Anda di halaman 1dari 30

FARMAKOTERAPI II

OSTEOPOROSIS
PENDAHULUAN
 Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terdiri dari matriks ekstrasel organik yang dibubuhi
oleh kristal hidroksiapatit yang terdiri dari endapan garam Ca 3(PO4)2. Tulang yang normal
terdiri atas mineral (50-70%) dan matriks organik(20-40%), air (5-10%), dan lemak(<3%).
Sebagian besar mineral adalah hidroksiapatit dan sebgian besar matriks organik adalah kolagen.
Sebesar 99% kalsium disimpan di dalam tulang.

 Fungsi dari tulang adalah sebagai penunjang, pelindung organ internal vital (jantung, paru2,
dll), membantu pergerakan tubuh dengan memberi perlekatan bagi otot dan membentuk tuas,
pembentuk sel darah (sumsum tulang) dan depo penyimpanan untuk Ca 2+ dan PO43- yang dapat
dipertukarkan dengan plasma untuk mempertahankan kedua elektrolit ini didalam plasma.
DEFINISI

Osteoporosis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan


kepadatan tulang, penurunan kekuatan tulang, dan mengakibatkan
tulang rapuh. Arti osteoporosis secara harfiah adalah terjadinya keropos
tulang membentuk porus-porus seperti spons. Gangguan ini
melemahkan tulang dan mengakibatkan sering terjadinya patah tulang.
• Perbandingan tulang trabekular yang normal dengan yang mengalami
osteoporosis
EPIDEMIOLOGI
• Prevalensi tepatnya tidak diketahui, namun hampir separuh dari penduduk amerika usia 50 tahun ke atas
atau 44 juta orang, memiliki massa tulang yang rendah. Jumlah ini diperkirakan meningkat hingga lebih
dari 60 juta orang selama 15 tahun ke depan. Kejadiannya sangat bervariasi dalam subpopulasi dan
tergantung dari banyak faktor risiko, daerah rangka yang diukur, dan teknologi radiologi yang digunakan.
Pada akhir tahun 1990an, berdasarkan pengukuran densitas mineral tulang (BMD) periferal, 40% wanita
postmenopause mengalami osteopenia dan 7% mengalami osteoporosis.

- Wanita non hispanic kulit putih : 52% dan 20%


- Wanita non hispanik kulit hitam : 35% dan 5%

- Wanita Amerika-meksiko : 49% dan 10%


PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI
1. Osteoporosis Primer
a) Osteoporosis Postmenopausal
Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi estrogen pada wanita postmenopause.
Defisiensi estrogen menyebabkan penurunan aktivitas osteoblas dimana terjadi penurunan
rangsangan dalam aktivitas gen penghasil OPG (Osteoprotegerin) di osteoblas. Defisiensi
estrogen dapat meningkatkan aktivitas osteoklas dan menurunkan apoptosis dari osteoklas.
Dengan begitu, defisiensi estrogen akan meningkatkan resorpsi tulang dan terjadilah
osteoporosis. Tipe osteoporosis Postmenopausal biasanya terjadi beberapa tahun setelah
menopause.. Pada saat ini, produksi estrogen pada wanita menurun. Defisiensi estrogen,
kemudian meningkatkan resorpsi tulang, yang selanjutnya menurunkan massa tulang dan
meningkatkan resiko patah tulang.
b) Osteoporosis terkait usia
2. Osteoporosis sekunder
Merupakan osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit atau penggunaan obat tertentu.
Penyebab paling umum osteoporosis sekunder adalah defisiensi vitamin D dan terapi
glukokortikoid.Defisiensi vitamin D akan menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di
usus, sehingga kalsium dalam darah akan turun, sehingga untuk memenuhi kalsium
darah akan diambil kalsium dari tulang yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang.
FAKTOR RESIKO

USIA

GENETIK

MENOPAUSE

RAS

MENYUSUI
GEJALA DAN TANDA
1. Gejala :
 Nyeri
 Imobilitas
 Depresi, ketakutan, dan rasa rendah diri karena keterbatasan fisik
2. Tanda
 Pemendekan tinggi badan (> 1,5 inchi), kifosis, atau lordosis
 Fraktur tulang punggung, panggul, pergelangan tangan
 Kepadatan tulang rendah pada pemeriksaan radiografi
DIAGNOSIS
Osteopororsis dapat diketahui melalui angka BMD (Bone Mass Density). BMD merupakan alat ukur yang spesifik
untuk mengetahui resiko fraktur. Metode yang digunakan untuk menghitung BMD adalah dengan Dual-Energy X-
ray Absorptiometry (DXA).
Untuk mendiagnosa osteoporosis pada pasien diperlukan :
1. Riwayat penyakit dan pengobatan pasien
2. Identifikasi faktor risiko
3. Pemeriksaan fisik lengkap
4. Tes laboratorium untuk mengidentifikasi kemungkinan osteoporosis sekunder.
5. Pengukuran massa tulang
Nilai T-score dalam berbagai kondisi :
•Tulang normal : ≥ -1 (10% di bawah SD rata-rata atau lebih tinggi)
•Osteopenia : -1 sampai -2,5 (10-25% di bawah SD rata-rata)
•Osteoporosis : < atau samadengan – 2,5 (25% di bawah SD rata-rata)
PENATALAKSANAAN
Terapi Non Farmakologi

 Diet seimbang dengan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup


 Tidak mengonsumsi terlalu banyak kafein
 Tidak merokok
 Olah raga teratur
TERAPI FARMAKOLOGI
Algoritma terapi menurut Dipiro (2005), dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pengobatan tanpa pengukuran BMD (Bone Mineral Density)


Pertimbangan terapi tanpa pengukuran BMD :
 Pria dan wanita dengan peningkatan risiko kerapuhan tulang
 Pria dan wanita yang menggunakan glukokortikoid dalam jangka waktu lama
 Terapi dapat dilakukan dengan Biphosphonate, jika intolerance dengan Biphosphonate
pilihan terapi obat lainnya adalah Raloxifene, kalsitonin nasal, teriparatide, bifosfonat
parenteral. Jika kerapuhan tetap berlanjut setelah pemakaian Biphosphonate, maka pilihan
terapi lainnya adalah teriparatide
2. Pengobatan dengan pengukuran BMD (Bone Mineral Density)
• Populasi yang perlu pengukuran BMD :
• Untuk wanita dengan usia ≥ 65 tahun
• Untuk wanita usia 60-64 tahun postmenopause dengan peningkatan risiko
osteoporotis
• Pria dengan 70 tahun atau yang risiko tinggi
o Dari hasil pengukuran BMD, jika T-score >-1, maka nilai BMD termasuk normal, tetapi tetap
diperlukan monitoring DXA setiap 1-5 tahun. Dan jika diperlukan pengobatan, maka pilihan
pengobatannya adalah Biphosponate, Raloxifene, Calcitonin.
o Jika T-score -1 s/d -2,5, maka termasuk dalam osteopenia. Dapat dilakukan monitoring DXA setiap
1-5 tahun. Dan jika diperlukan pengobatan, maka pilihan pengobatannya adalah Biphosponate,
Raloxifene, Calcitonin
o Jika T-score <-2,0 dilakukan pemeriksaan lanjut untuk osteoporosis sekunder, yaitu dengan
pengukuran PTH, TSH, 25-OH vitamin D, CBC, panel kimia, tes kondisi spesifik. Kemudian
dilakukan terapi berdasarkan penyebab, bila ada, yaitu dengan Biphosphonate, jika intoleransi
dengan Biphosphonate maka pilihan pengobatannya adalah Biphosphonate parenteral, Teriparatide,
Raloxifene dan Calcitonin.
o Dari hasil pengukuran Osteoporosis dengan skor T < -2,5, terapi dapat dilakukan dengan
Biphosphonate, jika intolerance dengan Biphosphonate pilihan terapi obat lainnya adalah
Raloxifene, kalsitonin nasal, dll.
OBAT YANG DIGUNAKAN
A. Kalsium
- Mekanisme kerja obat
Kalsium berfungsi sebagai integritas sistem saraf dan otot, untuk kontraktilitas jantung
normal dan koagulasi darah. Kalsium berfungsi sebagai kofaktor enzim dan
mempengaruhi aktivitas sekresi kelenjar endokrin dan eksokrin
- Farmakoterapi
Kalsium diserap untuk mencegah hyperparathyroidism dan penghancuran tulang yaitu
melalui peningkatan BMD (bone mineral density). Kalsium Karbonat adala garam
yang paling sering digunakan karena mengandung kalsium sebesar 40%.
Penggunaannya harus setelah makan agar dapat meningkatkan absorpsi dari sekresi
asam. Kalsium Sitrat tidak bergantung kepada asam sehingga dalam penggunaannya
tidak memerlukan makan terlebih dahulu.
B. Vitamin D
- Mekanisme kerja obat
Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang diperoleh dari sumber alami (minyak hati
ikan) atau dari konversi provitamin D (7-dehidrokolesterol dan ergosterol).
- Farmakoterapi
Vitamin D dapat mempertahankan homeostasis kalsium. Defisiensi Vitamin D dapat
menyebabkan menurunnya konsentrasi kalsium sehingga terjadi Hiperparatiroidism dan
resorpsi tulang. Pemberian suplemen vitamin D memaksimalkan absorpsi kalsium
intestinal dan meningkatkan densitas mineral tulang (BMD) serta mengurangi fraktur.
- Dosis Pemakaian Kalsium dan Vitamin D
Seperti yang sudah kita ketahui, kalsium tidak dapat bekerja dengan efektif tanpa adanya
Vitamin D. . Untuk pencegahan dan terapi osteoporosis, biasanya suplementasi kalsium
diberikan sebanyak 500-1000 mg/hari dengan vitamin D sebanyak 800 IU (international
unit)/hari atau vitamin D aktif (kalsidiol 1μg/hari atau kalsitriol 0,5μg/hari).
Tabel 5. Rekomendasi asupan harian kalsium dan Vitamin D
C. Bisfosfonat
- Mekanisme kerja obat
Bisfosfonat bekerja terutama pada tulang. Kerja farmakologi utamanya adalah inhibisi
resorpsi tulang normal dan abnormal

