1. Pembatalan hukum yang ditetapkan terhadap ayat terdahulu oleh hukum yang
ditetapkan kemudian.
2. Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang
datang kemudian.
3. Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar.
4. penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.
(apa yang cocok untuk satu kaum pada suatu masa mungkin tidak cocok lagi pada
masa yang lain) manna khalil al-qattan, hal 326
b. KEMUNCULAN DAN PENYEBAB
ADANYA ISTILAH NASIKH MANSUKH
istilah nasikh dan mansukh muncul pada
abad ke tiga H.
Adapun penyebab munculnya nasikh dan
mansukh dikarenakan adanya perbedaan
pendapat para ulama tentang cara
menghadapi ayat-ayat yg sepintas
kontradiktif.
Pro-kontra Nasikh Mansukh
Kelompok yang menolak
• Diantara ulama yang menolak keras adanya ayat-ayat mansukh dalam al-qur’an ialah Abu
Muslim al-Ashfahany. Pendapat beliau dikuatkan dewasa ini oleh beberapa ahli ilmu yang
terkenal diantaranya, al-ustadz imam asy-syaikh muhammad abduh (1325 H). Murid
besarnya adalah as-Saiyid ridha (1354) Dr. Taufiq Shidiqi dan ustadz kuldlary dan al-
fakhrur razy. Dan diantara arugumentasi-argumentasi mereka adalah:
• Jika dalam al-qur’an ada ayat yang di mansukhkan berarti telah membatalkan sebagian
isinya. Membatalkan itu berarti menetapkan didalam al-Qur’an ada yang bathal (salah)
padahal Allah berfirman menerangkan sifat al-qur’an.
• Dan mengingat bahwa al-qur’an itu syari’at yang diabadikan hingga hari kiamat dan
menjadi hujjah atas manusia sepanjang masa. Tidaklah patut dan tidaklah cocok terdapat
didalam ayat-ayat yang mansukh. As-Sunnah boleh dimansukhkan, karena as-sunnah itu
adalah syariat yang sebagiannya datang untuk ketika itu saja lalu dinasakhkan dengan
sunah yang datang setelahnya. Dan mengingat pula bahwa kandungan al-qur’an bersifat
kulliyah bukan juzy khash.
• Ia adalah Muhammad Bin Bahr. Terkenal dengan nama Abu Muslim Al-As-Fahany,
seorang mu’tazilah yang termasuk tokoh mufassirin. Kitabnya yang terpenting ialah
jami’ut ta’wil, tentang tafsir. Wafat pada 322 H.
• Firman Allah “maa nasakh min ayatain” tiada pasti
menunjukan kepada nasakh ayat al-qur’an. Karena
mungkin juga dimaksudkan dengan perkataan “ayat”
ialah “mukjizat” bukan ayat al-qur’an. Dan boleh juga
dikehendaki dengan ayat, kitab-kitab yang telah
terdahulu yang dinasakhkan oleh syariat muhammad
hukumnya. Juga dimaksud dengan nasakh itu
memindahkan ayat-ayat itu dari lauhul mahfudz kepada
Nabi, kemudian ditulis kedalam mushaf.
• Kalimat nasakh memang berarti “menukilkan” dan juga
seandainya berarti “mengangkatkan hukum” dan
dikehendaki dengan “ayat” ialah “ayat al-qur’an” maka
hal tersebut hanya menyatakan kemungkinan
(kebolehan nasakh, bukan menyatakan telah terjadinya).
• Adanya ayat-ayat yang lahirnya bertentangan tidak pula menunjukan kepada adanya nasakh
yang didakwakan itu. Karena kita dapat mentaufiqan antara ayat-ayat yang didalamnya
mansukh dengan ayat-ayat yang didalamnya nasikh dengan sedikit takwil saja kita dapat
mentaifiqan ayat-ayat tersebut. Dan mengenai ayat
مِب ٍ
َ َْو إِذا بَ َّدلْنا آيَةً َمكا َن آيَة َو اهللُ أ َْعلَ ُم ا يَُنِّزُل قالُوا إِمَّن ا أَن
ت ُم ْفرَتٍ بَ ْل أَ ْكَثُرُه ْم ال َي ْعلَ ُمو َن
• “Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya
Padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya
kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". bahkan kebanyakan mereka tiada
mengetahui.” (QS. An-Nahl [16]: 101)
• Maka dikehendaki dengan ayat disini ialah “mukjizat”. Dan makna inilah sebenarnya sesuai
dengan susunan perkataan kalau diperhatikan ujung ayat, mukjizat, nyatalah bahwa kaum
musyrikin menghendaki dengan ayat, mukjizat yang nyata yakni hissy sebagai mukjizat luth,
ibrahim dan musa. Berkenaan dengan itu mka tuhan berfirman “dan apabila kami gantikan
suatu ayat (mukjizat) ditemapt suatu ayat (mukjizat) yang lain.” Kalau diperhatikan ujung ayat
mukjizat.
• Adanya perselisihan pada jumhur ulama dalam menetapkan ayat-ayat yang didakwa
mansukhah itu, ada diantara mereka (imam syafi’i) menetapkan ayat mansukh itu seratus
ayat, ada yang menetapkan kurang dari itu. As-syuyuthi sebanyak 20 ayat saja. Imam as-
saukany hanya 8 ayat. Oleh karena itu kami dapt mendamaikan ayat-ayat yang bertentangan
dengan cara mentakwil, maka tidak ada nasikh mansukh dalam al-quran.
M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, 1992; Bulan Bintang; Jakarta. Hal. 109-110, 113
Kelompok yang tidak menolak
Yang mendukung adanya nasikh mansukh dalam
al-qur’an itu adalah para sahabat dan tabi’in
maupun tabi’ut tabi’in Seperti Ibnu Abbas,
Mujahid, Ibnu Mas’ud, Abdul ‘Aliyah,
Muhammad Bin Ka’ab, Al-Quradhi, Adh-Dhahak,
Atha, As-Suddi, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, Ibnu
Katsir, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad,
Imam Abu Hanifah, dan ulama-ulama sekarang
yang berpegang pada pemahaman salafus
shaleh.
Perlu diketahui bahwa adanya nasikh dalam syariat atau adanya ayat al-qur’an yang mansukh oleh
ayat lain ditunjukan oleh dalil naql (ayat atau hadits) dalil aqal dan ijma.
• Dalil Naql
َ َْو إِذا بَ َّدلْنا آيَةً َمكا َن آيٍَة َو اهللُ أَ ْعلَ ُم بِما ُيَن ِّز ُل قالُوا إِنَّما أَن
ت ُم ْفتَ ٍر بَ ْل أَ ْك َث ُرُه ْم ال َي ْعلَ ُمو َن
“Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya Padahal
Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah
orang yang mengada-adakan saja". bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.” (QS. An-Nahl
[16]: 101)
Allah ta’ala memberitahukan kelemahan nalar kaum musyrikin dan kurangnya kekokohan dan
keyakinan mereka. Hal itu terbukti saat mereka melihat perubahan hukum yang menghapus dan
dihapus, mereka berkata kepada Rasulullah saw. “sesungguhna kamu adalah orang yang mengada-
ngadakan saja” yakni kamu pendusta. Sesungguhnya perubahan itu dari Rabb yang maha tinggi. Dia
melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya. Hal ini senada
dengan ayat “apa saja ayat yang kami nasakhkan atau kami jadikan manusia lupa kepadanya” (QS.
Al-Baqarah: 106)
ِ ت و ِعْن َده أ ُُّم الْ ِك
تاب ِ
ُ َ ُ مَيْ ُحوا اهللُ ما يَشاءُ َو يُثْب
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia “ •
kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar-Ra’d
[13]: 39)
‘Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas : “kitab itu ada dua, ada kitab yang dihapus oleh
Allah bagian yang dikehendaki dan Dia menetapkan. Dan ada pula ummul kitab. Dan
diriwayatkan dari Ibnu Abbas pula “Allah menghendaki apa yang dikehendaki, kemudian
menghapusnya. Dia menggantinya “pada sisi-Nya umul kitab” semua itu berada disisi-
Nya, didalam umul kitab yang menasakh. Segala apa yang diganti dan apa yang
ditetapkan berada dalam kitab. Sehubungan dengan penggalan ini, Qatadah
menyebutkan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 106.
Sehubungan dengan ayat ini ibnu abbas meriwayatkan “menceritakan kepada kami Yakub
bin Sufyan berkata : ‘menceritakan kepada ku Mu’awanah bin shalih dai ali bin abi
thalhah dari ibnu abbas semoga Allah meridhai keduanya “Allah menghapuskan apa yang
Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan berkata : “Allah mengganti
apa-apa yang Dia kehendaki dalam Al-qur’an”
Adapun penafsiran kata “ayat” pada firman Allah diatas dengan “mukjizat” maka hal itu
dikhawatirkan jika penafsiran itu merupakan bid’ah. Walaupun dari segi bahasa
dibenarkan, namun bertentangan dengan ijma, ahli tafsir yaitu para sahabat yang
merupakan suatu generasi yang paling baik dan banyak dipujilah oleh Allah dan
Rasulullah.
• Dalil Aql
Syaikh muhammad bin shalih al-utsamin berkata: “nasakh
boleh terjadi menurut akal dan nyata terjadi menurut
syariat. Adapun bolehnya menurut akal, karena segala
ditangan Allah, segala hukum (keputusan) milik-Nya, karena
Dia adalah Ar-rabb (sang penguasa), Al-malik (sang pemilik)
maka dia berhak mensyariatkan bagi hamba-hambanya apa
yang dituntut oleh hikmah dan rahmat-Nya. Apakah akal
menolak sang pemilik memerintahkan kepada apa yang dia
kehendaki? Kandungan hikmah Allah dan Rahmat-Nya
terhadap hamba-hamba-Nya, yaitu Dia mensyariatkan untuk
hamba-Nya apa-apa yang Allah tahu ada maslahat bagi para
hamba pada suatu waktu atau keadaan lainlebih maslahat,
Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.
• Dalil Ijma
Banyak ulama telah menyaktakan adanya ijma berkenaan dengan nasakh dalam al-qur;an dan
as-sunah.
• Al-Baji berkata “seluruh umat islam berpendapat bahwa nasakh syariat menurut akan dan
syara.”
Al-Kamal Ibnu al-Humam berkata “pengikut syariat telah sepakat atas bolehnya (nasakh secara
akal) dan terjadinya (secara syariat).
• Syaikh muhammad al-amin asy-syinqithi berkata “ketahuilah bahwa ada tiga bentuk ini
(nasakh al-qur’an dengan al-qur’an, nasakh sunah ahad dengan ahad, nasakh sunah
mutawatir dengan mutawatir), dikalangan ulama yang terpercaya tidak ada perselisihan
pada nya, sebagaimana banyak para ulama telah menukilkan adanya ijma padanya. Maka
dalam hal ini, penyelisihan tidak dianggap dan tidak ada dalil untuknya.”
• Dr. Ali berkata “para ulama mengatakan: sesungguhnya para sahabat dan ulama salaf telah
ijma, bahwa syariat Nabi Muhammad saw. menghapus seluruh syariat yang telah lalu.
Sebagaimana merekapun telah ijma, bahwa nasakh telah terjadi pada hukum-hukum syariat
islam. Dan terjadinya hal itu, cukup sebagai dalil untuk menetapkan adanya nasakh.
• Syaikh Tsanullah Az-Zahidi berkata “ahli fiqih dan ushul telah sepakat atas boleh adanya
nasakh menurut akal, dan atas terjadinya menurut syara, kecuali apa yang dinukilkan abu
muslim bin barr al-syafahany yaitu seorang mu’tazilah yang meninggal tahun 332 H.
• Muslim Al-Atsari, As-Sunah, Nasikh Dan Mansukh, 2004. Yayasan Lajnah Istiqamah:
Surakarta, Jawa Tengah. Hal. 44-45
c. PRO-KONTRA NASIKH
MANSUKH
1. Golongan yang membenarkan adanya nasikh wa
al-mansukh dalam al-qur’an.
Asy-Syafi’i
An-Nahhas
As-Suyuthi
As-Syaukani
Ibnu Katsir
Al-Maraghi
Mereka bersandar pada firman Allah SWT :
QS Al-Baqarah ayat 106
QS Ar-Ra’du ayat 39
QS An-Nahl ayat 101
2. Golongan yang menolak adanya nasikh
wa al-mansukh dalam al-qur’an.
\وبركاته
\\سالم\ عليكم\ ورحمة ِهللا
ّ \\وا
ل