Anda di halaman 1dari 56

KEGAWATDARURATAN

PADA MATA
Trauma kimia
 Trauma yang diakibatkan oleh bahan kimia
 Klasifikasi
 Bahan kimia yang dapat menyebabkan kelainan pada
mata dapat dibedakan menjadi trauma asam dan
trauma basa. Trauma basa biasanya didapatkan dari
amonia yang terdapat pada cairan pembersih rumah,
potassium hydroxide (KOH), magnesium hydroxide,
dan kapur. Sementara itu, trauma asam paling sering
dikarenakan sulfur, hydrofluoric, acetic (CH3 COOH),
krom (Cr2 03), dan hidroklor (HCI).
 Biasanya ditemukan pada usia dewasa muda, laki-
laki, dan bekerja di lingkungan industri.
 Derajat trauma dipengaruhi oleh luas permukaan
kontak, kedalaman penetrasi, dan derajat keparahan
sel induk limbal. Trauma kimia basa menyebabkan
reaksi saponifikasi atau persabunan. Sedangkan
trauma kimia asam menyebabkan denaturasi dan
presipitasi protein pada jaringan. Kerusakan trauma
kimia asam cenderung lebih ringan dibanding
dengan trauma kimia basa.
 Bahan basa menyebabkan kerusakan kolagen kimia
dan terjadi proses saponifikasi atau persabunan
yang disertai dengan hidrasi. Bahan basa tersebut
dapat menembus bilik mata depan dalam waktu ± 7
detik. Sedangkan, pada bahan asam langsung terjadi
pengendapan atau penggumpalan protein
permukaan yang sangat dipengaruhi pH bahan
tersebut, apabila semakin asam maka akan
mempengaruhi prognosis. Menurut klasifikasi Troft
maka trauma basa dibagi menjadi:
 Derajat 1: Hiperemi konjungtiva disertai dengan
keratitis pungtata;
 Derajat 2: Hiperemi konjungtiva disertai dengan
hilangnya epitel kornea;
 Derajat 3: Hiperemi disertai dengan nekrosis
konjungtiva dan lepasnya epitel kornea;
 Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak
50%.
tatalaksana
 Penatalaksanaan awal adalah irigasi secepatnya dengan air
mengalir atau cairan isotonik (salin normal atau ringer
Jaktat) dianjutkan selama 15-30 menit sebelumnya
diberikan anastesi topikal. Dilakukan pengecekan pH
berulang sampai pH mencapai 7,3-7,7. Perlu dilakukan
eversi palpebra dan irigasi bagian forniks untuk
membersihkan benda asing dan jaringan nekrotik.
 Pemberian steroid topikal, anti-glukoma dan sikloplegik
diindikasikan untuk 2 minggu pertama namun setelahnya
steroid harus dihindari karena dapat menghambat
reepitelisasi.
 Komplikasi
 Dapat menyebabkan glaukoma sekunder,
simblefaron dan katarak.
 Prognosis
 Tergantung dari derajat keparahan trauma kimia
Benda Asing
 Adanya benda asing pada mata. Dapat terjadi pada
seorang yang mempunyai akivitas tinggi atau
pekerja yang tidak memakai Alat Perlindungan Diri
(APD). Benda asing dapat mengenai permukaan
bola mata, intraokular atau intraorbita.
 Etioloogi
 Penyebab tersering dikarenakan trauma mata, jarang menyebabkan kebutaan untuk benda
asing yang ada di permukaan bola mata, edangkan trauma pada intraokular dan intraorbita
dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan.
 Gejala dan Tanda
 Sensasi benda asing, kemerahan pada sekitar benda asing, atau penglihatan kabur.
 Diagnosis
 Dideteksi dengan penlight dan slit lamp untuk mencari material benda asing pada skier dan
konjungtiva. Dapat juga dideteksi dengan sinar X-ray (radioopak) serta CT scan aksial
(gambaran radiolusen).
 Tata Laksana
 Benda asing yang terletak superfisial dapat dilakukan irigasi, diambil dengan pemberian
anestesi topikal sebelumnya, bantuan cotton tip aplikator. dan instrumen (seperti pinset,
jarum spuit atau syringe insulin). Sementara itu, pada benda asing yang letaknya lebih
dalam dilakukan pembedahan di ruang operasi oleh spesialis mata. Pemberian antibiotik
mata topikal diberikan untuk mencegah adanya infeksi.
Trauma Bola Mata
 Beberapa trauma mempunyai mekanisme yang
kompleks. Agar memudahkan diagnosis maka
Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT)
menyamakan istilah diagnosis dengan membagi
berdasarkan jenis objek dan bentuk trauma
Diagnosis
 Trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul dapat menyebabkan:
 l. Hematoma palpebra
 Sering terjadi akibat tinju atau benturan benda tumpul. Perlu diteliti apakah melibatkan bagian mata
yang lebih dalam atau tidak. Hematom hanya terbentuk segera setelah terjadinya trauma. Sebagai
terapi dapat segera diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan serta menghilangkan
rasa sakit. Apabila dalam 24 jam perdarahan tidak berkurang dan terdapat gambaran brill hematom
(darah masuk ke dalam rongga orbita hingga melewati batas septum orbita kelopak mata) maka perlu
dicurigai pecah arteri oftalmika yang diakibatkan oleh fraktur basis kranii.
 2. Edema konjungtiva
 Penatalaksanaan dapat menggunakan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan didalam
selaput lendir konjungtiva.
 3. Perdarahan subkonjungtiva
 4. Edema kornea
 Terjadi akibat trauma tumpul dengan intensitas keras, menyebabkan edema kornea hingga rupture
membrane descement. Penglihatan akan menjadi kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi
disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksana yang diberikan adalah larutan hipertonik (NaCl
5%) atau larutan glucose 40%.
 5. Dislokasi lensa
 Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi lensa (putusnya zonula zinii sebagian
yang terjadi spontan pasca trauma, gambaran iridodenesis, miopi) dan luksasi lensa
(putusnya seluruh zonula zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior dan
posterior). Pada penangannya harus dikirim ke dokter mata untuk pengeluaran lensa.
 6. Iridoplegia
 Apabila terjadinya trauma tumpul yang keras dapat menyebabkan edema kornea hingga
rupture membrane descemet. Penglihatan akan menjadi kabur, rasa sakit, silau dan
terlihatnya pelangi disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksana yang diberikan
adalah larutan hipertonik (NaCl 5%) atau larutan glucose 40%.
 7. Dislokasi lensa
 Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi lensa (putusnya zonula zinii sebagian
yang terjadi spontan pasca-trauma, gambaran iridodenesis, miopi) dan luksasi lensa
(putusnya seluruh zonula zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior dan
posterior). Pada penanganannya harus dikirim ke dokter mata untuk pengeluaran lensa.
 8. lridoplegia
 Kelumpuhan otot springter pupil sehingga didapatkan pupil berdilatasi
atau midriasis. Pasien akan mengeluhkan susah untuk melihat dekat
(gangguan akomodasi), silau. lridoplegia berlangsung 2- 3 minggu
setelah trauma tumpul terjadi. Tata laksana berupa tirah baring untuk
mencegah terjadinya kelelahan springter serta diberikan juga
pilokarpin.
 9. lridosiklitis
 Pada trauma tumpul yang terjadi melibatkan reaksi jaringan uvea.
Tajam penglihatan menurun disertai mata merah (akibat adanya sel-sel
radang pada bilik mata depan). Perlu dilakukan pemeriksaan fundus
dan tekanan bola mata. Pada uveitis anterior tata laksananya dapat
diberikan tetes midriatik dan steroid topikal hingga steroid sistemik
 10.Hifema
 Darah yang terdapat dalam bilik mata depan yang diakibatkan robeknya
pembuluh darah iris atau badan siliar. Trauma ini selalu dikaitkan
trauma yang diakibatkan oleh bola tenis. Pasien akan mengeluh sakit,
epifora, dan blefarospasme. Pasien sebaiknya dirawat karena dapat
timbul perdarahan ulang dalam 5 hari pasca trauma. Pengobatan dengan
melakukan elevasi kepala (30' ), sikloplegik. atau midriatikum untuk
mengurangi nyeri dan risiko terjadinya sinekia posterior, kortikosteroid
topikal, terapi anti fibrinolitik oral (asam traneksamat), dan anti
koagulan. Biasanya hifema akan hilang sempurna tetapi dapat pula
dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan darah atau nanah dari bilik
mata depan (parasentesis). Apabila terjadi hifema spontan maka
dipikirkan penyakit penyerta seperti leukemia dan retinoblastoma.
 Sedangkan pada trauma terbuka diberikan
antitetanus, antibiotik topikal broad sprektum, mata
ditutup dan selanjutnya dikirim pada dokter mata
untuk dilakukan pembedahan. Jangan diberikan
salep mata, steroid lokal.
Pemeriksaan penunjang
 Apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
slit lamp, X-ray, Rontgen (Comberg), USG mata
dan CT scan orbita.
Prognosis
 Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah
jaringan prolaps, luas dan panjang Iuka, ada
tidaknya komplikasi (hifema atau ablasio retina).
KEGAWATDARURATAN
BEDAH
Luka Bakar
 Cedera pada kulit dan jaringan sekitarnya, akibat
suhu, bahan kimia, listrik atau radiasi.
 Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh
kalangan usia. Lebih dari 60% pasien Iuka bakar terjadi dalam kisaran usia
produktif, dimana pria lebih banyak daripada perempuan. Hingga 55%
disebabkan api, 40% karena air mendidih, dan selebihnya dikarenakan
kimia dan listrik. Tujuan penatalaksanaan Iuka bakar adalah untuk
mengembalikan bentuk, fungsi, dan sensorik. Tata laksana dapat dibagi
menjadi 7 fase: rescue (selamatkan pasien dari sumber penyebab Iuka
bakar), resuscitate Gaga sirkulasi, biasanya memberikan cairan), retrieve
(setelah evakuasi dan tata laksana di unit gawat darurat, rujuk ke unit Iuka
bakar), resurface (perbaikan kulit dan jaringan yang telah Iuka: dressing
sederhana, debridement, hingga skin graft) , rehabilitate (mengembalikan
semua fungsi baik fisik, emosional dan psikologi dari pasien), reconstruct
(memperbaiki semua jaringan parut}, dan review (terutama pada anak-
anak, membutuhkan pemeriksaan ulang setiap tahun).
Tatalaksana
 Pertolongan Pertama
 1. Hentikan proses Iuka bakar. Jauhkan semua sumber Iuka bakar.
Pakaian sebaiknya dilepaskan karena dapat menahan panas. Pada
trauma listrik, hubungan listrik harus diputuskan.
 2. Dinginkan Iuka bakar. Efektif pada 20 menit pertama. Irigasi
dengan air l5 derajat Celsius selama 20 menit. Hal tersebut membantu
melepaskan bahan berbahaya, mengurangi nyeri, dan mengurangi
edema dengan menstabilkan sel mast dan pelepasan histamin. Jangan
gunakan air dengan es karena vasokonstriksi yang disebabkannya
dapat menyebabkan progresi Iuka bakar. Namun. mendinginkan area
kulit Iuka bakar yang luas dapat menyebabkan hipotermia, terutama
pada anak-anak. Luka bakar kimia dapat diirigasi air sebanyak-
banyaknya.
 3. Analgesik. Dapat diberikan golongan OAINS seperti
ibuprofen.
 4. Tutup Iuka bakar. Sebaiknya dressing yang digunakan lentur,
lembut, tidak menempel, kedap, dan transparan. Sebaiknya
penutup hanya untuk menutupi Iuka tanpa benar-benar
membungkus Iuka. Selimut baik untuk menjaga pasien tetap
hangat. Bila tidak ada film yang lengket, dapat digunakan alas
katun steril. Luka bakar pada tangan dapat ditutup dengan plastik
jernih penutup sajian makanan/ clingwrap. Cegah penggunaan
dressing basah. Jangan pula gunakan krim topikal apapun karena
dapat mengganggu penilaian Iuka. Penggunaan antibiotik topikal
tidak dianjurkan.
Tatalaksana lanjutan
 l. Bersihkan Iuka. Bersihkan dengan sabun dan air atau cairan antibakteri seperti cairan klorheksidin.
Bila terdapat bula yang besar, sebaiknya dipecahkan dari bagian dasar, kulit mati sebaiknya dibuang
dengan gunting atau jarum steril. Bula yang kecil sebaiknya dibiarkan saja.
 a. Luka bakar derajat 1 - Cuci dengan air dan sabun, berikan pelembab atau antibiotik topikal. Dalam
beberapa hari akan sembuh.
 b. Luka bakar derajat II
 Bila terdapat bula intak, biarkan karena membantu penyembuhan Iuka.
 Bila bula sudah terbuka, buang semua kulit mati.
 Berikan antibiotik topikal, biasanya krim neomicyn basitrasin (Nebacetin®) atau salep MEBO® dua
kali sehari dan tutup dengan penutup kering.
 Derajat II superfisial biasanya sembuh dalam 10-14 hari. Sedangkan derajat II dalam sembuh dalam
3-4 minggu.
 c. Luka bakar derajat III.
 Berikan antibiotik topikal.
 Biasanya butuh waktu minimal 4 minggu untuk sembuh dan sembuh dengan jaringan parut
hipertrofik.
 Biasanya membutuhkan eksisi tangensial dan skin graft (kecuali Iuka dengan diameter < 4cm)
 2. Gunakan penutup. Idealnya dalam 24 jam perlu dilakukan pemeriksaan
dressing ulang. Pertama kali dressing diganti setelah 48 jam kemudian setiap
3-5 hari berikutnya. Bila Iuka yang diberi dressing terasa nyeri, berbau,
terkontaminasi, keluar cairan berlebihan, atau adanya tanda-tanda infeksi
seperti demam, segera ganti dressing. Bila Iuka tidak sembuh dalam 3
minggu, segera rujuk ke bedah plastik yang menangani Iuka bakar. Bekas
Iuka bakar akan kering dan sensitif. Dalam masa penyembuhan dapat terasa
gatal. Sebaiknya berikan krim pelembut dan hindarkan dari paparan sinar
matahari langsung.
 3. Luka Bakar di Wajah. Sebaiknya dirujuk ke spesialis bedah plastik.
Namun bila hanya sunburn, Iuka sebaiknya dibersihkan 2 kali sehari dengan
solusio koroheksidin terdilusi. Sebaiknya dilapisi krim seperti parafin cair,
setiap 1-4 jam untuk meminimalisasi pembentukan krusta. Pasien sebaiknya
tidur dengan 2 bantal dalam 48 jam pertama untuk mencegah edema wajah.
Tatalaksana awal luka bakar mayor
 Luka bakar yang mencapai 25% atau lebih total
permukaan tubuh. Namun Iuka bakar yang sudah
lebih dari 10% sebaiknya diperlakukan sama
dengan Iuka bakar mayor.
Sengatan Listrik
 Sengatan listrik (electrical injury) merupakan
kerusakan jaringan dengan spektrum luas. mulai
dari Iuka bakar kulit superfisial hingga disfungsi
organ tubuh berat, yang diakibatkan oleh pajanan
listrik. Sengatan listrik dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang bervariasi dan multisistem
karena tidak ada organ yang terproteksi secara
khusus.
Patofisiologi
 Sengatan listrik mencakup mekanisme direk dan indirek. Mekanisme
direk disebabkan oleh efek langsung listrik pada organ tubuh, misalnya
miokardium. atau konversi listrik menjadi energi termal yang
berpotensi merusak organ. Mekanisme indirek disebabkan oleh
kontraksi otot (dalam skala yang berbeda-beda) akibat sengatan listrik.
 Energi terbesar terjadi pada titik kontak sehingga kerusakan jaringan
pada daerah tersebut harus diobservasi lebih baik. Sering kali kerusakan
terbesar terjadi pada jaringan saraf, pembuluh darah. dan otot karena
resistensi yang lebih rendah sehingga arus lebih tinggi (hukum Ohm).
 Pada umumnya, Iuka luar sengatan lebih besar daripada Iuka masuk.
Namun, ukuran dari Iuka karena sengatan listrik tidak berkorelasi baik
dengan kerusakan yang ditimbulkan. Luka sengatan listrik juga sering
disertai dengan Iuka traumatik
Diagnosis
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit. Bila
riwayat tidak jelas. ciri-ciri Iuka pada kulit dapat
membantu diagnosis. Sengatan listrik dapat
menyebabkan cedera kulit, mulai dari eritema lokal
hingga Iuka bakar derajat berat. Keparahan Iuka
tergantung dari intensitas arus listrik. area yang
terpajanan. serta durasi pajanan. Luka bakar derajat
pertama setidaknya membutuhkan pajanan listrik >20
mA/ mm' selama 20 detik. Sementara. Iuka bakar derajat
dua atau tiga membutuhkan pajanan >75 mA/ mm' . yang
juga berpotensi menimbulkan fibrilasi ventrikel.
Komplikasi
 Kardiovaskular. Kematian mendadak (fibrilasi ventrikel, asistolik). nyeri dada.
disritonia, abnormalitas segmen ST-T. blok cabang berkas. kerusakan
miokardium. disfungsi ventrikel. infark miokardium. hipotensi (volume
depresi). hipertensi (pelepasan katekolamin).
 Neurologis. Status mental, agitasi, koma, kejang, edema serebral, ensefalopati
hipoksia, nyeri kepala, afasia, lemah. paraplegia, kuadriplegia, disfungsi
sumsum tulang, neuropati perifer. insomnia, emosi labil.
 Kulit. Luka akibat sengatan listrik, Iuka bakar.
 Vaskular. Trombosis, nekrosis koagulasi, DIC, ruptur pembuluh darah,
aneurisma, sindrom kompartemen.
 Pulmonal. Henti napas (sentral atau perifer), pneumonia aspirasi. edema
pulmonal. kontusio pulmonal, kerusakan inhalasi.
 Metabolik atau renal. Gaga! ginjal akut, mioglobinuria, asidosis metabolik,
hipokalemia, hipokalsemia, hiperglikemia.
 Gastrointestinal. Perforasi stress ulcer, perdarahan gastrointestinal.
 Muskular. Mionekrosis, sindrom kompartemen.
 Skeletal. Fraktur kompresi vertebra, fraktur tulang, dislokasi bahu
(anterior dan posterior). fraktur skapula.
 Oftalmologi. Camels burns, delayed catarac, trombosis atau
hemoragia intraokular, uveitis, fraktur orbita.
 Pendengaran. Hilangnya pendengaran, tinitus, perforasi membran
timpani, mastoiditis, meningitis.
 Luka bakar oral. Hemoragia arteri labialis, scarring dna deformitas
fasialis, gangguan bicara, perubahan bentuk mandibula dan gangguan
pembentukan gigi.
 Obstetri. Aborsi spontan, kematian janin.
Tatalaksana
 1. Lakukan resusitasi (C-A-B) atau pertimbangkan rawat
intensive care unit (ICU) pada korban dengan hemodinamik
tidak stabil.
 2. Evaluasi menyeluruh terhadap cedera tersembunyi,
terutama cedera medula spinalis, serta trauma toraks dan
abdomen, meski tidak ada riwayat trauma.
 3. Pemeriksaan laboratorium hitung darah lengkap,
elektrolit, kalsium, urea nitrogen darah, kreatinin, analisa
gas darah, mioglobin (MC), kreatinin kinase (CK). CK-MB
dapat meningkat pada kerusakan otot yang ekstensif, meski
tanpa adanya kerusakan otot jantung.
 4. Pemeriksaan EKG dapat dilakukan bila ada
indikasi.
 5. Evaluasi serial untuk fungsi hati, pankreas. dan
ginjal untuk cedera iskemik atau trauma. Lakukan
pencitraan radiologi yang sesuai, bila diperlukan.
 6. CT-scan kepala harus dilakukan pada seluruh
sengatan listrik berat, cedera dengan jatuh. dan ada
temuan abnormalitas neurologis
 7. Pada kasus dengan cedera voltase tinggi,
lakukan:
 a. evaluasi rhabdomiolisis dan mioglobunuria,
 b. fasiotomi, bila ada compartement syndrome,
 c. dukungan nutrisi yang adekuat apabila
kebutuhan energi meningkat,
 d. evaluasi oftalmologis dan otoskopis,
 8. Tata laksana preventif untuk stress ulcers,
misalnya agen H2 -antagonis (ranitidin IV 50 mg/8
jam) atau penghambat pompa proton (omeprazol
IV 40 mg/ 12 jam atau pantoprazol IV 40-80 mg/
12-24 jam)
 9. Pemeriksaan psikiatri dan dukungan segera
setelah pasien sadar.
Sepsis
 Sepsis adalah respons inflamasi sistemik tubuh terhadap
infeksi. Respons inflamasi sistemik tersebut, atau
disebut sebagai systemic inflamatory response
syndrome (SIRS). terjadi akibat dari cedera klinis yang
berat, misalnya trauma, Iuka bakar, pankreatitis, infeksi,
dan sebagainya. Oleh sebab itu, sepsis ditegakkan bila
curiga atau terbukti bakteremia pada pasien-pasien
dengan SIRS. Dalam perjalanannya, sepsis dapat
menjadi sepsis berat. syok septik, hingga menjadi
multiple organ dysfunction syndrome/MODS.
Tatalaksana Sepsis Berat
 Manajemen sepsis berat harus dilakukan sesegera
mungkin dalam periode emas (golden hours) 6 jam
pertama. Secara ringkas, strategi terapi sepsis berat
mencakup tiga hal berikut: resusitasi awal dan
kontrol infeksi, terapi dukungan hemodinamik,
serta terapi suportif lainnya.
 I. Resusitasi cairan (dalam 6 jam pertama). Berikan sesegera mungkin pada kondisi
hipotensi atau peningkatan laktat serum >4 mmol/L. Resusitasi menggunakan
cairan fisiologis. baik kristaloid (NaCl, Ringer Laktat) maupun koloid. Berikan
cairan kristaloid minimal 30 mL/KgBB bolus cepat selama 30 menit dengan prinsip
fluid challenge techniques. Volume yang lebih besar dan cepat dapat diberikan bila
terjadi hipoperfusi jaringan. Kecepatan pemberian harus dikurangi apabila tekanan
pengisian jantung meningkat tanpa adanya perbaikan hemodinamik. Catatan khusus
diberikan pada pasien yang berisiko acute lung injury/acute respiratory distress
syndrome (ALI/ ARDS): cairan harus dibatasi, serta dilakukan peninggian posisi
tungkai secara pasif sewaktu melakukan fluid challenge test.
 Albumin boleh diberikan setelah pasien mendapatkan cairan kristaloid dalam
jum·lah yang adekuat.
 Target resusitasi: CVP 8-12 mmHg, MAP ≥65 mmHg, produksi urin ≥:0.5
mL/KgBB/ jam, saturasi oksigen vena cava superior (ScvO,) atau vena
campuran/mixed vein (SvO,) 65· 70%, serta normalisasi kadar laktat serum.
 2. Pemberian antibiotik. Diberikan sesuai etiologi
berdasarkan hasil kultur darah. Sambil menunggu hasil
kultur, berikan antibiotik intra· vena secara empiris dalam
jam pertama; sesuai dengan lokasi atau sumber infeksi.
 a. Kultur darah. Sampel untuk kultur darah seyogyanya
diambil sebelum terapi antibio· tik, bila memungkinkan
(maksimal 45 menit, antibiotik empiris harus diberikan).
Kultur dilakukan secara duplo. masing-masing
menggunakan satu botol aerob dan satu botol anaerob, serta
ambil diambil secara perkutaneus dan dari perangkat akses
vaskular (meski baru dipasang).
 b. Antibiotik empiris dalam jam pertama. Lokasi dan
sumber infeksi merupakan pertimbangan utama dalam
menentukan antibiotik empiris. Terapi empiris diberikan
dalam durasi terbatas 7-10 hari, atau lebih lama bila ada
fokus infeksi yang sulit dicapai oleh obat atau kondisi
imunodefisiensi.
 c. Kontrol sumber infeksi. Lokasi anatomis infeksi harus
ditentukan dan diintervensi dalam 12 jam setelah diagnosis
ditegakkan. Bila perangkat akses vaskular yang curigai
sebagai sumber infeksi, lakukan penggantian segera
setelah akses baru dipasang.
 1. Pemberian agen vasopresor dan inotropik. Vasopresor diberikan untuk menjaga
tekanan arteri rerata (MAP) ~65 mmHg dan inotropik diberikan pada pasien dengan
disfungsi miokardium (peninggian tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang
rendah). Vasopresor pilihan pertama ialah norepinefrin. Pemberian epinefrin
(ditambahkan setelah norepinefrin) dapat dipertimbangkan untuk menjaga tekanan
darah tetap adekuat. Vasopresin dosis 0,03 U/ menit dapat ditambahkan pada
norepinefrin untuk meningkatkan MAP atau menurunkan dosis norepinefrin.
 Penggunaan dopamin sebagai vasopresor alternatif norepinefrin hanya diberikan pada
pasien tertentu. seperti risiko rendah mengalami takiaritmia, bradikardia absolut atau
relatif).
 2. Kortikosteroid. Pemberian hidrokortison intravena (dosis 50 mg setiap 6 jam selama
7 hari) hanya direkomendasikan bagi pasien dewasa dengan syok septik yang tidak
mengalami perbaikan tekanan darah setelah resusitasi cairan dan terapi vasopresor.
Kortikosteroid tidak boleh digunakan untuk mengobati sepsis tanpa adanya kejadian
syok, kecuali adanya riwayat penyakit endokrin atau pemakaian steroid sebelumnya
 1. Transfusi darah. Transfusi packed red cells (PRC)
diberikan bila Hb < 5000/ mm3 tanpa adanya
perdarahan, atau pada jumlah trombosit 5000-
30.000/ mm3 bila ditemukan ada perdarahan yang
signifikan. Batasan lebih tinggi ~ 50.000/ mm3)
seringkali dibutuhkan untuk keperluan operasi atau
prosedur invasif. Penggunaan eritropoietin maupun
fresh-frozen plasma tidak direkomendasikan untuk
pemberian rutin tanpa adanya indikasi khusus.
MALAPRAKTIK
 Malapraktik didefinisikan sebagai "professional misconduct
or unreasonable Jack of skill" atau "failure of one rendering
professional services to exercise that degree of skilI and
learning commonly applied under all the circumstances in
the community by the average prudent reputable member of
the profession with the result of injury, Joss or damage to
the recipient of those services or to those entitled to rely
upon them· (Black's Law Dictionary). Berdasarkan definisi
tersebut, maka unsur yang penting ialah malapraktik bukan
dilihat dari hasil tindakan medis melainkan peninjauan
proses tindakan medis tersebut dilaksanakan.
 Professional misconduct merupakan kesengajaan yang
dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran etik, ketentuan
disiplin profesi, hukum administratif, pidana, ataupun
perdata. Bentuknya antara lain seperti penahanan pasien,
pelanggaran rahasia kedokteran, aborsi ilegal. eutanasia.
penyerangan seksual, keterangan palsu, penggunaan
IPTEKDOK yang belum teruji/ diterima, berpraktik tanpa
Surat lzin Praktik (SIP) atau di luar kompetensi. Hal lain
yang berakibat tuduhan malapraktik adalah kurangnya
kompetensi atau melakukan tindakan di luar
kompetensVkewenangan (Jack of skill).
 Malapraktik paling sering terjadi akibat kelalaian
medik, yaitu melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya
dilakukan oleh orang lain dengan kualifikasi sama
pada keadaan dan situasi yang sama. Dalam ha! ini,
ada tiga bentuk kelalaian, yaitu: Malfeasance
(tindakan tidak tepat atau melanggar hukum),
Misfeasance (pilihan tindakan tepat tetapi
pelaksanaan tidak tepat}, dan Nonfeasance (tidak
melakukan tindakan yang seharusnya).
 Dalam menetapkan kelalaian tersebut, harus terdapat
empat unsur (4D} berikut: Duty (adanya kewajiban
untuk melakukan/ tidak melakukan tindakan pada situasi
tertentu), Dereliction (adanya penyimpangan kewajiban),
Damage (adanya kerugian akibat layanan kedokteran).
dan Direct causal ship (adanya hubungan sebab akibat
yang nyata). Jalur yang dapat ditempuh untuk perkara
malapraktik adalah jalur disiplin (MKDKI), jalur etika
(MKEK},jalur hukum perdata (litigasi atau non-litigasi),
hingga jalur hukum pidana (polisi).
 undang-undang terkait malapraktik:
 Pasal 58 UU No. 36 tahun 1999 tentang kesehatan: setiap orang berhak atas
ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan;
 Pasal 50 UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran: dokter dan dokter
gigi berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
 Pasal 7 UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen: kewajiban
pelaku usaha adalah (f) memberi ganti rugi atas kerugian akibat pemanfaatan
jasa, dan (g) memberi ganti rugi apabila jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian;

Pasal 359 KUHP: "Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan


orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana kurungan paling lama satu tahun";
 Pasal pidana dalam KUHP lainnya: Kelalaian (360- 361),
keterangan palsu (267-268), aborsi ilegal (347-349), penipuan
(382 BIS KUHP}, perpajakan (209, 372), eutanasia (344}, dan
penyerangan seks (284-294):
 Pasal 1365 KUH Perdata: "tiap perbuatan melanggar hukum,
yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut";
 Pasal perdata dalam KUH Perdata lainnya: kelalaian (1366),
wanprestasi perjanjian (1366), responde at superior (1367),
tuntutan ganti rugi oleh ahli waris (1370), ganti rugi karena Iuka
atau cacat (1371), penghinaan (1372).
 Sebagai tergugat, dokter harus membela diri antara lain dengan
membuktikan bahwa tidak ada kerugian pasien akibat tindakan
atau kelalaian dokter, atau kerugian tersebut tidak berhubungan
dengan tindakan atau kelalaian dokter. Dalam menilai peristiwa,
perlu dilihat apakah risiko tersebut sudah dapat dibayangkan
(foreseeable) atau tidak, dapat dihindari (avoidable) atau tidak,
telah diantisipasi atau tidak, dan apakah risiko tersebut telah
diinformasikan dan disetujui sebelumnya (informed consent)
oleh pasien. Dokter perlu bersikap hati-hati dalam berespon ke
media massa dan menggunakan hak jawab bila informasi
menyudutkan atau menyesatkan dan dapat mengakibatkan
persepsi buruk, tanpa membuka rahasia kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai