Anda di halaman 1dari 20

Pengertian Sunnah dan Bid’ah

NAMA KELOMPOK:

1. NANDA FASICHATUL IMANIA (1130119006)


2. ALVIN WAHYU KURNIAWAN (1130119020)
Definisi Sunnah

Secara etimologis (bahasa), kata Sunan adalah jamak dari kata


Sunnah. Sunnah sesuatu berarti jalan sesuatu, sunnah Rasulullah
saw. berarti Jalan Rasulullah saw. Yaitu jalan yang ditempuh dan
ditunjukkan oleh beliau. Sunnatullah dapat diartikan Jalan hikmah-
Nya dan jalan mentaati-Nya.
Contoh firman Allah swt. Dalam surat Al-Fatah : 23 :
“Sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu. Kalian tidak akan
menemukan perubahan pada Sunnatullah itu” .
Artinya, bahwa cabang-cabang hukum syari’at sekalipun berlainan
bentuknya, tetapi tujuan dan maksudnya tidak berbeda dan tidak
berubah, yaitu membersihkan jiwa manusia dan mengantarkan kepada
keridhoan Allah swt.
Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya mengatakan: ‘Sunnah Jahiliyah
adalah adat kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat Jahiliyyah.
Jadi kata sunnah dalam hal itu berarti adat kebiasaan yaitu jalan atau
cara yang berulang-ulang dilakukan oleh orang banyak, baik mengenai
permasalahan yang dianggap sebagai peribadatan maupun yang tidak
dianggap sebagai peribadatan’.
Demikian juga dikatakan oleh Ibnu Hajar al-Asqolani mengenai
makna kata Fithrah. Ia mengatakan, bahwa beberapa riwayat
hadits menggunakan kata sunnah sebagai pengganti kata fithrah,
dan bermakna thariqah atau jalan. Imam Abu Hamid dan Al-
Mawardi juga mengartikan kata sunnah dengan thariqah (jalan).
Adapun sunnah secara terminologis (istilah) yang disimpulkan
oleh para ulama ialah: segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhamad saw baik berupa ucapan (hadits), aksi (perbuatan)
maupun determinasi atau pengakuannya.
Untuk bisa mentafsirkan sunnah Nabi saw, kita harus
memahaminya secara konprehensif baik dari kaidah bahasa arab
yang berurusan dengan hadits maupun asbabul wurud yang
berkaitan dengan perbuatan dan determinasinya. Sunnah tidak bisa
ditafsirkan dengan kemampuan otak manusia, Sunnah merupakan
wahyu, terkandung di dalamnya hikmah yang tidak mampu
dijangkau otak manusia. Manusia hanya bisa menjangkau apa yang
bisa dicerna oleh indra dan diukur dengan ruang dan waktu di
mana manusia itu berpijak.
Definisi Bid’ah

Secara etimologis (bahasa), kata Bid’ah diambil dari kata Bida’,


yang artinya mengadakan sesuatu tanpa adanya contoh.
Menurut Imam Asy-syatibi, bid’ah adalah bentuk ibadah atau
perilaku yang menyerupai ajaran agama islma namun tidak sesuai
dengan syariat atau tidak terdapat dalilnya secara tepat. Adapun
pengertian lain dari bid’ah ialah mengada-adakan bentuk ibadah
atau syariat agama.
Bid’ah dibagi menjadi 2 kelompok:

Kelompok yang menggunakan Kelompok yang menggunakan


pendekatan Etimologis pendekatan Terminologis
Kelompok pertama, yaitu kelompok yang menggunakan
pendekatan etimologis mencoba mendefinisikan bid’ah dengan
mengambil akar derivatif kata bid’ah yang artinya penciptaan atau
inovasi yang sebelumnya belum pernah ada. Maka semua
penciptaan dan inovasi dalam agama yang tidak pernah ada pada
zaman Rasulullah saw disebut bid’ah, tanpa membedakan antara
yang baik dan buruk dan tanpa membedakan antara ibadah dan
lainnya.
Menurut Imam Syafi’i tentang pemahaman bid’ah ada dua
riwayat yang menjelaskannya., antara lain:

1. Riwayat Abu Nu’aim;

‫ بدعة محمودة وبدعة مذمومة فما وافق السنة فهو محمود وما خالفها فهو‬: ‫البدعة بدعتان‬
‫مذموم‬                    
"Bid’ah itu ada dua macam, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah
yang sesuai dengan sunnah, maka itulah bid’ah yang terpuji
sedangkan yang menyalahi sunnah, maka dialah bid’ah yang
tercela".
2. Riwayat Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i;

‫قال المحدثات ضربان ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا فهذه بدعة الضالل وما‬
‫أحدث من الخير ال يخالف شيئا من ذلك فهذه محدثة غير مذمومة انتهى‬ 
"Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-
perkara baru yang menyalahi Al-Qur’an, Hadits, Atsar atau Ijma’.
Inilah bid’ah dholalah/sesat. Kedua, adalah perkara-perkara baru
yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah
satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah
tercela".
Kelompok kedua, yaitu kelompok yang menggunakan
pendekatan terminologis, mendefinisikan bid’ah adalah semua
kegiatan baru di dalam agama, yang diyakini itu bagian dari agama
padahal sama sekali bukan dari agama. Atau semua kegiatan
agama yang diciptakan berdampingan dengan ajaran agama dan
disertai keyakinan bahwa melaksakan kegiatan tersebut merupakan
bagian dari agama. Kegiatan tersebut mencakup bidang agama
dan lainnya.
Sebagian ulama dari golongan ini mengatakan bahwa bid’ah
hanya berlaku di bidang ibadah. Dengan definisi seperti ini, semua
bid’ah dalam agama dianggap sesat dan tidak perlu lagi
dikategorikan dengan wajib, sunnah, makruh dan mubah. Golongan
ini mengimplementasikan hadist yang artinya "setiap bid’ah adalah
sesat", terhadap semua bid’ah yang ada sesuai definisi tersebut.
Dalil adanya Bid’ah yang baik:

Amaliah sahabat
Al-Qur’an Hadist Rasulullah
Rasulullah
1. Dalil adanya bid’ah yang baik menurut Al-Qur’an

‫ َّت َبع ُْوهُ َرا َف ًة َو َرحْ َم ًة َو َرهْ با َ ِني ًَّة ا ْب َتدَ ع ُْو َها َما َك َت ْب َنا َها َعلَي ِْه ْم‬q‫ب الَّ ِذي َْن ا‬
ِ ‫َو َج َع ْل َنا ِفيْ قُلُ ْو‬
‫هللا َف َما َر َء ْو َها َح َّق َر َعا َي ِت َه‬
ِ ‫ان‬ ِ ‫ِااَّل ا ْب ِت َغا َء ِرضْ َو‬
“...dan kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya
rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan
rahbahiyyah padahal kami tidak mewajibkanyan kepada mereka
tetapi (mereka sendirilahyang mengada-adakannya) untuk mencari
keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan
pemeliharaan yang semestinya...” (Q.S. Al-Hadid/57:27)
Dalam ayat tersebut, Allah menyebut kerahiban Ahli Kitab
sebagai bid’ah yang mereka karang sendiri, namun Allah tidak
mencela kebid’ahan itu. Celaan justru terjadi bagi orang yang tidak
mempertahankan kerahiban itu sebagaimana mestinya. Kerahiban
dilarang di dalam syariat bukan karena kerahiban itu bid;ah,
tetapikarena ada dalil lain yang melarang hal itu.
2. Dalil adanya bid’ah yang baik menurut Hadist Rasulullah

َ ‫ي‬q‫ث ِفيْ اَ ْم ِر َنا َه َذا َما َل‬


)‫ْس ِم ْن ُه َفه َُو َر ٌّد (رواه مسلم‬ َ ‫َمنْ اَ َح َد‬
“Siapa yang membuat hal baru dalam urusan kami ini yang tidak
termasuk darinya, maka tertolak.” (H.R. Muslim).
َ ‫ي‬qq‫ا َل‬q‫ َم‬bukan qُ ‫ْس ِم ْنه‬
Dalam redaksi lain disebutkan kataqِ ‫يْه‬qqq‫ْس ِف‬ َ ‫ي‬qq‫ا َل‬q‫م‬,
َ
namun keduanya semakna. Menurut hadis tersebut, hal yang baru
tertolak (dilarang) hanya jika memenuhi dua kondisi. Pertama, hal
baru tersebut merupakan perkara agama. Kedua, hal baru tersebut
sama sekali tidak mempunyai landasan dalil-dalil agama, baik dalil
yang khusus maupun umum. Dengan kata lain, jika hal baru
tersebut bukan merupakan urusan agama semisal bersepeda, naik
mobil, internet, dan sebagainya, maka tidak ditolak. Dengan alasan
inilah, kalangan Salafi-wahabi membagi bid’ah menjadi dua, yakni
bid’ah duniawi (lughawi/nisbi) dan bid’ah ukhrawi sandaran dalil,
baik dalil khusus maupun umum, maka hal baru tersebut menjadi
tidak ditolak.
3. Dalil adanya bid’ah yang baik menurut Amaliah Sahabat Rasulullah

‫ "يا بالل حدثني‬: ‫ ان النبي صلى هللا ءليه وسلم قال لبالل ءند صالة الفخر‬: ‫ءن ابي هريرة رضي هللا ءنه‬
‫ " ما عملت عمال ارجى‬: ‫ فاني سمعت دف نعليك بين يدي فى الجنة" قال‬،‫بارجى ءمل ءملته فى االسالم‬
‫ اني لم اتطهر طهورا في سا عة ليل او نهار اال صليت بذلك الطهور ما كتب لي ان اصلي" (رواه‬: ‫عندي‬
‫البخاري‬
“Dari Abu Hurayrah, bahwa Nabi bersabda kepada Bilal ketika waktu shalat
subuh: ‘Wahai Bilal, ceritakan padaku tentang perbuatanmu yang paling
diharapkan selama memeluk Islam. Sesungguhnya aku mendengar suara
sandalmu di depanku di surga.’Bilal berkata: ‘Saya tidak melakukan
perbuatan yang paling bisa saya harapkan, di mana saya tidak bersuci di
waktu siang atau malam kecuali aku mengerjakan shalat (sunah) atas
kesucian itu pada shalat yang diwajibkan padaku’.” ( H.R. Al-Bukhari).
Imam Syafi’i membagi bid’ah menjadi dua, yakni bid’ah
hasanah (bid’ah yang baik) dan bid’ah madzmumah (bid’ah yang
buruk). Beberapa orang yang anti bid’ah hasanah mencoba untuk
mengelabui orang awam dengan mengesankan bahwa pembagian
ْ ‫ َّح‬q ‫ص‬
bid’ah yang asy-Syafi’i sendiri yang mengatakan :" ‫ َُو‬q‫ه‬qqq‫ل َح ِدي ُْث َف‬qq‫ا‬ َ ‫ِا َذا‬
‫( َم ْذ َه ِب ْي‬kalau hadisnya telah sahih, maka itulah mazhabku).” Mereka
lalu membaca hadis “kullu bid’atin dhalalah”, dan mengatakan
bahwa hadis itu sahih serta tidak ada pengecualiannya sehingga
hadis itulah yang menjadi mazhab Imam asy-Syafi’i yang
sebenarnya, bukan pendapatnya yang membagi bid’ah menjadi
dua.
TERIMAKASIH..

Anda mungkin juga menyukai