Anda di halaman 1dari 84

LAPORAN KASUS SARAF

Paraplegia ec. Space Occupied Lession Lumbal

Disusun oleh :
dr. Benita Edgina

Pembimbing:
dr. Noviandi H, Sp.S, M.Si, Med
dr V. F. Yohari Listia. A

RS MARDI RAHAYU KUDUS


Laporan Kasus
STATUS PASIEN

Nama : Tn. R
No. RM : 579740
Alamat : Garung Lor, Kaliwungu, Kudus
Tanggal lahir : 30 Desember 1960 (60 tahun)
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Masuk IGD : 19 Oktober 2021 pukul 20.55 WIB
Keluhan Utama
Sulit BAB dan tidak dapat BAK dengan lancar

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan sulit BAB dirasakan sejak ± 3 minggu SMRS. Pasien mengatakan sudah
minum obat Dulcolax dan dapat BAB 1 kali dengan konsistensi keras dan sedikit.
Keluhan lain : tidak dapat BAK dengan lancar sejak 2 hari SMRS, BAK hanya dapat
menetes, darah (-), mual (+), perut terasa penuh (+), nafsu makan berkurang,
penurunan berat badan ± 15 kg dalam 3 minggu terakhir, nyeri di punggung, dan
lemah di kedua anggota gerak bawah yang dirasakan secara bersamaan sejak 1
minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat trauma (+) akibat terjatuh dari pohon ± 5 tahun yang lalu,
akan tetapi saat itu tidak terjadi gangguan di tulang belakang maupun
anggota gerak bawah.
 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Penyakit Stroke (-)
 Riwayat Penyakit Jantung (-)
 Riwayat Penyakit Ginjal (-)
 Riwayat Penyakit Paru (-)
 Riwayat Asam lambung (-)
 Riwayat Alergi (-)
 Riwayat keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
 Riwayat DM, Hipertensi, Penyakit Jantung, Penyakit Ginjal, Penyakit Paru,
Asam lambung, Alergi disangkal.
Riwayat Makanan
Frekuensi / hari : 3 kali/sehari.
Jumlah / kali : Berkurang sejak 3 minggu yang lalu SMRS.
Variasi / hari : Bervariasi.
Nafsu makan : Berkurang.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang Ayah usia 60 tahun, mempunyai 1 orang anak, tinggal
bersama dengan istri dan seorang anaknya. Pekerjaan pasien adalah seorang
wiraswasta. Saat ini pasien berobat dengan pembayaran Mandiri.
Kesan sosial ekonomi : kurang mampu.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS: E 4 M 6 V 5 = 15
Status gizi
Tanda-tanda vital • Berat Badan : 70 kg
Tekanan Darah : 124/82 mmHg • Tinggi Badan : 160 cm
Nadi : 89 x/ menit, irama reguler, isi • IMT : 27.34 kg/m2
dan tegangan cukup, kuat angkat • Kesan : Obesitas Grade I
Frekuensi nafas : 20 x /menit
Suhu : 37,50C
Saturasi : 97%
Kulit : Warna sawo matang, hiperpigmentasi (-), sianosis (-), ikterik (-)
Kepala : Normocephali, tidak teraba benjolan maupun lesi
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra (-/-), sklera ikterik (-/-),
pendarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor, diameter pupil 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+)
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), serumen (-/-)
Hidung : Septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-), sekret (-),
epistaksis (-)
Mulut : simetris, bibir sianosis (-), pucat (-), perdarahan gusi (-), pursed lips
breathing (-), hiperplasia ginggiva (-), lidah masih dalam batas normal, atrofi
papil lidah (-), kaku (-), rigiditas (-), fasikulasi (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Pulmo
• Inspeksi
- Statis : Simetris
Thorax : Bentuk normo chest, simetris, - Dinamis : Pengembangan dada simetris
pengembangan dada kanan = kiri, retraksi kanan = kiri, ketertinggalan gerak (-),
intercostal (-), pernafasan abdominothorakal retraksi intercostal (-)
• Palpasi
Cor - Statis : Simetris
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak - Dinamis : Pergerakan kanan = kiri
• Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea • Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
midclavicularis sinistra • Auskultasi
• Perkusi : batas jantung dalam batas normal - Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara
• Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
murmur (-), S3 gallop (-) ronkhi basah halus (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal,
suara tambahan wheezing (-), ronkhi basah
kasar (-), ronkhi basah halus (-)
Rectal Toucher
• Sfingter ani menjepit lemah
Abdomen • Teraba benjolan di mukosa anus
• Inspeksi : datar, gerakan minimal saat • Polus superior prostat teraba
inspirasi dan ekspirasi, scar (-), striae (-), • Feses (+), lendir (-), darah (-)
gambaran gerak usus (-), lesi (-)
• Auskultasi : bising usus (+) normal,
peristaltik dalam batas normal.
• Perkusi : timpani di seluruh lapang
abdomen, pekak hepar (+), pekak lien (+),
undulasi (-)
• Palpasi : Supel, Defans muskuler (-),
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak Ekstremitas
teraba, kandung kemih teraba penuh.

Flank
• Inspeksi : Lesi (-), Jejas (-)
• Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
• Perkusi : Nyeri ketok ginjal (-)
PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Pemeriksaan Saraf Kranial

1. Nervus Olfactorius

  Sinistra Dextra
Subyektif Normal Normal
Obyektif Normal Normal

2. Nervus Opticus

  Sinistra Dextra
Subjektif Normal Normal
Lapang Pandang Dalam batas normal
Melihat Warna Dalam batas normal
3. Nervus Occulomotorius

  Sinistra Dextra
Sela Mata Normal Normal
Ptosis - -
Pergerakan Bulbus Normal Normal
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Bentuk pupil Isokor Isokor
Ukuran pupil 3 mm 3 mm

4. Rekfleks cahaya
Nervus Trochlearis + +

  Sinistra Dextra
Pergerakan bola mata Normal Normal
ke bawah
5. Nervus Trigeminus

  Sinistra Dextra
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Refleks kornea Tidak dilakukan
Sensibilitas wajah Normal Normal

6. Nervus Abducens

  Sinistra Dextra
Pergerakan mata Normal Normal
ke lateral
7. Nervus Facialis

  Sinistra Dextra
Menutup mata Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal
Memperlihatkan gigi Normal
Menggembungkan Normal
pipi
Mencucu Normal

8. Nervus Vestibulocochlearis

  Sinistra Dextra
Gesekan jari Normal Normal
Rinne Tidak dilakukan
Webber Tidak dilakukan
Scwabach Tidak dilakukan
9. Nervus Glossofaringeus

Sensoris Normal
11. Nervus Accesorius

  Sinistra Dextra
Mengangkat bahu Normal Normal

10. Nervus Vagus Memalingkan Normal

Arkus faring Tidak dapat dinilai wajah

Bicara Normal
Menelan Normal
12. Nervus Hipoglossus
Refleks muntah Tidak dilakukan
Pergerakan lidah Normal
Tremor lidah -
Artikulasi Jelas
Fasikulasi lidah -
Atrofi papil lidah -
Badan dan Anggota Gerak

  Sinistra Dextra
Sensibilitas taktil Normal Normal
Perasaan nyeri dan
thermos esktremitas + +
atas
Perasaan nyeri dan
thermos ekstremitas - -
bawah
Kekuatan motorik dan
tahanan otot 5 5
ekstremitas atas
Kekuatan motorik dan
tahanan otot 0 0
ekstremitas bawah
Refleks Fisiologis

Refleks Sinistra Dextra


Biseps ++ ++
Triceps ++ ++
Patella - -
Achilles - -

Refleks Patologis

Refleks Sinistra Dextra


Hoffman - -
Tromner - -
Babinski - -
Chaddok - -
Oppenheim - -
Klonus kaki - -
Pemeriksaan Vertebra
Inspeksi : jejas (-), massa (-), perubahan warna (-),
gibus (-)
Palpasi : nyeri (+), deformitas (-)

Tes Provokasi Nyeri

Pemeriksaan Sinistra Dextra

Laseque - -

Faber - -

Fadir - -
Tes Koordinasi
• Romberg test : Tidak dilakukan
• Tandem gait : Tidak dilakukan
• Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
• Past pointing test : Tidak dilakukan

Gerakan Abnormal
• Tremor :-
• Myoklonik :-
• Gerakan chorea :-

Alat Vegetatif
• Miksi : Menggunakan kateter urin
• Defekasi : Tidak dapat BAB
PEMERIKSAAN PENUNJANG
GDS (19/10/2021) : 136 mg/dl
EKG (19/10/2021) : Sinus Rhythm, Complete RBBB
Diagnosa Sementara
 Diagnosis klinik : nyeri punggung bawah yang menjalar hingga
kedua tungkai bawah, konstipasi, dan disfungsi bladder, dan
penurunan BB 15 kg sejak 3 minggu terakhir.
 Diagnosis topik : susp. medulla spinalis segmen anterior dengan
perluasan corpus vertebra II-III dan radiks nervi spinalis T10 – L5.
 Diagnosis etiologik : susp. keganasan (neoplasma primer DD
metastasis) pada tulang.

Diagnosa Kerja
 Paraplegia, Bladder Disfunction, Konstipasi
 Dispepsia
Penataksanaan (IGD 19/10/2021)
 Infus Asering 20 tpm
 Inj. Ranitidine 1 x 50 mg
 Inj. Ketorolac 1 x 30 mg
 Pasang Kateter Urin
 Rapid Antigen Covid-19

Lapor dr. Noviandi, Sp.S. Advis :


 Inj. Methylprednisolon 2 x 125 mg IV.
 Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV.
 Bio ATP 2 x 1 tablet.
 Inj. Ranitidine 2 x 50 mg.
 Fosen Enema besok pagi.
 Program pemeriksaan MRI.
 Foto Thoraks.
 Pemeriksaan laborat : HLHT, Ureum, Creatinin, Na,
K, Ca, dan Alkali Fosfatase.
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
PAKET HLHT  
s a an
eri k i u m Hemoglobin 15.7 g/dl 13.2-17.3 g/dl
Pem rator 1
o
Lab 0/202 Leukosit 21.30 103/ul (H) 3.6-11.0 10^3/ul
1
19/ 22.40 Hematokrit 45.70 % 41 - 52
pk.
Trombosit 551 103/ul (H) 150 - 400
KIMIA  
Ureum 41.3 mg/dl 19 - 44
Creatinin 0.85 mg/dl (L) 0.9 – 1.3
GFR (CKD-EPI) 90 ml/min/m2 >90
Alkali Phosphatase 149.7 U/L (H) 30 - 120
Natrium 132.7 mmol/L (L) 135 - 147
Kalium 4.49 mmol/L 3.5 – 5.1
Kalsium 10.3 mg/dL 8.8 – 10.3
IMUNOSEROLOGI  
Pemeriksaan RDT Antigen 29/09/2021 pk. 22.27

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


IMUNOSEROLOGI  
SARS-CoV-2 Antigen    

SARS-CoV-2-Antigen Negatif Negatif


Pemeriksaan MRI Lumbal dengan Kontras 20/10/2021

Kesan :
 Gambaran lesi / nodul foci dengan intensitas signal
abnormal / patologis yang meliputi korpus dan arkus
posterior vertebrae level T10 sampai dengan L4 dan S1
(hipointens pada T1, iso-hiperintens pada T2 dan STIR dan
relatif enhancement pada T1 kontras)  gambaran
metastase tak dapat disingkirkan (DD// proses
degeneratif).
 Spondylosis torakolumbalis T10 – L4 dan S1.
 Proses degenerative diskus L1-2, L2-3, L3-4, L4-5, L5-S1
dengan penyempitan diskus L1-2, L5-S1 serta “annular
tear” posterior diskus L1-2, L2-3.
 HNP grade 2 (prostusio posterosentral bilateral) diskus L4-
5 dan (prostusio posterosentral) diskus L5-S1 serta HNP
grade 1 (bulging) diskus L1-2, L2-3, L3-4 dengan
penyempitan foramen-recessus neuralis bilateral L4-5, L5-
S1.
 Facet arthrosis L2-3, L3-4 bilateral.
Foto Thorax 20/10/2021

Deskripsi :
 Cor : Batas kiri jantung bergeser ke laterocaudal.
 Pulmo : Tampak kesuraman pada kedua perihiller dan
paracardial. Corakan bronkovaskuler meningkat.
 Diafragma kanan setinggi kosta 9 posterior. Sinus kanan
dan kiri normal.

Kesan :
 Cardiomegaly (suspek gambaran pembesaran ventrikel
kiri).
 Gambaran Bronkopneumonia Bilateral DD. Infiltrat
Prognosis
Ad Functionam : dubia
Ad Sanationam : dubia
Ad vitam : dubia

Konseling dan Edukasi

 Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai


cedera spinal, rencana rawat, biaya, pengobatan, prosedur,
masa dan tindakan pemulihan dan latihan, manajemen nyeri,
serta risiko dan komplikasi selama perawatan.
 Memberikan edukasi mengenai pentingnya dukungan
psikologis dan emosional yang sangat dibutuhkan karena
tingginya insiden depresi.
 Pemakaian kateter urin serta risiko infeksi, bowel program
(intake cairan yang adekuat, konsumsi makanan tinggi serat,
evakuasi tinja, pencahar), mobilisasi terkait pencegahan ulkus
dekubitus, kontraktur, deep vein thrombosis, dan lain-lain
hendaknya juga dimengerti oleh pasien dan keluarga.
 Mengawasi agar pasien teratur minum obat.
Catatan Kemajuan
Pasien
  20/10/2021 21/10/2021 22/10/2021
Keluhan Kedua kaki lemas, Kedua kaki lemas, Kedua kaki lemas,
kebas, kesemutan, kebas, kesemutan, kebas, kesemutan,
hanya dapat berbaring. hanya dapat berbaring. hanya dapat berbaring.
Nyeri punggung hilang Nyeri punggung hilang Nyeri punggung hilang
timbul. Belum dapat timbul. Sudah dapat timbul. Belum dapat
BAB. BAB. BAB.

KU Sedang, CM, E4 M6 V5 Sedang, CM, E4 M6 V5 Sedang, CM, E4 M6 V5


Tanda Vital TD 91/56 TD 111/62 TD 121/66

RR 20 RR 20 RR 20

HR 81 HR 70 HR 73

Suhu 36.3 Suhu 36.0 Suhu 36.6

Nervi Dbn Dbn Dbn


Craniales
Gerak B B B B B B
T T T T T T
Kekuatan 5 5 5 5 5 5
0 0 1 1 1 1
Refleks +2 +2 +2 +2 +2 +2
Fisologis +1 +1 +1 +1 +2 +2
Refleks - - - - - -
Patologis - - - - - -
Clonus - - - - - -
Sensibilitas + + + + + +
- - - - - -
Vegetatif Dbn Dbn Dbn
Assesment Paraplegia susp. SOL L2 – L4 Paraplegia susp. SOL L2 – L4 Paraplegia susp. SOL L2 – L4

Terapi Inj. Methylprednisolon 2 x 125 Inj. Methylprednisolon 2 x 125 Inj. Methylprednisolon 2 x 125
mg IV. mg IV. mg IV.

Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV. Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV. Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV.

Bio ATP 2 x 1 tablet. Bio ATP 2 x 1 tablet. Bio ATP 2 x 1 tablet.

Inj. Ranitidin 2 x 50 mg Inj. Ranitidin 2 x 50 mg Inj. Ranitidin 2 x 50 mg

MRI Lumbal
  23/10/2021 24/10/2021 25/10/2021
Keluhan Kedua kaki lemas, kebas, Kedua kaki lemas, kebas, Kedua kaki lemas, kebas,
kesemutan, hanya dapat kesemutan, hanya dapat kesemutan, hanya dapat
berbaring. Nyeri punggung berbaring. Nyeri punggung berbaring. Nyeri punggung
(+). Sudah dapat BAB. (+). (+).

KU Sedang, CM, E4 M6 V5 Sedang, CM, E4 M6 V5 Sedang, CM, E4 M6 V5


Tanda Vital TD 130/60 TD 130/80 TD 137/78

RR 20 RR 20 RR 20

HR 68 HR 68 HR 68

Suhu 36.2 Suhu 36.5 Suhu 36.0

Nervi Dbn Dbn Dbn


Craniales
Gerak B B B B B B
T T T T T T
Kekuatan 5 5 5 5 5 5
1 1 1 1 1 1
Refleks +2 +2 +2 +2 +2 +2
Fisologis +2 +2 +2 +2 +2 +2
Refleks - - - - - -
Patologis - - - - - -
Clonus - - - - - -
Sensibilitas + + + + + +
- - - - - -
Vegetatif Dbn Dbn Dbn
Assesment Paraplegia susp. SOL L2 – L4 Paraplegia susp. SOL L2 – L4 SOL susp. metastasis

Terapi Inj. Methylprednisolon 2 x 125 Inj. Methylprednisolon 2 x 125 Pasien rencana pulang. Obat
mg IV. mg IV. pulang :

Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV. Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV. Bio ATP tab No X (2x1)

Bio ATP 2 x 1 tablet. Bio ATP 2 x 1 tablet. Mecobalamin tab No X (2x1)

Inj. Ranitidin 2 x 50 mg Inj. Ranitidin 2 x 50 mg Ranitidin tab 150 mg No X (2x1)

Methylprednisolon tab 4 mg No X
(2x1)
Dasar Teori
PENGERTIAN

 Cedera medulla spinalis merupakan keadaan yang dapat menimbulkan


kecacatan permanen dan mengancam nyawa.

 Meliputi kerusakan medulla spinalis karena trauma langsung atau tak


langsung yang mengakibatkan gangguan fungsi utamanya, seperti fungsi
motorik, sensorik, autonomik, dan reflex, baik komplet ataupun
inkomplet (Gondowadarja and Puwarta, 2014:567 ).
ETIOLOGI
 Cedera Medula Spinalis  trauma langsung yang mengenai tulang belakang
 trauma tersebut melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam
melindungi saraf-saraf di dalamnya.

 Cedera sumsum tulang belakang  patah tulang belakang dan terbanyak


mengenai daerah servikal dan lumbal.

 Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi, atau rotasi


tulang belakang di daerah thorakal tidak banyak terjadi karena terlindung
dengan struktur thoraks.

Etiologi cedera spinal dapat berupa :

 Trauma, misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka
tusuk atau luka tembak.

 Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati, myelitis,


osteoporosis, tumor.
INSIDENSI
 Insiden cedera medula spinalis menunjukkan terdapat 40- 80 kasus baru per 1 juta
populasi setiap tahunnya. Ini berarti bahwa setiap tahun sekitar 250.000 - 500.000
orang mengalami cedera medula spinalis.
 Penelitian terakhir menunjukkan 90% kejadian cedera medula spinalis disebabkan
oleh adalah trauma seperti kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%), olahraga (10%),
atau kecelakaan kerja.
 Angka mortalitas didapatkan sekitar 48% dalam 24 jam pertama. Sekitar 80%
meninggal di tempat kejadian oleh karena vertebra servikalis memiliki risiko trauma
paling besar, dengan level tersering C5, diikuti C4, C6, kemudian T12, L1, dan T10.
 Kerusakan medula spinalis tersering oleh penyebab traumatik, disebabkan dislokasi,
rotasi, axial loading, dan hiperfleksi atau hiperekstensi medula spinalis atau kauda
ekuina.
3. Edema medulla spinalis yang timbul segera
PATOFISIOLOGI setelah trauma  gangguan aliran darah kapiler
dan vena. Awalnya berupa perdarahan makroskopis
Kerusakan medulla spinalis melewati 4 mekanisme :  reaksi peradangan,  melepaskan mediator
kimiawi  nyeri hebat dan akut. Nyeri yang timbul
1. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi berkepanjangan  syok spinal  menurunkan
diskus intervertebralis dan hematom. tingkat kesadaran.
Yang paling berat adalah kerusakan akibat Reaksi peradangan  edema  menekan jaringan
kompresi tulang, kompresi oleh korpus vertebra sekitar  aliran darah dan oksigen ke jaringan
yang mengalami dislokasi tulang, kompresi oleh tersebut menjadi terhambat  hipoksia jaringan.
korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke Reaksi anastetik yang ditimbulkan dari reaksi
posterior, dan trauma hiperekstensi  peradangan tersebut juga menimbulkan kerusakan
terputusnya jaringan saraf medulla spinalis  pada sistem eliminasi urin.
paralisis dan paraplegi pada ekstremitas.
4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau
arteri spinalis anterior dan posterior  blok pada
2. Regangan jaringan yang berlebihan  saraf simpatis yang diakibatkan dari cedera tulang
gangguan pada jaringan, hal ini biasanya belakang  kelumpuhan otot pernapasan 
terjadi pada hiperfleksi. pasokan oksigen ke dalam tubuh berkompensasi 
Toleransi medulla spinalis terhadap regangan meningkatkan frekuensi pernapasan  timbul
akan menurun dengan bertambahnya usia. sesak.
Mekanisme Kerusakan Primer dan Sekunder

Cedera sekunder terjadi hal-hal sebagai berikut


Cedera primer  trauma mekanik, kompresi, : peningkatan respirasi anerobik, peroxidasi
kontusio, laserasi, dan trauma penetrasi pada lemak, kerusakan pada pembuluh darah, akson,
spinal cord  paralisis  akibat kompresi dan dan myelin.
kontusio pada spinal cord atau berpindahnya Cedera sekunder  inflamasi akibat respon dari
collum spinal akibat fraktur atau dislokasi tulang neutropil, microglia, dan magrofag. Pada cedera
pada spinal. sekunder  edema, peningkatan permeabilitas
Kerusakan akibat cedera primer menyebabkan barier pembuluh darah pada spinal cord, serta
cedera sekunder walaupun terjadinya dalam terjadi iskemia dan nekrosis.
waktu menit sampai dengan bulan setelah cedera Sehingga apabila pasien dengan trauma spinal
tidak ditangani dengan tepat dan cepat 
memperparah kondisi pasien.
KLASIFIKASI
Berdasarkan Lesi :

1. Komosio
2. Kontusio
3. Laserasi
4. Kompresi
5. Hematomielia
Berdasarkan Level

Level Cedera Fungsi yang Hilang


C1 – C4 Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke bawah.
Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya bowel dan bladder.

C5 Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah. Hilangnya


sensasi di bawah klavikula. Tidak terkontrolnya bowel dan
bladder.
C6 Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan lengan.
Sensasi lebih banyak pada lengan dan jempol.

C7 Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu, siku,


pergelangan dan bagian dari lengan. Sensasi lebih banyak
pada lengan dan tangan dibandingkan pada C6. Yang lain
mengalami fungsi yang sama dengan C5.

C8 Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari lengan


mengalami kelemahan. Hilangnya sensasi di bawah dada.
T1-T6 Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di bawah dada
tengah. Kemungkinan beberapa otot interkosta mengalami
kerusakan. Hilangnya kontrol bowel dan bladder.

T6 – T12 Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di bawah pinggang.


Fungsi pernafasan sempurna tetapi hilangnya fungsi bowel dan
bladder.
L1 – L3 Hilangnya fungsi motorik dari pelvis dan tungkai. Hilangnya
sensasi dari abdomen bagian bawah dan tungkai. Tidak
terkontrolnya bowel dan blader.

L4 – S1 Hilangnya beberapa fungsi motorik pada pangkal paha, lutut


dan kaki. Tidak terkontrolnya bowel dan bladder.

S2 – S4 Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor. Hilangnya


sensasi pada tungkai dan perineum. Pada keadaan awal terjadi
gangguan bowel dan bladder.
Berdasarkan Beratnya Defisit Neurologis :

a. Paraplegia inkomplit (torakal inkomplit)


b. Paraplegia komplit (torakal komplit)
c. Tetraplegia inkomplit (servikal inkomplit)
d. Tetraplegia komplit (cedera servikal komplit)

Adanya fungsi motorik dan sensorik dibawah level trauma menunjukkan adanya cedera inkomplit.
Tanda-tanda cedera inkomplit meliputi adanya sensasi atau gerakan volunter di ekstremitas
bawah, sacral sparing (contoh : sensasi perianal), kontraksi sfinghter ani volunter, dan fleksi ibu
jari kaki volunter.
Adapun klasifikasi untuk menentukan trauma medulla spinalis apakah complete atau incomplete
diantaranya menggunaka kriteria American Spinal Injury Association (ASIA) dan Frankel.

Kriteria menurut ASIA :

Grade A Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sensorik dibawah


tingkat lesi

Grade B Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian fungsi


sensorik di bawah tingkat lesi.

Grade C Fungsi motorik intak tetapi dengan kekuatan di bawah 3.

Grade D Fungsi motorik intak dengan kekuatan motorik di atas atau


sama dengan 3.

Grade E Fungsi motorik dan sensorik normal.


Kriteria menurut Frankel

Frankel Score A Kehilangan fungsi motorik dan sensorik lengkap (complete loss).

Frankel Score B Fungsi motorik hilang, fungsi sensorik utuh.

Frankel Score C Fungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak berguna (dapat
menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat berjalan).

Frankel Score D Fungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi tidak dengan normal
”gait”).
Frankel Score E Tidak terdapat gangguan neurologik.
Berdasarkan Sindrom Medulla Spinalis

a. Complete transection
 Semua traktus di medulla spinalis terputus  semua fungsi
yang melibatkan medulla spinalis di bawah level terjadinya
transeksi  terganggu  kerusakan permanen.
 Tetraplegia pada transeksi servikal dan paraplegia jika
terjadi pada level thorakal.
 Flaksid otot, hilangnya refleks dan fungsi sensoris dibawah
level transeksi.
 Kandung kemih dan usus atoni  ileus paralitik.
 Kehilangan tonus vasomotor area tubuh dibawah lesi 
tekanan darah rendah dan tidak stabil.
 Kehilangan kemampuan respirasi  kulit kering dan pucat,
gangguan pernapasan.
b. Incomplete transection : Central cord syndrome
 Hilangnya kekuatan motorik lebih banyak pada
ekstremitas atas dibandingkan dengan ekstremitas
bawah, dengan kehilangan sensorik yang bervariasi.
 Biasanya muncul setelah adanya trauma hiperekstensi
pada pasien yang telah mengalami kanalis stenosis
servikal sebelumnya.
 Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat jatuh
kedepan dengan dampak pada daerah wajah. Dapat
terjadi dengan atau tanpa fraktur tulang servikal atau
dislokasi.
 Gambaran khas : kelemahan yang lebih prominen pada
ekstremitas atas dibanding ektremitas bawah.
 Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih
cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama
tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas
neurologik permanen.
 Pusat cedera paling sering adalah setinggi VC4-VC5
dengan kerusakan paling hebat di medulla spinalis C6
dengan lesi LMN.
c. Incomplete transection : Anterior Cord Syndrome
 Ditandai dengan paraplegi dan kehilangan
sensorik disosiasi dengan hilangnya sensasi nyeri
dan suhu.
 Fungsi kolumna posterior (posisi, vibrasi, dan
tekanan dalam) tetap bertahan.
 Biasanya anterior cord syndrome disebabkan
infark pada daerah medulla spinalis yang
diperdarahi oleh arteri spinalis anterior.
 Prognosis sindrom ini paling buruk dibandingkan
cedera inklomplit lainnya.
 Kehilangan sensasi nyeri dan suhu pada level
dibawah lesi tetapi sensoris terhadap raba,
tekanan, posisi, dan getaran tetap baik
d. Brown Sequard Syndrome
 Terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis,
akibat luka tembus.
 Namun variasi gambaran klasik tidak jarang
terjadi. Pada kasus murni, sindrom ini terdiri dari
kehilangan sistem motorik ipsilateral (traktus
kortikospinalis) dan hilangnya sensasi posisi
(kolumna posterior), disertai dengan hilangnya
sensasi suhu serta nyeri kontralateral mulai satu
atau dua level di bawah level trauma (traktus
spinothalamikus).
 Walaupun sindrom ini disebabkan trauma tembus
langsung ke medulla spinalis, biasanya masih
mungkin untuk terjadi perbaikan.
 Kondisi ini terjadi parese ipsilateral di bawah
level lesi disertai kehilangan fungsi sensoris
sentuhan, tekanan, getaran dan posisi.
 Terjadi gangguan kehilangan sensoris nyeri dan
suhu kontralatetal.
e. Incomplete transection : Posterior Cord Syndrome
 Ciri khas : kelemahan motorik yang lebih berat pada lengan dari pada tungkai dan
disertai kelemahan sensorik.
 Defisit motorik yang lebih jelas pada lengan (daripada tungkai) dapat dijelaskan akibat
rusaknya sel motorik di kornu anterior medulla spinalis segmen servikal atau akibat
terlibatnya serabut traktus kortikospinalis yang terletak lebih medial di kolumna
lateralis medulla spinalis.
 Sindrom ini sering dijumpai pada penderita spondilitis servikal.

f. Cauda Equina Syndrome


 Kerusakan pada saraf lumbal atau sacral sampai ujung medulla spinalis.
 Hal ini mengakibatkan kerusakan sensori dan lumpuh flaccid pada ekstremitas bawah
dan kontrol berkemih dan defekasi.
Manifestasi Klinis

1. Perubahan refleks
Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis sehingga stimulus
refleks juga terganggu misalnya refleks pada blader, refleks ejakulasi dan aktivitas viseral.

2. Kelemahan motorik pada ekstremitas

3. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis kerusakan / batas
luka, hilangnya sensasi di bawah batas luka, hilangnya refleks – refleks spinal di bawah
batas luka, hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah
(hipotensi), tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan inkontinensia urine dan
retensi feses.
4. Autonomik disrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan refleks autonom
seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal, distensi bladder.

5. Gangguan fungsi seksual.


Banyak kasus memperlihatkan pada laki – laki adanya impotensi, menurunnya sensasi
dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.

6.Kadang disertai penurunan fungsi pernapasan hingga terjadi gagal napas.


Penegakan Diagnosa
1. Anamnesis
Keluhan utama : Keluhan yang membawa pasien untuk berobat. Kebanyakan kasus cedera
medulla spinal datang dengan keluhan kelemahan pada ektremitas. Tanyakan keluhan sudah
berapa lama dirasakan.

RPS : Kaji keluhan kelemahan : Lokasi kelemahan (bagian esktremitas mana saja) paraplegia
atau quadriplegi, kelemahan timbulnya tiba-tiba atau perlahan-lahan, gejala semakin parah
atau tidak, timbul setelah makan atau tidak, obat-obatan yang digunakan untuk mengurangi
gejala, hasil pengobatan.

Kaji keluhan tambahan : Nyeri (lokasi, terus menerus atau hilang timbul, nyeri menjalar atau
tidak, kapan nyeri bertambah, kapan nyeri berkurang. Kesemutan, sesak, nyeri pada perut,
keluhan BAK (inkontinensia atau retensi urin), BAB (konstipasi). Hilangnya sensasi rasa.
Gangguan fungsi seksual. Tanya sebelumnya apakah pernah alami gejala yang sama, kegiatan
sehari- hari (angkat yang beratberat). Pola BAK dan BAB sebelum sakit.

RPD : Riwayat trauma sebelumnya, riwayat kelainan tulang belakang, riwayat DM, HT, Alergi,
Low back pain, osteoporosis, osteoarthritis, riwayat TBC, dan riwayat penyakit keganasan.

RPK : Riwayat kelainan tulang belakang, osteoporosis, TBC, atau keganasan lainnya
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi darah.
Pada kasus cedera, sangat penting diperiksa keadaan jalan nafas dan pernafasannya karena pada
trauma C1- C4.

• Inspeksi : Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual tentang kondisi serta kemampuan gerak
dan fungsinya. Apakah ada oedem pada anggota gerak, pengecilan otot ( atropi ), warna, dan
kondisi kulit sekitarnya, kemampuan beraktifitas, alat bantu yang digunakan untuk beraktifitas,
posisi pasien, dll.

• Palpasi : Palpasi adalah pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan menggunakan tangan dan
membedakan antara kedua anggota gerak yang kanan dan kiri. Palpasi dilakukan terutama pada
kulit dan subcutaneus untuk mengetahui temperatur, oedem, spasme, dan lain sebagainya.

• Pemeriksaan Fungsi Gerak : meliputi fungsi gerak aktif, gerak pasif, dan gerak isometrik. Pada
pemeriksaan ini umumnya pada pasien ditemukan adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak,
kelemahan otot, dan sebagainya.

• Pemeriksaan Fungsional : Dalam pemeriksaan fungsional meliputi kemampuan pasien dalam


beraktifitas baik itu posisioning miring kanan- kiri ( setiap 2 jam ), transfer dari tidur ke duduk,
dari tempat tidur ke kursi roda, dan sebaliknya.
Pemeriksaan Khusus :

1. Kekuatan Otot : Pengukuran ini digunakan untuk melihat kekuatan otot dari keempat anggota
gerak tubuh. Dan dilakukan dengan menggunakan metode manual muscle testing ( MMT ).

2. ROM (Lingkup Gerak Sendi) : Pemeriksaan ROM dilakukan dengan menggunakan goniometer dan
dituliskan dengan menggunakan metode ISOM (International Standar Of Measurement ).

3. Pemeriksaan Nyeri dengan VAS (Visual Analog Scale) : VAS merupakan salah satu metode
pengukuran nyeri yang dapat digunakan untuk menilai tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Pasien diminta untuk menunjukan letak nyeri yang dirasakan pada garis yang berukuran 10 cm,
dimana pada ujung sebelah kiri (nilai 0) tidak ada nyeri, dan pada ujung sebelah kanan ( nilai 10 )
nyeri sekali.

4. Pemeriksaan Sensoris : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan sensori level. Sensori level
adalah batas paling kaudal dari segment medula spinalis yang fungsi sensorisnya normal. Tes ini
terdiri dari 28 tes area dermatom yang diperiksa dengan menggunakan tes tajam tumpul dan
sentuhan sinar, dengan kriteria penilaiannya sebagai berikut :
KRITERIA PENILAIAN DARI PEMERIKSAAN SENSORIS
5. Pemeriksaan Motorik : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan motorik levelnya.
Identifikasi kerusakan motorik lebih sulit, karena menyangkut inervasi dari beberapa otot.
Tidak adanya inervasi  kelemahan atau kelumpuhan.

Pemeriksaan kekuatan otot tersebut bisa menggunakan pemeriksaan dengan Manual Muscle Test (MMT),
dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

Nilai Keterangan
0 (Zero) Tidak ditemukan kontraksi dengan palpasi
1 (Tr) Trace Ada kontraksi tetapi tidak ada gerakan
2 (P) Poor Gerakan dengan ROM penuh, tetapi tidak dapat melawan
gravitasi
3 (F) Fair Gerakan penuh dan dapat melawan gravitasi
4 (G) Good Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan
5 (N) Normal Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal
i k 
r
m oto
s a an ing  ara
erik test , ant
a pem uscle otom
Pad ual m ah my
n
ma a daer
pad :  C 5 : Fleksi siku (m. biceps, m. brachialis )
lain  C 6 : Ekstensi pergelangan tangan (m. ekstensor carpi radialis
longus dan brevis )
 C 7 : Ekstensi siku (m. triceps )
 C 8 : Fleksi digitorum profundus jari tengah (m. fleksor digitorum
profundus)
 Th 1 : Abduksi digiti minimi (m. Abduktor digiti minimi)
 L 2 : Fleksi hip (m. Iliopsoas)
 L 3 : Ekstensi knee (m. Quadriceps )
 L 4 : Dorso fleksi ankle (m. Tibialis anterior)
 L 5 : Ekstensi ibu jari kaki (m. Ekstensor hallucis longus)
 S 1 : Plantar fleksi ankle (m. Gastrocnemius, m. Soleus)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

 Osteocalsin : Suatu protein tulang yang


disekresi oleh osteoblast.
 B-cross lap : parameter untuk proses
rosorpsi (penyerapan tulang) untuk
mengetahui fungsi osteoklas.
 Elektrolit : kalsium total.
 Darah lengkap : Hb, HT, Leukosit,
trombosit.
 Kimia darah : Gula darah 2 jam pp, gula
darah puasa.
 Vit D
 Kalsitonin.
RADIOLOGI

Foto Polos Vertebra CT-scan Vertebra

 Untuk deteksi kelainan pada medula spinalis,  Dapat melihat struktur tulang, dan kanalis
kolumna vertebralis dan jaringan di spinalis dalam potongan aksial.
sekitarnya. Pada trauma servikal  foto AP,  CT-Scan  pilihan utama untuk
lateral, dan odontoid. mendeteksi cedera fraktur pada tulang
 Pada cedera torakal dan lumbal  foto AP belakang.
dan Lateral.
 Foto polos posisi antero-posterior dan lateral
pada daerah yang diperkirakan mengalami
trauma  memperlihatkan adanya fraktur
dan atau disertai dengan dislokasi. MRI Vertebra
 Pada trauma daerah servikal foto dengan
posisi mulut terbuka dapat membantu dalam  Dapat memperlihatkan seluruh struktur
memeriksa adanya kemungkinan fraktur internal medula spinalis dan jaringan
vertebra C1-C2. lunak.
Pungsi Lumbal

 Berguna pada fase akut trauma medula


spinalis. Myelografi
 Sedikit peningkatan tekanan likuor
serebrospinalis dan adanya blokade pada Dianjurkan pada penderita yang telah sembuh
tindakan Queckensted  beratnya derajat dari trauma pada daerah lumbal, sebab
edema medula spinalis. sering terjadi herniasi diskus
 Tindakan ini harus dilakukan dengan hati- intervertebralis.
hati  posisi fleksi tulang belakang dapat
memperberat dislokasi yang telah terjadi.
 Dan antefleksi pada vertebra servikal harus
dihindari bila diperkirakan terjadi trauma
pada daerah vertebra servikalis tersebut.
DIAGNOSIS BANDING
1. Spondilitis TB

Penyebab : Infeksi
Predileksi : tulang belakang dan persendian (tersering : vertebra torakal)
Keluhan : nyeri punggung disertai nyeri intercostal yang sifatnya radikuler
PF : gibbus (+), paraparesis / plegi
PP :
Lab : test tuberculin positif, LED meningkat (>100mm/jam), BTA positif, uji kultur positif
Radiologi :
 Foto polos  lesi destruksi litik pada daerah anterior korpus vertebra, penyudutan anterior,
korpus vertebra yang kolaps, sklerosis reaktif, dan proses litik yang progresif. Dapat pula
ditemukan lesi porotik pada vertebral end plate, diskus yang meyempit atau hancur, lesi
tulang yang terjadi pada lebih dari satu level, serta bayangan fusiform vertebral formasi
abses.
 Foto toraks menunjukkan proses spesifik pada hanya sekitar separuh penderita tuberkulosis
osteoartikuler.
 MRI adalah kriteria standar dalam evaluasi infeksi disk space, dan perluasan penyakit ke
jaringan lunak di sekitarnya.
n M RI
m b ara TB
Ga dilitis
n
Spo

Dari kiri ke kanan :


T1: hipointens di vertebra yang berdekatan
T2 : hiperintens, diskus, infeksi jaringan lunak
T1 C+ (Gd): sumsum, subligamentosa, diskus, peningkatan dural
2. Tumor Spinal

Penyebab : keganasan
Predileksi : tulang belakang (70% lesi simtomatik ditemukan pada daerah torakal, 20%
daerah lumbal dan 10% daerah servikal).
Keluhan : nyeri punggung disertai paraparesis / plegi, dan hilangnya kontrol terhadap
fungsi kandung kemih dan usus besar.
PF : paraparesis / plegi, kelainan sensorik
PP :
Radiologi :
 Foto polos  erosi pedikel dan korpus vertebra.
 MRI dengan atau tanpa kontras dalam melakukan skrining terhadap keterlibatan
jaringan lunak, dimana MRI  prosedur diagnostik pilihan dalam menegakkan diagnosis
tumor medula spinalis.
 Radiografi vertebra dapat mendeteksi adanya pelebaran kanalis spinalis erosi aspek
posterior korpus vertebra akibat tumor ekstrameduler.
 Mielografi juga dapat membedakan tumor intrameduler dan ekstrameduler.
 Pungsi lumbal  mulai ditinggalkan berhubung sudah adanya MRI. Tetapi dalam
pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan LCS xantokrom dan kadar protein yang
meningkat.
3. Kompresi Medula Spinalis Metastasis

Penyebab : penekanan kantung dura beserta isinya pada medula spinalis oleh massa metastasis tumor
ekstradura maupun intradura.
Predileksi : tulang belakang (regio vertebra torakal (60-70%), lalu di vertebra lumbal (2025%), dan
yang lebih jarang di vertebra servikal (15%) dan sakral).
Keluhan : nyeri punggung, paraparesis / plegi yang bersifat simetris dan bilateral, defisit sensoris
(kebas dan kesemutan).
PF : paraparesis / plegi yang bersifat simetris dan bilateral, defisit sensoris (kebas dan kesemutan)
PP :
Radiologi :
 MRI  deteksi dini KMSM. MRI sekuens T1 atau T2 dengan kontras memiliki sensitivitas 97 - 100%,
dengan spesifisitas 90 - 93% untuk mendiagnosis kasus KMSM. Lesi akan terlihat hipointens pada
sekuens T1, hiperintens pada T2, dan sangat menyangat kontras.
 Opsi pencitraan diagnostik kedua pada kasus KMSM  CT mielografi lalu CT tanpa mielografi.
 Pemeriksaan radiologi konvensional akan menunjukkan infiltrasi tulang dan destruksi vertebra
akibat massa tumor, namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosis langsung kompresi medula
spinalis. Pada kasus KMSM, pencitraan diagnostik harus mencakup seluruh vertebra karena pada 40
- 50% pasien, lesi dapat terjadi multifokal dan multilevel.
 Pada pasien dengan kecurigaan KMSM namun keganasan primer belum diketahui,
direkomendasikan biopsi terbuka ataupun perkutan (dibantu CT).
M RI
ba ran
Ga m M
KMS

Gambaran MRI pada KMSM : curiga multiple lesi litik di VL II-III,


dengan fraktur yang menyebabkan stenosis sentral setinggi lesi
litik. Mendukung kecurigaan ke arah proses metastasis (MESCC)
4. Abses Spinal

Penyebab : infeksi bakteri Staphylococcus aureus (paling sering), meskipun banyak bakteri
lain juga sudah terlibat, sperti spesies Staphylococcus dan Pseudosomonas, E. Coli, Brucella,
dan Mycobacterium tuberculosis, pasien dengan riwayat abses MRSA, riwayat operasi tulang
belakang / perangkat implant.
Predileksi : sumsum tulang belakang atau cauda equina dengan kompresi dan gangguan
vaskular.
Keluhan : nyeri punggung, defisit sensorik, disfungsi motorik, dan akhirnya menyebabkan
kelumpuhan dan kematian. Kadang menyebabkan gejala radikular dimana terdapat nyeri
dada / nyeri perut
PF :
PP :
MRI
n
ara al
m b
Ga s Spin
e
Abs

Berikut gambaran MRI pada abses epidural


spinal : Sagittal T1 weighted MRI tulang
belakang lumbosakral menunjukkan
osteomielitis dari tubuh vertebral L5 (panah
besar) dengan abcess epidural tulang belakang
L4-S1 anterior menggusur meninges (panah
kecil); (A) sebelum kontras dan (B) setelah
kontras. (C) MRI aksial dari vertebra L5
menunjukkan perpindahan anterior kantung
teka oleh abses epidural tulang belakang
(panah).
TATALAKSAN
A

Manajemen Pra Rumah Sakit

 Tujuan : menstabilkan sistem tulang belakang berdasarkan mekanisme cedera,


nyeri pada tulang belakang, atau gejala neurologis.
 Imobilisasi
 posisi pasien netral-supine tanpa memutar atau menekuk kolumna vertebralis.
 Cedera servikal  neck collar
 Tetap pertahankan jalan napas
 Menggunakan sistem logroll  untuk pelepasan alat keras sekaligus inspeksi dan
palpasi tubuh bagian belakang.
Manajemen Kegawatdaruratan

 Penilaian ABC (airway, breathing, circulation)


 Pembersihan oral secret  patensi jalan napas
dan mencegah aspirasi
 Posisi netral-supine / terlentang
 Pemberian analgesic  mengurangi nyeri

