Anda di halaman 1dari 35

LEARNING OBJECTIVE

SEKENARIO 1 BLOK 9

Amalia Maulidia Husna


2013010062
Learning Objective
◦ 1. Anatomi system digestive!
◦ 2. Kenapa pasien perutnya kramp?
◦ 3. Perbedaan muntah obstruksi, tekanan intrakranial,diare?
◦ 4. Dimana dan kapan feses mulai padat?(usus bagian mana?)
◦ 5. Kenapa orang diare tidak bisa menahan?
◦ 6. All about kolera
1.Anatomi system digestive!

1. Oral cavity
2. Faring
3. Kerongkongan (esophagus)
4. Gaster
5. Usus halus (intestinum tenue)
6. Usus besar (intestinum crissum)
7. Anus

Organ accesorius
1. Glandula saliva
2. Hepar
3. Vasica billiaris/vesica fellea
4. pancreas
1. Oral cavity

Didalam mulut terjadi proses pencernaan mekanik dan kimiawi


2. Faring

FARING MERUPAKAN ORGAN PENGHUBUNG ANTARA RONGGA MULUT DENGAN ESHOFAGUS. MAKANAN YANG TELAH
DI CERNA AKAN MASUK KE ESHOFAGUS MELALUI PROSES DEGLUTISI MELEWATI FARING
3. ESHOFAGUS

Eshofagus merupakan tabung berotot pada vertebrata yang di lalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut kedalam lambung atau ventriculus dengan Panjang
sekitar 20-25 cm. Makanan berjalan melalui eshofagus dengan menggunakan Gerakan peristaltik
4. Gaster

Lambung merupakan organ berkantung besar yang terletak


di rongga abdomen sinistra
Fungsi lambung :
1. Menyimpan makanan dalam kurun waktu 2-5 jam
2. Mengaduk makanan (dengan Gerakan meremas)
3. Mencerna makanan dengan bantuan enzim
4. Menerima makanan dan bekerja sebagai penampung
untuk jangka pendek
5. Makanan di cairkan dan di campur dengan asam
hidrokhlorida dan dengan cara ini disiapkan untuk
dicerna oleh usus
5. Intestinum tenue

merupakan saluran dengan Panjang 8,25 m dibagi menjadi 3


bagian utama
1. Duodenum
2. Jejenum
3. Ileum

Fungsi utama intestinum tenue


Menerima zar zar makanan yang mudah dicerna untuk di serap
melalui kapiler darahdan saluran limfe
Menyerap protein dalam bentuk asam amino
Menyerap karbohidrat dalam bentuk emulsi lemak
6. Intestinum crissum

Usus besar merupakan saluran Panjang dengan permukaan dinding yang mengalami penyempitan dan penonjolan
serta merupakan terusan dari usus halus, Panjang usus besar kurang lebih 1 ½ M dengan lebar 5-6cm
7. RECTUM-anus

merupakan lubang pada ujung saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar).
Terletak di dasar pelvis.
Dianus terjadi proses perjalanan akhir dari feses yang telah di bentuk di colon. Proses pengeluaran feses melalui anus
di sebut defekasi
2. KENAPA PASIEN
PERUTNYA KRAMP?
◦ Dapat disebabkan karena terjadi peradangan pada usus pasien atau disebabkan oleh penekanan pada usus
karena pengeluaran dengan cara yang berlebihan pada saat BAB
3. PERBEDAAN MUNTAH
OBSTRUKSI, TEKANAN
INTRAKRANIAL,DIARE?
4. DIMANA DAN KAPAN
FESES MULAI PADAT?(USUS
BAGIAN MANA?)
Tinja atau feses merupakan sisa dari proses pencernaan makanan yang sudah tidak diperlukan lagi. Sisa makanan masuk ke
dalam usus besar dari usus halus (ileum terminal) dalam bentuk cairan (+1500 mL). Namun, tinja keluar dari saluran cerna
dalam bentuk padat (80 – 150 mL)
Terdapat pada usus besar bagian transversum, saat
sebelum defeaksi
5. KENAPA ORANG DIARE
TIDAK BISA MENAHAN?
6. ALL ABOUT KOLERA
DEFINISI
◦ Kolera adalah penyakit diare yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan di seluruh dunia.
Penyakit tersebut merupakan penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae
ETIOLOGI
◦ merupakan penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Penularan kolera melalui
makanan, minuman yang terkontaminasi oleha bakteri Vibrio cholerae. Atau kontak dengan carrier kolera.
EPIDEMIOLOGI
◦ tercatat dalam sejarah sebagai penyakit berbahaya dan termasuk dalam tujuh pandemi yangmembunuh jutaan
manusia di tahun 1861 dan awal tahun 60an. Penyakit yang memiliki istilah lain sebagaipenyakit infeksi
saluran usus bersifat akut ini disebabkan bakteri Vibrio cholerae Bakteri masuk ke dalam tubuhmelalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi.
FAKTOR RESIKO
◦ Sanitasi yang buruk dan kelompok ekonomi sosial menengah ke bawah.
PATOFISIOLOGI
◦ Patofisiologi kolera adalah proses kolonisasi Vibrio cholerae pada saluran pencernaan yang kemudian
menghasilkan enterotoksin. Toksin ini tidak menginvasi sel intestinal tetapi beraksi secara lokal untuk
menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit dari sel intestinal menuju lumen.
◦ Enterotoksin merupakan molekul protein yang tersusun dari lima subunit B dan dua subunit A. Subunit B
memiliki kemampuan untuk berikatan dengan reseptor ganglioside (monosialosyl ganglioside, GM1) yang
berada pada permukaan sel mukosa intestinal.
◦ Sebelum dapat mencapai usus halus, Vibrio cholerae harus melewati asam lambung. Bakteri ini tidak kebal
terhadap asam, sehingga kemampuannya untuk mencapai usus halus sepenuhnya tergantung pada jumlah
bakteri yang tertelan. Jumlah organisme yang dapat menimbulkan manifestasi klinis adalah 1.000–1.000.000
bila tertelan melalui air dan 100–10.000 bila tertelan melalui makanan
PENEGAKAN DIAGNOSIS
◦ ANAMNESIS

◦ diare cair akut yang tidak berdarah, tidak berlendir, dan tidak disertai nyeri perut. Diare pada kolera sering
digambarkan sebagai ”air cucian beras” yang disertai bau amis.

◦ Pasien dapat mengalami DEHIDRASI berat dalam hitungan jam sejak gejala muncul. Volume diare yang
keluar selama kolera jauh lebih banyak daripada volume diare yang disebabkan oleh infeksi lainnya. Pada
kondisi berat, volume feses yang keluar dapat mencapai 250 mL/kgBB dalam 24 jam.
Gambaran klinis pasien dapat bervariasi dari asimtomatik, ringan, sedang, hingga berat. Keluhan penyerta dapat
berupa rasa tidak nyaman atau kram perut yang disebabkan oleh distensi usus halus akibat sekresi intestinal
dalam volume besar.

Menurut World Health Organization (WHO), kasus kolera dapat dicurigai bila dijumpai:

• Pasien usia ≥5 tahun yang mengalami dehidrasi berat atau meninggal dunia akibat diare akut di area di mana
kasus kolera belum pernah dijumpai

• Pasien usia ≥5 tahun yang mengalami diare akut dengan atau tanpa muntah di area epidemik kolera.
◦ PEMERIKSAAN FISIK

◦ PADA PASIEN DEHIDRASI bisa ditemukan tanda dehidrasi karena diare akut yang profus. Tanda dehidrasi
dapat berupa rasa haus, membran mukosa kering, mata cowong, kulit teraba basah dan dingin, serta
hipotensi.

◦ tanda kolera berkaitan dengan jumlah cairan yang hilang. Kehilangan 3–5% dari berat badan normal
dikaitkan dengan rasa haus yang hebat, sedangkan kehilangan 5–8% dari berat badan normal dikaitkan
dengan hipotensi postural, takikardi, dan mukosa membran atau mulut kering. Kehilangan >10% berat badan
normal dikaitkan dengan oliguria, mata cowong, ubun-ubun cekung (pada bayi), washerwoman skin,
somnolen, dan koma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
◦ Pemeriksaan Feses
Vibrio cholerae merupakan basil gram negatif yang motil dengan flagela. Sampel feses pasien dapat diperiksa
secara mikroskopik dengan dark-field atau dengan Gram stain.
◦ Pemeriksaan Hematologi
Gangguan hematologi pada pasien kolera berasal dari perubahan volume intravaskular dan perubahan konsentrasi
elektrolit. Sampel darah pasien dapat menunjukkan peningkatan hematokrit dan serum protein akibat
hemokonsentrasi. Selain itu, dapat dijumpai leukositosis ringan dengan shift-to-the-left.
◦ Panel Metabolik
Kadar natrium serum biasanya berkisar antara 130–135 mmol/L karena ada kehilangan natrium melalui feses
◦ Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan untuk menentukan serotipe. Metode yang digunakan adalah uji aglutinasi dengan
antiserum monovalen Vibrio cholerae, yang terdiri dari antiserum Inaba dan Ogawa
TATALAKSANA
Penatalaksanaan utama kolera adalah penggantian cairan dan koreksi elektrolit. Hal ini dikarenakan fatalitas
kolera terutama terjadi akibat dehidrasi berat dan kehilangan elektrolit. Pasien dengan kolera ringan hingga
sedang dapat ditata laksana dengan pemberian oral rehydration solution (ORS atau oralit). Namun, pasien
dengan kolera berat biasanya membutuhkan cairan intravena.
MEDIKAMENTOSA
◦ Pemberian zink pada anak-anak juga disarankan karena dapat mengurangi durasi diare hingga 12% dan
menurunkan pengeluaran volume feses hingga 11% bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.

◦ ANTIBIOTIK karena dapat mempercepat penyembuhan, menurunkan kebutuhan rehidrasi cairan, serta
mengurangi waktu ekskresi bakteri di feses menjadi 1–2 hari (sehingga durasi transmisi lebih rendah).
Namun, antibiotik hanya disarankan untuk kolera dengan dehidrasi berat yang sudah berhasil direhidrasi dan
sudah tidak disertai muntah.
NON MEDIKAMENTOSA
◦ Manajemen Nutrisi

◦ Intervensi nutrisi pada pasien kolera meliputi pemberian diet tinggi energi setelah defisit cairan teratasi
untuk mencegah malnutrisi, mengatasi komplikasi hipokalemia, dan mengatasi hipoglikemia. Pada pasien
anak-anak yang masih dapat mengonsumsi ASI atau makanan, pemberian ASI dan makanan perlu diteruskan
bersama ORS
KOMPLIKASI
Komplikasi utama kolera adalah dehidrasi dan gangguan elektrolit. Diare yang terjadi pada kolera
menyebabkan kehilangan natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium. Hipokalemia dapat ditandai dengan kram
otot, kelemahan otot, aritmia, dan ileus. Sementara itu, hipokalsemia dapat menyebabkan spasme otot hingga
tetani.
PROGNOSIS
◦ Prognosis kolera berkaitan dengan deteksi dini dan terapi agresif yang diberikan untuk mencegah timbulnya
komplikasi yang mengancam nyawa. Sebelum adanya regimen yang efektif untuk penggantian cairan dan
koreksi elektrolit, mortalitas dapat mencapai >50%. Namun, saat ini prognosis telah menjadi jauh lebih baik
karena ada sistem terapi yang adekuat.
PENCEGAHAN
1.Konsumsi minuman hanya dari air kemasan yang telah diproses secara kimiawi.
2.Cuci tangan dengan sabun.
3.Jika tidak tersedia sabun, gunakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol.
4.Gunakan air kemasan atau air yang telah dimasak untuk mencuci peralatan makan.
5.Konsumsi makanan kemasan atau yang baru dimasak dan dihidangkan masih panas.
6.Hindari makan makanan mentah atau setengah matang.
7.Buang feses dengan cara yang tepat untuk menghindari kontaminasi sumber air dan sumber makanan.

Anda mungkin juga menyukai