LOGIKA PROPOSISIONAL
A. LOGIKA KELAS DAN LOGIKA PROPOSISIONAL
• Sistem logika tradisional seperti dibicarakan sebelum ini, dasarnya
ialah proposisi kategorik, yang unsur-unsurnya berupa term subyek,
term predikat, dan kopula, di mana term subyek dan term predikat itu
menunjukkan kelas subyek dan kelas predikat.
• Kesimpulan ditarik dengan membanding-bandingkan keanggotaan
kelas subyek dengan keanggotaan kelas predikat; apakah anggota-
anggota kelas M termasuk anggota kelas P dan apakah anggota kelas
S termasuk anggota kelas M.
• Dengan demikian akan tampak apakah anggota kelas S itu termasuk
anggota kelas P atau tidak. Logika yang didasarkan atas perbandingan
kelas itu dalam logika modern disebut logika kelas (class logic).
• Dalam logika tradisional yang diwariskan oleh Aristoteles juga terdapat
bentuk penalaran yang disebut silogisme hipotetik. Silogisme hipotetik
ialah silogisme yang kedua premisnya berupa proposisi kondisional.
Kalau hanya salah satu premisnya yang kondisional, silogismenya disebut
silogisme kondisional.
• Contoh silogisme kondisional:
Kalau ia lulus ujian saringan, ia pasti diterima. (ini yg kondisional)
Ia lulus ujian saringan.
Jadi: Ia pasti diterima.
• Sebuah proposisi kondisional terdiri atas dua unsur, yang masing-masing
disebut anggota dan berupa dua proposisi kategorik. Dalam contoh di
atas, anggota-anggota itu ialah proposisi kategroik ‘Ia lulus ujian
saringan’ dan ‘Ia pasti diterima’.
• Dalam proposisi yang berbentuk silogisme hipotetik atau silogisme
kondisional itu, kesimpulannya ditarik dengan membanding-
bandingkan proposisi-proposisi kategorik yang menjadi anggota-
anggotanya serta hubungan yang terdapat di antaranya.
• Dalam contoh di atas dengan membandingkan proposisi ‘Ia lulus
ujian saringan’ dan ‘Ia pasti diterima’ serta hubungan di antaranya
yang dinyatakan dengan kata ‘Kalau….’
• Maka dalam silogisme hipotetik/kondisional itu, yang menentukan
konklusi itu bukan kelas, akan tetapi proposisi. Maka, bagian logika
yang demikian itu disebut logika proposisional.
• Logika proposisional di sini akan dibahas menurut sistemnya dalam
logika simbolik, yang perkembangannya sudah jauh melampaui logika
tradisional.
• Dalam logika tradisional semua proposisi dalam penalaran harus
dikembalikan menjadi bentuk standar, dan semua penalaran harus
dijabarkan menjadi silogisme standar.
• Dalam logika simbolik, semua proposisi harus ditulis dengan lambang.
Karena yang dilambangkan itu makna proposisi, maka bagaimanapun
bunyinya kalimat yang melambangkan proposisi, lambangnya dalam
logika simbolik akan tetap sama, asal maknanya tetap berbeda.
• Dengan demikian, lambang dalam logika simbolik sekaligus adalah
lambang proposisi standar. Maka penting sekali untuk dapat menulis
proposisi dengan lambang-lambangnya yang tepat.
• Logika harus menembus bentuk-bentuk kalimat yang digunakan dalam
bahasa dan menangkap makna yang dilambangkan oleh bunyi kalimat itu:
logika harus menembus struktur gramatikal bahasa dan menemukan
struktur logikanya.
• Dengan menggantikan bahasa dengan lambang-lambang, kesulitan-
kesulitan yang disebabkan oleh bahasa dapat dihindari dan sekaligus
watak formal dari logika menjadi bersih.
• Dalam logika tradisional memang juga digunakan lambang-lambang,
seperti A, I,E dan O; tanda-tanda = dan #; huruf-huruf S, M dan P; akan
tetapi lambang-lambang tersebut tidak dikembangkan menjadi suatu
sistem yang lengkap.
B. SISTEM LAMBANG LOGIKA PROPOSISIONAL
• Sebagai lambang proposisi tertentu, baik tunggal maupun majemuk, digunakan huruf-
huruf besar, mulai dari permulaan abjad: A,B,C dan seterusnya.
• Huruf A misalnya, dapat digunakan untuk melambangkan proposisi tunggal (1) dan (2) di
bawah ini, ataupun proposisi majemuk (3) dan (4).
• Proposisi tunggal: 1) Saya bukan seorang sarjana
• 2) Saya orang kaya.
• Proposisi majemuk: 3) Saya orang kaya atau saya bukan seorang sarjana.
• 4) Saya orang kaya dan saya bukan seorang sarjana.
• Kalau proposisi (1) kita lambangkan dengan A dan proposisi (2) dengan B, maka
proposisi majemuk (3) dan (4) masing-masing dapat ditulis sebagai berikut:
• (3) B atau A
• (4) B dan A
• Hubungan antara A dan B dilambangkan dengan kata-kata ‘atau’ dan ‘dan’ dan dalam
bahasa asing disebut connective, kita Indonesiakan dengan kata perakit.
• Seperti sudah kita ketahui, proposisi itu mempunyai nilai kebenaran,
artinya: benar atau salah. Perubahan perakit dari sebuah proposisi
majemuk membawa perubahan mengenai nilai kebenaran proposisi yang
menjadi anggotanya.
• Oleh karena itu perakit itu di sini merupakan operator, khususnya
operator proposisional. Ada lima operator proposisional, yaitu dengan
lambang-lambangnya:
• ~ lambang negasi, dalam bahasa: ‘tidak’; ‘bukan’ dsb.
• ˄ lambang konyungsi, dalam bahasa: ‘dan’; ‘tetapi’; ‘meskipun’ dsb.
• ˅ lambang disyungsi, dalam bahasa; ‘atau’.
• ͻ lambang implikasi atau kondisi, dalam bahasa; ‘jika/kalau…., maka…
• Ξ lambang bi-implikasi atau bi-kondisi, dalam bahasa: ‘jika/kalau dan
hanya jika/kalau…’
• Dengan menggunakan lambang-lambang operator di atas, proposisi majemuk (3)
dan (4) di atas harus ditulis demikian:
• (3) B ˅ A
(4) B ˄ A
• Proposisi tertentu yang dilambangkan dengan huruf A, dapat diganti dengan
proposisi tak tertentu, proposisi kosong: ‘proposisi apa pun’.
• Lambang ‘proposisi apa pun’ atau proposisi kosong itu ialah huruf p. Lambang p itu
disebut variabel proposisional, karena dapat diganti-ganti dengan proposisi apa saja
(propositional variable).
• Kalau dalam sebuah penalaran ada proposisi kosong lagi, lambangnya ialah huruf
q, kalau ada yang lain lagi, huruf r dan seterusnya.
• Lambang variabel proposisional ialah huruf kecil mulai dari p. Dengan
menggunakan variabel dapat secara umum dirumuskan semua lima macam
proposisi majemuk yang dapat diganti dengan proposisi majemuk sejenis yang
mana saja: ~ p, p ˄ q, q ˅ r, r ͻ s, s Ξ t.
• Dalam sistem lambang logika proposisional juga ada tanda kurung: (…), yang
sama artinya seperti dalam ilmu pasti: apa yang terdapat di antara tanda
kurung harus dipandang sebagai satuan. Misalnya:
• ~ (p v q) harus dibaca: negasi dari p atau q.
• ~pvq harus dibaca: negasi p atau q.
• Konsensus lain ialah, bahwa lambang negasi: ~, berlaku untuk satuan terkecil
di belakangnya. Dalam contoh di atas, tanda negasi yang pertama berlaku
untuk (p v q), yang kedua hanya berlaku untuk p.
• p v q ͻ r tidak dapat dibaca. Kalau dibaca: Jika p dan q, maka r, harus ditulis
(p ˄ q) ͻ r. Tetapi kalau dibaca: p dan jika q maka r, tulisannya p ˄ (q ͻ r).
• Lambang-lambang yang menggunakan variabel sebenarnya bukan lambang
proposisi, karena tidak mempunyai makna tertentu, akan tetapi hanya
merupakan bentuk proposisi. Juga kalau penalaran dilambangkan dengan
mengggunakan variabel, maka yang tertulis itu adalah bentuk penalaran.
LATIHAN
Perintah:
I. Proposisi majemuk dari kelompok pertama telah ditulis dalam
bentuk lambang dengan menggunakan variabel proposisional. Akan
tetapi kelompok kedua ini nomor urutnya tidak sesuai dengan nomor
urut kelompok pertama. Sesuaikanlah nomor urut kelompok kedua
ini dengan nomor urut kelompok pertama.
1. Jika tidak ada tikus, maka keadaan di rumah tenang, sedang kucing
dapat tidur nyenyak.
2. Jika ada tikus, maka baik keadaan rumah tidak tenang maupun
kucing tidak dapat tidur nyenyak.
3. Jika ada tikus, maka keadaan di rumah tidak tenang, akibatnya kucing
tidak dapat tidur nyenyak.
4. Jika ada tikus, maka keadaan di rumah tenang jika dan hanya jika kucing
tidak tidur nyenyak.
5. Daerah akan banjir, jika dan hanya jika banyak hujan turun dan tanggul
bobol.
6. Daerah akan banjir dan tanggul bobol kalau banyak hujan turun.
7. Jika hujan tidak turun atau tanggul tidak bobol, maka daerah tidak banjir.
8. Jika hujan turun, maka tanggul akan bobol, akibatnya daerah akan banjir.
9. Hujan turun dan daerah akan banjir jika dan hanya jika tanggul bobol.
10. Tidak benar bahwa daerah akan banjir jika dan hanya jika tanggul
bobol.
1.~ (r ≡ t)
2. r ≡ (s ˄ t)
3. r ͻ (~s ͻ ~t)
4. (r ≡ t) ͻ s
5. s ͻ (r ˄ t)
6. p ͻ (q≡ ~r)
7. (~s ˅ ~t) ͻ ~r
8. ~p ͻ (q ˄ r)
9. p ͻ (q ͻ r)
10. p ͻ (~q ˅ ~r)
II. Tulislah kalimat-kalimat di bawah ini dengan lambang. Nomor 1 s/d 5
dengan menggunakan lambang-lambang proposisi tertentu, sedang nomor
6 s/d 10 dengan menggunakan variable.
1. Orang yang beruang dapat membayar tempat di kelas utama dan
mendapat tempat duduk yang enak.
2. Jika orang beruang dan dapat membayar tempat di kelas utama, maka
ia akan mendapat tempat duduk yang enak.
3. Jika orang beruang, maka ia dapat membayar tempat di kelas utama
dan mendapat tempat duduk yang enak.
4. Jika orang beruang, maka ia dapat membayar tempat di kelas utama,
sehingga ia mendapat tempat duduk yang enak.
5. Jika dan hanya jika orang beruang, maka ia dapat membayar tempat di
kelas utama dan mendapat tempat duduk yang enak.
6. Orang dapat duduk dengan enak jika dan hanya jika ia beruang dan
membayar tempat di kelas utama.
7. Jika orang tidak beruang dan tidak membayar tempat di kelas
utama, maka ia tidak akan mendapat tempat duduk yang enak.
8. Meskipun orang beruang, tetapi ia tidak membayar tempat di kelas
utama, ia tidak akan mendapat tempat duduk yang enak.
9. Orang tidak kaya, akan tetapi ia membayar tempat duduk di kelas
utama, maka ia mendapat tempat duduk yang enak.
10. Orang tidak beruang, ia tidak membayar tempat di kelas utama,
tetapi ia mendapat tempat duduk yang enak.
3. PERAKIT
• Perakit yang menghubungkan proposisi-proposisi tunggal menjadi
proposisi majemuk, menentukan nilai kebenaran dari proposisi-proposisi
tunggal yang menjadi anggotanya maupun nilai kebenaran proposisi
majemuk itu sendiri.
• Maka penting sekali untuk memahami sungguh-sungguh apa arti perakit-
perakit itu masing-masing. Di bawah ini sedikit penjelasannya.
• 1. Negasi
• Mungkin ada yang merasa agak janggal bahwa negasi atau pengingkaran
itu suatu perakit, sehingga proposisi negatif atau proposisi ingkar itu harus
dipandang sebagai proposisi majemuk.
• Akan tetapi jelaslah bahwa dalam proposisi negatif itu pertama-tama
terdapat suatu proposisi afirmatif, misalnya: “Anjing adalah mahkluk yang
setia”.
• Untuk menjadikannya suatu proposisi negatif, diperlukan proposisi
lain yang menyatakan bahwa proposisi pertama itu tidak benar,
misalnya: “Itu tidak benar”.
• Dengan demikian terdapatlah suatu proposisi negatif yang majemuk:
(“Itu tidak benar bahwa anjing adalah mahkluk yang setia.”)
• Proposisi negatif itu sering dibahasakan dengan menggunakan kata
‘tidak’ atau ‘bukan’. Proposisi majemuk di atas juga bisa dibahasakan
demikian: “Anjing adalah bukan mahkluk yang setia.”
• Akan tetapi orang harus waspada, karena kata-kata ‘tidak’ dan
‘bukan’ sering bukan negasi dari suatu proposisi, akan tetapi negasi
kelas.
• Proposisi ‘Tidak banyak peserta lulus ujian’ kalau negasinya ditulis dengan
lambang harus ditulis demikian: ‘~(Banyak peserta) lulus ujian.
• Kalau kata ‘tidak’ tempatnya dipindah menjadi demikian: ‘Banyak peserta
tidak lulus ujian’, tulisannya harus sebagai berikut: ‘Banyak peserta ~ (lulus
ujian)’.
• Negasi dari proposisi ‘Banyak peserta lulus ujian’ harus ditulis: ‘~ (Banyak
peserta lulus ujian)’. Kalau ditulis denga Bahasa, harus menjadi sebagai
berikut: ‘Bukan banyak peserta (=semua peserta) tidak lulus ujian’.
• Proposisi ini adalah proposisi E, sedang proposisi yang diingkari: ‘Banyak
peserta lulus ujian’ adalah proposisi I. Seperti kita ketahui, proposisi E dan I
saling berlawanan secara kontradiktorik.
• E adalah kontradiktorial dari I dan sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa negasi
dari suatu proposisi adalah kontradiktorialnya. Negasi dari proposisi A
adalah proposisi O.
• B. Konyungsi
• Yang disebut konyungsi ialah hubungan antara proposisi-proposisi
tunggal anggota proposisi majemuk yang dalam bahasa lazim sekali
dinyatakan dengan kata ‘dan’.
• Akan tetapi harus diperhatikan bahwa kata ‘dan’ sering kali berarti:
‘kemudian’, ‘lantas’, ‘lalu’, seperti dalam proposisi majemuk: ‘Ia datang
dan terus menembak.’ Kata ‘dan’ di sini mengandung pengertian waktu.
• Yang dimaksud dengan ‘dan’ sebagai perakit ialah ‘dan’ yang tidak
mengandung pengertian waktu, seperti kalau dikatakan bahwa: ‘Sardi
adalah nama lelaki dan Sarti adalah nama perempuan.’
• Konyungsi seperti itu juga dapat dinyatakan dengan kata ‘sedang’, ‘tetapi,
‘meskipun’ dan kata-kata lain lagi. Misalnya: ‘Sardi adalah nama lelaki,
sedang Sari nama perempuan,’; ‘Ia masuk sekolah, meskipun sakit.’
• Konyungsi itu mempunyai sifat simetrik, artinya proposisi anggotanya
yang satu dapat ditukar kedudukannya dengan yang lain tanpa
menimbulkan perubahan nilai kebenaran apa-apa.
• ‘Ia masuk sekolah, meskipun sakit’ tidak berbeda nilai kebenarannya
dengan ‘Ia sakit, meskipun masuk sekolah’. Jadi: p Ʌ q Ξ q Ʌ p
• C. Disyungsi
• Disyungsi ialah perakit yang dalam bahasa biasanya dinyatakan dengan
kata ‘atau’. Yang penting untuk diperhatikan ialah, bahwa kata ‘atau’ itu
tidak selalu sama artinya. Ambillah proposisi majemuk: ‘Adam membeli
celana atau baju’.
• Proposisi di atas dapat berarti: 1. Adam membeli celana dan tidak
membeli baju; 2. Adam tidak membeli celana tetapi baju. Salah satu mesti
benar, akan tetapi tidak kedua-duanya. Disyungsi yang mengandung arti
demikian disebut disyungsi eksklusif.
• Sifat eksklusif ini dalam bahasa sering ditegaskan dengan
menggunakan kata-kata ‘salah satu’: ‘Adam membeli celana atau baju,
salah satu’.
• Disyungsi di atas juga dapat diartikan lain. Tidak hanya salah satu
mesti benar, akan tetapi mungkin juga kedua-duanya benar. Disyungsi
dalam arti ini disebut disyungsi inklusif.
• Kedua arti disyungsi itu tidak saling bertentangan. Kedua-duanya
berarti: salah satu anggota dari proposisi majemuk yang bersangkutan
pasti benar.
• Disyungsi inklusif tidak mengandung pernyataan lebih lanjut tentang
anggota yang lain, artinya: anggota yang lain dapat benar dapat salah.
Sebaliknya disyungsi eksklusif menyatakan bahwa anggota yang lain
pasti salah.
• Konsensus dalam logika ialah bahwa tanda v itu adalah lambang
disyungsi inklusif. Jadi: p v q berarti: p saja, q saja atau p dan q benar.
• Disyungsi eksklusif menyatakan: salah satu anggota proposisi yang
bersangkutan pasti benar dan salah satu pasti salah. Ditulis dengan
lambang, proposisi dengan disyungsi eksklusif itu menjadi:
• (p v q) Ʌ (~p v ~q)
• D. Perakit Kondisional
• Perakit kondisional menghubungkan proposisi-proposisi tunggal
sehingga menjadi proposisi majemuk kondisional. Dalam bahasa
perakit kondisional itu biasanya dinyatakan dengan kata-kata:
‘kalau/jika …., maka…..’, kalau p maka q.
• Dalam proposisi kondisional itu anggotanya yang menyatakan kondisi
disebut anteseden (antecedent, sering juga implicans, tidak begitu sering;
protasis), sedang anggota yang tergantung kepada anteseden disebut
konsekuens (consequent, sering juga implicate, tidak begitu sering: adopsis).
• Dalam pembicaraan tentang penalaran kita sudah mengetahui, bahwa
premis juga disebut anteseden dan konklusi, konsekuens. Ini menunjukkan
bahwa fungsi antara konsekuens dan anteseden dalam proposisi kondisional
itu sama dengan fungsi antara premis dan konklusi dalam penalaran (baik
langsung maupun silogisme).
• Setiap silogisme dapat ditulis sebagai proposisi kondisional, misalnya
silogisme berikut:
• Kenaikan biaya angkutan menaikkan harga komoditi yang diangkut.
• Kenaikan harga bensin menaikkan biaya angkutan.
• Jadi: Kenaikan harga bensin menaikkan harga komoditi yang diangkut.
• Dapat dijadikan proposisi kondisional sebagai berikut:
• Kalau kenaikan biaya angkutan itu menaikkan harga komoditi yang diangkut
dan kenaikan harga bensin itu menaikkan biaya angkutan, maka kenaikan
harga bensin menaikan harga komoditi yang diangkut.
• Sebaliknya seperti yang sudah kita ketahui dari pembahasan entimema,
setiap proposisi kondisional sebenarnya adalah suatu entimema dan dapat
dikembangkan dalam bentuk silogisme standar.
• Seperti sudah diketahui, apa yang dinyatakan dalam konklusi dalam
silogisme itu sudah terkandung di dalam premisnya. Demikian juga apa yang
dinyatakan dalam konsekuens proposisi kondisional, sudah terkandung di
dalam antesendensnya.
• Dengan lain perkataan: konsekuens itu merupakan implikasi dari anteseden.
Maka perakit dalam proposisi kondisional itu juga disebut sebagai perakit
implikasi.
• Dalam hubungan dengan implikasi ini, penting sekali untuk memahami
bahwa ada beberapa macam implikasi.
• 1. Implikasi logis, dimana konsekuens secara logis dapat disimpulkan dari
anteseden. Kalau semua manusia dapat khilaf, maka Adam pun dapat
khilaf.
• 2. Implikasi definisional. Misalnya: Kalau Hawa itu seorang janda, maka ia
pernah kawin. Konsekuens di sini dapat disimpulkan dari anteseden,
melulu karena kita mendefinisikan ‘janda’ sebagai ‘wanita yang pernah
kawin’. Andaikata definisinya lain, maka kesimpulan itu tidak dapat ditarik.
• 3. Implikasi empirik atau kausal, yaitu implikasi yang diketahui
berdasarkan pengamatan empirik, seperti yang banyak terdapat dalam
ilmu pengetahuan. Misalnya: kalau suhu udara turun di bawah 0° C, air
membeku. Konsekuens ‘air membeku’ hanya dapat diketahui berdasarkan
pengamatan empirik.
• 4. Implikasi intensional atau desisional. Misalnya seorang jejaka
berkata kepada pacarnya:`Kalau aku kau tinggalkan, aku akan bunuh
diri!’ Konsekuens ‘Aku akan bunuh diri’ melulu dapat ditarik, karena
demikianlah keputusan sang jejaka.
• Implikasi yang berbeda—beda macamnya itu semuanya mempunyai
arti pokok yang sama, yaitu kalau antesedennya benar, maka
konsekuensnya pasti benar.
• Di samping arti pokok itu, implikasi 1 masih menunjukkan bahwa
hubungan antara anteseden dan konsekuens itu bersifat logis,
implikasi 2 mengandung arti bahwa hubungan anteseden dan
konsekuens itu bersifat definisional, pada implikasi 3 hubungan itu
bersifat empirik/kausal sedang pada implikasi 4 bersifat intensional.
• Implikasi dengan arti pokok itu dalam logika diberi nama, yaitu:
implikasi material, dan implikasi material inilah yang dalam logika
dilambangkan dengan tanda ͻ.
• Implikasi material itu dalam realita tidak ada; semua implikasi pasti
logis, definisional, empirik, atau intensional.
• Akan tetapi untuk menarik kesimpulan cukuplah apabila konsekuens
mesti benar apabila antesedennya benar, tanpa harus mengetahui
apakah hubungan konsekuens dengan anteseden itu bersifat logis,
definisional, empirik atau intensional.
• Itulah sebabnya maka dalam logika sifat hubungan antara konsekuens
dan antesedens itu tidak perlu ikut dipertimbangkan.
• 5. Perakit bi-kondisional
• Dalam proposisi kondisional, proposisi p mengandung implikasi proposisi q dan ditulis p ͻ q.
Hubungan implikasi itu ada yang begitu rupa, sehingga tidak hanya p mengandung implikasi q,
akan tetapi sebaliknya juga q mengandung implikasi p :q ͻ p. Jadi (p ͻ q) Ʌ (q ͻ p).
• Hubungan implikasi timbal balik semacam itu disebut bi-implikasi atau bi-kondisional, ditulis
dengan lambang p ≡ q. Di sini p dan q adalah senilai atau ekuivalen.
• Dalam bahasa, hubungan bi-implikasi atau ekuivalensi biasanya tidak ditegaskan dan hanya
tampak dalam konteks. Misalnya, proposisi kondisional di bawah ini juga dapat diartikan
sebagai mengandung ekuivalensi:
• Kalau ia minum obat, maka ia akan sembuh.
• Kalau ekuivalensi itu hendak ditegaskan, dapatlah dijadikan: “(Ia) minum obat’ itu ekuivalen
dengan ‘(ia) akan sembuh.’
• Dalam logika diciptakan ungkapan khusus untuk menunjukkan ekuivalensi itu, yaitu: Jika dan
hanya jika ….. Dengan menggunakan ungkapan ini proposisinya menjadi: “Jika dan hanya jika ia
minum obat, maka ia akan sembuh”.
• Meskipun ungkapan terakhir ini agak ganjil dalam bahasa sehari-hari, akan tetapi demi
kejelasan dalam pembahasan, akan digunakan seterusnya.
C. TABEL KEBENARAN
• Logika merupakan suatu sistem untuk dapat mencapai konklusi yang
benar dalam penalaran dengan cara yang mudah atau untuk meneliti
apakah sesuatu konklusi itu memang tepat.
• Banyak penalaran begitu sederhana, sehingga ketepatan konklusi dan
sahih-tidaknya penalaran dengan begitu saja nampak (self-evident) dan
secara a priori dapat diketahui melalui intuisi.
• Memang, semua usaha untuk mempertanggungjawabkan ketepatan
konklusi dan sahihnya penalaran akhirnya terpulang kepada kebenaran-
kebenaran atau hukum-hukum yang diketahui secara apriori melalui
intuisi.
• Akan tetapi apabila penalaran itu cukup rumit, intuisi saja tidak cukup
untuk maksud itu. Sepanjang mengenai penalaran proposisional, logika
simbolik telah menciptakan metode tabel kebenaran.
• Setiap proposisi menyatakan sesuatu dan apa yang dinyatakan itu pasti
salah satu: benar atau salah. Maka setiap proposisi mempunyai salah satu
dari dua nilai kebenaran, yaitu benar atau salah, kita singkat menjadi B dan
S. Ambilah contoh:
• Ibu pergi arisan dan ayah bekerja di kantor.
• Kalau proposisi majemuk itu benar, maka kedua proposisi anggotanya
masing-masing harus benar dan sebaliknya. Akan tetapi kalau proposisi
majemuk itu salah, maka salah satu dari proposisi anggotanya atau kedua-
duanya pasti salah, dan sebaliknya.
• Kita ganti sekarang perakit ‘dan’ dari proposisi majemuk di atas dengan
‘atau’. Proposisinya menjadi:
• Ibu pergi arisan atau ayah bekerja di kantor.
• Kalau proposisi majemuk itu benar, maka salah satu dari kedua anggotanya
pasti benar.
• Dari contoh-contoh di atas jelaslah, bahwa kebenaran proposisi
majemuk tersebut melulu ditentukan oleh atau merupakan fungsi dari
kebenaran dan kesalahan proposisi-proposisi yang menjadi
anggotanya.
• Proposisi yang demikian itu disebut proposisi berfungsi kebenaran
(truth functional proposition). Kebenaran dan kesalahan proposisi
majemuk dan proposisi-proposisi anggotanya itu tergantung kepada
perakit yang digunakan. Maka perakit yang demikian itu disebut
perakit berfungsi kebenaran (truth functional connective).
• Pengertian tentang fungsi kebenaran perlu untuk memahami dan
untuk menyusun tabel kebenaran. Di bawah ini akan kita susun tabel
kebenaran untuk semua lima perakit.
• 1. Negasi
• Tabel kebenaran yang paling sederhana ialah tabel untuk negasi.
Dalam negasi ada sebuah proposisi, p , yang diingkari, menjadi ~p.
• Proposisi p adalah proposisi dasar, lain dengan proposisi ~p, yang
maknanya tergantung kepada proposisi p.
• Untuk proposisi dasar p itu dibuatkan sebuah lajur, yang diisi dengan
B dan S, yaitu dua nilai kebenaran yang mungkin dimiliki oleh
proposisi p. Bentuk lajur itu demikian:
•
p
B
S
• Lajur proposisi dasar itu menjadi lajur pemandu untuk membuat lajur
dari proposisi-proposisi lain yang tergantung kepada proposisi dasar.
• Di sini proposisi lain itu ialah ~p. Sudah kita ketahui bahwa proposisi
yang diingkari dan yang mengingkari itu berlawanan secara
kontradiktorik.
• Dengan demikian pada lajur untuk ~p yang juga bernilai kebenaran B
dan S itu, susunan B dan S itu diatur demikian rupa sehingga kalau
nilai p itu B, maka nilai ~p adalah S dan sebaliknya.
• Dengan demikian tabel kebenaran untuk negasi itu lengkapnya
menjadi:
p ~p
B S
S B
• 2. Konyungsi
• Cara pembuatan tabel kebenaran untuk konyungsi, p ˄ q, pada
azasnya sama saja.
• Di sini ada dua proposisi dasar, yaitu p dan q. Berdasarkan kedua
proposisi dasar itu dapat ditetapkan nilai kebenaran p proposisi
majemuk konyungtif p ˄ q.
• Seperti kita ketahui, konyungsi hanya benar kalau kedua proposisi
anggotanya benar, selain itu mesti salah.
• Jadi tabel kebenaran untuk konyungsi terdiri atas tiga lajur, dua di
antaranya adalah lajur pemandu, yaitu lajur untuk p dan q. Kedua
lajur itu masing-masing harus diisi dengan nilai B dan S begitu banyak
sehingga semua kemungkinan kombinasi nilai kebenaran antara
proposisi p dan q tercantum di dalamnya: p benar q benar; p salah q
benar; p benar q salah, dan p salah q salah.
• Kemudian lajur untuk p ˄ q diisi nilai B dan S dengan mengingat
kombinasi B dan S dalam lajur p dan q di depannya.
• Tabel konyungsi menjadi seperti berikut:
• p q P˄q
(1) (2) (3)
B B B
S B S
B S S
S S S
• 3. Disyungsi
• Dalam tabel kebenaran untuk disyungsi juga ada dua lajur pemandu:
untuk p dan untuk q. Lajur ketiga untuk p ˅ q, yang diisi dengan
mengingat nilai B dan S pada kedua lajur pemandu berdasarkan
ketentuan bahwa suatu disyungsi adalah benar kalau dan hanya kalau
setidak-tidaknya salah satu dari anggotanya benar.
• Dengan definisi disyungsi menurut fungsi kebenarannya adalah
sebagai berikut:
• p q P˅q
(1) (2) (3)
B B B
S B B
B S B
S S S
• Tabel kebenaran di atas adalah tabel kebenaran untuk disyungsi
inklusif. Mengenai disyungsi ekslusif, disyungsi itu benar hanya kalau
yang benar hanya salah satu saja dari anggotanya.
• Jadi, kalua p benar dan q benar, maka disyungsinya adalah salah. Jadi,
untuk disyungsi ekslusif, baris pertama dari table kebenaran di atas
harus: B – B – S.
• 4. Implikasi
• Kita gunakan sebuah contoh implikasi, misalnya proposisi kondisional
dengan bentuk berikut: p ͻ q.
• ‘Kalau kucing keluar rumah, maka tikus-tikus bergoyang pantat di
meja.’
• Proposisi di atas mengatakan bahwa: ‘Tidak benar bahwa kucing
keluar rumah dan tikus-tikus tidak bergoyang pantat di meja”. Ditulis
dengan lambang: ~ (p ˄ ~q).
• Kedua proposisi di atas adalah ekuivalen, sehingga p ͻ q ≡ ~ (p ˄ ~q).
• Tabel kebenaran dari ~ (p ˄ ~q) dapat disusun atas dasar ketentuan
negasi dan konyungsi. Proposisi dasar dan lajurnya tetap dua, akan
tetapi jumlah lajurnya ada lima.
• Tabelnya menjadi sebagai berikut:
p q ~q P ˄ ~q ~ (p ˄ ~q)
B B S S B
S B S S B
B S B B S
S S B S B
• Pada table di atas, lajur 3 diisi nilai B dan S berdasarkan lajur 2
dengan mengingat ketentuan mengenai negasi.
• Lajur 4 diisi dengan mengingat ketentuan mengenai konyungsi dan
atas dasar lajur 1 dan 3.
• Lajur 5 diisi berdasarkan lajur 4 dengan mengingat ketentuan
mengenai negasi.
• Karena ~ (p ˄ ~q) ≡ (p ͻ q), maka tabel kebenarannya untuk implikasi
dengan singkat adalah sebagai berikut:
• p q Pͻq
(1) (2) (3)
B B B
S B B
B S S
S S B
• 5. Bi-implikasi
• Di atas kita ketahui bahwa bi-implikasi p ≡ q itu cara lain penulisannya
ialah: (p ͻ q) ˄ (q ͻ p). Lambang yang panjang itu tidak sulit untuk
dijabarkan menjadi tabel kebenaran sebagai berikut:
p q Pͻq qͻp (p ͻ q )˄ (q ͻ p)
B B B B B
S B B S S
B S S B S
S S B B B
• Dalam bentuk table kebenaran definisi bi-implikasi menjadi demikian;
p q p≡q
B B B
S B S
B S S
S S B
• Dari tabel di atas jelas terbaca bahwa bi-implikasi adalah benar kalau
kedua anggotanya memiliki nilai kebenaran yang sama: kedua-duanya
benar atau kedua-duanya salah.
• Pada tabel kebenaran untuk negasi, jumlah proposisi dasarnya hanya
satu dan tabelnya terdiri atas dua baris, satu baris untuk nilai B satu
untuk nilai S.
• Pada tabel konyungsi dan lain-lainnya, jumlah proposisi dasar itu ada
dua dan jumlah baris dalam tabel ada empat, 2 kuadrat, masing-
masing dua kali untuk nilai B dan dua kali untuk nilai S.
• Bagaimana kalau proposisi dasar itu berjumlah tiga seperti dalam
proposisi ini: (p ͻ q) ˅ (r ˄ q) ͻ s, atau lima atau enam dan seterusnya?
• Jumlah lajur pemandu untuk tiga proposisi dasar dengan sendirinya
ada tiga, sedang jumlah barisnya 2³ = 8, kalau jumlah proposisi dasar
dan lajur pemandu ada empat, jumlah baris dalam tabelnya 2⁴=16,
kalau ada lima lajur pemandu, jumlah baris dalam tabelnya 2⁵=32,
dan seterusnya.
• Jumlah baris dalam tabel kebenaran itu sama dengan jumlah kemungkinan kombinasi nilai
kebenaran di antara proposisi-proposisi dasar yang bersangkutan.
• Untuk menghindari agar jangan sampai ada kemungkinan kombinasi nilai yang terlupakan,
sebaiknya ditempuh jalan sebagai berikut:
• 1. Lajur pertama diisi dengan nilai B dan S. Ini jumlah baris dari tabel dengan satu lajur
pemandu.
• 2. Lajur kedua diisi dengan nilai B dan B di belakang nilai B dan S dari lajur pertama.
Kemudian ditambahkan nilai S dan S di lajur kedua, sedang di depannya di lajur pertama
ditambahkan nilai B dan S. Ini jumlah baris dengan nilai-nilai isinya untuk tabel dengan dua
lajur pemandu.
• 3. Kalau ada tiga lajur pemandu, di belakang dua lajur yang sudah ada ditempatkan nilai B
empat kali, kemudian empat kali nilai S. Lajur kedua dan pertama diisi ulangkan dari isi baris-
baris di atasnya.
• 4. Kalau ada empat lajur pemandu, di belakang 3 lajur yang sudah ada dibuat lajur keempat
dengan diisi mula-mula dengan delapan kali nilai B, kemudian delapan kali nilai S. Lajur
pertama, kedua dan ketiga diisi ulangkan dari baris-baris di atasnya.
• 5. dan seterusnya.
LATIHAN
I. Tulislah bentuk dari proposisi-proposisi majemuk di bawah ini dan
buatlah tabel kebenarannya.
1. Ia datang terlambat dan pertunjukan sudah usai.
2. Itu suara orang menangis atau suara kucing.
3. Kalau orang sakit, biasanya ia tidak masuk kerja.
4. Adam masuk dan terus duduk, sedang Hawa tetap berdiri.
5. Meskipun kalah, jago itu tetap bertarung sampai mati.
6. Ia pindah ke Jakarta dan bekerja di sana, sekaligus sambil
melanjutkan studinya.
7. Ia tidak lulus, tetapi ia tidak menyesal, bahkan Ia tertawa geli.
8. Ia anak pandai atau ia bukan anak berbakat tetapi ia sekedar anak rajin.
(p v –q) ˄ r / p v (-q˄r)
9. Kalau ia bukan anak pandai, maka ia tentu anak berbakat dan bukan
hanya sekedar anak rajin. (p ͻ q) ˄ ~r.
10. Si penggedor masuk rumah sambil melepaskan tembakan, sehingga
tuan rumah menggigil ketakutan.
II. Tulislah penalaran di bawah ini sebagai kalimat dalam bentuk lambang
dan buatlah tabel kebenarannya dengan menggunakan variabel
proposisional.
1. Roh itu abadi, tidak rusak, karena bukan materi.
2. Jiwa manusia itu roh, karena dapat berpikir, berefleksi, berkeinginan,
dan sebagainya.
4. Orang yang menghambur-hamburkan uangnya itu tolol. Ada orang kaya yang
menghambur-hamburkan uangnya, jadi ada orang kaya yang tolol.
5. Ada pegawai yang tidak jujur. Padahal pegawai itu harus mengurusi
kepentingan masyarakat, jadi ada orang yang harus mengurusi kepentingan
masyarakat yang tidak jujur.
6. Tidak ada orang baik yang merugikan orang lain. Ada orang kaya yang
merugikan orang lain, jadi ada orang kaya yang bukan orang baik.
7. Ia mempunyai alibi, karena pada waktu pembunuhan itu terjadi, ia bersama
saya makan di restoran ‘Angkasa”.
8. Karena ikut main golf, orang menjadi orang penting.
9. “Ia memang babi benar!” – “Kalau begitu ia itu haram!”
10. Tidak benar untuk menghapus hak milik perorangan, karena hak itu sering
disalahgunakan. Itu sama saja dengan melarang seluruh PJKA karena sering
terjadi kecelakaan.
E. KEGUNAAN TABEL KEBENARAN
Kegunaan tabel kebenaran ialah untuk meneliti apakah berdasarkan
premis-premis dengan nilai kebenaran tertentu, konklusi suatu
penalaran itu benar ataukah salah.
Maka dari lajur-lajur pada sebuah tabel kebenaran harus ditunjuk
yang mana yang premis, yang mana yang konklusi.
Yang pertama-tama harus diperhatikan ialah bahwa urutan lajur
pada table kebenaran itu dibuat menurut kebutuhan untuk
menentukan nilai kebenaran proposisi-proposisi pada penalaran atau
pada proposisi majemuk.
Jadi, tidak ada kaitan antara urutan lajur dengan kedudukan
proposisi sebagai premis atau konklusi.
• Untuk jelasnya, ambillah dua silogisme dengan bentuk-bentuk yang
berbeda-beda sebagai berikut:
• 1. Kalau kucing keluar rumah, tikus-tikus bergoyang pantat di atas meja.
Kucing keluar rumah.
Jadi: Tikus-tikus bergoyang pantat di atas meja.
q ~q
Tabel Kebenaran silogisme I adalah seperti table A di bawah ini:
A Bp q pͻq (p ͻ q) ˄ p (4) ͻ (2)
(1) (2) (3) (4) (5)
B B B B B
S B B S B
B S S S B
S S B S B
• p ˅ (q ˄ r) ≡ (p ˅ q) ˄ (p ˅ r)
• {(p ˄ q) ͻ r} ≡ {p ͻ (q ͻ r)} eksportasi