Disusun oleh :
dr. Benita Edgina
Pembimbing:
dr. Noviandi H, Sp.S, M.Si, Med
dr V. F. Yohari Listia. A
Nama : Tn. R
No. RM : 579740
Alamat : Garung Lor, Kaliwungu, Kudus
Tanggal lahir : 30 Desember 1960 (60 tahun)
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Masuk IGD : 19 Oktober 2021 pukul 20.55 WIB
Keluhan Utama
Sulit BAB dan tidak dapat BAK dengan lancar
Flank
• Inspeksi : Lesi (-), Jejas (-)
• Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
• Perkusi : Nyeri ketok ginjal (-)
PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Pemeriksaan Saraf Kranial
1. Nervus Olfactorius
Sinistra Dextra
Subyektif Normal Normal
Obyektif Normal Normal
2. Nervus Opticus
Sinistra Dextra
Subjektif Normal Normal
Lapang Pandang Dalam batas normal
Melihat Warna Dalam batas normal
3. Nervus Occulomotorius
Sinistra Dextra
Sela Mata Normal Normal
Ptosis - -
Pergerakan Bulbus Normal Normal
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Bentuk pupil Isokor Isokor
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
4. Rekfleks cahaya
Nervus Trochlearis + +
Sinistra Dextra
Pergerakan bola mata Normal Normal
ke bawah
5. Nervus Trigeminus
Sinistra Dextra
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Refleks kornea Tidak dilakukan
Sensibilitas wajah Normal Normal
6. Nervus Abducens
Sinistra Dextra
Pergerakan mata Normal Normal
ke lateral
7. Nervus Facialis
Sinistra Dextra
Menutup mata Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal
Memperlihatkan gigi Normal
Menggembungkan Normal
pipi
Mencucu Normal
8. Nervus Vestibulocochlearis
Sinistra Dextra
Gesekan jari Normal Normal
Rinne Tidak dilakukan
Webber Tidak dilakukan
Scwabach Tidak dilakukan
9. Nervus Glossofaringeus
Sensoris Normal
11. Nervus Accesorius
Sinistra Dextra
Mengangkat bahu Normal Normal
Bicara Normal
Menelan Normal
12. Nervus Hipoglossus
Refleks muntah Tidak dilakukan
Pergerakan lidah Normal
Tremor lidah -
Artikulasi Jelas
Fasikulasi lidah -
Atrofi papil lidah -
Badan dan Anggota Gerak
Sinistra Dextra
Sensibilitas taktil Normal Normal
Perasaan nyeri dan
thermos esktremitas + +
atas
Perasaan nyeri dan
thermos ekstremitas - -
bawah
Kekuatan motorik dan
tahanan otot 5 5
ekstremitas atas
Kekuatan motorik dan
tahanan otot 0 0
ekstremitas bawah
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Laseque - -
Faber - -
Fadir - -
Tes Koordinasi
• Romberg test : Tidak dilakukan
• Tandem gait : Tidak dilakukan
• Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
• Past pointing test : Tidak dilakukan
Gerakan Abnormal
• Tremor :-
• Myoklonik :-
• Gerakan chorea :-
Alat Vegetatif
• Miksi : Menggunakan kateter urin
• Defekasi : Tidak dapat BAB
PEMERIKSAAN PENUNJANG
GDS (19/10/2021) : 136 mg/dl
EKG (19/10/2021) : Sinus Rhythm, Complete RBBB
Diagnosa Sementara
Diagnosis klinik : nyeri punggung bawah yang menjalar hingga
kedua tungkai bawah, konstipasi, dan disfungsi bladder, dan
penurunan BB 15 kg sejak 3 minggu terakhir.
Diagnosis topik : susp. medulla spinalis segmen anterior dengan
perluasan corpus vertebra II-III dan radiks nervi spinalis T10 – L5.
Diagnosis etiologik : susp. keganasan (neoplasma primer DD
metastasis) pada tulang.
Diagnosa Kerja
Paraplegia, Bladder Disfunction, Konstipasi
Dispepsia
Penataksanaan (IGD 19/10/2021)
Infus Asering 20 tpm
Inj. Ranitidine 1 x 50 mg
Inj. Ketorolac 1 x 30 mg
Pasang Kateter Urin
Rapid Antigen Covid-19
Kesan :
Gambaran lesi / nodul foci dengan intensitas signal
abnormal / patologis yang meliputi korpus dan arkus
posterior vertebrae level T10 sampai dengan L4 dan S1
(hipointens pada T1, iso-hiperintens pada T2 dan STIR dan
relatif enhancement pada T1 kontras) gambaran
metastase tak dapat disingkirkan (DD// proses
degeneratif).
Spondylosis torakolumbalis T10 – L4 dan S1.
Proses degenerative diskus L1-2, L2-3, L3-4, L4-5, L5-S1
dengan penyempitan diskus L1-2, L5-S1 serta “annular
tear” posterior diskus L1-2, L2-3.
HNP grade 2 (prostusio posterosentral bilateral) diskus L4-
5 dan (prostusio posterosentral) diskus L5-S1 serta HNP
grade 1 (bulging) diskus L1-2, L2-3, L3-4 dengan
penyempitan foramen-recessus neuralis bilateral L4-5, L5-
S1.
Facet arthrosis L2-3, L3-4 bilateral.
Foto Thorax 20/10/2021
Deskripsi :
Cor : Batas kiri jantung bergeser ke laterocaudal.
Pulmo : Tampak kesuraman pada kedua perihiller dan
paracardial. Corakan bronkovaskuler meningkat.
Diafragma kanan setinggi kosta 9 posterior. Sinus kanan
dan kiri normal.
Kesan :
Cardiomegaly (suspek gambaran pembesaran ventrikel
kiri).
Gambaran Bronkopneumonia Bilateral DD. Infiltrat
Prognosis
Ad Functionam : dubia
Ad Sanationam : dubia
Ad vitam : dubia
RR 20 RR 20 RR 20
HR 81 HR 70 HR 73
Terapi Inj. Methylprednisolon 2 x 125 Inj. Methylprednisolon 2 x 125 Inj. Methylprednisolon 2 x 125
mg IV. mg IV. mg IV.
Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV. Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV. Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV.
MRI Lumbal
23/10/2021 24/10/2021 25/10/2021
Keluhan Kedua kaki lemas, kebas, Kedua kaki lemas, kebas, Kedua kaki lemas, kebas,
kesemutan, hanya dapat kesemutan, hanya dapat kesemutan, hanya dapat
berbaring. Nyeri punggung berbaring. Nyeri punggung berbaring. Nyeri punggung
(+). Sudah dapat BAB. (+). (+).
RR 20 RR 20 RR 20
HR 68 HR 68 HR 68
Terapi Inj. Methylprednisolon 2 x 125 Inj. Methylprednisolon 2 x 125 Pasien rencana pulang. Obat
mg IV. mg IV. pulang :
Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV. Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg IV. Bio ATP tab No X (2x1)
Methylprednisolon tab 4 mg No X
(2x1)
Dasar Teori
PENGERTIAN
Trauma, misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka
tusuk atau luka tembak.
1. Komosio
2. Kontusio
3. Laserasi
4. Kompresi
5. Hematomielia
Berdasarkan Level
Adanya fungsi motorik dan sensorik dibawah level trauma menunjukkan adanya cedera inkomplit.
Tanda-tanda cedera inkomplit meliputi adanya sensasi atau gerakan volunter di ekstremitas
bawah, sacral sparing (contoh : sensasi perianal), kontraksi sfinghter ani volunter, dan fleksi ibu
jari kaki volunter.
Adapun klasifikasi untuk menentukan trauma medulla spinalis apakah complete atau incomplete
diantaranya menggunaka kriteria American Spinal Injury Association (ASIA) dan Frankel.
Frankel Score A Kehilangan fungsi motorik dan sensorik lengkap (complete loss).
Frankel Score C Fungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak berguna (dapat
menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat berjalan).
Frankel Score D Fungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi tidak dengan normal
”gait”).
Frankel Score E Tidak terdapat gangguan neurologik.
Berdasarkan Sindrom Medulla Spinalis
a. Complete transection
Semua traktus di medulla spinalis terputus semua fungsi
yang melibatkan medulla spinalis di bawah level terjadinya
transeksi terganggu kerusakan permanen.
Tetraplegia pada transeksi servikal dan paraplegia jika
terjadi pada level thorakal.
Flaksid otot, hilangnya refleks dan fungsi sensoris dibawah
level transeksi.
Kandung kemih dan usus atoni ileus paralitik.
Kehilangan tonus vasomotor area tubuh dibawah lesi
tekanan darah rendah dan tidak stabil.
Kehilangan kemampuan respirasi kulit kering dan pucat,
gangguan pernapasan.
b. Incomplete transection : Central cord syndrome
Hilangnya kekuatan motorik lebih banyak pada
ekstremitas atas dibandingkan dengan ekstremitas
bawah, dengan kehilangan sensorik yang bervariasi.
Biasanya muncul setelah adanya trauma hiperekstensi
pada pasien yang telah mengalami kanalis stenosis
servikal sebelumnya.
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat jatuh
kedepan dengan dampak pada daerah wajah. Dapat
terjadi dengan atau tanpa fraktur tulang servikal atau
dislokasi.
Gambaran khas : kelemahan yang lebih prominen pada
ekstremitas atas dibanding ektremitas bawah.
Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih
cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama
tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas
neurologik permanen.
Pusat cedera paling sering adalah setinggi VC4-VC5
dengan kerusakan paling hebat di medulla spinalis C6
dengan lesi LMN.
c. Incomplete transection : Anterior Cord Syndrome
Ditandai dengan paraplegi dan kehilangan
sensorik disosiasi dengan hilangnya sensasi nyeri
dan suhu.
Fungsi kolumna posterior (posisi, vibrasi, dan
tekanan dalam) tetap bertahan.
Biasanya anterior cord syndrome disebabkan
infark pada daerah medulla spinalis yang
diperdarahi oleh arteri spinalis anterior.
Prognosis sindrom ini paling buruk dibandingkan
cedera inklomplit lainnya.
Kehilangan sensasi nyeri dan suhu pada level
dibawah lesi tetapi sensoris terhadap raba,
tekanan, posisi, dan getaran tetap baik
d. Brown Sequard Syndrome
Terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis,
akibat luka tembus.
Namun variasi gambaran klasik tidak jarang
terjadi. Pada kasus murni, sindrom ini terdiri dari
kehilangan sistem motorik ipsilateral (traktus
kortikospinalis) dan hilangnya sensasi posisi
(kolumna posterior), disertai dengan hilangnya
sensasi suhu serta nyeri kontralateral mulai satu
atau dua level di bawah level trauma (traktus
spinothalamikus).
Walaupun sindrom ini disebabkan trauma tembus
langsung ke medulla spinalis, biasanya masih
mungkin untuk terjadi perbaikan.
Kondisi ini terjadi parese ipsilateral di bawah
level lesi disertai kehilangan fungsi sensoris
sentuhan, tekanan, getaran dan posisi.
Terjadi gangguan kehilangan sensoris nyeri dan
suhu kontralatetal.
e. Incomplete transection : Posterior Cord Syndrome
Ciri khas : kelemahan motorik yang lebih berat pada lengan dari pada tungkai dan
disertai kelemahan sensorik.
Defisit motorik yang lebih jelas pada lengan (daripada tungkai) dapat dijelaskan akibat
rusaknya sel motorik di kornu anterior medulla spinalis segmen servikal atau akibat
terlibatnya serabut traktus kortikospinalis yang terletak lebih medial di kolumna
lateralis medulla spinalis.
Sindrom ini sering dijumpai pada penderita spondilitis servikal.
1. Perubahan refleks
Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis sehingga stimulus
refleks juga terganggu misalnya refleks pada blader, refleks ejakulasi dan aktivitas viseral.
3. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis kerusakan / batas
luka, hilangnya sensasi di bawah batas luka, hilangnya refleks – refleks spinal di bawah
batas luka, hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah
(hipotensi), tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan inkontinensia urine dan
retensi feses.
4. Autonomik disrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan refleks autonom
seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal, distensi bladder.
RPS : Kaji keluhan kelemahan : Lokasi kelemahan (bagian esktremitas mana saja) paraplegia
atau quadriplegi, kelemahan timbulnya tiba-tiba atau perlahan-lahan, gejala semakin parah
atau tidak, timbul setelah makan atau tidak, obat-obatan yang digunakan untuk mengurangi
gejala, hasil pengobatan.
Kaji keluhan tambahan : Nyeri (lokasi, terus menerus atau hilang timbul, nyeri menjalar atau
tidak, kapan nyeri bertambah, kapan nyeri berkurang. Kesemutan, sesak, nyeri pada perut,
keluhan BAK (inkontinensia atau retensi urin), BAB (konstipasi). Hilangnya sensasi rasa.
Gangguan fungsi seksual. Tanya sebelumnya apakah pernah alami gejala yang sama, kegiatan
sehari- hari (angkat yang beratberat). Pola BAK dan BAB sebelum sakit.
RPD : Riwayat trauma sebelumnya, riwayat kelainan tulang belakang, riwayat DM, HT, Alergi,
Low back pain, osteoporosis, osteoarthritis, riwayat TBC, dan riwayat penyakit keganasan.
RPK : Riwayat kelainan tulang belakang, osteoporosis, TBC, atau keganasan lainnya
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi darah.
Pada kasus cedera, sangat penting diperiksa keadaan jalan nafas dan pernafasannya karena pada
trauma C1- C4.
• Inspeksi : Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual tentang kondisi serta kemampuan gerak
dan fungsinya. Apakah ada oedem pada anggota gerak, pengecilan otot ( atropi ), warna, dan
kondisi kulit sekitarnya, kemampuan beraktifitas, alat bantu yang digunakan untuk beraktifitas,
posisi pasien, dll.
• Palpasi : Palpasi adalah pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan menggunakan tangan dan
membedakan antara kedua anggota gerak yang kanan dan kiri. Palpasi dilakukan terutama pada
kulit dan subcutaneus untuk mengetahui temperatur, oedem, spasme, dan lain sebagainya.
• Pemeriksaan Fungsi Gerak : meliputi fungsi gerak aktif, gerak pasif, dan gerak isometrik. Pada
pemeriksaan ini umumnya pada pasien ditemukan adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak,
kelemahan otot, dan sebagainya.
1. Kekuatan Otot : Pengukuran ini digunakan untuk melihat kekuatan otot dari keempat anggota
gerak tubuh. Dan dilakukan dengan menggunakan metode manual muscle testing ( MMT ).
2. ROM (Lingkup Gerak Sendi) : Pemeriksaan ROM dilakukan dengan menggunakan goniometer dan
dituliskan dengan menggunakan metode ISOM (International Standar Of Measurement ).
3. Pemeriksaan Nyeri dengan VAS (Visual Analog Scale) : VAS merupakan salah satu metode
pengukuran nyeri yang dapat digunakan untuk menilai tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Pasien diminta untuk menunjukan letak nyeri yang dirasakan pada garis yang berukuran 10 cm,
dimana pada ujung sebelah kiri (nilai 0) tidak ada nyeri, dan pada ujung sebelah kanan ( nilai 10 )
nyeri sekali.
4. Pemeriksaan Sensoris : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan sensori level. Sensori level
adalah batas paling kaudal dari segment medula spinalis yang fungsi sensorisnya normal. Tes ini
terdiri dari 28 tes area dermatom yang diperiksa dengan menggunakan tes tajam tumpul dan
sentuhan sinar, dengan kriteria penilaiannya sebagai berikut :
KRITERIA PENILAIAN DARI PEMERIKSAAN SENSORIS
5. Pemeriksaan Motorik : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan motorik levelnya.
Identifikasi kerusakan motorik lebih sulit, karena menyangkut inervasi dari beberapa otot.
Tidak adanya inervasi kelemahan atau kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot tersebut bisa menggunakan pemeriksaan dengan Manual Muscle Test (MMT),
dengan kriteria penilaian sebagai berikut :
Nilai Keterangan
0 (Zero) Tidak ditemukan kontraksi dengan palpasi
1 (Tr) Trace Ada kontraksi tetapi tidak ada gerakan
2 (P) Poor Gerakan dengan ROM penuh, tetapi tidak dapat melawan
gravitasi
3 (F) Fair Gerakan penuh dan dapat melawan gravitasi
4 (G) Good Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan
5 (N) Normal Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal
i k
r
m oto
s a an ing ara
erik test , ant
a pem uscle otom
Pad ual m ah my
n
ma a daer
pad : C 5 : Fleksi siku (m. biceps, m. brachialis )
lain C 6 : Ekstensi pergelangan tangan (m. ekstensor carpi radialis
longus dan brevis )
C 7 : Ekstensi siku (m. triceps )
C 8 : Fleksi digitorum profundus jari tengah (m. fleksor digitorum
profundus)
Th 1 : Abduksi digiti minimi (m. Abduktor digiti minimi)
L 2 : Fleksi hip (m. Iliopsoas)
L 3 : Ekstensi knee (m. Quadriceps )
L 4 : Dorso fleksi ankle (m. Tibialis anterior)
L 5 : Ekstensi ibu jari kaki (m. Ekstensor hallucis longus)
S 1 : Plantar fleksi ankle (m. Gastrocnemius, m. Soleus)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Untuk deteksi kelainan pada medula spinalis, Dapat melihat struktur tulang, dan kanalis
kolumna vertebralis dan jaringan di spinalis dalam potongan aksial.
sekitarnya. Pada trauma servikal foto AP, CT-Scan pilihan utama untuk
lateral, dan odontoid. mendeteksi cedera fraktur pada tulang
Pada cedera torakal dan lumbal foto AP belakang.
dan Lateral.
Foto polos posisi antero-posterior dan lateral
pada daerah yang diperkirakan mengalami
trauma memperlihatkan adanya fraktur
dan atau disertai dengan dislokasi. MRI Vertebra
Pada trauma daerah servikal foto dengan
posisi mulut terbuka dapat membantu dalam Dapat memperlihatkan seluruh struktur
memeriksa adanya kemungkinan fraktur internal medula spinalis dan jaringan
vertebra C1-C2. lunak.
Pungsi Lumbal
Penyebab : Infeksi
Predileksi : tulang belakang dan persendian (tersering : vertebra torakal)
Keluhan : nyeri punggung disertai nyeri intercostal yang sifatnya radikuler
PF : gibbus (+), paraparesis / plegi
PP :
Lab : test tuberculin positif, LED meningkat (>100mm/jam), BTA positif, uji kultur positif
Radiologi :
Foto polos lesi destruksi litik pada daerah anterior korpus vertebra, penyudutan anterior,
korpus vertebra yang kolaps, sklerosis reaktif, dan proses litik yang progresif. Dapat pula
ditemukan lesi porotik pada vertebral end plate, diskus yang meyempit atau hancur, lesi
tulang yang terjadi pada lebih dari satu level, serta bayangan fusiform vertebral formasi
abses.
Foto toraks menunjukkan proses spesifik pada hanya sekitar separuh penderita tuberkulosis
osteoartikuler.
MRI adalah kriteria standar dalam evaluasi infeksi disk space, dan perluasan penyakit ke
jaringan lunak di sekitarnya.
n M RI
m b ara TB
Ga dilitis
n
Spo
Penyebab : keganasan
Predileksi : tulang belakang (70% lesi simtomatik ditemukan pada daerah torakal, 20%
daerah lumbal dan 10% daerah servikal).
Keluhan : nyeri punggung disertai paraparesis / plegi, dan hilangnya kontrol terhadap
fungsi kandung kemih dan usus besar.
PF : paraparesis / plegi, kelainan sensorik
PP :
Radiologi :
Foto polos erosi pedikel dan korpus vertebra.
MRI dengan atau tanpa kontras dalam melakukan skrining terhadap keterlibatan
jaringan lunak, dimana MRI prosedur diagnostik pilihan dalam menegakkan diagnosis
tumor medula spinalis.
Radiografi vertebra dapat mendeteksi adanya pelebaran kanalis spinalis erosi aspek
posterior korpus vertebra akibat tumor ekstrameduler.
Mielografi juga dapat membedakan tumor intrameduler dan ekstrameduler.
Pungsi lumbal mulai ditinggalkan berhubung sudah adanya MRI. Tetapi dalam
pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan LCS xantokrom dan kadar protein yang
meningkat.
3. Kompresi Medula Spinalis Metastasis
Penyebab : penekanan kantung dura beserta isinya pada medula spinalis oleh massa metastasis tumor
ekstradura maupun intradura.
Predileksi : tulang belakang (regio vertebra torakal (60-70%), lalu di vertebra lumbal (2025%), dan
yang lebih jarang di vertebra servikal (15%) dan sakral).
Keluhan : nyeri punggung, paraparesis / plegi yang bersifat simetris dan bilateral, defisit sensoris
(kebas dan kesemutan).
PF : paraparesis / plegi yang bersifat simetris dan bilateral, defisit sensoris (kebas dan kesemutan)
PP :
Radiologi :
MRI deteksi dini KMSM. MRI sekuens T1 atau T2 dengan kontras memiliki sensitivitas 97 - 100%,
dengan spesifisitas 90 - 93% untuk mendiagnosis kasus KMSM. Lesi akan terlihat hipointens pada
sekuens T1, hiperintens pada T2, dan sangat menyangat kontras.
Opsi pencitraan diagnostik kedua pada kasus KMSM CT mielografi lalu CT tanpa mielografi.
Pemeriksaan radiologi konvensional akan menunjukkan infiltrasi tulang dan destruksi vertebra
akibat massa tumor, namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosis langsung kompresi medula
spinalis. Pada kasus KMSM, pencitraan diagnostik harus mencakup seluruh vertebra karena pada 40
- 50% pasien, lesi dapat terjadi multifokal dan multilevel.
Pada pasien dengan kecurigaan KMSM namun keganasan primer belum diketahui,
direkomendasikan biopsi terbuka ataupun perkutan (dibantu CT).
M RI
ba ran
Ga m M
KMS
Penyebab : infeksi bakteri Staphylococcus aureus (paling sering), meskipun banyak bakteri
lain juga sudah terlibat, sperti spesies Staphylococcus dan Pseudosomonas, E. Coli, Brucella,
dan Mycobacterium tuberculosis, pasien dengan riwayat abses MRSA, riwayat operasi tulang
belakang / perangkat implant.
Predileksi : sumsum tulang belakang atau cauda equina dengan kompresi dan gangguan
vaskular.
Keluhan : nyeri punggung, defisit sensorik, disfungsi motorik, dan akhirnya menyebabkan
kelumpuhan dan kematian. Kadang menyebabkan gejala radikular dimana terdapat nyeri
dada / nyeri perut
PF :
PP :
MRI
n
ara al
m b
Ga s Spin
e
Abs
Resusitasi cairan larutan kristaloid isotonik hingga maksimum 2 L adalah pengobatan awal pilihan.
Pemberian kristaloid yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru, karena pasien ini berisiko
mengalami sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).
Tujuan terapeutik untuk syok neurogenik adalah perfusi yang adekuat dengan parameter berikut :
Tekanan darah sistolik (BP) 90-100 mmHg harus dicapai;
oksigenasi tambahan dan / atau ventilasi mekanis mempertahakan oksigenasi supaya adekuat
Denyut jantung harus 60 - 100 denyut per menit (bpm) dalam irama sinus normal.
Bradikardia pemberian sulfas atropin.
Keluaran urin harus lebih dari 30 mL/jam; penempatan kateter Foley untuk memantau keluaran
urin.
Mencegah hipotermia.
Jika tekanan darah tidak meningkat setelah pemberian cairan, maka pemberian vasopressor secara
hatihati diindikasikan. Fenielfrin HCL, dopamin atau norepinefrin direkomendasikan. Pertimbangan
dopamin 2 – 5mcg/kgBB/menit.
Pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru pada pasien dengan syok
neurogenik. Bila status cairan tidak jelas maka pemasangan monitor invasif bisa menolong. Kateter
urine dipasang untuk memonitor pengeluaran urine dan mencegah distensi kandung kemih.
Cedera kepala dan evaluasi neurologis
Penilaian neurologis
Ada / tidaknya amnesia, tanda-tanda eksternal cedera kepala atau fraktur tengkorak
basilar, defisit neurologis fokal, terkait keracunan alkohol atau penyalahgunaan
obat, dan riwayat kehilangan kesadaran.
Pertimbangkan pemeriksaan CT Scan kepala Non kontras
Ileus
Luka Tekan
Terapi pada cedera medula spinalis meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris
dan motoris.
Cedera medula spinalis komplet peluang 5% untuk kembali normal.
Lesi medulla spinalis komplet yang tidak ada perbaikan dalam 72 jam pertama
prognosisnya buruk.
Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik.
Apabila fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan
adalah lebih dari 50%.
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medula
spinalis traumatika.
Rekomendasi penggunaan steroid harus dimulai dalam waktu 8 jam setelah cedera dengan
protokol : metilprednisolon 30 mg/kg bolus selama 15 menit dan infus metilprednisolon pada
5,4 mg/kg/jam selama 23 jam dimulai 45 menit setelah bolus.
Apabila ada curiga kompresi medulla spinalis metastasis, pemberian steroid dapat diebrikan
baik untuk terapi gawat darurat maupun saat operasi / radiasi.
Tujuan : mengurangi edema vasogenik yang menyebabkan iskemia dan sebagai tumorisidal.
Jenis obat : deksametason intravena. Dengan dosis awal 10 mg bolus intravena dilanjutkan 4
mg tiap 6 jam.
Pengobatan komplikasi dan cedera paru
Oksigen tambahan untuk semua pasien dan torakostomi selang dada untuk pasien dengan
pneumotoraks dan/atau hemotoraks.
Intubasi pada cedera tulang belakang apabila gagal napas akut, penurunan tingkat kesadaran
(skor Glasgow < 9), peningkatan frekuensi pernapasan dengan hipoksia, tekanan parsial
karbon dioksida (PCO2) lebih besar dari 50 mm Hg, dan kapasitas vital kurang dari 10 mL/kg.
Dengan adanya gangguan otonom dari cedera medula spinalis servikal atau toraks tinggi,
intubasi dapat menyebabkan bradiaritmia berat akibat stimulasi vagal yang tidak dilawan.
Preoksigenasi dengan oksigen 100% dapat menjadi pencegahan.
Dapat diberikan sulfas atropin mungkin diperlukan sebagai tambahan.
Semprotan lidokain topikal dapat meminimalkan atau mencegah reaksi ini.
Tindakan Pembedahan
Indikasi :
1. Bila terdapat halangan pada jalan likour serebrospinalis, yang dapat diketahui dengan
percobaan quekenstedt pada pungsi lumbal.
2. Adanya pecahan – pecahan tulang yang masuk dalam kanalis vertebralis.
3. Adanya fraktur terbuka.
4. Bila gejala-gejala bertambah hebat secara progresif.
Atau bila waktu trauma sudah lebih dari 2 bulan. Sebab tujuan utama operasi tulang belakang
adalah stabilisasi tulang, mengangkat massa tumor penyebab kompresi, mengurangi nyeri,
dan mempertahankan fungsi neurologis.
Selain itu pada tumor yang menekan medula lebih sering berasal dari corpus vertebra bagian
anterior, dilakukan teknik vertebrektomi dengan pendekatan anterior merupakan terapi
definitif dekompresi dan stabilisasi hingga sekarang.
Tindakan Rehabilitasi Medik
Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, peluang untuk sembuh menjadi tidak ada.
Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat
berjalan kembali sebesar 50%.
Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi yang sangat terbatas.
Pasien dengan cedera medulla spinalis komplit memiliki kesempatan perbaikan yang sangat
rendah, terutama jika paralisis berlangsung selama lebih dari 72 jam.
Prognosis jauh lebih baik untuk cedera medulla spinalis inkomplit.
Prognosis untuk fraktur dan dislokasi cedera servikal sangat bervariasi, tergantung pada
tingkat kecacatan neurologis.
Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya kerusakan saraf tulang belakang
pada saat onset.
Selain disfungsi neurologis, prognosis juga ditentukan oleh pencegahan dan keefektifan
pengobatan infeksi, misalnya : pneumonia, dan infeksi saluran kemih.
Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan kembali beberapa fungsi motorik,
terutama dalam enam bulan pertama, meskipun mungkin ada perbaikan lebih lanjut yang perlu
diamati di tahun akan datang.
KOMPLIKASI
Pendarahan mikroskopik
Syok Spinal
Hiperrefleksia otonom
Syok Hipovolemik
Tromboemboli
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Pasien Kanker atau infeksi. Pasien laki-laki usia 60 tahun, disertai keluhan nyeri
punggung yang tidak membaik dengan beristirahat,
Usia >50 tahun atau <20 tahun.
penurunan berat badan sejak 3 minggu yang lalu, sulit
Riwayat kanker. BAK dan BAB, akan tetapi untuk riwayat kanker tidak
diketahui.
Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Terapi imunosupresan.
UTI, iv drug abuse, demam, menggigil.
Nyeri punggung tidak membaik dengan istirahat.
Tahapan Perjalanan Gejala utama yang paling sering terjadi adalah nyeri Tahap lanjut : Nyeri di punggung di sekitar lesi yang
Penyakit punggung, dengan atau tanpa kelemahan tubuh. tidak membaik dengan istirahat, disertai lemah
anggota gerak bawah (paraparesis), disfungsi sensoris
Tahap awal : nyeri mekanis yang timbul akibat
(kebas dan kesemutan), serta gangguan otonom berupa
peregangan tulang dan periosteum dan dapat
sulit BAK dan BAB sejak 3 minggu yang lalu.
diperparah dengan aktivitas.
Tahap lanjut : Nyeri lalu memberat dengan pola
radikuler. Disertai kelemahan motorik hingga
kelumpuhan yang simetris bilateral. Sebanyak 51-80%
pasien mengeluhkan defisit fungsi sensoris, misalnya
kesemutan pada ekstremitas dan batang tubuh.
Disfungsi otonom biasanya tidak dirasakan sebagai
gejala tunggal namun menyertai gejala nyeri,
kelemahan, dan defisit sensoris.
Teori Kasus
Manifestasi Nyeri dapat ditemukan pada 90-95% pasien. Terdapat dua tipe nyeri: Nyeri punggung lokal (lokasi dekat
Klinis 1. Nyeri punggung local merupakan nyeri yang hampir selalu muncul dengan lesi) yang muncul sifatnya
sifatnya konstan dan lokasi dekat dengan lesi. Nyeri berkurang pada saat konstan, tidak membaik dengan
duduk atau berdiri, tidak seperti kelainan pada diskus yang reda jika istirahat.
berada pada posisi berbaring. Eksaserbasi dengan peningkatan tekanan Nyeri meningkat dan terus-menerus
intratoraks (bersin, batuk, maneuver Valsalva, serta mengedan). baik dengan posisi berbaring, sedikit
2. Nyeri radicular merupakan kompresi yang terjadi pada spinal root, bergerak, batuk, dan mengejan.
ditemukan pada 66% pasien, sering ditemukan pada kejadian metastasis Lemah kedua anggota gerak bawah
lumbosacral (90%) dan servikal (79%) dibandingkan dengan metastasis (paraparesis), dimana kedua
pada toraks (55%). Pasien merasa nyeri yang menjalar dari belakang ke anggota gerak bawah awalnya tidak
depan. Pada ekstremitas, nyeri radicular biasanya unilateral. dapat digerakkan sama sekali,
Eksaserbasi dengan posisi berbaring, bergerak, batuk, bersin, dan kemudian setelah pemberian terapi
Valsalva maneuver. Nyeri ini memburuk pada malam hari dan menjalar ada sedikit peningkatan dimana
sesuai dengan dermatom. anggota gerak bawah dapat
Kelemahan pada kaki akan muncul jika tidak ditangani dengan seksama, menggeser sedikit dan muncul
diawali dengan adanya kekakuan dan perasaan ingin jatuh kontraksi pada otot.
Kelainan sensoris dapat muncul, yang diawali dengan hilangnya rasa Terdapat disfungsi sensoris pada
yang dimulai dari kaki, lalu meningkat hingga ke level kompresi anggota gerak bawah, yang
medulla. Daerah yang mengalami mati rasa jika diraba akan terasa dirasakan sebagai kebas,
dingin. kesemutan, dan teraba dingin.
Disfungsi anatomis dengan hilangnya kontrol berkemih, urgensi. Tanda- Terdapat disfungsi anatomis berupa
tanda akhir berupa retensi urin, serta overflow incontinence. Ditemukan sulit BAK dan BAB.
gejala konstipasi dan hilangnya perspirasi keringat didaerah bawah lesi.
Teori Pasien
Diagnosis Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Fisik :
Nyeri punggung, bisa didapati nyeri radikuler / menjalar Nyeri punggung yang terbatas di sekitar lesi.
ke dada / perut atau nyeri punggung yang terbatas di Paraparesis yang sifatnya simetris bilateral.
sekitar lesi. Flaccid / atoni otot
Paraparesis / plegi yang simetris bilateral. Refleks fisiologis lemah
Flaccid / atoni otot Kebas (+), kesemutan (+), dan teraba dingin.
Refleks Fisiologis melemah / arefleks Refleks singter ani melemah.
Disfungsi sensoris (kebas, kesemutan, dan teraba dingin). Lab : peningkatan kadar Alkali Phosphatase 149.7 U/L (30-
Refleks sfingter ani menurun 120)
Pemeriksaan Penunjang : MRI : Gambaran lesi / nodul foci dengan intensitas signal
Pemeriksaan darah, elektrolit (Na, K, Ca), dan alkali abnormal / patologis yang meliputi korpus dan arkus
fosfatase. posterior vertebrae level T10 sampai dengan L4 dan S1
MRI : Lesi akan terlihat hipointens pada sekuens T1, (hipointens pada T1, iso-hiperintens pada T2 dan STIR dan
hiperintens pada T2, dan sangat menyangat kontras. relatif enhancement pada T1 kontras) gambaran
Pemeriksaan radiologi konvensional akan menunjukkan metastase tak dapat disingkirkan (DD// proses
infiltrasi tulang dan destruksi vertebra akibat massa degeneratif).
tumor, namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosis Spondylosis torakolumbalis T10 – L4 dan S1.
langsung kompresi medula spinalis. Pada kasus KMSM, Proses degenerative diskus L1-2, L2-3, L3-4, L4-5, L5-S1
pencitraan diagnostik harus mencakup seluruh vertebra dengan penyempitan diskus L1-2, L5-S1 serta “annular
karena pada 40-50% pasien, lesi dapat terjadi multifokal tear” posterior diskus L1-2, L2-3.
dan multilevel. HNP grade 2 (prostusio posterosentral bilateral) diskus L4-
5 dan (prostusio posterosentral) diskus L5-S1 serta HNP
grade 1 (bulging) diskus L1-2, L2-3, L3-4 dengan
penyempitan foramen-recessus neuralis bilateral L4-5, L5-
S1.
Facet arthrosis L2-3, L3-4 bilateral.
Teori Kasus