Anda di halaman 1dari 32

‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

‫س ْوخ‬ ‫ْ‬ ‫م‬ ‫ْ‬


‫الن ِ َ َ ُ‬
‫ن‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫خ‬ ‫اس‬‫َّ‬
PEMBAHASAN

 PENGERTIAN NASIKH MANSUKH


 KEMUNCULAN DAN PENYEBAB ADANYA
ISTILAH NASIKH MANSUKH
 PRO-KONTRA NASIKH MANSUKH
 SYARAT-SYARAT NASKH
 UNTUK MENGETAHUI NASIKH MANSUKH
 BENTUK DAN JENIS NASIKH DALAM AL-
QUR’AN
 HIKMAH NASIKH MANSUKH
a. PENGERTIAN NASIKH MANSUKH
Secara etimologi menurut ulama ialah :
1. Izalah (menghilangkan)
seperti dalam QS Al-Hajj ayat 52
2. Tabdil (penggantian)
seperti dalam QS An-Nahl ayat 101
3. Tahwil (memalingkan)
seperti tanasukh al-mawarits (memalingkan pusaka dari
seseorang kepada orang lain)
4. Naql (memindahkan)
seperti nasakhtu al-kitaba (memindahkan isi kitab tersebut
berikut lafadz dan tulisannya)
Secara terminologi, menurut ulama mutaqaddimin
(abad 1 – 3 H) :

1. Pembatalan hukum yang ditetapkan terhadap ayat terdahulu oleh hukum yang
ditetapkan kemudian.
2. Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang
datang kemudian.
3. Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar.
4. penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.

Menurut ulama mutakhkhirin :


nasikh sangat terbatas pada ketentuan hukum yang datang kemudian untuk
membatalkan, mencabut, menghapus, atau menyatakan berakhirnya masa berlaku
hukum yang terdahulu, sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah hukum yang
ditetapkan berakhir.

(apa yang cocok untuk satu kaum pada suatu masa mungkin tidak cocok lagi pada
masa yang lain) manna khalil al-qattan, hal 326
b. KEMUNCULAN DAN PENYEBAB
ADANYA ISTILAH NASIKH MANSUKH
 istilah nasikh dan mansukh muncul pada
abad ke tiga H.
 Adapun penyebab munculnya nasikh dan
mansukh dikarenakan adanya perbedaan
pendapat para ulama tentang cara
menghadapi ayat-ayat yg sepintas
kontradiktif.
Pro-kontra Nasikh Mansukh
Kelompok yang menolak
• Diantara ulama yang menolak keras adanya ayat-ayat mansukh dalam al-qur’an ialah Abu
Muslim al-Ashfahany. Pendapat beliau dikuatkan dewasa ini oleh beberapa ahli ilmu yang
terkenal diantaranya, al-ustadz imam asy-syaikh muhammad abduh (1325 H). Murid
besarnya adalah as-Saiyid ridha (1354) Dr. Taufiq Shidiqi dan ustadz kuldlary dan al-
fakhrur razy. Dan diantara arugumentasi-argumentasi mereka adalah:
• Jika dalam al-qur’an ada ayat yang di mansukhkan berarti telah membatalkan sebagian
isinya. Membatalkan itu berarti menetapkan didalam al-Qur’an ada yang bathal (salah)
padahal Allah berfirman menerangkan sifat al-qur’an.
• Dan mengingat bahwa al-qur’an itu syari’at yang diabadikan hingga hari kiamat dan
menjadi hujjah atas manusia sepanjang masa. Tidaklah patut dan tidaklah cocok terdapat
didalam ayat-ayat yang mansukh. As-Sunnah boleh dimansukhkan, karena as-sunnah itu
adalah syariat yang sebagiannya datang untuk ketika itu saja lalu dinasakhkan dengan
sunah yang datang setelahnya. Dan mengingat pula bahwa kandungan al-qur’an bersifat
kulliyah bukan juzy khash.
• Ia adalah Muhammad Bin Bahr. Terkenal dengan nama Abu Muslim Al-As-Fahany,
seorang mu’tazilah yang termasuk tokoh mufassirin. Kitabnya yang terpenting ialah
jami’ut ta’wil, tentang tafsir. Wafat pada 322 H.
• Firman Allah “maa nasakh min ayatain” tiada pasti
menunjukan kepada nasakh ayat al-qur’an. Karena
mungkin juga dimaksudkan dengan perkataan “ayat”
ialah “mukjizat” bukan ayat al-qur’an. Dan boleh juga
dikehendaki dengan ayat, kitab-kitab yang telah
terdahulu yang dinasakhkan oleh syariat muhammad
hukumnya. Juga dimaksud dengan nasakh itu
memindahkan ayat-ayat itu dari lauhul mahfudz kepada
Nabi, kemudian ditulis kedalam mushaf.
• Kalimat nasakh memang berarti “menukilkan” dan juga
seandainya berarti “mengangkatkan hukum” dan
dikehendaki dengan “ayat” ialah “ayat al-qur’an” maka
hal tersebut hanya menyatakan kemungkinan
(kebolehan nasakh, bukan menyatakan telah terjadinya).
• Adanya ayat-ayat yang lahirnya bertentangan tidak pula menunjukan kepada adanya nasakh
yang didakwakan itu. Karena kita dapat mentaufiqan antara ayat-ayat yang didalamnya
mansukh dengan ayat-ayat yang didalamnya nasikh dengan sedikit takwil saja kita dapat
mentaifiqan ayat-ayat tersebut. Dan mengenai ayat
‫مِب‬ ٍ
َ ْ‫َو إِذا بَ َّدلْنا آيَةً َمكا َن آيَة َو اهللُ أ َْعلَ ُم ا يَُنِّزُل قالُوا إِمَّن ا أَن‬
‫ت ُم ْفرَتٍ بَ ْل أَ ْكَثُرُه ْم ال َي ْعلَ ُمو َن‬
• “Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya
Padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya
kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". bahkan kebanyakan mereka tiada
mengetahui.” (QS. An-Nahl [16]: 101)
• Maka dikehendaki dengan ayat disini ialah “mukjizat”. Dan makna inilah sebenarnya sesuai
dengan susunan perkataan kalau diperhatikan ujung ayat, mukjizat, nyatalah bahwa kaum
musyrikin menghendaki dengan ayat, mukjizat yang nyata yakni hissy sebagai mukjizat luth,
ibrahim dan musa. Berkenaan dengan itu mka tuhan berfirman “dan apabila kami gantikan
suatu ayat (mukjizat) ditemapt suatu ayat (mukjizat) yang lain.” Kalau diperhatikan ujung ayat
mukjizat.
• Adanya perselisihan pada jumhur ulama dalam menetapkan ayat-ayat yang didakwa
mansukhah itu, ada diantara mereka (imam syafi’i) menetapkan ayat mansukh itu seratus
ayat, ada yang menetapkan kurang dari itu. As-syuyuthi sebanyak 20 ayat saja. Imam as-
saukany hanya 8 ayat. Oleh karena itu kami dapt mendamaikan ayat-ayat yang bertentangan
dengan cara mentakwil, maka tidak ada nasikh mansukh dalam al-quran.

M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, 1992; Bulan Bintang; Jakarta. Hal. 109-110, 113
Kelompok yang tidak menolak
Yang mendukung adanya nasikh mansukh dalam
al-qur’an itu adalah para sahabat dan tabi’in
maupun tabi’ut tabi’in Seperti Ibnu Abbas,
Mujahid, Ibnu Mas’ud, Abdul ‘Aliyah,
Muhammad Bin Ka’ab, Al-Quradhi, Adh-Dhahak,
Atha, As-Suddi, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, Ibnu
Katsir, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad,
Imam Abu Hanifah, dan ulama-ulama sekarang
yang berpegang pada pemahaman salafus
shaleh.
Perlu diketahui bahwa adanya nasikh dalam syariat atau adanya ayat al-qur’an yang mansukh oleh
ayat lain ditunjukan oleh dalil naql (ayat atau hadits) dalil aqal dan ijma.
• Dalil Naql

‫َن اهللَ َعلَ َى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر‬


َّ ‫ت بِ َخ ْي ٍر ِّم ْن َها أ َْو ِمثْلِ َها أَلَ ْم َت ْعلَ ْم أ‬
ِ ْ‫ما َن ْنس ْخ ِمن آي ٍة أَو ُن ْن ِس َها نَأ‬
ْ َ ْ َ َ
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami“ •
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu
mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?” (QS. Al-Baqarah [2]:
106)
• Makna “ayat” didalam firman Allah ini adalah “ayat al-Qur’an” sebagaimana penafsiran salaful
shalih seperti yang diriwayatkan Ibnu Abbas, Mujahid, Sahabat-Sahabat, Ibnu Mas’ud, Abdul
‘Aliyah, Muhammad Bin Ka’ab, Al-Quradhi, Adh-Dhahak, Atha, As-Suddi, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir.

َ ْ‫َو إِذا بَ َّدلْنا آيَةً َمكا َن آيٍَة َو اهللُ أَ ْعلَ ُم بِما ُيَن ِّز ُل قالُوا إِنَّما أَن‬
‫ت ُم ْفتَ ٍر بَ ْل أَ ْك َث ُرُه ْم ال َي ْعلَ ُمو َن‬
“Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya Padahal
Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah
orang yang mengada-adakan saja". bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.” (QS. An-Nahl
[16]: 101)
Allah ta’ala memberitahukan kelemahan nalar kaum musyrikin dan kurangnya kekokohan dan
keyakinan mereka. Hal itu terbukti saat mereka melihat perubahan hukum yang menghapus dan
dihapus, mereka berkata kepada Rasulullah saw. “sesungguhna kamu adalah orang yang mengada-
ngadakan saja” yakni kamu pendusta. Sesungguhnya perubahan itu dari Rabb yang maha tinggi. Dia
melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya. Hal ini senada
dengan ayat “apa saja ayat yang kami nasakhkan atau kami jadikan manusia lupa kepadanya” (QS.
Al-Baqarah: 106)
ِ ‫ت و ِعْن َده أ ُُّم الْ ِك‬
‫تاب‬ ِ
ُ َ ُ ‫مَيْ ُحوا اهللُ ما يَشاءُ َو يُثْب‬
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia “ •
kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar-Ra’d
[13]: 39)
‘Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas : “kitab itu ada dua, ada kitab yang dihapus oleh
Allah bagian yang dikehendaki dan Dia menetapkan. Dan ada pula ummul kitab. Dan
diriwayatkan dari Ibnu Abbas pula “Allah menghendaki apa yang dikehendaki, kemudian
menghapusnya. Dia menggantinya “pada sisi-Nya umul kitab” semua itu berada disisi-
Nya, didalam umul kitab yang menasakh. Segala apa yang diganti dan apa yang
ditetapkan berada dalam kitab. Sehubungan dengan penggalan ini, Qatadah
menyebutkan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 106.
Sehubungan dengan ayat ini ibnu abbas meriwayatkan “menceritakan kepada kami Yakub
bin Sufyan berkata : ‘menceritakan kepada ku Mu’awanah bin shalih dai ali bin abi
thalhah dari ibnu abbas semoga Allah meridhai keduanya “Allah menghapuskan apa yang
Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan berkata : “Allah mengganti
apa-apa yang Dia kehendaki dalam Al-qur’an”
Adapun penafsiran kata “ayat” pada firman Allah diatas dengan “mukjizat” maka hal itu
dikhawatirkan jika penafsiran itu merupakan bid’ah. Walaupun dari segi bahasa
dibenarkan, namun bertentangan dengan ijma, ahli tafsir yaitu para sahabat yang
merupakan suatu generasi yang paling baik dan banyak dipujilah oleh Allah dan
Rasulullah.
• Dalil Aql
Syaikh muhammad bin shalih al-utsamin berkata: “nasakh
boleh terjadi menurut akal dan nyata terjadi menurut
syariat. Adapun bolehnya menurut akal, karena segala
ditangan Allah, segala hukum (keputusan) milik-Nya, karena
Dia adalah Ar-rabb (sang penguasa), Al-malik (sang pemilik)
maka dia berhak mensyariatkan bagi hamba-hambanya apa
yang dituntut oleh hikmah dan rahmat-Nya. Apakah akal
menolak sang pemilik memerintahkan kepada apa yang dia
kehendaki? Kandungan hikmah Allah dan Rahmat-Nya
terhadap hamba-hamba-Nya, yaitu Dia mensyariatkan untuk
hamba-Nya apa-apa yang Allah tahu ada maslahat bagi para
hamba pada suatu waktu atau keadaan lainlebih maslahat,
Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.
• Dalil Ijma
Banyak ulama telah menyaktakan adanya ijma berkenaan dengan nasakh dalam al-qur;an dan
as-sunah.
• Al-Baji berkata “seluruh umat islam berpendapat bahwa nasakh syariat menurut akan dan
syara.”
Al-Kamal Ibnu al-Humam berkata “pengikut syariat telah sepakat atas bolehnya (nasakh secara
akal) dan terjadinya (secara syariat).
• Syaikh muhammad al-amin asy-syinqithi berkata “ketahuilah bahwa ada tiga bentuk ini
(nasakh al-qur’an dengan al-qur’an, nasakh sunah ahad dengan ahad, nasakh sunah
mutawatir dengan mutawatir), dikalangan ulama yang terpercaya tidak ada perselisihan
pada nya, sebagaimana banyak para ulama telah menukilkan adanya ijma padanya. Maka
dalam hal ini, penyelisihan tidak dianggap dan tidak ada dalil untuknya.”
• Dr. Ali berkata “para ulama mengatakan: sesungguhnya para sahabat dan ulama salaf telah
ijma, bahwa syariat Nabi Muhammad saw. menghapus seluruh syariat yang telah lalu.
Sebagaimana merekapun telah ijma, bahwa nasakh telah terjadi pada hukum-hukum syariat
islam. Dan terjadinya hal itu, cukup sebagai dalil untuk menetapkan adanya nasakh.
• Syaikh Tsanullah Az-Zahidi berkata “ahli fiqih dan ushul telah sepakat atas boleh adanya
nasakh menurut akal, dan atas terjadinya menurut syara, kecuali apa yang dinukilkan abu
muslim bin barr al-syafahany yaitu seorang mu’tazilah yang meninggal tahun 332 H.
• Muslim Al-Atsari, As-Sunah, Nasikh Dan Mansukh, 2004. Yayasan Lajnah Istiqamah:
Surakarta, Jawa Tengah. Hal. 44-45
c. PRO-KONTRA NASIKH
MANSUKH
1. Golongan yang membenarkan adanya nasikh wa
al-mansukh dalam al-qur’an.
 Asy-Syafi’i
 An-Nahhas
 As-Suyuthi
 As-Syaukani
 Ibnu Katsir
 Al-Maraghi
Mereka bersandar pada firman Allah SWT :
QS Al-Baqarah ayat 106
QS Ar-Ra’du ayat 39
QS An-Nahl ayat 101
2. Golongan yang menolak adanya nasikh
wa al-mansukh dalam al-qur’an.

 Abu Muslim al-Ishfahani


=> Tak seorang pun dapat mengubah firman Allah. Al-qur’an tidak ada
pembatalan (nasikh) karena semua ayat muhkam dan wajib
diamalkan.
 Syeikh Muhammad Abduh
=> Menolak nasikh dalam arti pembatalan. Tetapi ia menyetujui
adanya tabdil (penggantian).
d. SYARAT-SYARAT NASKH

1) Yang dibatalkan adalah hukum syara’.


2) Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’.
3) Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh
berakhirnya waktu pemberlakuan hukum.
4) Tuntutan yang mengandung naskh harus
datang kemudian.
e. UNTUK MENGETAHUI NASIKH
MANSUKH

Menurut Manna Khalil al-Qattan :


 Keterangan tegas dari Nabi atau sahabat.
 Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh (yang
menghapus) dan ayat itu mansukh (yang
dihapus).
 Mengetahui mana yang terlebih dahulu turun
(mansukh) dan mana yang kemudian turun
(nasikh) dalam perspektif sejarah.
f. BENTUK DAN JENIS NASIKH DALAM
AL-QUR’AN
 Naskh Sharih
 Naskh Dhimmi
cakupan  Naskh Kulli
 Naskh Juz’i

 Naskh terhadap hukum dan bacaan ayat


hukum bacaan  Naskh terhadap hukumnya saja
 Naskh terhadap bacaannya saja

 Naskh al-qur’an dengan al-qur’an


otoritas  Naskh al-qur’an dengan as-sunnah
 Naskh as-sunnah dengan al-qur’an
 Naskh as-sunnah dengan as-sunnah
Bentuk dan Jenis Nasikh dalam Al-Qur’an
• Berdasarkan kejelasan dan cakupanya, naskh dalam Al-Qur’an dibai
menjadi empat macam yaitu:
• Naskh Sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang
terdapat pada ayat yang terdahulu. Misal ayat tentang perang (qital)
pada ayat 65 surat Al-Anfal yang mengharuskan satu orang muslim
melawan sepuluh orang kafir :
‫تال إِ ْن يَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم ِع ْش ُرو َن صابِ ُرو َن َيغْلِبُوا ِماَئَت ْي ِن َو‬ ِ ‫ض الْم ْؤِمنين َعلَى ال ِْق‬ ِ
َ ُ ِ ‫يا أ َُّي َها النَّب ُّي َح ِّر‬
‫ذين َك َف ُروا بِأ ََّن ُه ْم َق ْوٌم ال َي ْف َق ُهو َن‬ َّ‫إِ ْن يَ ُك ْن ِم ْن ُكم ِمائَةٌ َيغْلِبُوا أَلْفاً ِمن ال‬
َ َ ْ
Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika“ •
ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus
orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang
kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (QS.Al-Anfal [8]: 65)
• Dan menurut jumhur ulama’ ayat ini di-naskh oleh
ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan
dua orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama :
‫ض ْعفاً فَِإ ْن يَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم ِمائَةٌ صابَِرةٌ َيغْلِبُوا‬
َ ْ ‫م‬ ‫ك‬ُ ‫في‬ َّ
‫َن‬ ‫أ‬ ‫م‬ ِ
‫ل‬
َ َْ‫ع‬
َ ‫و‬ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ‫ن‬
ْ ‫ع‬
َ ‫اهلل‬
ُ ‫ف‬
َ َّ
‫ف‬ ‫اآْل َن َخ‬
‫رين‬ ِ‫الصاب‬
َّ ‫ع‬ ‫م‬ ‫اهلل‬ ‫و‬ ِ ‫ْف يغْلِبوا أَلْ َف ْي ِن بِِإ ْذ ِن‬
‫اهلل‬ ٌ ‫ل‬ َ
‫أ‬ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ِْ ‫ِماَئتي ِن و إِ ْن ي ُكن‬
‫ن‬ ‫م‬
َ ََُ َ ُ َ ْ ْ َ َ َْ
‘Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah
mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada
diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu
ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.” ( QS.Al-Anfal [8]: 66 ).
• Naskh dhimmy, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling
bertentangan dan tidak dikompromikan, dan keduanya
turun untuk sebuah masalah yang sama, serta keduanya
diketahui waktu turunya, ayat yang datang kemudian
menghapus ayat yang terdahulu. Misalnya, ketetapan
Allah yang mewajibkan berwasiat bagi orang-orang yang
akan mati yang terdapat dalam surat Al-Baqarah:
‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َديْ ِن َو‬
ِ ‫ت إِ ْن َتر َك َخ ْيرا الْو‬
َ ً َ ُ ْ َ ُ َ َ َ َ ْ ْ َ َ ‫ُكت‬
‫و‬ ‫ْم‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ‫د‬
َ ‫َح‬
‫أ‬ ‫ر‬ ‫ض‬ ‫ح‬ ‫ا‬‫ذ‬
َ ِ
‫إ‬ ‫م‬‫ك‬ُ ‫ي‬َ‫ل‬‫ع‬ ‫ب‬ِ
ِ ‫اأْل ْقربِين بِالْمعر‬
‫وف َح ًّقا َعلَى ال ُْمت َِّق ْي َن‬ ُْ َ َ ْ َ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan
harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa. ( QS.Al-Baqarah [2]: 180 ).
• Ayat ini di-nasakh oleh suatu hadist yang
mempunyai arti tidak ada wasiat bagi ahli
waris.
• Naskh kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya
secara keseluruhan. Contohnya, ‘iddah empat bulan sepuluh
hari pada surat Al-Baqarah ayat 234 di-nasakh oleh
ketentuan ‘iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang
sama.
ِ ِ ِ
َ ‫ص َن بِأَن ُفس ِه َّن أ َْرَب َعةَ أَ ْش ُه ٍر َو َع ْش ًرا فَِإذَا َبلَغْ َن أ‬
‫َجلَ ُه َّن‬ ً ‫َوالَّذيْ َن ُيَت َو َّف ْو َن م ْن ُك ْم َو يَ َذ ُرْو َن أَ ْزَو‬
ْ َّ‫اجا َيَت َرب‬
ِ ‫فَالَ جنَاح َعلَي ُكم فِيما َفعلْن فِي أَْن ُف ِس ِه َّن بِالْمعرو‬
‫ف َو اهللُ بِ َما َت ْع َملُ ْو َن َخبِْي ٌر‬ ُْْ َ ْ َ َ َْ ْ ْ َ ُ
• “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu)
menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh
hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada
dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat
terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui
apa yang kamu perbuat.” ( QS.Al-Baqarah [2]: 234 ).
• ayat ini dihapus oleh ketentuan iddah satu tahun
ٍ ‫ْح ْوِل غَْي َر إِ ْخ َر‬
‫اج فَِإ ْن‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫ل‬
َ ِ
‫إ‬ ‫ا‬ ‫اع‬ ‫ت‬ ‫م‬
َّ ‫م‬‫ه‬ِ ِ
‫اج‬‫و‬‫ز‬ْ َ ‫أِّل‬ ‫ة‬
ً ‫ي‬
َّ ِ
‫ص‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫اج‬‫و‬‫ز‬
ْ َ
‫أ‬ ‫ن‬
َ ‫و‬‫ر‬ ‫ذ‬
َ ‫ي‬ ‫و‬ ‫م‬‫ك‬ُ ‫ن‬
ْ ِ ‫والَّ ِذين يتو َّفو َن‬
‫م‬
َ ًَ ْ َ َ ً َ ُْ َ َ ْ ْ َ َُ َ ْ َ
‫ف َو اهللُ َع ِزْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬ ٍ ‫َخرجن فَالَ جناح َعلَي ُكم فِي ما َفعلْن فِي أَ ْن ُف ِس ِه َّن ِمن َّمعرو‬
ُْْ ْ ْ َ َ َ ْ ْ ْ َ َُ َ َْ
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan
meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya,
(yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh
pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri),
Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang
meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap
diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
( QS.Al-Baqarah [2]: 240 ).
• Ada yang mengatakan bahwa ayat yang kedua itu adalah
muhkam karena wasiat kepada istri. Jadi perempuan itu tidak
boleh dikeluarkan dari rumah suaminya itu dan tidak pula
bersuami dengan orang lain. Adapun ayat yang pertama untuk
menerangkan masa iddah, kedua ayat ini tidak saling
bertentangan
• Naskh juz’i, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku pada
semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi
sebagian individu,atau menghapus hukum yang bersifat
muthlaq dengan ukum yang muqayyad. Contohnya, hukum
dera 80 kali bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa
adanya saksi pada surat An-Nur ayat 4,
‫وه ْم‬ ‫د‬ ِ
‫ل‬ ‫اج‬ ‫ف‬ ‫داء‬ ‫ه‬‫ش‬ ِ
‫ة‬ ‫ع‬‫ب‬‫َر‬
‫أ‬ ِ
‫ب‬ ‫وا‬ ‫ت‬ْ
‫أ‬ ‫ي‬ ‫م‬‫ل‬ ‫م‬ ‫ث‬ ِ
‫نات‬ ‫ص‬ ‫ح‬ ‫ْم‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫و‬ ‫م‬ َّ
ُ َ
ُ ْ َ َ َ َْ ُ ُ َْ َ َّ ُ َ ُْ َ ُ ْ َ َ ‫َو ال‬
‫ر‬ ‫ي‬ ‫ذين‬
ِ ‫ك هم ال‬
‫ْفاس ُقو َن‬ ِ ٰ
ُ ُ َ ‫هادةً أَبَداً َو أُو‬
‫ئ‬ ‫ل‬ َ ‫مانين َج ْل َد ًة َو ال َت ْقَبلُوا لَ ُه ْم َش‬
َ َ‫ث‬
• “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-
baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang
yang fasik.” (QS.An-Nur [24]: 4).
• Ayat ini dihapus oleh ketentuan li’an, bersumpah
empat kali dengan nama Allah, jika sipenuduh suami
yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat yang sama.
ُ‫هادة‬
َ ‫ش‬ َ َ‫س ُه ْم ف‬ ‫ف‬
ُ ‫ن‬
ْ َ
‫أ‬ َّ
‫ال‬ِ‫واج ُه ْم َولَ ْم يَ ُك ْن لَ ُه ْم ُش َهداءُ إ‬
َ ‫ز‬
ْ َ
‫أ‬ ‫ن‬
َ ‫و‬‫م‬ َّ
ُ ْ َ َ ‫َو ال‬
‫ر‬ ‫ي‬ ‫ذين‬
ُ
‫قين‬ ِ ‫الص‬
‫اد‬ َّ ‫ن‬ ‫م‬ ٍ ‫أَح ِد ِهم أَربع َش‬
ِ ِ‫هادات ب‬
ِ َ‫اهلل إِنَّهُ ل‬
َ َ ُ َْ ْ َ
• “Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina),
Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi
selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu
ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,
Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang
yang benar.” (QS.An-Nur [24]: 6).
Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas
ulama membagi naskh menjadi tiga macam yaitu:

• Penghapusan terhadap hukum (hukm) dan bacaan


(tilawah) secara bersamaan. Ayat-ayat yang terbilang
kategori ini tidak dibenarkan dibaca dan diamalkan. Misal
sebuah riwayat Al Bukhori Muslim yaitu hadis Aisyah r.a.
‫كان فيما أنزل من القران عشر رضعات معلومات فتو فيرسول اهلل صلى اهلل‬
‫عليه وسلم وهن فيما يقرأ من القران‬
“Dahulu termasuk yang diturunkan (ayat Al-qur’an)
adalah sepuluh radaha’at (isapan menyusu) yang
diketahui, kemudian di naskh oleh lima (isapan menyusu)
yang diketahui. Setelah rasulullah wafat, hukum yang
terakhir tetap dibaca sebagai bagian Al-qur’an.”
• Maksudnya, mula-mula ditetapkan dua orang
yang berlainan ibu sudah sepuluh radha’ah
(penyusuan) yang diketahui, kemudian di
nasakh dengan dianggap bersaudara apabila
salah seorang diantara keduanya menyusu
kepada salah seorang diantara mereka sebanyak
sepuluh kali susuan. Ayat tentang sepuluh kali
penyusuan itu tidak di cantumkan dalam al-
qur’an dan hilang hukumnya.
h. HIKMAH NASIKH MANSUKH
Menurut Manna Khalil al-Qattan :
 Memelihara kepentingan hamba.
 Perkembangan tasyri’ menuju tingkat kesempurnaan sesuai
dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi
manusia itu sendiri.
 Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya
atau tidak.
 Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika
nasikh lebih berat daripada ketentuan mansukh, maka
mengandung penambahan pahala. Jika nasikh lebih ringan
daripada ketentuan mansukh, maka mengandung
kemudahan (keringanan) bagi umat.
‫ب‬
‫صوا ِ‬
‫وهللاُ أعل ُم بال ّ‬
Semoga ilmu ini bermanfaat bagi kita
semua

\‫وبركاته‬
\\‫سالم\ عليكم\ ورحمة ِهللا‬
ّ \\‫وا‬
‫ل‬

Anda mungkin juga menyukai