Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

FLOATERS (MUSCAE VOLITANTES)


DOSEN PEMBIMBING KEPANITERAAN KLINIK:
dr. Djoko S. Tardan, Sp.M
dr. Marsita Lita
  
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
PENDAHULUAN
Organ Penglihatan

Mata Ektoderm Corpus


permukaan Vitreus
Berkembang
dari 3 Ektoderm
lapisan neuralis
embrional
Mesoderm
Corpus Vitreus
- 99% air
- 1% kolagen dan Hyaluronic acid
- Tidak berwarna dan tembus pandang
- Permukaan luar dilapisi membran hyaloid
- Nutrisi berasal dari badan siliar, koroid dan
retina
- Corpus vitreus anterior dapat dilihat dengan
slit lamp
- Kelainan berupa bercak hitam bergerak pada
pandangan => FLOATERS
TINJAUAN PUSTAKA

Ruang yang terletak antara membran


Ujung
Daerahkanal
Ruangyangcloque
berbentuk
yang yang mana
memisahkangelangtempat
yang
antara
anterior
Perlekatannya
hialoid, kapsul
paling lensa
kuat corpus
posterior
Pusat
mana
perlekatan
Bekas
dari
tempat
arteri
ligamen
korpus corpus
melekatnya
hyaloid
hyaloideocapsular
silarisvitreus
saatvitreus
terlemah
embrioke
dan bagian vitreusdengan korpus
orbikuloposterokapsular
lensa
(Padabagian
Diskus posterior
optikus)
vitreus
dari serat zonular ligamen.
Retina
Sel fotoreseptor
Mampu
membedakan
untuk cahaya
redup
Terang
warna
Floaters
• Floaters yang berasal dari kata "float" (dalam
bahasa Inggris) berarti melayang atau
mengambang
• Floaters digambarkan sebagai benang-benang,
jaring laba-laba, objek-objek seperti piring-piring
kecil atau sebuah cincin tembus pandang.
• Adanya eritrosit dan kadang-kadang sel-sel
radang dalam vitreus dapat menyebabkan
pasien dapat melihat Floaters
Gambaran Retina Normal Gambaran Floaters

Temporal Nasal
Etiologi Floaters
1. Miopia berat
2. Uveitis posterior
3. Diabetik retinopathy
4. Perdarahan vitreus
5. Ablatio retina
Komplikasi Miopia berat
1. Ablatio retina
2. Vitreal Liquefaction dan Detachment
3. Miopik makulopati
4. Glaukoma
5. Katarak
Uveitis posterior
• Peradangan uvea posterior seperti koroiditis
• Keluhan dapat berupa pandangan kabur atau terdapat benda-
benda yang melayang pada pandangan pasien.
• Pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat ditemukan titik-titik
putih pada fokus koroiditis.
• Tidak ada sel yang dapat ditemukan pada koroiditis primer
pada vitreus. Sel radang dapat ditemukan jika infeksi
menyebar ke retina (retinokoroiditis) hingga ke corpus vitreus.

Gambaran Retina Normal Koroiditis


Retinopathy Diabetik
• Non-proliferative diabetic retinopathy pada
tahap awal dengan ditemukannya bilateral
dot/bintik perdarahan intraretina, eksudat
baik keras maupun tidak, mikroaneurisma dan
cotton wool spots.
• Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat
berupa kesulitan membaca, penglihatan
kabur, penglihatan tiba-tiba menurun pada
satu mata, melihat lingkaran-lingkaran cahaya,
melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Gejala objektif pada retinopati diabetik
• Mikroaneurisma
• Perdarahan dalam bentuk titik, garis dan bercak (Panah
hitam)
• Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irreguler dan
berkelok-kelok
• Hard exudate, yang terdiri dari lemak
• Soft exudate sering disebut cotton wool patches merupakan
iskemia retina (panah putih)
• Neovaskularisasi
• Edem retina
Perdarahan Vitreous
• Pecahnya pembuluh darah retina abnormal
- Pasokan oksigen retina tidak memadai
- Vascular Endotel Growth Factor (VEGF) kurang
- Memicu neovascularisasi dengan endothel tight
junction yang kurang
• Pecahnya pembuluh darah normal
- Kekuatan mekanik yang tinggi
- Traksi vitreus selama PVD (resiko perdarahan dan
ablatio retina)
• Lainnya
- Perdarahan dari makroaneurisma retina, tumor
dan neovaskularisasi koroidal
Ablasio Retina
• Serat-serat kolagen vitreus memburuk dengan
bertambahnya usia
• Vitreus mencair dan membentuk ruang kosong yang
mengganggu pandangan
• Pencairan yang menyebabkan lepasnya vitreus dari
retina lebih sering terjadi pada daerah posterior
(Posterior vitreus detachment) yang disebabkan
karena pada bagian ini memiliki perlekatan yang
paling lemah
• Pergerakan bola mata dapat menyebabkan traksi pada
retina yang jika terlalu kuat dapat merobek retina
(Ablasio retina)
Asal perdarahan vitreus Ablasio Retina
Gejala Klinis Floaters
• Kilatan sinar (fotopsia)
• Bintik-bintik hitam yang melayang pada
pandangan
Faktor Resiko Floaters
• Proses degeneratif
• Miopia
• Post inflamasi
• Trauma mekanik
• Efek radiasi
• Efek panas
Penatalaksanaan
• Perbaiki etiologi
• Uveitis
Tidak sembuh
Operasi menggunakan dengan
mikroskop
- Midriatikum Vitreus substitutes pengobatan dan infeksi
(pengganti mataterbagi
vitreus)
- Steroid Retina dilekatkan
kepada beberapakembali dengan menggunakan cairan
jenis yaitu:
perfluorocarbon dan Perdarahan vitreus, dengan
kemudian digantikan
- Sitotoksik neovaskularisasi
minyak silikon atau dari iris atau
gas sebagai tamponade
1. Konvensional : Gas, Liquid (Cairan)
retina
glaukoma.
- Siklosporin 2. Penemuan
Teknik terbaruperalatan
ini membutuhkan : Minyakmahal
silikon,
dan tim yang
- Vitrektomi 3. Masih dalam berpengalaman
penilitian: Polimer (Hydrogel),
Implantasi
• Ablatio retina Operasi yang kedua untuk membuang minyak silikon
- Laser dan pemantauan segera setelah operasi

- Cryoprobe
- Sclera buckling
- Pneumatic retinopexy
- Pars plana vitrektomi
Prognosis
Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan
luasnya eksudasi, pendarahan dan atrofi
daerah kelainan. kelainan yang kecil tetapi jika
mengenai daerah makula lutea akan
berpengaruh pada fungsi penglihatan.
Sebaliknya kelainan yang meluas sepanjang
fundus tidak mempengaruhi penglihatan
apabila tidak mengenai area makula
Kesimpulan
• Floater adalah gejala berbentuk kumpulan
(menyerupai) jelly kecil pada mata yang senantiasa
mengganggu kenyamanan mata kita dalam melihat
yang digambarkan sebagai benang-benang, jaring
laba-laba, objek-objek seperti piring-piring kecil atau
sebuah cincin tembus pandang
• Prinsip penatalaksanaan dari Floater adalah
memperbaiki penyebabnya
• Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan luasnya
kelainan, pendarahan dan atrofi
Daftar Pustaka
1. Allen, J. H., Robert E. Kriger, 1968, May’s manual of the disease of the eye, New York, Publishing
Company, hal. 124-149.
2. American Academy Opthalmology, 2008, Retina and Vitreous: Section 12 2007 - 2008, Singapore, LEO,
hal 9-299.
3. Amico D.J., 2008, Primary Retinal Detachment, New England Journal Medicine, hal. 359.
4. American-Academy of Ophtalmology, 1997, Basic and Clinical Science Course, Retinal and Vitreous,
Section 12, United State.
5. Crick, K., 2003, A Textbook of Clinical Ophthalmology: Eyelids, Edisi 3, Singapore, World Scientific
Publishing, hal. 502-505.
6. Dedy et al., 2009, Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan Pada Pelajar SD “X” Jatinegara Jakarta Timur,
Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59, Nomor: 6.
7. Dibernardo, C., 1998, Ultrasonography, Dalam: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, ed. Vitreoretinal
disease the essentials, New York, Thieme, hal 65-86.
8. Elkington, A.R., Khaw, P.T., 1995, Petunjuk Penting Kelainan Mata, Buku Kedokteran, Jakarta, EGC.
9. Elkington, A.R., Khaw, P.T., 2005, Petunjuk Penting Kelainan Mata, Buku Kedokteran, Jakarta, EGC.
10. Ferenc, K., Bill, A., 2013, Rhegmatogenous Retinal Detachment: A Reappraisal of Its Pathophysiology and
Treatment Journal.
11. Freeman, W.R., 2008, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy, Edisi 2, Hongkong, Lippincott-
Raven.
12. Green, R.L., Byrne, S.F., 2001, Diagnostic ophtalmic ultrasound, Dalam: Ryan S.J., Edisi 3, Missouri,
Mosby, hal. 224-306.
13. Holekamp, M.N., 2010, The Vitreous Gel: More than Meets the Eye, In American Journal of
Ophthalmology, Elsevier Inc, 149: 32-36.
14. Ilyas, S., Mailangkay, Taim, H., Saman, R., Simarmata, M. et al., 2002, Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran, Edisi ke 2, Jakarta, Sagung Seto.
15. Junqueira, L.C., Jose, C., 2007, Histologi Dasar Teks & Atlas, Edisi 10, Jakarta, EGC, hal. 470-464.
16. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan, Jakarta.
17. Lang, G.K., 2006, Ophthalmology Short textbook: Vitreous Bod, New York, Thieme, hal. 279-316.
18. Lang, G.K., 2009, Vitreous body, Dalam: Ophtalmology a short textbook, hal. 287-290.
19. Langston, D., 1996, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, Edition 4 , Deborah Pavan-Langston,
United State.
20. Nana Wijana, S.D., 1989, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta.
21. Schepens, C.L., Neetens, A., 1987, The vitreous and vitreoretinal interface, New York, Springer-Verlag.
22. Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., et al., 2006, In : Pocket Atlas Of Opthalmology, New York, Thieme
Stuttgart, hal. 2-6.
23. Sebag, J., 1989, The Vitreous-Structure, Function, and Pathobiology, New York, Springer-Verlag.
24. Sherwood, L., 2010, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Jakarta, EGC.
25. Shorya, V.A., Deepankur, M., Sidrath S., et al., 2012, Delhi Journal of Ophtalmology - Viterous Substitutes.
26. Sidarta, H., 2004, Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
27. Soewono, W., Eddyanto, 2006, Uveitis Posterior dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi bagian Ilmu
Penyakit Mata, Surabaya, Penerbit Universitas Airlangga.
28. The College of Optometrist, 2011, Floaters and Flashes, London
29. The Eye M.D. Association, 2011, American Academy of Opthalmology, San Francisco.
30. Vaughan D.G., Asbury T., Riodan-Eva P., 2000, Oftalmologi Umum: Corpus Vitreum, Edisi 14, Jakarta,
Widya Medika, hal. 185 – 196.
31. Widodo, A., 2007, Miopia Patologis, Ilmu Penyakit Mata, Jurnal Oftalmologi Indonesia Volume 5 Nomor
1, Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai