Anda di halaman 1dari 38

Control of communicable

Disease
Pembimbing : dr. Ernawaty Tamba, MKM
Ailen(112019009)
Hansen Wijaya (112019096)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Periode 09 Agustus – 16 Oktober 2021
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 9 AGUSTUS – 16 OKTOBER 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UKRIDA
What are communicable
Disease?
Understanding risk factors
• Overcrowding
• Inadequate shelter
• Insufficient nutrient intake
• Insufficient vaccination coverage
• Poor water, sanitation and hygiene conditions
• High exposure to and/or proliferation of disease vectors
• Lack of and/or delay in treatment
Central America & the Caribbean

This map shows which is the deadliest


infectious disease where you live
South America
Europe
Africa
Middle East & Central Asia
Asia
Data: 2011 (Updated 2013) Source: World Health Organization (WHO). 
Communicable Disease di Indonesia

Laporan Riskesdas Nasional tahun 2018

1. Tb paru
2. Hepatitis
3. ISPA
4. Pneumonia
5. Diare
6. Malaria
7. Filariasis
HIV
Jumlah kumulatif infeksi HIV sampai dengan Maret 2015 dilaporkan sebanyak 167.350 kasus dan jumlah AIDS
yang dilaporkan sebanyak 66.835 orang. Sedangkan jumlah ODHA yang mendapatkan ARV sampai bulan
Maret 2015 sebanyak 53.233 orang.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan ODHA, dengan memberikan pengobatan dan perawatan
ODHA untuk mencegah penularan kepada orang yang belum terinfeksi, mengedukasi masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap HIV AIDS, pemberian Layanan Komprehensif
Berkesinambungan (LKB) di beberapa kabupaten/kota di Indonesia serta penerapan SUFA (Strategic Use of
ARV) dalam upaya pencegahan dan pengobatan untuk mendukung akselerasi upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV AIDS.

Selain upaya tersebut, pelaksanaan tes pada populasi kunci dan upaya lain juga terus dilakukan. Pada tahun
2010 telah dilakukan tes pada 300.577 orang dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 1.264.871 tes. Sampai
Maret 2015 tercatat terdapat 1.377 Layanan Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS), 500 Layanan PDP
(Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) yang aktif melakukan pengobatan ARV yang terdiri dari 352 RS
Rujukan dan 148 Satelit, 91 Layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon), 1.082 Layanan IMS (Infeksi
Menular Seksual), 131 Layanan PPIA (Pencegahan Penularan Ibu ke Anak) dan 223 Layanan yang mampu
melakukan Layanan TB-HIV
•TB (Tuberculosis)

Berdasarkan hasil Survei Prevalensi TB Indonesia tahun 2013-2014, diperkirakan


kasus TB semua bentuk untuk semua umur adalah 660 per 100.000 penduduk
dengan angka absolute diperkirakan 1.600.000 orang dengan TB. Walaupun
prevalensi TB semua kasus dapat diturunkan, tetapi terdapat notifikasi kasus tahun
2015 sebanyak 325.000 kasus, dengan demikian angka case detection TB di Indonesia
hanya sekitar 32% dan masih terdapat 685 .000 kasus yang belum ditemukan.

Untuk mengatasi permasalahan TB, diperlukan kerja sama lintas sektor karena
prevalensi/beban TB disebabkan oleh multisektor seperti kemiskinan, pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dengan disparitas yang terlalu besar, masalah sosial
penganguran dan belum semua masyarakat dapat mengakses layanan TB khususnya
di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
Strategi Nasional Penanggulangan TB

1) Strategi 1. Penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota
untuk mendukung percepatan eliminasi tuberkulosis 2030.
2) Strategi 2. Peningkatan akses layanan tuberkulosis bermutu dan berpihak pada pasien.
3) Strategi 3. Optimalisasi upaya promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan pencegahan tuberkulosis
serta pengendalian infeksi.
4) Strategi 4. Pemanfaatan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis, dan tatalaksana Tuberkulosis.
5) Strategi 5. Peningkatan peran serta komunitas, mitra, dan multisektor lainnya dalam eliminasi
tuberkulosis.
6) Strategi 6. Penguatan manajemen program melalui penguatan sistem kesehatan.
Hepatitis

Dalam hal pengendalian Hepatitis maka strategi utama adalah


melaksanakan upaya peningkatan pengetahuan dan kepedulian,
pencegahan secara komprehensif, pengamatan penyakit dan pengendalian
termasuk tatalaksana dan peningkatan akses layanan.

Perkembangan teknologi dalam tatalaksana hepatitis C di dunia


sangat cepat. Dengan ditemukannya obat baru dalam tatalaksana
hepatitis C ( sobosfovir ) dengan tingkat keberhasilan yang sangat
tinggi, menjadi peluang bagi program pengendalian hepatitis untuk
melaksanakan deteksi dini hepatitis C
Filariasis

Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal Pemberian Obat


Massal Pencegahan (POMP) flariasis dengan DEC dan albendazol setahun sekali
selama 5 tahun di lokasi yang endemis serta perawatan kasus klinis baik yang akut
maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitaannya

Sampai tahun 2012 kabupaten/kota yang melaksanakan POMP filariasis sudah


mencapai 86 kabupaten/kota dari 245 kabupaten/kota yang endemis filariasis
dan bertambah menjadi 92 Kabupaten/Kota pada tahun 2013. Program POPM
Filariasis merupakan tahapan menuju eliminasi sebagaimana telah ditetapkan
dalam sasaran RPJMN 2015-2019 dimana pada akhir tahun 2019 Kabupaten/
Kota yang mencapai eliminasi Filariasis ditargetkan sebanyak 35 Kabupaten/
Kota.
Kesimpulan
Penyakit yang disebabkan oleh agen infeksius ( virus, bakteri, atau parasit), melalui transmisi agen dari
orang yang terinfeksi, hewan atau reservoir lainnya ke penjamu (Host) yang rentan baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui perantara seperti media air, udara, vektor, tanaman, dan sebagainya

Peran global atau organisasi global sangat berpengaruh besar dalam control atau pencegahan penyakit
menular / communicable disease. Dimana organisasi global berfungsi sebagai inisiasi awal pembentukan
pedoman pencegahan suatu penyakit menular

Tindakan cepat dari law maker sangat berperan penting dalam control suatu penyakit menular

Kepatuhan masyrakat / penderita penyakit menular juga sangat berpengaruh dalam terealisasinya
pencegahan suatu penyakit menular

Anda mungkin juga menyukai