Anda di halaman 1dari 41

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Postpartum

2.1.1 Pengertian

Masa nifas atau post partum atau disebut juga masa puerperium

merupakan waktu yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ

reproduksinya seperti saat sebelum hamil atau disebut involusi terhitung dari

selesai persalinan hingga dalam jangka waktu kurang lebih 6 Minggu atau

42 hari (Maritalia, 2017).

Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak

disebut dengan puerperium yang berasal dari kata Puer yang artinya bayi

dan Parous yang artinya melahirkan. Jadi, puerperium merupakan masa

setelah melahirkan bayi dan masa pulih kembali mulai kala IV selesai

sampai alat-alat kandungan kembali seperti saat sebelum hamil. Masa nifas

(puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta hingga dengan 6

Minggu atau 42 hari setelah (Dewi & Sunarsih 2012 dalam Aprilianti,

2019).

2.1.2 Tahapan Post Partum

Beberapa tahapan pada masa nifas (Maritalia, 2017) adalah sebagai berikut :

1. Puerperium dini

Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu yang melahirkan

spontan tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan

untuk mobilisasi dini atau segera. Ibu diperbolehkan untuk berdiri dan

berjalan-jalan.

8
9

2. Puerperium intermedial

Merupakan masa pemulihan yang berlangsung selama kurang lebih

6 Minggu atau 42 hari, dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-

angsur akan kembali ke keadaan saat sebelum hamil.

3. Remote puerperium

Merupakan waktu yang diperlukan ibu untuk dapat pulih kembali

terutama saat hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Pada

tahap ini rentang waktu yang dialami setiap ibu akan berbeda tergantung

dari berat ringannya komplikasi yang dialami selama hamil ataupun

persalinan.

2.1.3 Perubahan Fisiologi Post Partum

Pada masa nifas, organ reproduksi interna dan eksterna akan

mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil secara berangsur-

angsur. Selain organ reproduksi, beberapa perubahan fisiologi yang terjadi

selama masa nifas adalah sebagai berikut :

1. Uterus

Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan

berotot, berbentuk seperti buah alpukat yang sedikit gepeng dan berukuran

sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7 – 8 cm, lebar sekitar 5 – 5,5

cm dan tebal sekitar 2,5 cm. uterus terdiri dari 3 bagian yaitu fundus uteri,

korpus uteri, dan serviks uteri. Dinding uterus terdiri dari otot polos dan

tersusun atas 3 lapis, yaitu :

a. Perimetrium, yaitu lapisan terluar yang berfungsi sebagai pelindung

uterus.
10

b. Miometrium, yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk

kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk

semula setiap bulannya.

c. Endometrium, yaitu lapisan terdalam yang kaya akan sel darah merah.

Bila tidak terjadi pembuahan maka dinding endometrium akan

meluruh bersama dengan sel ovum matang. Selama kehamilan, uterus

berfungsi sebagai tempat tumbuh, melekat dan berkembangnya hasil

konsepsi. Pada akhir kehamilan, berat uterus dapat mencapai 1000

gram. Berat uterus seorang wanita dalam keadaan tidak hamil kurang

lebih 30 gram. Perubahan berat ini karena pengaruh peningkatan kadar

hormone estrogen dan progresterone selama hamil yang menyebabkan

hipertropi otot polos uterus (Maritalia, 2017).

Satu minggu setelah persalinan berat uterus kurang lebih menjadi

500 gram, dua minggu setelah persalinan kurang lebih menjadi 300 gram

dan setelah enam minggu persalinan kurang lebih akan menjadi 40-60

gram. Perubahan ini terjadi karena segera setelah persalinan kadar

hormone estrogen dan progresterone akan menurun dan mengakibatkan

proteolisis pada dinding uterus (Maritalia, 2017).

Perubahan yang terjadi pada dinding uterus adalah munculnya

thrombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta lalu

jaringan-jaringan ini akan terlepas. Tidak ada pebentukan jaringan parut

pada bekas tempat implantasi plasenta karena pelepasan jaringan ini

berlangsung lengkap (Maritalia, 2017).


11

Dalam keadaan fisiologis, pada pemeriksaan fisik yang dilakukan

secara palpasi didapat bahwa tinggi fundus uteri akan berada setinggi

pusat saat setelah janin lahir, sekitar 2 jari di bawah pusat setelah plasenta

lahir, pertengahan antara pusat dan simfisis pada hari ke 5 postpartum dan

setelah 12 hari postpartum tidak dapat diraba lagi (Maritalia, 2017).

2. Serviks

Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya

menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Serviks

menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya

janin dari uterus menuju saluran vagina pada saat persalinan. Selama

kehamilan, serviks mengalami perubahan karena pengaruh hormone

estrogen. Meningkatnya hormone estrogen pada saat hamil dan disertai

dengan hipervaskularisasi mengakibatkan konsistensi serviks menjadi

lunak (Maritalia, 2017).

Serviks tidak memiliki fungsi sebagai sfingter. Setelah melahirkan,

serviks tidak secara otomatis akan menutup seperti sfingter. Membukanya

serviks pada saat persalinan hanya mengikuti tarikan-tarikan korpus uteri

ke atas dan tekanan bagian bawah janin ke bawah (Maritalia, 2017).

Saat setelah persalinan bentuk serviks akan menganga seperti

corong. Hal ini disebabkan oleh korpus uteri yang berkontraksi sedangkan

serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi merah

kehitaman karena mengandung banyak pembuluh darah dengan

konsistensi lunak (Maritalia, 2017).


12

Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh

tangan pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks hanya dapat dilewati

oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya dapat dilewati oleh 1

jari saja (Maritalia, 2017).

3. Vagina

Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus

dengan tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan

satu sama lain dengan ukuran panjang kurang lebih 6,5 cm dan kurang

lebih 9 cm. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat-lipat dan disebut rugae.

Lipatan-lipatan ini memungkinkan vagina melebar pada saat persalinan

dan sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir. Selama

kehamilan, terjadi hipervaskularisasi lapisan jaringan dan mengakibatkan

dinding vagina berwarna kebiru-biruan (Maritalia, 2017).

Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta

peregangan yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi.

Beberapa hari pertama setelah proses tersebut, vagina tetap berada pada

keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali pada keadaan tidak

hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul

kembali (Maritalia, 2017).

Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir dan

merupakan saluran yang menghubungkan cavum uteri dengan tubuh

bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkannya

secret yang berasal dari cavum uteri selama masa nifas yang disebut

lochea (Maritalia, 2017).


13

Secara fisiologis, lochea yang dikeluarkan dari cavum uteri akan

berbeda karakteristiknya dari hari ke hari. Hal ini disesuaikan dengan

perubahan yang terjadi pada dinding uterus akibat penurunan kadar

hormone estrogen dan progesterone (Maritalia, 2017).

Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah sebagai berikut :

a. Lochea Rubra/kruenta

Timbul pada hari ke 1-2 postpartum. Terdiri dari darah segar

bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks

kaseosa, lanugo dan mekonium.

b. Lochea Sanguinolenta

Timbul pada hari ke 3-7 postpartum. Karakteristik lochea

sanguinolenta berupa darah bercampur lendir.

c. Lochea Serosa

Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu

postpartum.

d. Lochea Alba

Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan

putih.

Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada

jalan lahir, baunya akan berubah menjadi bau busuk. Bila lochea berbau

busuk segera ditangani agar ibu tidak mengalami infeksi lanjut atau sepsis

(Maritalia, 2017).
14

4. Vulva

Vulva merupakan organ reproduksi eksterna, berbentuk lonjong,

bagian depan dibatasi oleh klitoris, bagian belakang oleh perineum, bagian

kiri dan kanan oleh labia minora. Pada vulva, dibawah clitoris, terdapat

orifisium uretra eksterna yang berfungsi sebagai tempat keluarnya urin

(Maritalia, 2017).

Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan

serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi.

Beberapa hari pertama setelah proses melahirkan vulva tetap berada dalam

keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan

tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol (Maritalia, 2017).

5. Payudara (Mammae)

Payudara atau mammae adalah kelenjar yang terletak di bawah

kulit, di atas otot dada. Secara makroskopis, struktur payudara terdiri dari

korpus (badan), areola dan papilla atau putting. Fungsi dari payudara

adalah memproduksi susu (Air Susu Ibu) sebagai nutrisi bagi bayi

(Maritalia, 2017).

Sejak kehamilan trimester pertama kelenjar mammae sudah

dipersiapkan untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan yang terjadi pada

kelenjar mammae selama kehamilan adalah :

a. Proliferasi jaringan atau pembesaran payudara. Terjadi karena

pengaruh hormone estrogen dan progesterone yang meningkat selama

hamil, merangsang duktus dan alveoli kelenjar mammae untuk

persiapan produksi ASI.


15

b. Terdapat cairan yang berwarna kuning (kolostrum) pada duktus

laktiferus. Cairan ini kadang-kadang dapat dikeluarkan atau keluar

sendiri melalui putting susu saat usia kehamilan memasuki trimester

ketiga.

c. Terdapat hipervaskularisasi pada bagian permukaan maupun bagian

dalam kelenjar mammae.

Setelah proses persalinan selesai, pengaruh hormone estrogen dan

progesterone terhadap hipofisis mulai menghilang. Hipofisis mulai

mensekresi hormone kembali yang salah satu diantaranya adalah

lactogenic hormone atau hormone prolaktin (Maritalia, 2017).

Selama kehamilan hormone prolaktin dari plasenta meningkat

tetapi ASI belum keluar karena pengaruh hormone estrogen yang masih

tinggi. Kadar estrogen dan progesterone akan menurun pada saat hari

kedua atau ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada

hari-hari pertama ASI mengandung banyak kolostrum, yaitu cairan

berwarna agak kuning dan sedikit lebih kental dari ASI yang disekresi

setelah hari ketiga postpartum (Maritalia, 2017).

Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks

prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu

dikarenakan isapan bayi (Maritalia, 2017).

a. Refleks Prolaktin

Akhir kehamilan hormone prolaktin memegang peranan untuk

membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan

aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesterone yang


16

masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu saat lepasnya plasenta dan

berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan progesterone

juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang putting susu dan

kalang payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi

sebagai reseptor mekanik (Maritalia, 2017).

Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla

spinalis hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor

penghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran

faktor pemacu sekresi prolaktin. Hormone ini merangsang sel-sel

alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu (Maritalia, 2017).

Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan

setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut

tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun

pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu nifas yang tidak

menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu kedua

sampai minggu ketiga (Maritalia, 2017).

b. Refleks Aliran (let down reflek)

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise

posterior (neurohipofise) yang kemudian mengeluarkan oksitosin.

Melalui aliran darah, hormone ini menuju uterus sehingga

menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras air susu

yang telah terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan
17

selanjutnya mengalir melalui duktus lactiferus masuk ke mulut bayi

(Maritalia, 2017).

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan reflek let down adalah :

melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan

untuk menyusui bayi. Faktor-faktor yang menghambat reflek let down

adalah stress, seperti : keadaan bingung atau pikiran kacau, takut dan

cemas (Maritalia, 2017).

6. Tanda-tanda Vital

Tanda-tanda vital merupakan tanda-tanda penting pada tubuh yang

dapat berubah bila tubuh mengalami gangguan atau masalah. Tanda-tanda

vital yang sering digunakan sebagai indikator bagi tubuh yang mengalami

gangguan atau masalah kesehatan adalah nadi, pernafasan, suhu, dan

tekanan darah. Tanda-tanda vital ini biasanya saling mempengaruhi satu

sama lain. Artinya, bila suhu meningkat, maka nadi dan pernafasan juga

akan meningkat, dan sebaliknya. Tanda-tanda vital yang berubah selama

masa nifas adalah :

a. Suhu Tubuh

Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekitar

0,50C dari keadaan normal (360C – 37,50C), namun tidak lebih dari

380C. Hal ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme tubuh

pada saat proses persalinan. Setelah 12 jam postpartum, suhu tubuh

yang meningkat tadi akan kembali seperti keadaan semula. Bila suhu

tubuh tidak kembali ke keadaan normal atau bahkan meningkat, maka


18

perlu dicurigai terhadap kemungkinan terjadinya infeksi (Maritalia,

2017).

b. Nadi

Denyut nadi normal berkisar antara 60-80 kali per menit. Pada saat

proses persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah

proses persalinan selesai frekwensi denyut nadi dapat sedikit lebih

lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali normal.

c. Tekanan Darah

Tekanan darah normal untuk systole berkisar antara 110 – 140

mmHg. Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah

dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya perdarahan pada

proses persalinan. Bila tekanan darah mengalami peningkatan lebih

dari 30 mmHg pada systole atau lebih dari 15 mmHg pada diastole

perlu dicurigai timbulnya hipertensi atau pre eklamsia post partum.

d. Pernafasan

Frekwensi pernafasan normal berkisar antara 18 – 24 kali per

menit. Pada saat partus frekwensi pernafasan akan meningkat karena

kebutuhan oksigen yang tinggi unuk tenaga ibu meneran atau

mengejan dan mempertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap

terpenuhi. Setelah partus selesai, frekwensi pernafasan akan kembali

normal. Keadaan pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu dan

denyut nadi.
19

7. Hormon

Selama kehamilan terjadi peningkatan kadar hormone estrogen dan

progesterone. Hormone tersebut berfungsi untuk mempertahankan agar

dinding uterus tetap tumbuh dan berproliferasi sebagai media tempat

tumbuh dan berkembangnya hasil konsepsi. Sekitar 1-2 minggu sebelum

partus dimulai, kadar hormone estrogen dan progesterone akan menurun.

Memasuki trimester kedua kehamilan, mulai terjadi peningkatan kadar

hormone prolaktin dan prostaglandin. Hormone prolaktin akan

merangsang pembentukan air susu pada kelenjar mammae dan

prostaglandin memicu sekresi oksitosin yang menyebabkan timbulnya

kontraksi uterus.

Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai

sekitar 6 minggu setelah melahirkan. Kadar prolaktin dalam darah ibu

dipengaruhi oleh frekwensi menyusui, lama setiap kali menyusui, dan

nutrisi yang dikonsumsi ibu selama menyusui. Hormone prolaktin ini akan

menekan sekresi Folikel Stimulating Hormon (FSH) sehingga mencegah

terjadinya ovulasi. Oleh karena itu, memberikan ASI pada bayi dapat

menjadi alternative metode KB yang dikenal dengan MAL (Metode

Amenorhea Laktasi) (Maritalia, 2017).

8. Sistem Peredaran Darah (Cardio Vascular)

Perubahan hormone selama hamil dapat menyebabkan terjadinya

hemodilusi sehingga kadar Hemoglobin (Hb) wanita hamil biasanya

sedikit lebih rendah dibandingan dengan wanita tidak hamil. Selain itu,

terdapat hubungan antara sirkulasi darah ibu dengan sirkulasi janin melalui
20

plasenta. Setelah janin dilahirkan, hubungan sirkulasi darah tersebut akan

terputus sehingga volume darah ibu relative akan meningkat. Keadaan ini

terjadi secara cepat dan mengakibatkan beban kerja jantung sedikit

meningkat. Namun hal tersebut segera diatasi oleh system homeostatis

tubuh dengan mekanisme kompensasi berupa timbulnya hemokonsentrasi

sehingga volume darah akan kembali normal. Biasanya ini terjadi sekitar 1

sampai 2 minggu setelah melahirkan (Maritalia, 2017).

9. Sistem Pencernaan

Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (Sectio Caesarea)

biasanya membutuhkan waktu sekitar 1 – 3 hari agar fungsi saluran cerna

dan nafsu makan dapat kembali normal. Ibu yang melahirkan secara

spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan energi yang

begitu banyak pada saat proses melahirkan (Maritalia, 2017).

Buang air besar (BAB) biasanya mengalami perubahan pada 1 – 3

hari pertama postpartum. Hal ini karena penurunan tonus otot selama

proses persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan, kurang asupan

nutrisi dan dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri

disekitar anus atau perineum setiap kali akan BAB juga mempengaruhi

defekasi secara spontan. Faktor-faktor tersebut sering menyebabkan

timbulnya konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan

defekasi yang teratur perlu dilatih kembali setelah tonus otot kembali

normal (Maritalia, 2017).


21

10. Sistem Perkemihan

Perubahan hormonal pada masa hamil menyebabkan peningkatan

fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar hormone steroid setelah wanita

melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama

postpartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah

wanita melahirkan. Diperlukan waktu sekitar 2 sampai 8 minggu supaya

hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke

keadaan sebelum hamil. Pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus

urinarius bisa menetap selama 3 bulan (Maritalia, 2017).

Terdapatnya laktosa dalam urin (laktosuria positif) pada ibu

menyusui merupakan hal yang normal. BUN (Blood Urea Nitrogen), yang

meningkat selama postpartum, merupakan akibat autolisis uterus yang

mengalami involusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus

juga menyebabkan proteinuria ringan selama satu sampai dua hari

postpartum. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita. Asetonuria bisa

terjadi pada wanita dengan persalinan normal atau pada wanita dengan

partus macet atau partus lama yang disertai dehidrasi (Maritalia, 2017).

Dalam 12 jam pertama postpartum, ibu mulai membuang kelebihan

cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme

untuk mengurangi retensi cairan selama masa hamil ialah diaphoresis luas,

terutama pada malam hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah

melahirkan. Dieresis postpartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar

estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada ekstermitas bawah,

dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan


22

mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan

melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan

berat badan sekitar 2,5 kg selama postpartum. Pengeluaran kelebihan

cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan

metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of

pregnancy) (Maritalia, 2017).

Trauma yang terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses

melahirkan sewaktu bayi melewati jalan lahir dapat menyebabkan dinding

kandung kemih mengalami hiperemi dan edema. Kandung kemih yang

edema, terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi,

pengosongan yang tak sempurna dan urine residual, kecuali jika dilakukan

asuhan untuk mendorong terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan

saat tidak merasa untuk berkemih. Pemasangan kateter dapat

menimbulkan trauma pada kandung kemih, uretra dan meatus urinarius

(Maritalia, 2017).

Adanya trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung

kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anastesi menyebabkan

keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa nyeri pada panggul

yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau

episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan

berkemih, seiring dieresis postpartum, bisa menyebabkan distensi kandung

kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita

melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini

bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik (Maritalia, 2017).


23

Pada masa postpartum tetap lanjut, distensi yang berlebihan ini

dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga

mengganggu proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi berlebih

pada kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni).

Dengan mengosongkan kandung kemih biasanya akan pulih kembali

dalam 5 – 7 hari setelah bayi lahir (Maritalia, 2017).

11. Sistem Integumen

Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpegmentasi pada

wajah (cloasma gravidarum), leher, mammae, dinding perut dan beberapa

lipatan sendi karena pengaruh hormone, akan menghilang selama masa

nifas (Maritalia, 2017).

12. Sistem Musculoskeletal

Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi

longgar, kendur, dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan

sampai beberapa bulan akibat peregangan yang begitu lama selama hamil.

Ambulasi dini, mobilisasi dan senam nifas sangat dianjurkan untuk

mengatasi hal tersebut. Pada wanita yang athenis terjadi diastasis dari otot-

otot rectus abdominalis sehingga seolah-olah sebagian dari dinding perut

di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat

yang lemah ini menonjol jika berdiri atau mengejan (Maritalia, 2017).

2.1.4 Perubahan Psikologi Postpartum

Sedangkan adaptasi psikologis masa nifas merupakan suatu proses

adaptasi yang sebenarnya sudah terjadi pada saat kehamilan. Menjelang

persalinan, perasaan senang karena akan berubah peran menjadi seorang ibu
24

dan segera bertemu dengan bayi yang dikandungnya selama berbulan-bulan

dan telah lama dinantikan. Selain itu, akan timbul perasaan cemas karena

khawatir terhadap calon bayi yang akan dilahirkannya nanti, apakah lahir

dengan sempurna atau tidak. Perubahan psikologis mempunyai peranan

yang sangat penting karena pada masa ini ibu nifas menjadi lebih sensitif.

Tentunya pada ibu primipara dan multipara memiliki kebutuhan yang

berbeda-beda. Multipara akan lebih mudah dalam mengantipasi

keterbatasan fisiknya dan lebih mudah beradaptasi terhadap peran dan

interaksi sosialnya. Sedangkan pada ibu primipara mungkin kebingungan

dan frustasi karena merasa tidak kompeten dalam merawat bayi dan tidak

mampu mengontrol situasi. Maka dari itu ibu primipara lebih memerlukan

dukungan yang lebih besar (Maritalia, 2017).

1. Adaptasi Psikologis Ibu Postpartum

Pada primipara, menjadi orangtua merupakan pengalaman

tersendiri dan dapat menimbulkan stress bila tidak ditangani dengan

segera. Perubahan peran dari wanita biasa menjadi seorang ibu

memerlukan adaptasi sehingga ibu dapat melakukan perannya dengan

baik. Perubahan hormonal yang sangat cepat setelah proses melahirkan

juga ikut mempengaruhi keadaan emosi dan proses adaptasi ibu pada masa

nifas. Fase-fase yang dialami oleh ibu pada masa nifas adalah sebagai

berikut :

a. Fase Taking In

Merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari

pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu berfokus pada


25

dirinya sendiri sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.

Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih disebabkan karena proses

persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa mulas, nyeri pada jalan

lahir, kurang tidur atau kelelahan, merupakan hal yang sering

dikeluhkan ibu. Pada fase ini, kebutuhan istirahat, asupan nutrisi dan

komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi. Jika kebutuhan tersebut

tidak terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan psikologis berupa :

kekecewaan pada bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan

fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya

dan kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya (Maritalia,

2017).

b. Fase Taking Hold

Merupakan fase yang berlangsung antara 3 – 10 hari setelah

melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa

tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitive

sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah

komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan atau

pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya. Penuhi

kebutuhan ibu tentang cara perawatan bayi, cara menyusui yang baik

dan benar, cara perawatan luka jalan lahir, mobilisasi postpartum,

senam nifas, nutrisi, istirahat, kebersihan diri, dan lain-lain (Maritalia,

2017).
26

c. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran

barunya sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung 10 hari setelah

melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan bayinya

dan siap menjadi pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu terhadap diri

dan bayinya semakin meningkat. Rasa percaya diri ibu akan peran

barunya mulai tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan

dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu

ibu untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat

bayinya. Kebutuhan akan istirahat dan nutrisi yang cukup masih sangat

diperlukan untuk ibu menjaga kondisi fisiknya (Maritalia, 2017).

2. Postpartum Blues (Baby Blues)

Postpartum blues merupakan perasaan sedih yang dialami oleh

seorang ibu berkaitan dengan bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari

sampai 2 minggu sejak kelahiran bayi. Keadaan ini disebabkan oleh

perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima

kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami

terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu juga karena perubahan fisik

dan emosional selama beberapa bulan kehamilan. Perubahan hormone

yang sangat cepat antara kehamilan dan setelah proses persalinan sangat

berpengaruh dalam hal bagaimana ibu bereaksi terhadap situasi yang

berbeda (Maritalia, 2017).

Setalah melahirkan dan terlepasnya plasenta dari dinding rahim,

tubuh ibu mengalami perubahan besar dalam jumlah hormone sehingga


27

membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Disamping perubahan

fisik, hadirnya seorang bayi dapat membuat perbedaan besar dalam

kehidupan ibu dalam hubungannya dengan suami, orangtua, maupun

anggota keluarga lain. Perubahan ini akan kembali secara perlahan setelah

ibu menyesuaikan diri dengan pera barunya dan akan hilang dengan

sendirinya sekitar 10 – 14 hari setelah melahirkan (Maritalia, 2017).

Ibu yang mengalami baby blues akan mengalami perubahan

perasaan, menangis, cemas, kesepian, khawatir yang berlebihan mengenai

bayi, penurunan gairah seks, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan

menjadi seorang ibu (Maritalia, 2017).

3. Depresi Postpartum

Kesedihan atau kemurungan yang dialami ibu pada masa nifas

merupakan hal yang normal. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan yang

terjadi dalam tubuh seorang wanita selama kehamilan dan setelah bayi

lahir. Seorang ibu primipara lebih beresiko mengalami kesedihan atau

kemurungan postpartum karena ia belum mempunyai pengalaman dalam

merawat dan menyusui bayinya. Kesedihan atau kemurungan yang terjadi

pada awal masa nifas merupakan hal yang umum dan akan hilang sendiri

dalam 2 minggu setelah ibu melahirkan dan setelah melewati proses

adaptasi (Maritalia, 2017).

Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi,

interaksi sosial, kemandiriannya berkurang setelah mempunyai bayi. Hal

ini akan mengakibatkan depresi postpartum. Ibu yang mengalami hal ini

akan menunjukkan tanda-tanda seperti : sulit tidur, tidak ada nafsu makan,
28

perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol, terlalu cemas atau tidak

perhatian sama sekali pada bayi, tidak menyukai atau takut menyentuh

bayi, pikiran yang menakutkan mengenai bayi, sedikit atau tidak ada

perhatian terhadap penampilan diri, gejala fisik seperti sulit bernafas atau

perasaan berdebar-debar (Maritalia, 2017).

4. Respon Antara Ibu dan Bayi Setelah Persalinan

a. Sentuhan (Touch)

Sentuhan yang dilakukan ibu pada bayinya seperti membelai-belai

kepala bayi dengan lembut, mencium bayi, menyentuh wajah dan

ekstermitas, memeluk dan menggendong bayi, dapat membuat bayi

merasa aman dan nyaman. Biasanya bayi akan memberikan respon

terhadap sentuhan ibu dengan cara menggenggam jari ibu atau

memegang seuntai rambut ibu. Gerakan lembut ibu ketika menyentuh

bayinya akan menenangkan bayi. Hal ini akan terus berlanjut seiring

dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi (Maritalia, 2017).

b. Kontak Mata (Eye To Eye Contact)

Kontak mata memiliki efek yang erat terhadap perkembangan

dimulainya hubungan dan rasa percaya sebagai faktor yang penting

sebagai hubungan antar manusia pada umunya. Bayi baru lahir dapat

memusatkan perhatian pada suatu obyek, 1 jam setelah kelahiran pada

jarak sekitar 20-25 cm, dan dapat memusatkan pandangan sebaik orang

dewasa pada sekitar 4 bulan. Setelah dilakukan pemotongan tali pusat,

sebelum dilakukan IMD, sebaiknya bayi diperlihatkan dulu pada ibu

sesegera mungkin agar ibu dapat melihat keadaan bayinya dan ini akan
29

membuat ibu merasa tenang. Kontak mata antara ibu dan bayi

hendaknya dapat terus dipertahankan setiap kali ibu berkomunikasi

dengan bayinya. Hal ini bisa dilakukan ketika ibu memberikan ASI,

memandikan bayi, mengganti popok atau melakukan tindakan lainnya

(Maritalia, 2017).

c. Bau Badan (Odor)

Begitu dilahirkan, indra penciuman bayi sudah berkembang dengan

baik dan sangat berperan dalam nalurinya untuk mempertahankan

hidup. Oleh karena itu, dilakukan IMD, kedua telapak tangan bayi

tidak boleh dibersihkan agar bau air ketuban yang ada di tangan

tersebut tetap terjaga dan menjadi panduan bagi bayi untuk

menemukan putting susu ibunya. Penelitian menunjukkan bahwa

kegiatan seorang bayi, detak jantung dan pola pernafsannya berubah

setiap kali hadir bau yang baru, tetapi bersamaan makin dikenalnya

bau itu, bayi pun berhenti bereaksi. Pada akhir minggu pertama

kehidupannya sorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau badan dan

air susu ibunya. Indra penciuman bayi akan terus terasah jika seorang

ibu dapat terus memberikan ASI pada bayinya (Maritalia, 2017).

d. Kehangatan Tubuh (Body Warm)

Bayi baru lahir sangat mudah mengalami hipotermi karena tidak

ada lagi air ketuban yang melindunginya dari perubahan suhu yang

terjadi secara ekstrim di luar uterus. Jika tidak ada komplikasi yang

serius pada ibu dan bayi pada proses persalinan, bayi dapat diletakkan

di atas perut ibu segera setelah dilakukan pemotongan tali pusat.


30

Kontak antara ibu dan bayi yang dilakukan segera setelah lahir ini

dikenal dengan istilah Inisiasi Menyusui Dini (IMD). IMD

memberikan banyak manfaat baik bagi ibumaupun bayi. Selain

mencegah hipertermi, IMD juga dapat meningkatkan bounding

attachment antara ibu dan bayi, eksplorasi bayi dalam menemukan

puting susu ibunya sebagai langkah awal kehidupan dalam

mempertahankan diri, merangsang pengeluaran oksitosin yang

berfungsi untuk kontraksi uterus sehingga dapat mengurangi resiko

perdarahan postpartum (Maritalia, 2017).

e. Suara (Voice)

Sistem pendengaran janin sudah mulai berfungsi pada usia sekitar

30 minggu atau memasuki trimester ketiga kehamilan. Sejak

dilahirkan, bayi dapat mendengar suara-suara dan membedakan nada,

meskipun suara-suara tersebut terhalang selama beberapa hari oleh

cairan amnion dari rahim yang melekat pada telinga. Hasil penelitian

membuktikan bahwa bayi baru lahir bukan hanya mendengar secara

pasif melainkan mendengarkan dengan sengaja (aktif) dan mereka

dapat membedakan serta menyesuaikan diri dengan suara-suara

tertentu. Respon yang diberikan bayi pada ibu berupa tangisan pertama

setelah lahir akan membuat ibu merasa senang karena bayi telah lahir

dengan selamat (Maritalia, 2017).

f. Gaya Bahasa (Entrainment)

Bayi baru lahir mulai membedakan dan menemukan perubahan

struktur bicara dan bahasa dari orang-orang yang berada di sekitarnya.


31

Perubahan nada suara ibu ketika berkomunikasi dengan bayinya

seperti bercerita, mengajak bercanda atau sedang memarahi bayi,

secara perlahan mulai dapat dipahami dan dipelajari bayi. Bayi akan

berespon dengan mengeluarkan suara-suara tertentu dari mulutnya

ketika ibu sedang mengajaknya bercanda. Sebaliknya, bila ibu

memarahi atau mengeluarkan suara yang agak keras dan tegas terhadap

tingkah laku bayi yang tidak diinginkannya, bayi akan terdiam atau

bahkan menangis. Perkembangan bayi dalam berbicara dan bahasa

dipengaruhi dan diatur jauh sebelum ia menggunakan bahasa dalam

berkomunikasi yang sesungguhnya (Maritalia, 2017).

g. Irama Kehidupan (Biorhytmic)

Di dalam rahim janin belajar menyesuaikan diri dengan irama

alamiah ibunya, seperti detak jantung. Selama kurang lebih 40 minggu

di dalam rahim, janin terbiasa mendengarkan suara detak jantung ibu

dan janin mencoba mengenali biorhythmic ibunya dan menyesuaikan

dengan irama dirinya sendiri. Setelah lahir, suara detak jantung ibu

masih akan berpengaruh terhadap bayi. Bayi yang sedang gelisah atau

menangis akan merasa tenang dan diam dalam pelukan ibunya. Selama

berada dalam pelukan ibu, bayi akan mendengar suara detak jantung

ibu, biorhythmic yang sudah sangat dikenalnya selama masih berada

dalam rahim. Hal inilah yang membuat bayi merasa tenang bahkan

tertidur dalam dekapan ibu (Maritalia, 2017).


32

POST PARTUM

Perubahan Fisiologis Perubahan Psikologis

Sistem endokrin Sistem reproduksi Sistem kardiovaskuler Kelahiran Bayi

Vulva vagina
Esterogen dan
Pendarahan
progresteron
post partum
Luka pada menuurun
jalan lahir

Kehilangan vaskuler berlebih


Peningkatan
prolaktin dan
Nyeri
oksitosin
Kekurangan volume cairan
Resiko Infeksi
Duktus dan
alveoli
berpoliverasi

Kurang Pencapaia
informasi n peran
menjadi Efektif Tid
orang tua efe
Defisit
pengetahuan ASI
keluar Bend
A

Ibu tidak
tahu cara R
menyusui I

Defisit
pengetahuan
33

2.2 Konsep Pencapaian Peran Menjadi Orangtua

2.2.1 Pengertian

Pencapaian peran menjadi orangtua adalah terjadinya proses

interaktif antara anggota keluarga (suami-istri, anggota keluarga dan bayi)

yang ditunjukkan dengan perkembangan bayi yang optimal (DPP PPNI,

2017). Peran orangtua adalah peran berupa tugas dan tanggung jawab

orangtua kepada anaknya yang bertujuan untuk mempertahankan

kelangsungan hidup anak sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar

mencapai tumbuh kembang yang optimal baik fisik, mental, emosional

maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi

genetiknya (Koekoeh Hardjito, Sumy Dwi Antono, 2015).

2.2.2 Peran Orangtua

Pasangan suami istri dengan kelahiran anak mereka, harus belajar

menggapai harapan dan tanggung jawab dalam perannya. Pengetahuan

tersebut diperoleh melalui pembelajaran disengaja (instruksi formal) dan

mengamati orang lain dalam berpran (incidental belajar). Proses belajar dan

mengembangkan peran orangtua harus dimulai sejak kehamilan. Contoh

tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk pencapaian peran menjadi

orangtua (Karjatin, 2013) adalah :

1. Menyediakan lingkungan yang kondusif untuk ibu dapat beristirahat.

2. Mendorong, melalui mendengarkan aktif, orangtua untuk berbicara

tentang pengalaman kelahiran mereka dan perasaan tentang menjadi

orangtua.

3. Memberikan perawatan yang sesuai kebutuhan.


34

4. Menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi orangtua untuk

berbicara tentang keprihatinan dan ketakutan tentang transisi baru, dan

membantu mereka menemukan cara untuk bekerjasama dalam

menyelesaikan ketakutan.

5. Memberikan pendidikan kepada orangtua tentang cara perawatan bayi

yang baru lahir dengan menggunakan berbagai strategi pendidikan

seperti handout, video, dan demonstrasi prosedur.

6. Memberikan informasi tentang pentingnya perhatian orangtua.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Primipara dengan Pencapaian Peran

Menjadi Orangtua

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas

Data identitas berisi berapa kali kehamilan ataupun persalinan ibu.

Apabila persalinan pertama dapat menjadi faktor penyebab masalah

keperawatan pencapaian peran menjadi orangtua.

2. Keluhan Utama

Pengkajian mengenai keluhan pada masa nifas untuk ibu post partum.

Kemungkinan keluhan utama ibu saat ini adalah mengungkapkan

kepuasan kepada bayi yang baru dilahirkan tetapi ibu merasa belum

bisa merawat bayi seperti perawatan tali pusat dan memandikan bayi,

ibu juga mungkin masih bingung apa yang harus dilakukan jika bayi

rewel atau menangis.


35

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit yang di derita pada saat ini yang berhubungan dengan

masa nifas. Kaji menggunakan metode PQRST. (P : provocate)

pencetus atau penyebab, (Q : quality) kualitas, (R : region) lokasi,

(S : server) keparahan, (T : time) waktu.

b. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian pada bagian ini adalah mengenai riwayat kesehatan

dahulu untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau

penyakit akut dan kronis seperti jantung, hepertensi, asma, diabetes

mellitus yang dapat mempengaruhi pada masa nifas ibu.

4. Riwayat Perkawinan

Pengkajian dilakukan untuk mengetahui mengenai pernikahan, berapa

kali menikah, status dalam pernikahan, karena status dalam pernikahan

akan mempengaruhi psikologi ibu.

5. Riwayat Obstetric

Meliputi riwayat kehamilan dan persalinan, apabila kehamilan pertama

dan merupakan persalinan pertama, maka seorang ibu sering kali

mengalami kurang pengetahuan mengenai cara merawat bayi dengan

benar, cara perawatan payudara, dan cara menyusui yang benar.

6. Data Psikososial

Respon ibu maupun keluarga kepada bayi yang baru lahir meliputi :
36

a. Respon keluarga terhadap ibu dan bayinya

Pengkajian mengenai bagaimana suatu keluarga merespon ibu

yang baru melahirkan dan bayi yang dilahirkannya. Melakukan

pengkajian mengenai sikap keluarga dalam merspon ibu yang baru

melahirkan akan memberi rasa nyaman pada psikologis ibu,

dengan adanya respon baik keluarga terhadap ibu dan bayi yang

baru lahir maka dapat mempercepat ibu dalam beradaptasi terhadap

perannya.

b. Respon ibu terhadap bayinya

Pada pengkajian ini perawat dapat bertanya kepada ibu mengenai

perasaan ibu yang baru melahirkan anaknya, apakah ibu merasa

senang atau sebaliknya.

c. Respon ibu terhadap dirinya sendiri

Mengkaji mengenai sikap ibu dalam merespon dirinya setelah

menjalani proses bersalin, apakah ibu siap menerima perannya

sebagai ibu dan siap untuk merawat dirinya sendiri.

7. Data Pengetahuan

Pengkajian untuk mengetahui pengetahuan ibu mengenai perawatan

untuk bayi dan ibu pasca persalinan.

8. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari berkaitan dengan nutrisi,

eliminasi (BAK dan BAB), personal hygiene, istirahat, aktivitas, dan

seksual.
37

9. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan, perawat harus melakukan

pemeriksaan menyeluruh dan terutama berfokus pada masa nifas, yaitu

a. Keadaan umum ibu

Observasi keadaan emosi ibu, observasi tahap post partum seperti

fase Taking-in (fase menerima), Taking-hold (fase dependen-

mandiri), dan Letting-go (fase interdependen).

b. Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah, pada orang dewasa tekanan darah normal

untuk systole berkisar antara 110-140 mmHg dan untuk

diastole 60-80 mmHg. Setelah melahirkan ibu dapat

mengalami penurunan tekanan darah dibandingkan saat

mengandung yang disebabkan karena terjadinya perdarahan

saat melahirkan. Apabila tekanan darah ibu meningkat

melebihi 30 mmHg pada systole atau lebih dari 15 mmHg

pada diastole harus dicurigai timbulnya hipertensi atau

preeklamsia pada ibu post partum (Marliandiani & Nyna,

2015).

b) Suhu, normalnya yaitu < 380C. Dalam 24 jam pertama

setelah persalinan suhu ibu bisa naik sedikit sebagai bentuk

tubuh merespon terjadinya proses persalinan, terutama

dehidrasi akibat pengeluaran darah serta cairan saat

persalinan. Bila kenaikan mencapai > 380C pada hari ke 2


38

sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya

infeksi (Marliandiani & Nyna, 2015).

c) Nadi, normalnya pada ibu nifas adalah 60-100 x/menit. Jika

frekuensi nadi > 100 x/menit dapat menandakan terjadi

gejala syok karena infeksi khususnya bila disertai

peningkatan suhu tubuh (Marliandiani & Nyna, 2015).

d) Pernafasan, normalnya adalah 20-30 x/menit. Pada umunya

respirasi lambat atau bahkan normal. Karena ibu dalam

keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Bila ada

respirasi cepat post partum (> 30x/menit) mungkin karena

adanya tanda-tanda syok (Marliandiani & Nyna, 2015).

c. Kepala dan Wajah

Inspeksi : mengamati kesimetrisan muka, amati ada

tidaknya hiperpigmentasi pada wajah ibu

(cloasmagravidarum), amati warna dan keadaan

rambut mengenai kebersihan, amati apakah

terdapat edema atau tidak.

Palpasi : kaji kerontokan dan kebersihan rambut, kaji

pembengkakan pada muka

d. Mata

Inspeksi : mengamati kelopak mata mengalami peradangan

atau tidak, kesimetrisan kanan dan kiri, reflek

berkedip baik atau tidak, konjungtiva dan sklera :

merah/konjungtivitis atau anemis atau tidak, sklera


39

ikterik sebagai indikasi adanya indikasi

hiperbilirubin atau gangguan yang terjadi pada

hepar, pupil isokor atau tidak, reflek pupil terhadap

cahaya miosis/mengecil.

Palpasi : mengkaji adanya nyeri tekan atau peningkatan

tekanan intraokuler pada kedua bola mata.

e. Hidung

Inspeksi : mengamati keberadaan septum apakah tepat di

tengah, kaji adanya masa abnormal dalam hidung

dan adanya secret.

Palpasi : mengkaji adanya nyeri tekan pada hidung

f. Telinga

Inspeksi : mengamati kesimetrisan telinga kanan dan kiri,

warna telinga dengan daerah sekitar, ada atau

tidaknya luka, kebersihan telinga amati ada

tidaknya serumen dan otitis media.

Palpasi :mengkaji adanya nyeri tekan

g. Mulut

Inspeksi : mengamati bibir apakah ada kelainan congenital

(bibir sumbing), warna mulut, kesimetrisan,

kelembapan, sianosis atau tidak, pembengkakan,

lesi, amati adanya stomatitis pada mulut,

mengamati jumlah dan bentuk gigi, ada atau


40

tidaknya gigi berlubang (karies gigi), warna gigi,

adanya plak, dan kebersihan gigi.

Palpasi : mengkaji terdapat nyeri tekan atau tidak pada pipi

dan mulut bagian dalam.

h. Leher

Inspeksi : mengamati adanya luka, massa abnormal,

kesimetrisan, hiperpigmentasi.

Palpasi : mengkaji adanya distensi vena jugularis,

pembesaran kelejar tiroid.

i. Thorak

a) Paru-paru

Inspeksi : kesimetrisan dada, bentuk dari rongga dada,

pergerakan nafas (frekuensi nafas, irama,

kedalaman pernafasan, dan upaya

pernafasan/penggunaan otot-otot bantu

pernafasan), warna kulit, lesi, edema, maupun

penonjolan.

Palpasi : simetris, pergerakan dada, masa dan lesi, nyeri,

tractile fremitus apakah normal kanan dan kiri.

Perkusi : normalnya berbunyi sonor.

Auskultasi : normalnya terdengar vasikuler pada kedua paru.

b) Jantung

Inspeksi : mengamati pulsasi di ictus cordis.

Palpasi : teraba atau tidaknya pulsasi.


41

Perkusi : normalnya terdengar pekak.

Auskultasi : normalnya terdengar tunggal suara jantung

pertama dan kedua.

c) Payudara

Inspeksi : kaji kesimetrisan payudara, hiperpigmentasi

pada aerola, kemerahan pada puting, bentuk

puting terbenam atau menonjol, amati warna

kulit.

Palpasi : kaji apakah kolostrum sudah keluar atau belum,

kaji apakah terasa keras atau tidak, nyeri pada

payudara.

d) Abdomen

Inspeksi : mengkaji ada tidaknya luka bekas melahirkan,

adanya linia nigra dan adanya strie albican.

Auskultasi : dengarkan bising usus apakah normal 5-20

x/menit.

Palpasi : letak tinggi fundus uteri, konsistensi rahim,

kontraksi uterus (involusi).

Perkusi : kaji suara apakah timpani.

e) Ekstermitas

Inspeksi : mengkaji kesimetrisan dan pergerakan

ekstermitas atas dan ekstermitas bawah, kekuatan

tonus otot.
42

Palpasi : mengkaji ada tidaknya edema, farises, reflek

patella positif atau negatif.

f) Genetalia

Inspeksi : mengamati persebaran rambut pubis, adanya

luka episiotomi dan jahitan, keadaan luka, warna

lokea, amati ada tidaknya gumpalan, amati ada

tidaknya hemoroid.

Palpasi : mengkaji adakah masa abnormal.

2.3.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (DPP PPNI,

2017).

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, luka

episiotomi

2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka episiotomi perineum

3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai

ASI

4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

tentang kesehatan masa post partum

5. Pencapaian peran menjadi orangtua

Diagnosis keperawatan yang ditegakkan dalam masalah ini adalah

pencapaian peran menjadi orangtua ditunjukkan dengan perilaku positif


43

menjadi orangtua, saling berinteraksi dalam merawat bayi, dan bounding

attachment optimal (DPP PPNI, 2017).

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)


(SDKI) Hasil (SLKI)

Pencapaian Peran Setelah dilakukan Intervensi Utama :


Menjadi Orang Tua tindakan keperawatan Promosi Pengasuhan
Definisi : Terjadinya proses selama 3 x 24 jam Definisi : memfasilitasi
interaktif antar anggota diharapkan peran orangtua, anggota
keluarga (suami-istri, menjadi orangtua keluarga dan atau
anggota keluarga dan bayi) meningkat dengan pengasuh dalam
yang ditunjukkan dengan kriteria hasil : memberikan dukungan
perkembangan bayi yang 1. Bonding dan perawatan yang
optimal. attachment komprehensif bagi
Tanda dan Gejala : meningkat keluarga yang
a. Tanda dan Gejala 2. Perilaku positif mengalami atau beresiko
Mayor menjadi mengalami masalah
Objektif orangtua Kesehatan.
1. Bonding meningkat Tindakan :
attachment 3. Interaksi Observasi
optimal perawatan bayi 1. Monitor status
2. Perilaku positif meningkat kesehatan anak
menjadi orangtua 4. Vebalisasi dan status
imunisasi anak
3. Saling kepuasan
Terapeutik
berinteraksi memiliki bayi 1. Dukung ibu
dalam merawat meningkat menerima dan
bayi 5. Memberi melakukan
b. Tanda dan Gejala pengertian perawatan pre
Minor pada natal seara teratur
Subjektif anak/anggota dan sedini
mungkin
1. Mengungkapkan keluarga
2. Fasilitasi orangtua
kepuasan dengan meningkat dalam
bayi 6. Keinginan menerima transisi
Objektif meningkatkan peran
3. Berikan
44

1. Melakukan peran menjadi bimbingan


stimulasi visual, orangtua antisipasi yang
taktil atau meningkat diperlukan sesuai
pendengaran dengan tahapan
7. Stimulasi
terhadap bayi usia
visual perkembangan
Kondisi Klinis Terkait : meningkat anak
1. Status kesehatan ibu 8. Stimulasi taktil 4. Tingkatkan
2. Status kesehatan memingkat interaksi
bayi 9. Stimulasi orangtua-anak
pendengaran dan berikan
contoh
meningkat
5. Sediakan media
untuk
mengembangkan
keterampilan
pengasuhan
6. Fasilitasi
penggunaan
kontrasepsi
Edukasi
1. Ajarkan orangtua
untuk
menanggapi
isyarat bayi

Intervensi Penukung :
Perawatan Neonatus
Definisi :
Mengidentifikasi dan
merawat bayi setelah
lahir sampai usia 28 hari.
Tindakan :
Observasi
1. Identifikasi
kondisi awal bayi
setelah lahir
2. Monitor tanda
vital bayi
Terapeutik
1. Lakukan inisiasi
menyusui dini
(IMD) segera
setelah bayi lahir
2. Berikan vitamin
45

K1mg
intramuskuler untukmenegah perdaraha
Mandikan selama 5-10menit,
minimalsekali sehari
Mandikan dengan air hangat (36-370C
Rawat tali pusat secara terbuka
Bersikan tali pusat dengan air matang
Kenakan pakaian dari bahan katun
Selimuti untuk
mempertahankan

kehangatan menegah
dan hipotermia
Ganti

9. popok
segera jika basah
Edukasi
1. Anjurkan membubuhi
tidak

apapun pada tali pusat


Anjurkanibu
menyusuibayi setiap 2 jam
Anjurkan menyendawakan

bayi disusuisetelah
Anjurkan mencuci seb

4. ibu tangan

menyentuh bayi
(sumber SDKI-SIKI-SLKI, 2018)
46

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan salah satu bagian dalam proses

keperawatan dengan melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan dan

disesuaikan dengan intervensi atau perencanaan dan perwujudan dari tahap

perencanaan yang telah dibuat tujuannya untuk mencapai tujuan ataupun

kriteria hasil yang telah ditentukan (Sri Wahyuni, 2016). Implementasi yang

dilakukan dalam studi kasus ini seperti mengobservasi status kesehatan anak

dan imunisasi anak, memberikan pendidikan kesehatan untuk

mengembangkan keterampilan pengasuhan, mengajarkan orangtua untuk

menanggapi isyarat bayi. Penulis juga melakukan implementasi dari

intervensi pendukung seperti : mengajarkan ibu cara menyusui,

menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya setiap 2 jam, mengajarkan

orangtua cara memandikan bayi dengan memperhatikan suhu, mengajarkan

orangtua cara perawatan tali pusat, menganjurkan mengganti popok segera

jika basah, dan menganjurkan orangtua untuk menyendawakan bayi setelah

disusui.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap yang paling akhir dalam

proses keperawatan, dimana perawat melakukan penilaian apakah tujuan

ataupun kriteria hasil yang telah ditentukan tercapai atau tidak. Pengisian

format yang dipakai adalah SOAP (Sri Wahyuni, 2016). Capaian yang

diharapkan pada evaluasi ini adalah tingkat pengetahuan ibu primipara

dengan masalah pencapaian peran menjadi orangtua akan meningkat.


47

2.3.6 Segi Keislaman

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda-beda

tergantung dari individu tersebut dalam menyikapi masalah yang terjadi

padanya. Jika individu tersebut menghadapi masalah dengan positif maka

akan baik pula kualitas hidupnya. Memang diperlukan kesadaran yang

tinggi untuk dapat memberikan sifat positif dan mau berperilaku sesuai

dengan tujuan kesehatan. Dan salah satu cara yang digunakan untuk

meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan sikap adalah dengan edukasi

kesehatan atau pendidikan kesehatan.

Dituliskan pada Q.S.Al-Mujadalah : 11 bahwa “Allah akan

meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang

yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Hal ini berkaitan dengan

intervensi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan ibu

primipara dengan masalah pencapaian peran menjadi orangtua.


48

2.3 Hubungan Antar Konsep

Perubahan Fisiologis pada ibu post Asuhan Keperawatan pada ibu post partum primipara den
partum :

1. Perubahan sistem reproduksi


2. Perubahan sistem
pencernaan
3. Perubahan sistem
perkemihan
4. Perubahan sistem
musculoskeletal Ibu Post Partum
5. Perubahan tanda-tanda vital
Primipara
6. Perubahan sistem
kardiovaskuler
7. Perubahan sistem hematologi Perubahan psikologis pada
8. Perubahan sistem endokrin ibu post partum :

1. Fase taking in
2. Fase taking hold
3. Fase letting go
Asuhan Keperawatan :
Pengkajian Penambahan anggota baru
Diagnosa Belum berpengalaman
keperawatan Kurang pengetahuan tentang perawatan diri post partum &
Rencana Tindakan
Implementasi
Evaluasi

Pencapaian Peran Menjadi Orangtua

Keterangan :
: Tidak ditelaah dengan baik
: Diteliti
: Berpengaruh
: Berhubungan

Gambar 2.2 Hubungan Antar Konsep

Anda mungkin juga menyukai