Tatalaksana Hipotensi, Perdarahan, dan Syok

 Hipotensi  hemoragik dan / atau neurogenik pada cedera medula


spinalis akut.
 Pencarian sumber perdarahan tersembunyi  paling umum 
cedera pada dada, perut, dan retroperitoneum dan patah tulang
panggul atau tulang panjang.
 Dibutuhkan pemeriksaan radiologi.
 Pada pasien yang tidak stabil  bilas peritoneum sebelumnya
dapat dilakukan bedside FAST (focused abdominal sonography for
trauma)  USG untuk deteksi perdarahan intra-abdomen.
Tatalaksana Syok Neurogenik dan target terapi

Resusitasi cairan  larutan kristaloid isotonik hingga maksimum 2 L adalah pengobatan awal pilihan.
Pemberian kristaloid yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru, karena pasien ini berisiko
mengalami sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).
 Tujuan terapeutik untuk syok neurogenik adalah perfusi yang adekuat dengan parameter berikut :
 Tekanan darah sistolik (BP) 90-100 mmHg harus dicapai;
 oksigenasi tambahan dan / atau ventilasi mekanis  mempertahakan oksigenasi supaya adekuat
 Denyut jantung harus 60 - 100 denyut per menit (bpm) dalam irama sinus normal.
 Bradikardia  pemberian sulfas atropin.
 Keluaran urin harus lebih dari 30 mL/jam; penempatan kateter Foley untuk memantau keluaran
urin.
 Mencegah hipotermia.
 Jika tekanan darah tidak meningkat setelah pemberian cairan, maka pemberian vasopressor secara
hatihati diindikasikan. Fenielfrin HCL, dopamin atau norepinefrin direkomendasikan. Pertimbangan
dopamin 2 – 5mcg/kgBB/menit.
 Pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru pada pasien dengan syok
neurogenik. Bila status cairan tidak jelas maka pemasangan monitor invasif bisa menolong. Kateter
urine dipasang untuk memonitor pengeluaran urine dan mencegah distensi kandung kemih.
Cedera kepala dan evaluasi neurologis

 Penilaian neurologis
 Ada / tidaknya amnesia, tanda-tanda eksternal cedera kepala atau fraktur tengkorak
basilar, defisit neurologis fokal, terkait keracunan alkohol atau penyalahgunaan
obat, dan riwayat kehilangan kesadaran.
 Pertimbangkan pemeriksaan CT Scan kepala Non kontras

Ileus

 Komplikasi trauma medulla spinalis


 Pemasangan NGT
 Antiemetik

Luka Tekan

 Mencegah luka tekan  Kulit yang mengalami denervasi


sangat rentan terhadap nekrosis tekanan.
 Balikkan pasien setiap 1-2 jam.
 Lapisi semua permukaan ekstensor.
 Lepaskan papan tulang belakang sesegera mungkin.
Medikasi

 Terapi pada cedera medula spinalis  meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris
dan motoris.
 Cedera medula spinalis komplet  peluang 5% untuk kembali normal.
 Lesi medulla spinalis komplet yang tidak ada perbaikan dalam 72 jam pertama 
prognosisnya buruk.
 Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik.
 Apabila fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan
adalah lebih dari 50%.
 Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medula
spinalis traumatika.
 Rekomendasi penggunaan steroid harus dimulai dalam waktu 8 jam setelah cedera dengan
protokol : metilprednisolon 30 mg/kg bolus selama 15 menit dan infus metilprednisolon pada
5,4 mg/kg/jam selama 23 jam dimulai 45 menit setelah bolus.
 Apabila ada curiga kompresi medulla spinalis metastasis, pemberian steroid dapat diebrikan
baik untuk terapi gawat darurat maupun saat operasi / radiasi.
 Tujuan : mengurangi edema vasogenik yang menyebabkan iskemia dan sebagai tumorisidal.
 Jenis obat : deksametason intravena. Dengan dosis awal 10 mg bolus intravena dilanjutkan 4
mg tiap 6 jam.
Pengobatan komplikasi dan cedera paru

 Oksigen tambahan untuk semua pasien dan torakostomi selang dada untuk pasien dengan
pneumotoraks dan/atau hemotoraks.
 Intubasi pada cedera tulang belakang apabila gagal napas akut, penurunan tingkat kesadaran
(skor Glasgow < 9), peningkatan frekuensi pernapasan dengan hipoksia, tekanan parsial
karbon dioksida (PCO2) lebih besar dari 50 mm Hg, dan kapasitas vital kurang dari 10 mL/kg.
 Dengan adanya gangguan otonom dari cedera medula spinalis servikal atau toraks tinggi,
intubasi dapat menyebabkan bradiaritmia berat akibat stimulasi vagal yang tidak dilawan.
Preoksigenasi dengan oksigen 100% dapat menjadi pencegahan.
 Dapat diberikan sulfas atropin mungkin diperlukan sebagai tambahan.
 Semprotan lidokain topikal dapat meminimalkan atau mencegah reaksi ini.
Tindakan Pembedahan

Indikasi :
1. Bila terdapat halangan pada jalan likour serebrospinalis, yang dapat diketahui dengan
percobaan quekenstedt pada pungsi lumbal.
2. Adanya pecahan – pecahan tulang yang masuk dalam kanalis vertebralis.
3. Adanya fraktur terbuka.
4. Bila gejala-gejala bertambah hebat secara progresif.

Atau bila waktu trauma sudah lebih dari 2 bulan. Sebab tujuan utama operasi tulang belakang
adalah stabilisasi tulang, mengangkat massa tumor penyebab kompresi, mengurangi nyeri,
dan mempertahankan fungsi neurologis.
Selain itu pada tumor yang menekan medula lebih sering berasal dari corpus vertebra bagian
anterior, dilakukan teknik vertebrektomi dengan pendekatan anterior merupakan terapi
definitif dekompresi dan stabilisasi hingga sekarang.
Tindakan Rehabilitasi Medik

 Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training


 Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan
kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada.
 Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas
atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari / activities of daily living (ADL).
Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan
dengan profesi dan harapan pasien.
PROGNOSIS

 Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, peluang untuk sembuh menjadi tidak ada.
 Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat
berjalan kembali sebesar 50%.
 Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi yang sangat terbatas.
 Pasien dengan cedera medulla spinalis komplit memiliki kesempatan perbaikan yang sangat
rendah, terutama jika paralisis berlangsung selama lebih dari 72 jam.
 Prognosis jauh lebih baik untuk cedera medulla spinalis inkomplit.
 Prognosis untuk fraktur dan dislokasi cedera servikal sangat bervariasi, tergantung pada
tingkat kecacatan neurologis.
 Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya kerusakan saraf tulang belakang
pada saat onset.
 Selain disfungsi neurologis, prognosis juga ditentukan oleh pencegahan dan keefektifan
pengobatan infeksi, misalnya : pneumonia, dan infeksi saluran kemih.
 Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan kembali beberapa fungsi motorik,
terutama dalam enam bulan pertama, meskipun mungkin ada perbaikan lebih lanjut yang perlu
diamati di tahun akan datang.
KOMPLIKASI

 Pendarahan mikroskopik
 Syok Spinal
 Hiperrefleksia otonom
 Syok Hipovolemik
 Tromboemboli
DISKUSI KASUS
  Teori Kasus
Pasien Kanker atau infeksi. Pasien laki-laki usia 60 tahun, disertai keluhan nyeri
punggung yang tidak membaik dengan beristirahat,
Usia >50 tahun atau <20 tahun.
penurunan berat badan sejak 3 minggu yang lalu, sulit
Riwayat kanker. BAK dan BAB, akan tetapi untuk riwayat kanker tidak
diketahui.
Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Terapi imunosupresan.
UTI, iv drug abuse, demam, menggigil.
Nyeri punggung tidak membaik dengan istirahat.
Tahapan Perjalanan Gejala utama yang paling sering terjadi adalah nyeri Tahap lanjut : Nyeri di punggung di sekitar lesi yang
Penyakit punggung, dengan atau tanpa kelemahan tubuh. tidak membaik dengan istirahat, disertai lemah
anggota gerak bawah (paraparesis), disfungsi sensoris
Tahap awal : nyeri mekanis yang timbul akibat
(kebas dan kesemutan), serta gangguan otonom berupa
peregangan tulang dan periosteum dan dapat
sulit BAK dan BAB sejak 3 minggu yang lalu.
diperparah dengan aktivitas.
Tahap lanjut : Nyeri lalu memberat dengan pola
radikuler. Disertai kelemahan motorik hingga
kelumpuhan yang simetris bilateral. Sebanyak 51-80%
pasien mengeluhkan defisit fungsi sensoris, misalnya
kesemutan pada ekstremitas dan batang tubuh.
Disfungsi otonom biasanya tidak dirasakan sebagai
gejala tunggal namun menyertai gejala nyeri,
kelemahan, dan defisit sensoris.
Teori Kasus
Manifestasi Nyeri dapat ditemukan pada 90-95% pasien. Terdapat dua tipe nyeri: Nyeri punggung lokal (lokasi dekat
Klinis 1. Nyeri punggung local merupakan nyeri yang hampir selalu muncul dengan lesi) yang muncul sifatnya
sifatnya konstan dan lokasi dekat dengan lesi. Nyeri berkurang pada saat konstan, tidak membaik dengan
duduk atau berdiri, tidak seperti kelainan pada diskus yang reda jika istirahat.
berada pada posisi berbaring. Eksaserbasi dengan peningkatan tekanan Nyeri meningkat dan terus-menerus
intratoraks (bersin, batuk, maneuver Valsalva, serta mengedan). baik dengan posisi berbaring, sedikit
2. Nyeri radicular merupakan kompresi yang terjadi pada spinal root, bergerak, batuk, dan mengejan.
ditemukan pada 66% pasien, sering ditemukan pada kejadian metastasis Lemah kedua anggota gerak bawah
lumbosacral (90%) dan servikal (79%) dibandingkan dengan metastasis (paraparesis), dimana kedua
pada toraks (55%). Pasien merasa nyeri yang menjalar dari belakang ke anggota gerak bawah awalnya tidak
depan. Pada ekstremitas, nyeri radicular biasanya unilateral. dapat digerakkan sama sekali,
Eksaserbasi dengan posisi berbaring, bergerak, batuk, bersin, dan kemudian setelah pemberian terapi
Valsalva maneuver. Nyeri ini memburuk pada malam hari dan menjalar ada sedikit peningkatan dimana
sesuai dengan dermatom. anggota gerak bawah dapat
Kelemahan pada kaki akan muncul jika tidak ditangani dengan seksama, menggeser sedikit dan muncul
diawali dengan adanya kekakuan dan perasaan ingin jatuh kontraksi pada otot.
Kelainan sensoris dapat muncul, yang diawali dengan hilangnya rasa Terdapat disfungsi sensoris pada
yang dimulai dari kaki, lalu meningkat hingga ke level kompresi anggota gerak bawah, yang
medulla. Daerah yang mengalami mati rasa jika diraba akan terasa dirasakan sebagai kebas,
dingin. kesemutan, dan teraba dingin.
Disfungsi anatomis dengan hilangnya kontrol berkemih, urgensi. Tanda- Terdapat disfungsi anatomis berupa
tanda akhir berupa retensi urin, serta overflow incontinence. Ditemukan sulit BAK dan BAB.
gejala konstipasi dan hilangnya perspirasi keringat didaerah bawah lesi.
Teori Pasien
Diagnosis Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Fisik :
Nyeri punggung, bisa didapati nyeri radikuler / menjalar Nyeri punggung yang terbatas di sekitar lesi.
ke dada / perut atau nyeri punggung yang terbatas di Paraparesis yang sifatnya simetris bilateral.
sekitar lesi. Flaccid / atoni otot
Paraparesis / plegi yang simetris bilateral. Refleks fisiologis lemah
Flaccid / atoni otot Kebas (+), kesemutan (+), dan teraba dingin.
Refleks Fisiologis melemah / arefleks Refleks singter ani melemah.
Disfungsi sensoris (kebas, kesemutan, dan teraba dingin). Lab : peningkatan kadar Alkali Phosphatase 149.7 U/L (30-
Refleks sfingter ani menurun 120)
Pemeriksaan Penunjang : MRI : Gambaran lesi / nodul foci dengan intensitas signal
Pemeriksaan darah, elektrolit (Na, K, Ca), dan alkali abnormal / patologis yang meliputi korpus dan arkus
fosfatase. posterior vertebrae level T10 sampai dengan L4 dan S1
MRI : Lesi akan terlihat hipointens pada sekuens T1, (hipointens pada T1, iso-hiperintens pada T2 dan STIR dan
hiperintens pada T2, dan sangat menyangat kontras. relatif enhancement pada T1 kontras)  gambaran
Pemeriksaan radiologi konvensional akan menunjukkan metastase tak dapat disingkirkan (DD// proses
infiltrasi tulang dan destruksi vertebra akibat massa degeneratif).
tumor, namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosis Spondylosis torakolumbalis T10 – L4 dan S1.
langsung kompresi medula spinalis. Pada kasus KMSM, Proses degenerative diskus L1-2, L2-3, L3-4, L4-5, L5-S1
pencitraan diagnostik harus mencakup seluruh vertebra dengan penyempitan diskus L1-2, L5-S1 serta “annular
karena pada 40-50% pasien, lesi dapat terjadi multifokal tear” posterior diskus L1-2, L2-3.
dan multilevel. HNP grade 2 (prostusio posterosentral bilateral) diskus L4-
5 dan (prostusio posterosentral) diskus L5-S1 serta HNP
grade 1 (bulging) diskus L1-2, L2-3, L3-4 dengan
penyempitan foramen-recessus neuralis bilateral L4-5, L5-
S1.
Facet arthrosis L2-3, L3-4 bilateral.
Teori Kasus

Tatalaksana Medikamentosa : Medikamentosa :


Metilprednisolon 30 mg/kg bolus selama 15 menit Inj. Methylprednisolon 2 x 125 mg IV.
dan infus metilprednisolon pada 5,4 mg/kg/jam
Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV
selama 23 jam dimulai 45 menit setelah bolus.
Bio ATP 2 x 1 tablet.
Inj. Ranitidine 2 x 50 mg.
Fosen Enema besok pagi.
DAFTAR PUSTAKA
 S. Aurika, Irwan Ramli. 2018. “Kompresi Medulla Spinalis akibat Metastasis”. Jurnal
Radiologi dan Onkologi. Departemen Radiologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
FKUI, Jakarta
 Bahan Ajar “Spinal Cord Transection”. 2020
 Advance Trauma Life Support for Doctor, ATLS Student Course Manual, Eight
Edition. Trauma Medulla Spinalis
 Spinal Cord Injuries. 2018. emedicine.medscape.com
 Spinal Epidural Abscess. 2018. emedicine.medscape.com
 Tuberculous Spondylitis. 22 Oct 2021. radiopaedia.org
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai