Kel. 5 Aswaja Sunnah Bid'Ah
Kel. 5 Aswaja Sunnah Bid'Ah
NAMA KELOMPOK:
بدعة محمودة وبدعة مذمومة فما وافق السنة فهو محمود وما خالفها فهو: البدعة بدعتان
مذموم
"Bid’ah itu ada dua macam, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah
yang sesuai dengan sunnah, maka itulah bid’ah yang terpuji
sedangkan yang menyalahi sunnah, maka dialah bid’ah yang
tercela".
2. Riwayat Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i;
قال المحدثات ضربان ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا فهذه بدعة الضالل وما
أحدث من الخير ال يخالف شيئا من ذلك فهذه محدثة غير مذمومة انتهى
"Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-
perkara baru yang menyalahi Al-Qur’an, Hadits, Atsar atau Ijma’.
Inilah bid’ah dholalah/sesat. Kedua, adalah perkara-perkara baru
yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah
satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah
tercela".
Kelompok kedua, yaitu kelompok yang menggunakan
pendekatan terminologis, mendefinisikan bid’ah adalah semua
kegiatan baru di dalam agama, yang diyakini itu bagian dari agama
padahal sama sekali bukan dari agama. Atau semua kegiatan
agama yang diciptakan berdampingan dengan ajaran agama dan
disertai keyakinan bahwa melaksakan kegiatan tersebut merupakan
bagian dari agama. Kegiatan tersebut mencakup bidang agama
dan lainnya.
Sebagian ulama dari golongan ini mengatakan bahwa bid’ah
hanya berlaku di bidang ibadah. Dengan definisi seperti ini, semua
bid’ah dalam agama dianggap sesat dan tidak perlu lagi
dikategorikan dengan wajib, sunnah, makruh dan mubah. Golongan
ini mengimplementasikan hadist yang artinya "setiap bid’ah adalah
sesat", terhadap semua bid’ah yang ada sesuai definisi tersebut.
Dalil adanya Bid’ah yang baik:
Amaliah sahabat
Al-Qur’an Hadist Rasulullah
Rasulullah
1. Dalil adanya bid’ah yang baik menurut Al-Qur’an
َّت َبع ُْوهُ َرا َف ًة َو َرحْ َم ًة َو َرهْ با َ ِني ًَّة ا ْب َتدَ ع ُْو َها َما َك َت ْب َنا َها َعلَي ِْه ْمqب الَّ ِذي َْن ا
ِ َو َج َع ْل َنا ِفيْ قُلُ ْو
هللا َف َما َر َء ْو َها َح َّق َر َعا َي ِت َه
ِ ان ِ ِااَّل ا ْب ِت َغا َء ِرضْ َو
“...dan kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya
rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan
rahbahiyyah padahal kami tidak mewajibkanyan kepada mereka
tetapi (mereka sendirilahyang mengada-adakannya) untuk mencari
keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan
pemeliharaan yang semestinya...” (Q.S. Al-Hadid/57:27)
Dalam ayat tersebut, Allah menyebut kerahiban Ahli Kitab
sebagai bid’ah yang mereka karang sendiri, namun Allah tidak
mencela kebid’ahan itu. Celaan justru terjadi bagi orang yang tidak
mempertahankan kerahiban itu sebagaimana mestinya. Kerahiban
dilarang di dalam syariat bukan karena kerahiban itu bid;ah,
tetapikarena ada dalil lain yang melarang hal itu.
2. Dalil adanya bid’ah yang baik menurut Hadist Rasulullah
"يا بالل حدثني: ان النبي صلى هللا ءليه وسلم قال لبالل ءند صالة الفخر: ءن ابي هريرة رضي هللا ءنه
" ما عملت عمال ارجى: فاني سمعت دف نعليك بين يدي فى الجنة" قال،بارجى ءمل ءملته فى االسالم
اني لم اتطهر طهورا في سا عة ليل او نهار اال صليت بذلك الطهور ما كتب لي ان اصلي" (رواه: عندي
البخاري
“Dari Abu Hurayrah, bahwa Nabi bersabda kepada Bilal ketika waktu shalat
subuh: ‘Wahai Bilal, ceritakan padaku tentang perbuatanmu yang paling
diharapkan selama memeluk Islam. Sesungguhnya aku mendengar suara
sandalmu di depanku di surga.’Bilal berkata: ‘Saya tidak melakukan
perbuatan yang paling bisa saya harapkan, di mana saya tidak bersuci di
waktu siang atau malam kecuali aku mengerjakan shalat (sunah) atas
kesucian itu pada shalat yang diwajibkan padaku’.” ( H.R. Al-Bukhari).
Imam Syafi’i membagi bid’ah menjadi dua, yakni bid’ah
hasanah (bid’ah yang baik) dan bid’ah madzmumah (bid’ah yang
buruk). Beberapa orang yang anti bid’ah hasanah mencoba untuk
mengelabui orang awam dengan mengesankan bahwa pembagian
ْ َّحq ص
bid’ah yang asy-Syafi’i sendiri yang mengatakan :" َُوqهqqqل َح ِدي ُْث َفqqا َ ِا َذا
( َم ْذ َه ِب ْيkalau hadisnya telah sahih, maka itulah mazhabku).” Mereka
lalu membaca hadis “kullu bid’atin dhalalah”, dan mengatakan
bahwa hadis itu sahih serta tidak ada pengecualiannya sehingga
hadis itulah yang menjadi mazhab Imam asy-Syafi’i yang
sebenarnya, bukan pendapatnya yang membagi bid’ah menjadi
dua.
TERIMAKASIH..