- Farmakokinetik
•Absorpsinya buruk pada saluran cerna,
Absorpsi <1%-6% semakin buruk dengan adanya
makanan)

•20-50% bisfosfonat yang diabsorpsi akan


Distribusi melekat pada permukaan tulang setelah
12-24 jam
•Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang
tidak akan dimetabolisme dan akan
Metabolisme diekskresikan secara utuh. Waktu paruh
panjang (2-10 tahun).
•Di ekskresi utama melalui ginjal dan
Eliminasi melalui feses (bisfosfonat yang tidak
terserap)
- Dosis

Alendronate
Risedronate Ibandronate
• 10mg/ hari • 5mg / hari • 2.5mg/ hari
• 70mg / minggu • 35mg / minggu • 150mg/ bulan
(tablet) • 3 mg IV setiap 3
bulan
D. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)
- Mekanisme kerja
Raloxifene merupakan reseptor estrogen selektif yang mengurangi resorpsi
tulang dan menurunkan pembengkokan tulang.
- Farmakokinetika Raloxifene
• Absorpsi : secara cepat stelah administrasi oral
• Ikatan dengan plasma : 95%
• Bioavailabilitas absolute sekitar 2%
• Waktu paruh : 28 jam
• Metabolisme : hepatic glukoronidasi
- Dosis
60mg perhari, secara oral
E. Kalsitonin
- Mekanisme Kerja

Kerja dari kalsitonin dimediasi oleh calcitonin receptor (CTR). Kalsitonin akan
menginhibisi aktivitas osteoklast, di mana osteoklast bertanggung jawab atas
proses resorpsi tulang

- Dosis dan Efek Samping

Dosis yang diberikan secara injeksi intramuscular dan subkutan adalah


sebanyak 100 unit per hari atau sama dengan 0,5 ml per hari. Sementara untuk
dosis intranasal adalah sebanyak 200 unit per hari atau sama dengan 1 ml per
hari. Efek samping yang disebabkan oleh terapi kalsitonin adalah mual, muntah,
keram intestinal, dan pembengkakan di bagian tangan.
F. Teriparatide
Terapi anabolik ini hanya untuk terapi menjaga dan memelihara bentuk tulang
- Mekanisme Kerja
Teriparatide memiliki mekanisme kerja yang menyerupai hormon paratiroid. Teriparatide
akan meregulasi metabolisme tulang, mereabsorbsi kalsium dan fosfat pada tubulus distal
ginjal dan mengarbsobsi kalsium dari makanan di intestinal.
- Farmakokinetik

Administrasi sebanyak 1 kali sehari secara injeksi subkutan 20 mcg ke dalam paha atau
area abdomen. Puncak serum PTH yaitu 30 menit setelah di injeksi dan menurun menjadi
konsentrasi tidak terdeteksi dalam waktu 3 jam. Bioavailabilitas rata-rata 95%. Klirens
obat 62 L/jam pada wanita dan 94 L/jam pada pria
G. Diuretik Tiazid
Diuretik tiazid meningkatkan reabsorbsi kalsium. Berdasarkan penelitian pasien yang
mengkonsumsi diuretik tiazid memiliki massa tulang lebih besar dan fraktur yang lebih
sedikit. Diuretik tiazid ini diberikan ketika pasien osteoporosis dengan glukokortikoid
yang lebih besar dari 300mg dari jumlah kalsium yang dikeluarkan dalam urin selama
lebih dari 24 jam.
H. Estrogen dan terapi hormonal
- Mekanisme kerja
Estrogen menurunkan aktivitas osteoklas, menghambat PTH secara periferal, meningkatkan
konsentrasi kalsitriol dan absorpsi kalsium di usus, dan menurunkan ekskresi kalsium oleh ginjal.
Penggunaan estrogen dalam jangka waktu lamatanpa diimbangi progesteron meningkatkan risiko
kanker endometrium pada wanita yang uterusnya utuh.
- Kontraindikasi
Estrogen ini kontraindikasi dengan wanita hamil dan menyusui, kanker estrogen-independent.
I. Testosteron
Penurunan konsentrasi testosteron tampak pada penyakit gonad, gangguan pencernaan dan terapi
glukokortikoid. Berdasarkan penelitian terapi testosteron ini dapat meningkatkan BMD dan mengurangi
hilangnya massa tulang pada pasien osteoporosis laki-laki.
ALGORITMA TERAPI

 Algoritma Terapi pada Pria


- Usia>70 tahun
- 50-70 tahun dengan beragam faktor resiko untuk fraktur, seperti: merokok, berat badan
rendah, ada riwayat fraktur
- Tes BMD (kepadatan tulang/ Bone Mineral Density) periferal tidak normal  Tes BMD
dilakukan dengan tes DXA
- Radiografi menunjukkan kondisi osteopenia (kepadatan tulang / Bone Mineral Density lebih
rendah dari normal, tapi tidak serendah osteoporosis)
- Kondisi medis tertentu yang dapat meningkatkan resiko tulang keropos dan fraktur
- Jika pasien memenuhi kriteria tersebut, maka lakukan tes DXA (Dual X-ray Energy
Absorptiometry). Tes DXA adalah tes untuk menghitung kepadatan mineral tulang pasien
yang nantinya akan dibandingkan dengan kelompok pembanding.
 
Jika pasien memenuhi kriteria tersebut, maka lakukan tes DXA (Dual X-ray Energy Absorptiometry). Dari Tes DXA
akan didapatkan nilai T.
 Jika nilai T>
Terapi:
o Bone healthy lifestyle: tidak merokok, diet seimbang dengan asupan Ca dan vit. D yang cukup, dan olah raga.
o Kalsium 1.000-1.200 mg/ hari
o Vitamin D 400-1.000 unit/ hari
 Jika nilai T antara -1,1 sampai -2,4 tanpa adanya faktor resiko mayor,
Terapi:
o Bone healthy lifestyle: tidak merokok, diet seimbang dengan asupan Ca dan vit. D yang cukup, dan olah raga.
o Kalsium 1.000-1.200 mg/ hari
o Vitamin D 600-1.000 unit/ hari
o Lakukan evaluasi kepadatan tulang kembali setelah tahun
 
Jika pasien memenuhi kriteria tersebut, maka lakukan tes DXA (Dual X-ray Energy Absorptiometry). Dari Tes DXA
akan didapatkan nilai T.
 Jika nilai T>
Terapi:
o Bone healthy lifestyle: tidak merokok, diet seimbang dengan asupan Ca dan vit. D yang cukup, dan olah
raga.
o Kalsium 1.000-1.200 mg/ hari
o Vitamin D 400-1.000 unit/ hari
 Jika nilai T antara -1,1 sampai -2,4 tanpa adanya faktor resiko mayor,
Terapi:
o Bone healthy lifestyle: tidak merokok, diet seimbang dengan asupan Ca dan vit. D yang cukup, dan olah
raga.
o Kalsium 1.000-1.200 mg/ hari
o Vitamin D 600-1.000 unit/ hari
o Lakukan evaluasi kepadatan tulang kembali setelah tahun
 
 Algoritma Terapi pada Wanita

Pertama-tama, perlu dilihat apakah ada trauma fraktur ringan pada bagian tulang belakang, pinggang, pergelangan
tangan, ataupun lengan bawah. Jika ada, maka dilihat karakteristik pasien, yaitu:

‒ Usia tahun
‒ <65 tahun dengan lebih dari satu faktor resiko untuk fraktur, seperti: merokok, berat badan rendah, ada riwayat
fraktur
‒ Tes BMD (kepadatan tulang/ Bone Mineral Density) periferal tidak normal  Tes BMD dilakukan dengan tes
DXA
‒ Radiografi menunjukkan kondisi osteopenia (kepadatan tulang / Bone Mineral Density lebih rendah dari
normal, tapi tidak serendah osteoporosis)
‒ Kondisi medis tertentu yang dapat meningkatkan resiko tulang keropos dan fraktur
‒ Jika pasien memenuhi kriteria tersebut, maka lakukan tes DXA (Dual X-ray Energy Absorptiometry)..
MONITORING

1. Tekanan darah, target 140/90 mmHg


2. Kolesterol, target < 200 mg/dL
3. Efek samping Raloxifene  hot flashes & tromboemboli
4. Nyeri punggung, sudah berkurang atau masih terasa
5. Efek samping suplemen kalsium  konstipasi
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai