Anda di halaman 1dari 14

KEKUASAAN

KEHAKIMAN

Pengampu:
Mardjo, SH. MHum
PENGERTIAN
 Psl. 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila demi terselenggaranya negara hukum RI.
 Adapun tugas dari kekuasaan kehakiman yaitu,
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi
terselenggaranya negara hukum RI.
KEDUDUKAN
 Diatur dalam ketentuan Pasal 24 dan Pasal 24 a-c
Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen Undang-
Undang Dasar 1945 yang ketiga).
 Dalam ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Dasar 45
ditentukan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer
dan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi
DASAR HUKUM
1. UU No. 48 Tahun 2009, Yt UU tentang
Kekuasaan Kehakiman
2. UU No. 14 Tahun 1985, Yt UU tentang
Mahkamah Agung
3. UU No. 5 Tahun 2004, Yt UU tentang
Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985
4. UU No. 3 Tahun 2009, Yt UU tentang
Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985
5. Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 yaitu
Undang-Undang tentang Peradilan Umum.
6. Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum.
7. Undang-Undang No.49 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
BADAN-2 PERADILAN
 Diatur Psl 18 UU No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
 Badan peradilan dibawah MA meliputi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan:
1. Peradilan Umum.
2. Peradilan Agama.
3. Peradilan Militer.
4. Peradilan Tata Usaha.
 Peradilan umum berwenang memeriksa,
mengadili dan memutus perkara pidana dan
perdata sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
 Dalam lingkungan peradilan umum tingkatan
peradilan yaitu:
1) PN sebagai pengadilan tk.I atau pengadilan
sehari-hari.
2) PT sebagai pengadilan tk.II atau pengadilan
Banding.
3) MA sebagai pengadilan kasasi.
 MA disebut sebagai pengadilan kasasi bukan
pengadilan tk. III, karena perkara yang
diperiksa di MA berbeda dg yang diperiksa di
tk.I & II, yang diperiksa di MA hanyalah
berkaitan dg Judex Juris /Penerapan hukum
saja, sedang yang diperiksa di tk.I &II adalah
sama yaitu meliputi judex factie dan judex
jurisnya.
 MA sebagai pengadilan negara tertinggi dari
ke 4 lingkungan peradilan yang ada, sehingga
MA juga sebagai pengawas pelaksanaan
peradilan.
WEWENANG MENGADILI
1. Yurisdiksi.
Yurisdiksi sifatnya adalah menunjuk pada lembaga
pengadilan yang ada. Adapun yang dimaksud
dengan yurisdiksi adalah kewenangan mengadili
dari suatu pengadilan tertentu.
Macam-macam yurisdiksi ini yaitu:
a. Yurisdiksi voluntaria atau peradilan sukarela
yaitu suatu peradilan yang tidak diawali
dengan suatu sengketa, yang ada hanya satu
pihak saja yaitu pihak pemohon
b. Yurisdiksi Contensiosa atau peradilan yang
sesungguhnya yaitu suatu peradilan yang
diawali dengan suatu perselisihan diantara
para pihak yang dalam hal ini dimulai dengan
diajukannya gugatan dan diakhiri dengan
suatu putusan yang bersifat condemnatoir.
2. Kompetensi
 Kompetensi sifatnya adalah menunjuk pada
pelaksanaan tugas pengadilan. Adapun yang
dimaksudkan dengan kompetensi adalah
wewenang mengadili dengan membandingkan
beberapa pengadilan yang ada, yaitu antara
pengadilan yang satu dengan yang lainnya.
Macam-macam Kompetensi yaitu:
a. Kompetensi Absolut/Atributif yaitu
kewenangan mengadili dengan
membandingkan beberapa pengadilan
yang ada berdasarkan tingkat peradilan
dan jenis peradilan.
b. Kompetensi Relatif/Distributif yaitu
kewenangan mengadili dilihat dari
wilayah hukum masing-masing
pengadilan yang sejenis atau
berdasarkan daerah mengadilinya.
TUGAS BADAN PERADILAN
 Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009, tugas badan
peradilan adalah untuk memeriksa, mengadili
dan memutus suatu perkara yang diajukan.
 Badan peradilan/pengadilan dilarang menolak
untuk memeriksa dan mengadili suatu
perkara yang diajukannya dengan dalih
bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.
 Dikenal asas Ius Curia Novit atau hakim
mengenal hukum yaitu bahwa
hakim/pengadilan dianggap tahu akan
hukumnya sehingga dilarang menolak untuk
memeriksa dan mengadili suatu perkara yang
diajukannya dengan dalih bahwa hukumnya
tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya.
 Bila ternyata hukumnya memang tidak ada atau
hukumnya ada akan tetapi tidak jelas maka
hakim yang harus dilakkan hakim/pengadilan
adalah melakukan:
1. Bila ternyata undang-undangnya tidak ada,
maka hakim harus melakukan
rechtsvinding atau penemuan hukum,
yaitu proses pembentukan hukum oleh
Hakim atau hakim mencari dan
menemukan hukumnya.
2. Bila ternyata undang-undangnya ada tapi
tidak jelas, maka hakim harus melakukan
Rechtsverfijning atau penghalusan hukum,
yaitu hakim melakkan penafsiran-
penafsiran terhadap peraturan-peraturan
perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai