Anda di halaman 1dari 16

ASKEP PADA PASIEN

HEMOFILIA
DISAMPAIKAN OLEH :
NS, AYAMAH, S. KEP, M. KEP
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 DEFINISI
 Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah congenital yang disebabkan karena
kekurangan factor pembekuan darah, yakni factor VII dan factor IX. Factor tersebut
merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh
pembekuan darah khususnya dalam pembekntukan bekuan fibrin padah daerah trauma.
 Istilah hemofilia mengacu kepada sekelompok gangguan perdarahan karena adanya
defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi darah. Walaupun terdapat
gejala serupa tanpa dipengaruhi faktor pembekuan mana yang mengalami defisiensi,
identifikasi defisiensi faktor pembekuan darah yang spesifik memungkinkan terapi
definitif dengan agens pengganti.
 Pada sekitar 80% kasus hemofilia, pola pewarisannya terlihat sebagai resesif terkait-X
(X-linked recessive). Dua bentuk gangguan yang paling sering dijumpai adalah
defisiensi faktor VIII (hemofilia A, atau hemofilia klasik) dan defisiensi faktor IX
(hemofilia B, atau penyakit christmas).
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Penyakit von willebrand (von willebrand disease, vWD) merupakan gangguan perdarahan
herediter yang ditandai oleh defisiensi, abnormalitas atau tidak adanya protein yang dinamkan
faktor von willwbrabd (vWD) dan defisiensi faktor VIII. Berbeda dengan hemofilia, vWD dapat
terjadi pada pria maupun wanita. Pembahasan berikut ini terutama berkaitan dengan defisiensi
faktor VIII, yang menyebabkan sekitar 75% kasus.
 Etiologi Hemofilia
 Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada salah satu gen yang bertanggung jawab terhadap
produksi faktor pembekuan darah VIII atau XI. Gen tersebut berlokasi di kromosom X.
 Laki-laki yang memiliki kelainan genetika di kromosom X-nya akan menderita hemofilia.
Perempuan harus memiliki kelainan genetika di kedua kromosom X-nya untuk dapat menjadi
hemofilia (sangat jarang). Wanita menjadi karier hemofilia jika mempunyai kelainan genetika
pada salah satu kromosom X, yang kemudian dapat diturunkan kepada anak-anaknya.
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Klasifikasi Hemofilia
 Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII
atau F IX) dalam plasma. Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat
trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat
trauma yang cukup kuat; sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien
menjalani trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi
lutut, siku, dll).
 Hemofilia A
 Hemofilia A (hemofilia klasik, hemofilia faktor VIII) adalah defisiensi faktor pembekuan herediter
yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya adalah sekitar 30-100 tiap sejuta populasi.
Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi hingga 33% pasien tidak mempunyai riwayat
dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi spontan. Hemofilia A (hemofilia klasik, hemofilia
defisiensi faktor VIII) merupakan kelainan yang diturunkan di mana terjadi perdarahan akibat
defisiensi faktor koagulasi VIII. Pada kebanyakan kasus, protein koagulan faktor VIII (VIII:C)
secara kuantitas berkurang, tapi pada sejumlah kecil
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 kasus protein koagulan terdapat pada pemeriksaan imunoassay namun fungsinya terganggu.
 Gen faktor VIII terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X (regio Xq2.6).
 Hemophilia B
 Hemofilia B (penyakit Christmas, hemofilia faktor IX) merupakan penyakit gangguan pembekuan
darah yang diturunkan akibat berkurangnya faktor koagulasi IX. Faktor IX dikode oleh gen yang
terletak dekat gen untuk faktor VIII dekat ujung lengan panjang kromosom X.
 Kebanyakan kasus jumlah faktor IX berkurang secara kuantitatif, namun pada sepertiga kasus
terdapat fungsi yang abnormal dari faktor IX melalui pemeriksaan imunoassay. Jumlah kasus
hemofilia defisiensi faktor IX adalah sebanyak sepertujuh dari jumlah kasus hemofilia defisiensi
faktor VIII; namun dilihat secara klinis dan pola penurunannya identik.
 PTT memanjang dan kadar faktor IX menurun jika dilakukan pengukuran dengan tes yang
spesifik. Temuan laboratorium lainnya sama dengan hemofilia defisiensi faktor VIII.
 
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 kasus protein koagulan terdapat pada pemeriksaan imunoassay namun fungsinya terganggu.
 Gen faktor VIII terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X (regio Xq2.6).
 Hemophilia B
 Hemofilia B (penyakit Christmas, hemofilia faktor IX) merupakan penyakit gangguan pembekuan
darah yang diturunkan akibat berkurangnya faktor koagulasi IX. Faktor IX dikode oleh gen yang
terletak dekat gen untuk faktor VIII dekat ujung lengan panjang kromosom X.
 Kebanyakan kasus jumlah faktor IX berkurang secara kuantitatif, namun pada sepertiga kasus
terdapat fungsi yang abnormal dari faktor IX melalui pemeriksaan imunoassay. Jumlah kasus
hemofilia defisiensi faktor IX adalah sebanyak sepertujuh dari jumlah kasus hemofilia defisiensi
faktor VIII; namun dilihat secara klinis dan pola penurunannya identik.
 PTT memanjang dan kadar faktor IX menurun jika dilakukan pengukuran dengan tes yang
spesifik. Temuan laboratorium lainnya sama dengan hemofilia defisiensi faktor VIII.
 
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Manifestasi klinis hemofilia
 Perdarahan berkepanjangan pada setiap tempat dari atau di dalam tubuh
 Perdarahan akibat trauma tanggalnya gigi susu, sirkumsisi, luka tersayat, epistaksis, injeksi
 Memar yang berlebihan bahkan akibat cedera ringan seperti terjatuh
 Perdarahan subkutan dan intramuscular
 Hemartrosis (perdarahan kedalam rongga sendi), khususnya sendi lutut, pergelangan kaki, dan
siku
 Hematoma nyeri, pembengkakan , dan gerakan terbatas Hematuria spontan
 (Wong, 2008)
  
 Komplikasi Hemofilia
 Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B adalah :
 Timbulnya inhibitor. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor
VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan
oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat
disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis).
  Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi
yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin
besar kerusakan.
 Infeksi yang ditularkan oleh darah seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui
konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
 Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia, yaitu penimbunan darah intra
artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi secara progresif. Hal
ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola
dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial
yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku.
 Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan
terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat
sesuai dengan macam tindakan medis
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Patofisiologi Hemofilia
 Defek dasar pada hemofilia A adalah defisiensi faktor VIII (faktor antihemofilik
[AHF]). AHF diproduksi oleh hati dan sangat diperlikan untuk pembentukan
tromboplastin dan fase 1 koagulasi darah. Semakin sedikit AHF yang ditemukan alam
darah, semakin berat berat penyakit. Pasien hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang
diperlukan untuk koagulasi, yaitu: pengaruh vaskular dan trombosit. Oleh karena itu,
pasien dapat mengalami perdarahan dalam jangka waktu lebih lama tetapi tidak dengan
laju yang lebih cepat.
 Perdarahan kedalam jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdarahan ke dalam
rongga sendi dan otot merupakan tipe perdarahan internal yang paling sering ditemukan.
 Perubahan tulang dan deformitas yang menimbulkan cacat fisik terjasi sesudah pasien
mengalami episode perdarahan yang berulang selama beberapa tahun. Perdarahan dalam
leher, mulut atau toraks merupakan keadaan yang serius karena jalan napas dapat
terobstruksi.
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Lanjutan Patofisiologi
 Perdarahan intrakranial dapat berakibat fatal dan merupakan salah satu penyebab kematian.
Perdarahan di sepanjang saluran GI dapat menimbulkan anemia, dan perdarahan ke dalam rongga
retroperitoneum (dibelakang peritoneum) merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena
darah dapat berkumpul di dalam rongga yang luas tersebut. Hematoma pada medula spinalis dapat
menyebabkan paralisis. (wong, 2008).
 Pemeriksaan Diagnostik
 Tes yang spesifik untuk plasma pasien hemofilia bergantung pada faktor-faktor spesifik terjadinya
reaksi, seperti waktu parsial tromboplastin (partial thromboplastin time, PTT). Penentuan
defisiensi faktor yang spesifik memerlukan prosedur assay yang biasanya dilakukan dalam
laboratorium khusus.deteksi karier pada penyakit hemofilia klasik dimungkinkan dengan
menggunakan tes DNA dan merupakan pertimbangan penting dalam keluarga yang anak
perempuannya mungkin telah mewarisi sifat pembawa tersebut.
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Penatalaksanaan Hemofilia
 Penatalaksanaan Terapeutik
 Terapi primer pada penyakit hemofilia adalah penggantian faktor pembekuan yang hilang. Prosuk
yang kini tersedia meliputi konsentret faktor VIII dari plasma darah yang dikumpulkan atau
preparat rekombinannya yang dibuat lewat rekayasa genetik, untuk disusun kembali dengan air
steril sesaat sebelum digunakan , dan DDAVP (1-deamino-8-D-arginine vasopressin). Suatu
bentuk vasopresin sintetik yang erupakan terapi pilihan pada penyakit hemofilia ringan dan
penyakit von willibrand (kecuali tipe IIB dan III) jika anak memperlihatkan respons yang tepat
terhadap pemberian preparat ini. Terapi yang agresif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecacatan kronis akibat perdarahan sendi.
 Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancanagan terapi dan hal ini bergantung pada sumber
perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan pada kasus hematuria, hemartrosis akut dan sinovitis
kronis. Obat anti-inplamasi non steroid (NSAID), seperti ibuprofen, merupkan preparat yang
efektif untuk meredakan nyeri akibat sinovitis; namun, NSAID harus diberikan dengan hati-hati
karena akan menghambat fungsi trombosit.
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Pemberian preparat asam epsilon-aminokaproat (Amicar) per oral atau lokalakan mencengah
penghancuran bekuan darah, namun, pemberian preparat ini terbatas hanya paada pembedahan
mulut atau trauma, dan sebelumnya harus diberikan preparat konsentrat faktor pembekuan.
 Program latihan yang teratur dan fisioterafi merupakan asfek penatalaksanaan penting pada
penyakit hemofilia. Aktifitas fisik dalam batas wajar akan menperkuat otot-otot di sekitar sendi
dan dapat mengurangi sejumlah episode perdarahan spontan.
 Terapi yang dilakukan dengan segera akan menghasilkan kesembuhan yang lebih cepat dan
penurunan kecendrungan komplikasi; oleh karena itu, sebagian besar anak yang memderita
heofilia menjalani terapi di rumah. Keluarga dapat diajarkan teknik melakukan penyuntikan IV
dan menberikan ADF kepada anak yang berusia 2 hingga 3 tahun.
 Anak dapat menpelajari prosedur pemberian obat sendiri ketika berusia 8 hingga 12 tahun. Terapi
yang dilaksanakan di rumah memilki angka keberhasilan cukup tinggi, selain dapat dilakukan
segera , keuntungan lainnya adalah kehidupan keluarga tidak begitu terganggu, absen dari sekolah
atau tempat kerja lebih sedikit, dan rasa percaya diri dan kemandirian anak meningkat.
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Terapi profilaksis primer padaa pasien hemofilia telah dipraktikkan selama bertahun-tahun di
negara-negara eropa ( Nillson dkk, 1994; van den berg dkk, 1994) dan terbukti sangan efektif
untuk mencengah atrofi.profilaksis primer meliputi pemberian konsentrat faktor VIII per IV
secara teratur sebelum terjadi awitan kerusakan sendi. Pada tahun 1994, the Medical and
Scientific Advisory Council (MASAC) of the National Haemophilia Foundation
merekomendasikan bahwa rtindakan profilaksis dianggap sebagai bentuk terapi yang optimal bagi
anak-anak yang menderita hemofilia berat (MASAC, 1994).
 Profilaksis sekunder meliputi pemberian konsentrat faktor VIII per IV secara teratur sesudah anak
mengalami perdarahan sendi yang pertama. Pemberian infus ini dilakukan tiga kali dalam
seminggu. Terpi sulih (pengganti) faktor pembekuan yang dilakukan secara agresif (atau
“peningkatan episode perawatan”) merupakan tindakan alternatif yang efektif dari segi biaya nya
jika dibandingkan dengan terapi profilaksis primer. Tindakan ini meliputi pemberian infus
konsentrat faktor VIII dengan dosis tinggi jika terjadi perdarahan sendi; diikuti dengan –
pemberian konsentrat faktor VIII dengan dosis yang lebih standar selama 2 hari (Cross dan
Koerper, 1997)
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Pengkajian pada Pasien Hemofilia
 Hematologis
 Hemoragi dan perdarahan lama
 Memar superficial
 Splenomegali
 Genitorinaria
 Hematuria spontan
 Musculoskeletal
 Tanda dan gejala perdarahan otot profunda (nyeri, tegang pada area yang terkena, ROM terbatas),
dan peningkatan suhu serta edema pada tempat perdarahan)
 Tanda dan gejala hemartrosis (nyeri, ROM terbatas, dan peningkatan suhu, serta edema pada
tempat perdarahan)
 Meta, telinga, hidung, dan tenggorok
 Epistaksis
 Gusi berdarah
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Diagnosa Keperawatan pada Pasien Hemofilia :
 Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan sendi dan pembengkakan
 Resiko cedera (hemoragi) berhubungan dengan perdarahan.
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ROM akibat perdarahan dan
pembengkakkan.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 30 menit nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
Skala nyeri 2-5
Pasien tampak rileks.
TTV dalam batas normal.
ASKEP PADA PASIEN HEMOFILIA
 Rencana Tindakan Keperawatan :
 Kaji penyebab nyeri
 Observasi lokasi nyeri, intensitas nyeri, durasi dan frekuensi nyeri
 Monitor skala nyeri
 Observasi Tanda2 vital
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Atur posisi pasien yang nyaman
 Anjurkan pasien untuk istirahat/tirah baring
 Ajarkan pasien tentang tehnik relaksasi
 Berikan therapy analgetik sesuai program medis
 Kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan yang lain agar nyeri pasien
berkurang.

Anda mungkin juga menyukai