerah adalah Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin Al-Hashim.
Kedua orang ini ditempatkan di Basyrah. Abdurrahman bin Ghanam
dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Adapun
metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid
sedangkan murid melingkarinya.
Yang menjadi pendidik adalah Umar dan para sahabatnya yang
lebih dekat dengan Rasulullah yang memiliki pengaruh besar, sedangkan
pusat pendidikanya selain Madinah adalah Mesir, Syiria, dan Basyrah.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan
Islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama Islam
ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima
langsung dari Nabi. Pada masa itu telah terjadi mobilitas penuntut ilmu
dari daerah-daerah yang jauh dari madinah, sebagai pusat agama Islam.
Gairah menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong
lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, mata pelajaran yang
diberikan adalah membaca dan menulis al-Qur’an dan menghafalnya
serta belajar tentang pokok-pokok agama Islam. Pada masa ini tuntutan
untuk belajar Bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru

33
masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar Bahasa Arab
jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam.
Pelaksanaan pendidikan di masa khalifah Umar bin Khattab lebih
maju, sebab selama Umar memerintah negara berada dalam keadaan
stabil dan aman, ini disebabkan disamping telah ditetapkannya masjid
sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat
pendidikan Islam diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan,
baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat
itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos,
kepolisian, dan baitulmal. Adapun sumber gaji pendidik pada waktu itu
diambilkan dari daerah yang ditaklukkan dan dari baitulmal.

3. Pola Pendidikan Islam pada Masa Khalifah Usman bin Affan (23-35 H /
644-656 M)
Nama lengkapnya adalah Usman ibn Abil Ash ibn Umaiyah.
Beliau masuk Islam atas dasar seruan Abu Bakar Siddiq. Usman bin
Affan adalah termasuk saudagar besar dan kaya dan sangat pemurah
menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan umat Islam. Usman
diangkat menjadi khalifah hasil dari pemilihan panitia enam yang
ditunjuk oleh khalifah Umar bin Khattab menjelang beliau akan
meninggal. Panitia yang enam adalah Usman, Ali bin Abi Thalib,
Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash dan Abdurrahman
bin Auf.
Khalifah ketiga periode khulafaur rasyidin, ia dipilih sebagai
khalifah oleh sebuah dewan pemilihan yang disebut syura. Sahabat
yang sangat berjasa pada periode-periode awal pengembang Islam, baik
pada saat Islam dikembangkan secara sembunyi-sembunyi maupun
secara terbuka. Ia dijuluki Zu al-Nurain (memiliki dua cahaya) karena ia
menikahi dua putri Nabi Muhammad SAW. bernama Ruqayyah dan
Ummu Kulsum. Selanjutnya Wa hijratain (turut hijrah dua kali ke
Habsyi dan Yasrib (Madinah).

34
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan
Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan dimasa
ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi
perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang
berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan
meninggalkan Madinah dimasa khalifah Umar, diberikan kelonggaran
untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai.
Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di
daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih
ringan dan lebih mudah dijangkau oleh peserta didik yang ingin
menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga yang
lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat
yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada
masyarakat.
Ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi berpengaruh
luar biasa bagi pendidikan Islam yaitu untuk mengumpulkan ayat-ayat
Al-Qur’an dan penyalinannya karena terjadi perselisihan dalam bacaan
Al-Qur’an. Khalifah Usman memerintahkan tim penyalin yaitu Zait bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist.
Bila terjadi pertikaian maka pendapat yang diambil adalah kepada dialek
suku Quraisy.
Tugas mendidik dan mengajar pada masa Usman bin Affan
diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat
dan menggaji guru-guru atau pendidik, mereka melaksanakan tugas
dengan hanya mengharap keridhaan dari Allah. Tempat belajar masih
seperti biasa yaitu di kuttab, masjid, dan rumah-rumah yang disediakan
mereka sendiri atau rumah para gurunya. Usman lebih sibuk
menghadapi masalah pemerintahan sehingga pendidikan tidak ada
perkembangan yang signifikan.
Ada tiga fase dalam pendidikan dan pengajaran yang berlaku pada
masa Usman bin Affan yaitu fase pembinaan, fase pendidikan dan fase
pelajaran. Fase pembinaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan

35
agar yang terdidik dapat memperoleh kemantapan iman. Fase
pendidikan ditekankan pada ilmu-ilmu praktis dengan maksud agar
mereka dapat segera mengamalkan ajaran dan tuntutan agama dengan
sebaik-baiknya dalam kehidupan sehari-hari. Fase pelajaran yaitu ada
pelajaran lain yang diberikan untuk penunjang pemahaman terhadap Al-
Qur’an dan Hadist seperti bahasa Arab dengan tata bahasanya, menulis,
membaca, syair dan peribahasa.
Pada saat ini umat Islam sudah tersebar luas, mereka memerlukan
pemahaman Alquran yang mudah dimegerti dan mudah dijangkau oleh
alam pikirannya. Peranan hadis atau sunnah Rasul sangat penting untuk
membantu dan menjelaskan Alquran. Lambat laun timbullah bermacam-
macam cabang ilmu hadis.Tempat belajar masih di kuttab, di masjid
atau rumah-rumah. Pada masa ini tidak hanya Alquran yang dipelajari
tetapi Ilmu Hadis dipelajari langsung dari para sahabat Rasul.
4. Pola Pendidikan Islam pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40
H / 656-661 M)
Khalifah keempat khulafaur rasyidin juga sepupu dan sekaligus
menantu Nabi Muhammad SAW. adalah Ali ibnu Abi Thalib. Keturunan
Bani Hasyim ini lahir di Mekah tahun 603 M. Dari kalangan remaja, ia
adalah yang pertama masuk Islam. Nabi mengasuh Ali sejak usia 6
tahun dan pernah menyebutnya “saudaraku” dan “ahli warisku”. Ali
banyak mengetahui tentang kehidupan Nabi, termasuk ilmu agama. Ali
pernah menyelamatkan nyawa nabi ketika diminta tidur di tempat tidur
Nabi untuk mengecoh kaum Quraisy. Ia selalu mendampingi Nabi
SAW. hingga wafatnya dan mengurus pemakamannya.
Pada awal pemerintahan Ali, sudah diguncang peperangan dengan
Aisyah (istri Nabi) beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena
kesalahpahaman dalam menyikapi kematian atau pembunuhan terhadap
Usman, peperangan ini disebut perang Jamal (unta) karena Aisyah
memakai kendaraan unta, sehingga pada masa kekuasaan Ali tak pernah
merasakan kedamaian.
Sebetulnya tidak seharipun keadaan stabil selama pemerintahan
Ali. Tak ubahnya beliau sebagai seorang yg menambal kain usang,

36
jangankan menjadi baik malah bertambah sobek. Tidak dapat diduga
bahwa kegiatan pendidikan pun saat itu mengalami hambatan karena
perang saudara, meskipun tidak terhenti sama sekali. Stabilitas
pendidikan dan keamanan sosial merupakan syarat mutlak terjadinya
perkembangan itu sendiri baik ekonomi, sosial, politik, budaya maupun
pengembangan intelektual dan agama. Ali sendiri tidak sempat
memikirkan masalah pendidikan karena seluruh perhatiannya
ditumpahkan pada masalah yang lebih penting dan sangat mendesak.
Demikian kehidupan pada masa Ali. Pendidikan yang masih
berjalan seperti apa yang telah berlaku sebelumnya, selain adanya
motivasi dan falsafah pendidikan yang dibina pada masa Rasulullah juga
ada tumbuh motivasi dan falsafah pendidikan yang dibina oleh kaum
Syi’ah dan Khawarij yang mengakibatkan banyaknya pandangan dan
paham yang menjadi landasan dasar serta berpikir yang memberi
kesempatan untuk mencerai beraikan umat Islam mendatang.
Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid,
sejak masa itu tumbuh di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan, dan
kekuatan. Tetapi sebagian besar masih tetap berpegang kepada prinsip-
prinsip pokok dan kemurnian yang diajarkan Rasulullah SAW. Ahmad
Syalabi mengatakan: “Sebetulnya tidak seharipun, keadaan stabil pada
pemerintahan Ali. Tak ubahnya beliau sebagai seorang menambal kain
usang, jangankan menjadi baik malah bertambah sobek. Dapat diduga,
bahwa kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami hambatan dengan
adanya perang saudara. Ali sendiri saat itu tidak sempat memikirkan
masalah pendidikan, karena ada yang lebih penting dan mendesak untuk
memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam
segala kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan kembali kesatuan
umat, tetapi Ali tidak berhasil.
C. Bani Abassiyah
Maju mundurnya peradaban islam tergantung pada sejauh mana
dinamika umat islam itu sendiri. Dalam sejarah islam tercatat, bahwa salah
satu dinamika umat islam itu dicirikan oleh kehadiran kerajaan-kerajaan islam
diantaranya Umayah dan Abbasiyah, Umayah dan Abbasiyah memiliki

37
peradaban yang tinggi, di antaranya memunculkan ilmuwan-ilmuwan dan para
pemikir muslim.
Masa kekhalifahan Bani Abbasiyah merupakan masa kejayaan umat
islam sepanjang sejarah. Pada masa itu titik berat pemerintahan bukan lagi
pada perluasan wilayah yang banyak melibatkan kekuasaan militer, akan tetapi
pada peradapan dan kebudayaan.
Bani Abbasiyah berkuasa kurang lebih selama 5 abad dan telah
memberikan banyak peninggalan sejarah yang bernilai positif dan berperan
penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dengan
demikian, pada masa itu banyak muncul hasil karya yang menjadi pelopor
dalam dunia pengetahuan modern saat ini.
Berikut inilah 7 tokoh ilmuwan muslim yang hidup pada masa
kekhilafahan Bani Abbasiyah :
1. Ibnu Sina (370 - 428 H/980 - 1073 M)
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibnu Abdillah
Ibn Sina. Dalam dunia barat beliau dikenal dengan anam Avvicenna.
Lahir pada Shafar 370 H/Agustus 980 M di Ifsyina (negeri kecil dekat
Charmitan), suatu tempat dekat Bukhara.Ibnu Sina mempelajari ilmu
kedokteran pada Isa bin Yahya, umur 17 tahun ia telah dikenal sebagai
dokter dan atas panggilan istana beliau pernah mengobati pangeran Nuh
Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak saat itu Ibnu
Sina mendapat akses untuk mengunjungi perpustakaan istana yang
terlengkap yaitu Kutub Khana. Ibnu Sina dikenal sebagai Bapak
Kedokteran Dunia, kitabnya yang terkenal adalah Qanun fi Al-Thibb
(Dasar-Dasar Ilmu Kedokteran). Ia juga menulis buku berjudul Asy-
Syifa' dan An-Najat.
Ibnu Sina adalah orang pertama yang menemukan peredaran
manusia, dimana enam tahun ratus kemudian disempurnakan oleh
William Harvey. Ibnu Sina jugalah yang mengatakan bahwa bayi selama
masih dalam kandungan mengambil makannya lewat tali pusarnya. Ibnu
Sina juga yang pertama kali mempraktekkan pembedahan penyakit-
penyakit bengkak yang ganas dan menjahitnya. Dan ia juga terkenal
sebagai dokter ahli jiwa yang kini disebut psikoterapi.

38
2. Al-farabi (870 M - 950 M)
Al-Farabi merupakan julukan bagi Abu Nasr Ibnu Muhammad
ibnu Tarkhan ibnu Auzalagh. Al-Farabi dilahirkan di sebuah desa
bernama Wasij yang merupakan distrik dari kota Farab. Saat ini kota
Farab dikenal dengan nama kota Atrar/Transoxiana tahun 257 H/870 M.
Al-Farabi oleh orang-orang latin abad tengah dijuluki dengan Abu Nashr
(Abunaser), sedangkan julukan Al-Farabi diambil dari nama kota Farab,
tempat ia dilahirkan.
Di usia muda, Al-Farabi hijrah ke Baghdad yang pada waktu itu
merupakan pusat ilmu pengetahuan. Di Baghdad ia belajar kepada Abu
Bakar Al-Saraj untuk mempelajari kaidah bahasa Arab, dan kepada Abu
Bisyr Mattius ibnu Yunus (seorang kristen) untuk belajar logika dan
filsafat. Al-farabi dikenal sebagai Guru Kedua dalam filsafat, Al-Farabi
memasukkan ilmu logika dalam kebudayaan Arab.
3. Ibnu Rusyd (526-595 H/1126-1198 M)
Nama Ibnu Rusyd adalah Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad
bin Muhammad bin Rusyd. Berasal dari keturunan Arab kelahiran
Andalusia. Ibnu Rusyd lahir di kota Cordova tahun 526-595 H atau
1126-1198 M. Ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga ahli fiqh. Ayahnya
seorang hakim. Demikian juga kakeknya sangat terkenal dengan sebagai
ahli fiqh. Sang kakek dengan cucunya mempunyai nama yang sama,
yaitu Abu al-Walid. Maka untuk membedakannya, sang kakek dipanggil
Abul Walid al-Jadd (kakek), sedang sang cucu Abul Walid al-Hafidz.
Semenjak kecil Ibnu Rusyd belajar ilmu fiqh, ilmu pasti dan ilmu
kedokteran di Sevilla kemudian berhenti dan pulang ke Cordova untuk
melakukan studi, penelitian, membaca buku-buku dan menulis. Pada
usia 18 tahun Ibnu Rusyd bepergian ke Maroko, di mana ia belajar
kepada Ibnu Thufail. Dalam bidang ilmu Tauhid (teologi) ia berpegang
pada paham Asy’ariyah dan hal ini tetap memberikan jalan baginya
untuk mempelajari ilmu filsafat. Ringkasnya Ibnu Rusyd adalah seorang
yang ahli dalam bidang filsafat, agama, syari’at, dan kedokteran yang
terkenal pada masa itu.

39
Ibnu Rusyd belajar matematika, astronomi, filsafat, dan
kedokteran kepada Ibnu Basykawal, Ibnu masarroh dan Abu Ja'far
Harun. Beliau dikenal orang barat dengan nama Averroes, lewat
karyanya yaitu Al-Kulliyat yang telah diterjemahkan dalam berbagai
bahasa. Pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd sangat berpengaruh di negara-
negara Eropa, dan banyak dikaji di tingkat universitas. Ia adalah seorang
tokoh muslim yang ahli dalam bidang filsafat dan kedokteran.

4. Al-Khawarizmi (780 M - 850 M)


Al Khawarizmi adalah seorang sarjana besar di antara sarjana
masyhur pada masanya dan mempunyai jasa mengenalkan sistem
penomoran india yang bermanfaat untuk bangsa Arab dan dunia Barat.
Nama sebenarnya al-Khawarizmi ialah Muhammad Ibn Musa al-
khawarizmi. Selain itu beliau dikenali sebagai Abu Abdullah
Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Al-Khawarizmi telah dikanali di
Barat sebagai al-Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-Ahawizmi, al-Karismi,
al-Goritmi, al-Gorismi dan beberapa cara ejaan lagi. Beliaulah yang
menemukan Al Jabru wal Mukobala. (penjabaran dan penyelesaian). Di
nama latinkan menjadi Aljabar.
Al-Khawarizmi dikenal dengan teori Algoritmanya. Selain itu, ia
juga menciptakan teori matematika lain. Misalnya, Aljabar, yang disebut
matematika ilmu Hitung. Pada waktu itu seseorang tidak bisa di sebut
sebagai ahli matematika jika tidak mampu menganalisa karya ilmiah
para ahli matematika dulu. Al-Khawarizmi juga menghasilkan ilmu
dibidang astronomi, ia membuat sebuah tabel khusus yang
mengelompokan ilmu perbintangan. Pada awal Abad XII, sejumlah
karya al-Khawarizmi diterjemahkan dalam bahasa latin aleh Adelard Of
Bal dan Gerard Of Cremona. Beberapa Universitas di Eropa
menggunakan buku karya al-Khawarizmi sebagai bahan acuan dan buku
tugas pelajaran untuk para Mahasiswa hingga memasuki pertengahan
abad ke XVI.
5. Al-Ghazali (1058 M/450 H - 1111 M/ 505 H)

40
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi
asy-Syafi'i (lahir di Thus; 1058 / 450 H – meninggal di Thus; 1111 / 14
Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun) adalah seorang filosof dan
teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad
Pertengahan.
Beliau mulai menuntut ilmu sejak masa kecilnya yaitu Ilmu Fiqih
kepada Al-Imam Ahmad Bin Muhammad Ar-Rodhakoni di kota
Baghdad, lalu Al-ghazali melanjutkan studinya ke negara Jurjan, beliau
belajar kepada Al-Imam Abi Nashr Al-isma'ili, Kemudian Al-Ghazali
melanjutkan studinya ke Kota Naysabur untuk menimba ilmu kepada
Al-Imam Al-Haromain Mufti Kota Mekkah dan Madinah.Beliau mulai
menuntut ilmu sejak masa kecilnya yaitu Ilmu Fiqih kepada Al-Imam
Ahmad Bin Muhammad Ar-Rodhakoni di kota Baghdad, lalu Al-ghazali
melanjutkan studinya ke negara Jurjan, beliau belajar kepada Al-Imam
Abi Nashr Al-isma'ili, Kemudian Al-Ghazali melanjutkan studinya ke
Kota Naysabur untuk menimba ilmu kepada Al-Imam Al-Haromain
Mufti Kota Mekkah dan Madinah.
6. Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Waliyuddin Abdurrahman
bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin
Muhammad bin Muhammad bin Abdurrahman bin Khaldun. Beliau
dikenal dengan nama Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis
keturunan kakeknya yang kesembilan yaitu Khalid bin Usman.
Kakeknya ini merupakan orang pertama yang memasuki negeri
Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab. Sesuai dengan
kebiasaan orang- orang Andalusia dan Maghribi yang terbiasa
menambahkan huruf wow (‫ )و‬dan nun (‫ )ن‬dibelakang nama-nama orang
terkemuka sebagai penghormatan dan takzim, maka nama Khalid pun
berubah kata menjadi Khaldun.
Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia, Afrika Utara, pada 1
Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M, dan wafat di Kairo pada 25
Ramadhan 808 H/19 Maret 1406 M.5 Beliau wafat dalam usianya yang
ke-76 tahun (menurut perhitungan Hijriyah) di Kairo, sebuah desa yang

41
terletak di Sungai Nil, sekitar kota Fusthath, tempat keberadaan
madrasah al-Qamhiah dimana sang filsuf, guru, politisi ini berkhidmat.
[16]
Ibnu Khaldun adalah seorang yang memiliki prestasi yang
gemilang, beliau sangat mahir dalam menyerap segala pelajaran yang
diterimanya. Sejak masa kanak-kanak ia sudah terbiasa dengan filsafat,
ilmu alam, seni dan kesusastraan yang dengan mudahnya ia padukan
dengan bidang kenegaraan, perjalanan, dan pengalamannya. Wawasan
Ibnu Khaldun terhadap beberapa prinsip-prinsip ekonomi sangat dalam
dan jauh kedepan sehingga sejumlah teori yang dikemukakannya hampir
enam abad yang lalu sampai sekarang tidak diragukan merupakan
perintis dari beberapa formula teori modern.
Dunia mendaulatnya sebagai `Bapak Sosiologi Islam’. Sebagai
salah seorang pemikir hebat dan serba bisa sepanjang masa, buah
pikirnya amat berpengaruh. Sederet pemikir Barat terkemuka, seperti
Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Robert Flint, Arnold J Toynbee, Ernest
Gellner, Franz Rosenthal, dan Arthur Laffer mengagumi pemikirannya.
Tak heran, pemikir Arab, NJ Dawood menjulukinya sebagai negarawan,
ahli hukum, sejarawan dan sekaligus sarjana. Dialah Ibnu Khaldun,
penulis buku yang melegenda, Al-Muqaddimah.
7. Al-Kindi
Al-Kindi, alkindus, nama lengkapnya Abu Yusuf Ya`kub ibn
Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail al-Ash`ats ibn Qais al-Kindi,
lahir di Kufah, Iraq sekarang, tahun 801 M, pada masa khalifah Harun
al-Rasyid (786-809 M) dari dinasti Bani Abbas (750-1258 M).
Pendidikan al-Kindi dimulai di Kufah, dengan pelajaran yang umum
saat itu, yaitu al-Qur’an, tata bahasa Arab, kesusasteraan, ilmu hitung,
fiqh dan teologi. Yang perlu dicatat, kota Kufah saat itu merupakan
pusat keilmuan dan kebudayaan Islam, di samping Basrah, dan Kufah
cenderung pada studi keilmuan rasional (aqliyah).[18] Kondisi dan
situasi inilah tampaknya yang kemudian menggiring Al-Kindi untuk
memilih dan mendalami sains dan filsafat pada masa-masa berikutnya.

42
Al-Kindi meninggalkan banyak karya tulis. Setidaknya ada 270
buah karya tulis yang teridentifikasi, yang dapat diklasifikasi dalam 17
kelompok: (1) filsafat, (2) logika, (3) ilmu hitung, (4) globular, (5)
music, (6) astronomi, (7) geometri, (8) sperikal, (9) medis, (10)
astrologi, (11) dialektika, (12) psikologi, (13) politik, (14) meteorology,
(15) besaran, (16) ramalan, (17) logam dan kimia.10 Cakupan karya-
karya tersebut menunjukkan luasnya wawasan dan pengetahuan al-
Kindi. Beberapa karyanya telah diterjemahkan oleh Gerard (1114–1187
M), tokoh dari Cremona, Italia, ke dalam bahasa Latin dan memberi
pengaruh besar pada pemikiran Eropa abad-abad pertengahan. Karena
itu, Gerolamo Cardano (1501-1576 M), seorang tokoh matematika asal
Italia, menilai al-Kindi sebagai salah satu dari 12 pemikir besar dunia
yang dikenal di Eropa saat itu.
D. Zaman Bani Umayyah
Tokoh Ilmuwan Muslim Pada Masa Dinasti Bani Umayyah:
1. Dalam Bidang Ilmu Fiqih
a. Imam Hanafi: Namanya adalah Nu’man bin Tsabit Al-Marzuban
namun beliau dikenal dengan kun-yah (panggilan) Abu Hanifah,
orang pertama yang meletakkan dasar-dasar fikih dan
mengajarkan hikmah-hikmah yang baik. Beliau merupakan
pendiri dari Madzhab Yurisprudensi(Fiqih) Islam Hanafi.
Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali
menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang
berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang
kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin
Anas, Imam Syafi'i, Abu Dawud, Imam Bukhari.
b. Imam Malik : Malik ibn Anas bin Malik bin 'Amr al-Asbahi atau
Malik bin Anas, adalah pakar ilmu fikih dan hadits, termasuk
salah satu Imam Madzhab, yaitu madzhab Maliki dengan kitabnya
yang terkenal Al Muwatha'.
Imam Malik tumbuh ditengah-tengah ilmu pengetahuan, hidup
dilingkungan keluarga yang mencintai ilmu, dikota Darul Hijrah,
sumber mata air As Sunah dan kota rujukan para alim ulama. Di

43
usia yang masih sangat belia, beliau telah menghapal Al Qur`an,
menghapal Sunah Rasulullah, menghadiri majlis para ulama dan
berguru kepada salah seorang ulama besar pada masanya yaitu
Abdurrahman Bin Hurmuz.
Nama aslinya pada masa jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba
matahari) dan ia dipanggil sebagai Abu Hurairah (ayah/pemilik
kucing) karena suka merawat dan memelihara kucing.
Imam Malik telah menguasai banyak disiplin ilmu. Kecintaannya
kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya di salurkan
untuk memperoleh ilmu.
2. Dalam Bidang Tasawuf
a. Hasan al-Basri : Al-Hasan Al-Bashri (bahasa Arab:‫الحس\\ن بن أبي‬
‫ ; الحسن البصري‬Abu Sa'id al-Hasan ibn Abil-Hasan Yasar al-Bashri)
(Madinah, 642 - 10 Oktober 728) adalah ulama dan cendekiawan
muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah.
Hasan al-Basri dilahirkan di Madinah pada tahun 21 Hijrah (642
Masehi). Dia pernah menyusu dengan Ummu Salamah, isteri
Rasulullah S.A.W. Hasan kemudian dikategorikan sebagai
seorang Tabi'in (generasi setelah sahabat). Hasan al-Basri juga
pernah berguru kepada beberapa orang sahabat Rasulullah S.A.W.
sehingga dia muncul sebagai Ulama terkemuka dalam peradaban
Islam.
Dia salah seorang fuqaha yang berani berkata benar dan menyeru
kepada kebenaran di hadapan para pembesar negeri dan seorang
yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah.
b. Rabi’ah al-Adawiyah : Rabiah Al-Adawiyah (Arab: ‫رابعة العدوي\\ة‬
‫ )القيسية‬dikenal juga dengan nama Rabi'ah Basri adalah seorang
sufi wanita yang dikenal karena kesucian dan dan kecintaannya
terhadap Allah. Rabi'ah merupakan klien (bahasa Arab: Mawlat)
dari klan Al-Atik suku Qays bin 'Adi, dimana ia terkenal dengan
sebutan al-Qaysyah Ia dikenal sebagai seorang sufi wanita yang

44
zuhud, yaitu tidak tertarik kepada kehidupan duniawi, sehingga ia
mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah.
Rabiah diperkirakan lahir antara tahun 713 - 717 Masehi, atau 95
- 99 Hijriah, di kota Basrah, Irakdan meninggal sekitar tahun 801
Masehi / 185 Hijriah. Nama lengkapnya adalah Rabi'ah binti
Ismail al-Adawiyah al-Basriyah. Rabiah merupakan sufi wanita
beraliran Sunni pada masa dinasti Umayyah yang menjadi
pemimpin dari murid-murid perempuan dan zahidah, yang
mengabdikan dirinya untuk penelitian hukum kesucian yang
sangat takut dan taat kepada Tuhan. Rabi'ah Al-Adawiyah
dijuluki sebagai "The Mother of the Grand Master" atau Ibu Para
Sufi Besar karena kezuhudannya. Ia juga menjadi panutan para
ahli sufi lain seperti Ibnu al-Faridh dan Dhun Nun al-Misri.
Kezuhudan Rabi'ah juga dikenal hingga ke Eropa. Hal ini
membuat banyak cendikiawan Eropa meneliti pemikiran Rabi'ah
dan menulis riwayat hidupnya, seperti Margareth Smith,
Masignon, dan Nicholoson.
3. Dalam Bidang Ilmu Hadist
Abu Hurairah : Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi (lahir 598 - wafat
678), yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Hurairah (Bapak
kucing), adalah seorang Sahabat Nabi yang merupakan periwayat hadits.
Abu Hurairah biasa berpuasa sunah tiga hari setiap awal bulan Qamariah
(bulan Arab dalam penanggalan Hijri), mengisi malam harinya dengan
membaca Al-Quran dan salat tahajud. Akrab dengan kemiskinan, dia
sering mengikatkan batu ke perutnya, guna menahan lapar. Dalam
sejarah ia dikenal paling banyak meriwayatkan hadis.
Ibnu Hisyam berkata bahwa nama asli Abu Hurairah adalah Abdullah
bin Amin dan ada pula yang mengatakan nama aslinya ialah Abdur
Rahman bin Shakhr.
4. Dalam Bidang Tafsir
a. Abdullah bin Abbas : Abdullah bin Abbas (‫عبد هللا بن عباس‬, kr. 619 -
Thaif, kr. 687 (78 H)) adalah seorang sahabat Nabi Muhammad

45
sekaligus saudara sepupunya. Nama Ibnu Abbas (‫ )ابن عباس‬juga
digunakan untuknya untuk membedakannya dari Abdullah yang
lain.
Ibnu Abbas merupakan salah satu sahabat yang berpengetahuan
luas, dan banyak hadis sahih yang diriwayatkan melalui Ibnu
Abbas, serta dia juga menurunkan seluruh Khalifah dari Bani
Abbasiyah.
b. Abdullah bin Mas’ud : Abdullah bin Mas'ud (bahasa Arab: ‫عبدهللا‬
‫بن مسعود‬, wafat 652) adalah sahabat Nabi Muhammad dan orang
keenam yang masuk Islam setelah Nabi Muhammad mengawali
dakwah di Mekah. Abdullah adalah sahabat Nabi yang
mempunyai ukuran badan paling kecil. Ia juga disebut sebagai
sahabat nabi yang bersahabat dengan sandal Nabi.
Abdullah bin Mas'ud pada awalnya dikenal sebagai pelayan dari
Uqbah bin Abu Mu'aith dan salah satu sahabat Nabi Muhammad
yang terdahulu dalam memeluk agama Islam. Ia memiliki
kepandaian dan pengetahuan yang mendalam tentang Islam. Ia
memperoleh umur yang panjang dan hidup hingga masa Kalifah
Utsman bin Affan dan meninggal yang disebabkan usia yang tua.
Dia dimakamkan di pemakaman Baqi, Madinah.
c. Said bin Jabir: Sa’id bin Jubair adalah seorang tabi’in, ahli fiqih
dan periwayat hadits yang berkedudukan di Kufah. Ia juga
merupakan ahli tafsir dan salah seorang murid dari Ibn Abbas.
Karena ketinggian ilmunya sehingga ia digelari Jahbadz al
‘Ulama (pemuka ulama). Dia adalah seorang Imam, Al-Hafidz
(yang hafal banyak hadits dalam jumlah tertentu dan menghafal
Al-Qur’an), dan salah seorang yang mati syahid.
Sa’id ibn Jubair ibn Hisyam al Asadi, biasa dipanggil Abu
Abdillah merupakan keturunan Habasyah (Ethiopia) dan menjadi
maula Walibah bin Harits dari Bani Asad. Ia tinggal di Kufah dan
menjadi salah seorang tabi’in terkemuka disana.
5. Ilmu Kimia

46
Abbas bin Firnas : Abbas Abu Firnas atau yang memiliki lengkap Abbas
Qasim bin Firnas adalah ilmuwan serba bisa yang menguasai beragam
disiplin ilmu pengetahuan. Selain dikenal sebagai seorang penerbang
perintis yang tangguh, dia juga adalah seorang ahli kimia. Dia dikenal
ahli dalam berbagai disiplin ilmu, selain seorang ahli kimia, ia juga
seorang humanis, penemu, musisi, ahli ilmu alam, penulis puisi, dan
seorang penggiat teknologi. Pria keturunan Maroko ini hidup pada saat
pemerintahan Khalifah Umayyah di Andalusia (Spanyol).
Abbas Ibn Firnas lahir di Izn-Rand Onda, Andalusia pada tahun 810 M
dan menjalani masa kehidupannya di Cordoba. Ilmuwan penemu serba
bisa ini meninggal tahun 887 M/274 H. Kita mengenal tokoh-tokoh
seperti Sir George Cayley, Otto Lilienthal, Santos-Dumont dan Wright
Bersaudara. Merekalah yang dikenal berjasa merintis dunia penerbangan
hingga menjelma menjadi industri modern seperti sekarang ini. Tapi
apakah anda tahu bahwa peletak dasar konsep pesawat terbang pertama
adalah seorang ilmuwan Muslim dari Spanyol, Abbas Ibnu Firnas.
Dialah orang pertama dalam sejarah yang melakukan pendekatan sains
dalam mempelajari proses terbang. Ibnu Firnas pun layak disebut
sebagai manusia pertama yang terbang, ribuan tahun sebelum Wright
Bersaudara berhasil melakukannya.
6. Ilmu Kedokteran
Abu al-Qasim al-Zahrawi : Abu Qasim al-Zahrawi adalah seorang
pioner dalam ilmu bedah modern. Beliau merevolusi ilmu bedah klasik
dan meletakkan kaidah-kaidah bedah yang menjadi pijakan ilmu bedah
modern saat ini.
Al-Zahrawi menemukan  metode dan alat-alat bedah baru yang
memudahkan para pasien. Ia juga memiliki 30 jilid ensiklopedi bedah
yang dijadikan rujukan utama ilmu bedah di Eropa selama beberapa
abad dan menjadi pijakan ilmu kedokteran modern.
Abul Qasim Khalaf bin al-Abbas- al-Zahrawi, orang-orang Barat
mengenalnya dengan Abulcasis. Dilahirkan pada tahun 936 dan wafat
tahun 1013 M di Kota al-Zahra, al-Zahrawi mengabdi pada kekhalifahan
Bani Umayyah II di Cordoba, Andalusia. Awalnya ia dikenal sebagai

47
seorang fisikawan, sampai akhirnya ia memperkenalkan teori-teori dan
alat-alat bedah dalam ilmu kedokteran, barulah orang-orang
mengenalnya sebagai dokter ahli bedah7.
7. Ilmu Sejarah
a. Abu Marwan Abdul Malik bin Habib : Abu Marwan Abd al-
Malik ibn Habib (w. 238/852), seorang penyair yang juga ahli
dalam ilmu Nahwu dan Arudl. Mula-mula ia tinggal di Elvira dan
cordova, kemudian mempelajari Hadits dan Fiqh Maliki di timur.
ia menulis dalam berbagai bidang ilmu, di antaranya sejarah yang
salah satu bukunya berjudul al-Tarikh. Buku ini menyerupai
model Tarikh al-Thabari. Isi buku ini dimulai dengan
pembicaraan mengenai permulaan bumi dan langit diciptakan,
sampai kepada penaklukan Andalusia oleh umat Islam. Tampak
sekali pengaruh Israiliyat terhadap isi ceritera buku tersebut.
b. Abu Bakar Muhammad bin Umar (Ibnu Quthiyah) : Abu Bakar
Muhammad bin Umar bin Abdul Aziz bin Ibrahim bin Isa bin
Muzahim al-Qurthubi atau lebih dikenal dengan Ibnu al-
Quthiyyah (lahir di Cordoba, wafat di Cordoba pada 23 Rabiul
awal 367 H/8 November 977) adalah seorang sejarawan,
sastrawan dan ilmuwan dibidang bahasa Arab dan nahwu). Ia
merupakan keturunan Sarah dari suku Goth yang menikah dengan
kakeknya Isa bin Muzahim, hamba sahaya yang dimerdekakan
oleh Umar bin Abdul-Aziz. Beliau dikenal sebagai orang yang
paling pandai dalam bidang bahasa Arab di Al-Andalus.
8. Ilmu Bahasa dan Sastra
a. Ali al-Qali : Ali al-Qali atau Al-Qali memiliki nama lengkap
Ismail ibn Qasim bin Aidhun Abu Ali, nama lengkap Al-Qali
(901-967) adalah lelaki lelaki kelahiran Manazgrid, Armenia yang
merupakan sosok penting dalam ranah intelektual, terutama kajian
bahasa.

7
al-Hassani, 2005: 167

48
Beliau menguasai hampir seluruh aspek kajian bahasa. Dari
gramatika, sastra, tata bahasa, serta dua ilmu baru, yakni filologi
dan leksikografi atau teknik penyusunan kamus.
Ia pernah merantau ke Baghdad (Iraq) saat usianya menginjak 15
tahun. Lalu merantau ke Kordoba, ibu kota Andalusia. Saat itu,
usianya telah mencapai 40 tahun. Di sinilah, al-Qali dapat
memaksimalkan keahliannya
b. Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih: Ibn ʿAbd
Rabbih atau Ibn ʿAbd Rabbihi ( Ahmad ibn Muhammad ibn `Abd
Rabbih ) (860–940) adalah seorang penulis dan penyair yang
dikenal luas sebagai penulis Al-ʿIqd al-Farīd.
Ia dilahirkan di Cordova (sekarang di Spanyol) keturunan dari
budak Hisham I, emir Umayyah yang kedua. Ia memperkenalkan
banyak puisi, akhbār dan adab dari Islam Timur ke Andalusia.
c. Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid : Abu Amir Abdullah ibn
Syuhaid, lahir di Cordova pada tahun 382 H/992 M dan wafat
pada tahun 1035 M adalah seorang ahli bahasa dan Sastra pada
Masa Umayyah. Karyanya dalam bentuk prosa adalah Risalah al
-awabi’ wa al-Zawabig, Kasyf al-Dakk wa A£ar al-Syakk dan
Hanut ‘Athar.
Sejak muda ia dekat dengan penguasa. Bahkan ketika Cordova
dilanda kemelut politik ia tetap mendekat kepada khalifah yang
sedang berkuasa. Akan tetapi. orang-orang yang tidak suka selalu
berusaha untuk menyingkirkannya dengan menjelek-jelekkan
namanya di depan penguasa. Pada masa kekuasaan Hamudiyah
penyair ini dipenjarakan dan menerima penghinaan serta
penganiayaan yang berat. Ia dibebaskan dalam keadaan lumpuh
sampai wafat pada tahun 427/1035 .
Karya lbn Syuhaid, baik prosa maupun puisi, hanya beberapa
potong saja yang ditemukan. Karyanya dalam bentuk prosa antara
lain Risalah al-Tawabi’ wa al-Zawabigh, Kasyf al-Dakk wa
Atsar al-Syakk dan Hanut ‘Athar. la juga menulis beberapa risalah
untuk para amir, wazir, sastrawan dan penulis di antaranya berupa

49
kritik sosial. Puisi-puisinya yang bisa ditemukan hanya yang
diriwayatkan oleh Ibn Bassam dalam al-Dzahirah, al-Fath ibn
Khaqan dalam Matmah al-Anfus, al-Maqaari dalam Nafh al-
Thay-yib, Al-Tsa’alibi dalam Yatimah al-Dahr dan Ibn Khallikan
dalam Wafayat al-A’yan. Puisi-puisi lbn Syuhaid itu berkisar
sekitar madah, ratsa, ghazal, syakwa, fakh, dan washf.

2.4 Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan Perkembangan Ilmu Pada Zaman Nabi


Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, dan Bani Abassiyah
Kejayaan Islam di abad pertengahan merupakan pencapaian yang luar
biasayang mungkin tidak akan bisa terulang kembali. Kejayaan Islam yang sangat
pesatini terjadi antara kurun waktu abad ketiga sampai dengan abad kelima Hijriah,
yaitu pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah. Dalm kurun waktu tersebut telah
banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual dan cendekiawan muslim yang
berkompeten dalam berbagai bidang keilmuan, baik itu kelimuan Islam
maupunilmu-ilmu umum. Olah karena itu, di periode ini disebut juga dengan
periodekabangkitan pemikiran,budaya, ilmu pengetahuan, dan peradaban.
Masa kejayaan Islam terjadi pada sekitar tahun 650-1250. Periode
inidisebut periode klasik. Pada kurun waktu itu, terdapat dua kerajaan besar,
yaituKerajaan Ummayah atau sering disebut daulah Ummayah dan
KerajaannAbbasiyah yang sering disebut daulah Abbasiyah. Pada masa bani
Ummayah, perkembangan Islam ditandai dengan meluasnya wilayah kekuasaan
Islam dan berdirinya bangunan-bangunan sebagai pusat dakwah Islam. Kemajuan
Islam padamasa ini meliputi bidang politik, keagamaan, ekonomi, ilmu bangunan
(arsitektur),sosial, dan bidang militer.
Ada beberapa faktor internal untuk kemajuan peradaban islam pada masa
Bani Umayyah, diantaranya adalah :
1. Konsistensi dan istiqamah umat Islam kepada ajaran Islam2
2. Ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk maju
3. Islam sebagai rahmat seluruh alam
4. Islam sebagai agama dakwah sekaligus keseimbangan dalam menggapai
kehidupan duniawi dan ukhrawi.

50
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kejayaan Islam
jugaditunjang oleh beberapa faktor eksternal sebagai berikut:
1. Terjadinya Asimilasi antara Bangsa Arab dan Bangsa Lain
Asimilasi dengan bangsa lain membuat perkembangan ilmu
pengetahuancukup terbantu. Salah satunya adalah asimilasi dengan Persia,
yang pengaruhnya sangat kuat di bidang pemerintahan. Selain itu, juga
berjasadalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India
terlihatdalam bidang kedokteran, matematika, dan astronomi, sedangkan
pengaruhYunani masuk melalui terjemahan-terjamahan dalam banyak bidang
ilmu,terutama filsafat.
2. Gencarnya Gerakan Penerjemah
Dalam proses terjemahan ini dilakukan dalam tiga fase, yaitu sebagai berikut:
a. Pada masa Khalifah Al-Mansyur hingga Harun ar-Rasyid. Pada fase
ini penerjemahan didominasi oleh karya-karya di bidang astronomi
danmantik.
b. Pada masa Khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang
banyak diterjemahkan adalah bidang filsafat dan kedokteran.
c. Setelah tahun 300H. Dalam fase ini proses penerjemahan semakin
berkembang, terutama setelah adanya pembuatan kertas.
3. Berkembangnya Kebudayaan Islam secara Mandiri
Hal ini ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga
pendidikanIslam, madrasah-madrasah dan universitas-universitas yang
merupakan pusat-pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Islam. Padamasa ini pendidikan Islam berkembang seiring dengan
perkembangan dan kemajuan-kemajuan budaya Islam sendiri yang
berlangsung sangat cepat.Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap
awalnya memang merupakan perpaduan antara unsur-unsur pembawaan
ajaran Islam sendiri dan unsur-unsur yang berasal dari luar, yaitu dari unsur
budaya Persia, Yunani,Romawi, dan India dan unsur budaya
lainnya.Kemudian, dalam perkembangannya potensi atau pembawaan Islam
tidakmerasa cukup hanya menerima saja unsur budaya dari luar itu, tetapi
jugamengembangkannya lebih jauh sehingga kemudian warna dan unsur-
unsurIslamnya tampak lebih dominan dalam perkembangan Ilmu

51
pengetahuandan kebudayaan. Kemajuan-Kemajuan tidak hanya dalam ilmu
pengetahuankeagamaan saja, tetapi juga dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan padaumumnya.
4. Termotivasi oleh Metode Berpikir Filsuf Yunani
Majunya pola pikir filsuf Yunani memberikan motivasi bagi ilmuan
muslimuntuk lebih banyak berkarya dalam kemajuan pendidikan Islam
sehinggamuncul ilmuan, seperti Jabir bin Hayyan, Al-Kindi, Al-Razi, Al-
Khawarizmi, Al-Farabi, Ibnu Umay Kayyam, dan Ibnu Ruydi.
5. Adanya semangat untuk Mancapai Kamajuan dalam Berbagai
IlmuPengatahuan
Para Ilmuan Islam senantiasa berusaha dengan sungguh-sungguh
untukmencapai kemajuan ilmu dengan cara belajar dan membaca buku-buku
yang bermanfaat.

Dalam pendahuluan buku Teknologi dalam Sejarah Islam, Ahmad Y Al-


Hassan dan Donald R Hill mengutarakan tujuh faktor kemajuan sains dan teknologi
Islam. Ketujuh faktor itu adalah agama Islam, pemerintah yang berpihak pada ilmu
pengetahuan, bahasa Arab, pendidikan, penghormatan kepada ilmuwan, maraknya
penelitian, dan perdagangan internasional.
6. Agama Islam
Menurut Al-Hassan dan Hill, agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW ini memberikan dorongan yang sangat kuat kepada umatnya
untuk melakukan pencapaian-pencapaian di bidang sains dan teknologi.
Alquran memerintahkan umat Islam agar menggunakan akalnya dalam
mengamati hakikat alam semesta. Perintah semacam itu di antaranya
termaktub dalam surah Arrum [30] ayat 22; Albaqarah [2] ayat 164; Ali Imran
[3] ayat 190-191; Yunus [10] ayat 5; dan al-An'am [6] ayat 97. Firman Allah
SWT juga sering disertai pertanyaan afala ta'qilun dan afala tatafakkarun
(tidakkah kamu sekalian berpikir).
Di samping itu, Islam telah menyatukan seluruh umatnya yang
menyebar dari Cina hingga Samudra Atlantik di bawah pengaruh satu bahasa
dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, semua orang bebas mengembara ke

52
berbagai kota pusat ilmu pengetahuan, seperti Baghdad, Kairo, Cordoba, dan
lain-lain, untuk belajar.
7. Pemerintah yang Berpihak pada Ilmu Pengetahuan
Howard R Turner dalam Sains Islam yang Mengagumkan mengatakan
bahwa pencapaian di bidang sains dan teknologi sudah menjadi ciri-ciri umum
semua dinasti Islam, baik itu dinasti kecil maupun besar. Hampir di setiap kota
Islam, ketika itu, terdapat gerakan Arabisasi dan penerjemahan. Di samping
itu, juga didirikan akademi-akademi, observatorium, dan perpustakaan.
8. Bahasa Arab
Sejak awal pemerintahan Dinasti Umayyah, ilmu pengetahuan dari
Yunani dan India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Menurut Al-Hassan
dan Hill, para sultan ketika itu sepenuhnya menyadari bahwa tidak mungkin
ilmu pengetahuan berkembang di dunia Islam jika ilmu-ilmu tersebut tertulis
dalam bahasa non-Arab.
Melalui aktivitas terjemahan itu, ilmu pengetahuan menyebar tidak
hanya di kalangan penguasa dan intelektual, tetapi juga di masyarakat awam.
Melalui penerjemahan itu pula, muncul banyak istilah sains dan teknologi yang
baru dari bahasa Arab. Bahkan, bahasa ini dapat dipakai untuk
mengekspresikan istilah-istilah ilmu pengetahuan yang paling rumit sekalipun.
9. Pendidikan
Untuk memacu laju perkembangan ilmu pengetahuan itu, para khalifah
mendirikan sekolah-sekolah, lembaga pendidikan tinggi, observatorium, dan
perpustakaan. Perpustakaan yang sangat terkenal pada masa Dinasti Abbasiyah
bernama Bayt Al-Hikmah (Rumah Kearifan).
Perpustakaan ini, seperti dicatat banyak sejarawan Islam, memberikan
sumbangan yang penting dalam penerjemahan karya-karya ilmuwan dari
Yunani dan India ke dalam bahasa Arab. Salah seorang penerjemah buku-buku
matematika dari Yunani adalah Tsabit bin Qurrah (836-901).
10. Penghormatan Kepada Ilmuwan
Al-Hassan dan Hill mencatat bahwa para ilmuwan pada era keemasan
Islam mendapatkan perhatian yang besar dari kerajaan. Para ilmuwan masa itu
dipenuhi kebutuhan finansialnya, bahkan diberi uang pensiun. Kebijakan ini

53
diambil supaya mereka bisa mencurahkan waktu sepenuhnya untuk kegiatan
mengajar, membimbing murid, menulis, dan meneliti.
11. Maraknya Penelitian
Kerajaan mendorong para ilmuwan untuk melakukan penelitian di
berbagai bidang. Salah satu contohnya adalah riset ilmu matematika oleh al-
Khawarizmi. Sang ilmuwan telah menghasilkan konsep-konsep matematika
yang begitu populer dan masih tetap digunakan hingga sekarang. Angka nol
yang ada saat ini kita kenal merupakan hasil penemuannya. Angka ini dibawa
ke Eropa oleh Leonardo Fibonanci dalam karyanya Liber Abaci.
12. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional menjadi sarana komunikasi yang efektif
antarperadaban dan mempercepat proses kemajuan teknologi. Misalnya,
karena maraknya kegiatan dagang antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa
lain di dunia, ditemukanlah teknologi navigasi.
Demikian gambaran sekilas perkembangan sains dan teknologi Islam. Al-
Hassan dan Hill menggarisbawahi bahwa kemajuan sains dan teknologi umat Islam
pada masa itu ditentukan oleh stabilitas politik dan ekonomi.
Tak mengherankan bila dengan ketujuh faktor itu, dunia Islam menjadi
magnet bagi Barat untuk menggali berbagai ilmu pengetahuan dalam Islam. Mulai
dari pertanian, perkebunan, kedokteran, perbintangan, kesehatan, kedokteran,
matematika, fisika, dan lain sebagainya.

54
BAB III

3.1 Kesimpulan

Kaum Muslimin terutama generasi awal perkembangan Islam telah


menorehkan tinta mas dalam sejarah dunia dan para ahli Barat telah
mengakui hal itu. Kejayaan masa lalu tidak cukup hanya disebut tetapi harus
pula direbut kembali. Apalagi hal itu sebagai pengejawantahan dari doktrin
Islam seperti banyak telah dikemukakan di atas dan juga sebagai pembuktian
kebenaran ayat al-Qur’an, bahwa umat adalah umat yang terbaik yang
menyeru kepada kebaikan dan menyuruh untuk meninggalkan perbuatan
munkar. Umat terbaik dan berwibawa itu tentu saja harus memiliki
keunggulan sehingga dapat menjadi contoh bagi umat yang lain.

3.2 Saran

Kami sebagai penulis menyadari masih ada kekurangan dari


penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, agar dapat lebih memahami materi
tentang pengalaman umat islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
disarankan untuk melakukan studi lebih lanjut tentang materi tersebut.

55
DAFTAR PUSTAKA

http://hergianiq.blogspot.com/2012/11/perkembangan-ilmu-pengetahuan-pada-masa.html?
m=1

https://brainly.co.id/tugas/18430076

https://ulfarayi.wordpress.com/2013/05/04/perkembangan-ilmu-pengetahuan-pada-masa-
rasulullah/

https://syulhadi.wordpress.com/my-document/islami/akhlak-tasawuf/sejarah-pertumbuhan-
dan-perkembangan-ilmu-akhlak/

http://ilmu-ushuluddin.blogspot.com/2016/12/pengertian-dan-sejarah-ilmu-ushuluddin.html

https://tirto.id/sejarah-perkembangan-ilmu-pengetahuan-islam-masa-dinasti-abbasiyah-gaso

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jurnal-tarbiya/article/download/135/pdf_2

https://lamanqu.id/2018/11/15/filsafat-islam-dalam-sejarah-tak-banyak-orang-tau/

https://kokohnaxnetig.blogspot.com/2015/02/ilmu-pengetahuan-islam-pada-masa.html

http://bioteknologi.umm.ac.id/id/berita-ilmiah/sejarah-pendidikan-islam.html
https://jateng.kemenag.go.id/warta/artikel/detail/sejarah-dan-pola-pendidikan-islam-pada-
masa-khulafaur-rasyidin
http://millamf.blogspot.com/2018/01/pendahuluan-maju-mundurnya-peradaban.html?m=1
https://www.republika.co.id/berita/ok99r1313/7-faktor-pemicu-kemajuan-sains-dan-
teknologi-peradaban-islam
https://tirto.id/sejarah-perkembangan-ilmu-pengetahuan-islam-dinasti-umayyah-gabR

https://abdulghofur91.wordpress.com/2019/10/14/proses-perkembangan-ilmu-pengetahuan-
masa-bani-umayyah-i/#:~:text=Perkembangan%20ilmu%20pengetahuan
%20pada%20masa,juga%20penemuan%2Dpenemuan%20ilmu%20lainnya .

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2018/12/biografi-tokoh-ilmuwan-islam-pada-
masa-bani-umayyah.html

https://www.academia.edu/37928745/FAKTOR_YANG_MENDUKUNG_TERJADINYA_P
ERTUMBUHAN_ILMU_PENGETAHUAN_PADA_MASA_BANI_UMAYY
AH

56
GLOSARIUM

Visioner : Visioner adalah kemampuan untuk melihat ke depan


Humanist : sebuah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan
kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria dalam
segala hal.
Afektif : Makna kata afektif adalah berkenaan dengan perasaan,
mempengaruhi keadaan perasaan dan emosi. Semua hal yang
berkaitan dengan rasa dalam penilaiannya menggunakan ranah
afektif.
Emotional question : kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola,
(eq) serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
Intelektual : istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan
question(iq) sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti
kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah,
berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya
tangkap,dan belajar.

Outcome : level kinerja atau pencapaian yang dicapai karena aktivitas atau
jasa yang dihasilkan.
Partisipatoris : proses sosialisasi yang lebih memfokuskan pada penanaman
kebiasaan ,adat istiadat,nilai, dan norma tanpa melakukan
paksaan dan kekerasan fisik.
Role playing : salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru
pada siswa.
Konsolidasi : penggabungan dua usaha atau lebih, dengan cara mendirikan
usaha baru dan membubarkan usaha lama tanpa melikuidasinya
terlebih dahulu.
Imperium : mengacu pada sekelompok negara dan kelompok etnik yang
menempati wilayah geografis sangat luas, yang dipimpin atau
dikuasai oleh satu kekuatan politik.
Intelektual : Intelektual atau juga bisa kita katakan Cendikiawan merupakan
orang yang memakai kecerdasan untuk belajar, bekerja,
mengagas, membayangkan serta menjawab masalah tentang
berbagai gagasan.
Psikoterapi : suatu interaksi sistematis antara klien dan terapis yang
menggunakan prinsip-psinsip psikologis untuk membantu
menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran dan
perasaan klien supaya membantu klien mengatasi tingkah laku
abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau
berkembang sebagai seorang individu.
Tabi’in : orang Islam awal yang masa hidupnya ketika atau setelah masa
hidup Nabi Muhammad namun tidak mengalami bertemu dengan
Nabi Muhammad. 
Prosa : karya sastra yang berbentuk cerita yang disampaikan
menggunaakan narasi.
Asimilasi : pembauran satu kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri

57
khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru.

58
INDEKS

A
Afektif
Asimilasi, 50
E
Emotional question (eq), 28
H
Humanist, 27
I
Imperium, 32
Intelektual, 24, 36, 48, 49, 52
Intelektual question (iq),
K
Konsolidasi, 29
O
Outcome, 28
P
Partisipatoris, 29
Prosa, 48, 49
Psikoterapi, 38
R
Role playing, 29
T
Tabi’in, 44, 46
V
Visioner, 27

59
SINGKATAN

SAW : Shallallahu 'alaihi wasallam


SWT : subḥānahu wataʿālā
EQ : Emotional Quotients
IQ : Intelligence Quotients

60
TENTANG PENYUSUN

Anindia Tri Cahyani biasa dipanggil Anin atau Nindi, anak


bungsu dari 3 bersaudara yang lahir pada tanggal 30 Maret
2002, bertempat tinggal di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Sekarang sedang menjadi mahasiswa semester 2 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Sains dan Teknologi,
jurusan Teknik Informatika.

Allan Pradipta Andrianto, seorang


mahasiswa Teknik Informatika di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Biasa dipanggil dengan sebutan Allan, lahir pada 28
April 2002 dan berdomisili di Bogor, Jawa Barat.

Alivya Ananda Putri, perempuan asal Jakarta dengan tanggal


lahir 15 Juni 2002 ini kerap disapa sebagai Pia. Saat ini, ia
tinggal di Jakarta Timur bersama keluarganya. Anak pertama
dari 2 bersaudara ini tengah menempuh pendidikan jenjang S1
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Naufal Syafiq Maulizar atau biasa dipanggil Naufal tinggal di


kota Jakarta dan menjadi salah satu mahasiswa di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Teknik
Informatika. Anak pertama dari 3 bersaudara yang lahir di
Jakarta pada tanggal 17 Juni 2001.

61

Anda mungkin juga menyukai