Anda di halaman 1dari 24

PERPAJAKAN II

Modul ke:
Perhitungan dan Tarif Pajak

01
Penghasilan serta Pembukuan dan
Pencatatannya

Fakultas
EKONOMI

Program Studi
S1 AKUNTANSI
Letakkan foto Terbaik anda disini  Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA.
HP/WA : 081322793913
Email : suhirmanmadjid@ymail.com
PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
PADA AKHIR TAHUN PAJAK-
KOMPONEN PENGHASILAN KENA PAJAK
(PKP) SEBAGAI DASAR PENENTUAN PAJAK
PENGHASILAN YANG TERUTANG

Tiga alternatif cara untuk menentukan jumlah


Pengahasilan Kena Pajak :

(1) Berdasar Pembukuan.


(2) Berdasarkan Pencatatan
(3) Berdasar Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN),
Menggunakan pencatatan
(4) Berdasar norma Khusus (NPK); PPh Pasal 15
Metode Penentuan Penghasilan Kena
Pajak
WAJIB PAJAK-BADAN WAJIB PAJAK-ORANG PRIBADI

METODE PEMBUKUAN METODE PEMBUKUAN METODE PENCATATAN

PENGHASILAN BRUTO PENGHASILAN BRUTO PEREDARAN BRUTO


(-) (-) (x)

BIAYA FISKAL BIAYA FISKAL % NPPN


(-) (-) (-)

PENGHASILAN NETO PENGHASILAN NETO PENGHASILAN NETO


(-) (-)

KOMPENSASI KERUGIAN KOMPENSASI KERUGIAN (-)


(-)

PTKP PTKP

PENGHASILAN KENA PAJAK


WAJIB MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN

1. Wajib Pajak (WP) Badan;

2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan


kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto dalam satu tahun
Rp4.800.000.000,00 lebih
WAJIB MENYELENGGARAKAN
PENCATATAN
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya
dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00
(empat milyar delapan ratus juta rupiah), dapat
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat
memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan;

2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan


kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
SANKSI
• Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan
(peredaran bruto sebesar Rp 4.800.000.000,00 (empat
milyar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1
(satu) tahun) yang ternyata tidak atau tidak
sepenuhnya menyeIenggarakan pembukuan,
penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima
puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau
kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan
LANGKAH MENGHITUNG
PAJAK PENGHASILAN PADA AKHIR TAHUN

1. IDENTIFIKASI PENGHASILAN

2. IDENTIFIKASI BIAYA

3. IDENTIFIKASI KERUGIAN TAHUN-TAHUN


SEBELUMNYA

4. IDENTIFIKASI PPh YANG TELAH


DIPOTONG/DIPUNGUT PIHAK LAIN

5. IDENTIFIKASI PPh YANG DIBAYAR SENDIRI


IDENTIFIKASI PENGHASILAN

a) PASAL 4 AYAT 1 (PENGHASILAN YANG


DIKENAKAN PAJAK SECARA UMUM)

b) PASAL 4 AYAT 2 (PENGHASILAN YANG


DIKENAKAN PAJAK SECARA FINAL)

c) PASAL 4 AYAT 3 (PENGHASILAN YANG


BUKAN OBYEK PAJAK)
IDENTIFIKASI BIAYA

a) DEDUCTIBLE EXPENSES (PASAL 6 UU PPh) Biaya


yang dapat dikurangkan

b) NON DEDUCTIBLE EXPENSES (PASAL 9 UU


PPh)Biaya yang TIDAK dapat dikurangkan
IDENTIFIKASI KERUGIAN TAHUN-
TAHUN SEBELUMNYA

a) KERUGIAN YANG DIKOMPENSASIKAN TIDAK BOLEH MELEBIHI


LIMA TAHUN

b) KOMPENSASI SESUAI SURAT KETETAPAN PAJAK YANG


DITERBITKAN KPP (dalam hal sudah dilakukan
pemeriksaan)

c) KOMPENSASI RUGI SESUAI SPT TAHUNAN TAHUN YANG


MENYATAKAN KERUGIAN (bila belum dilakukan
pemeriksaan)
IDENTIFIKASI PPh YANG TELAH
DIPOTONG/DIPUNGUT PIHAK LAIN

a) PPh Pasal 22

b) PPh Pasal 23

c) PPh Pasal 24

IDENTIFIKASI PPh YANG TELAH DIBAYAR SENDIRI

a) PPh Pasal 25

b) Pokok STP PPh Pasal 25 (baik sudah atau belum dibayar)

c) Fiskal Luar Negeri

d) PPh atas pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (utk


WP Badan)
TIGA KRITERIA MENGHITUNG PPH TERUTANG
WP BADAN (WAJIB PEMBUKUAN) :

Wajib pajak yang peredaran bruto dalam satu


tahun pajak tidak melebihi Rp. 4.800.000.000

Wajib pajak yang peredaran bruto dalam satu


tahun pajak diatas Rp. 4.800.000.000,-  s/d Rp.
50.000.000.000,-

 Wajib pajak yang peredaran bruto dalam satu


tahun pajak diatas Rp. 50.000.000.000,-
1. Wajib pajak yang peredaran bruto
dalam satu tahun pajak tidak melebihi
Rp. 4.800.000.000
.
Peraturan Pemerintan Nomor 23 Tahun 2018
Tarif 0,5 % Final
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PENGUSAHA PERORANGAN

Pengusaha perorangan yang menggunakan perhitungan PPh dengan tarif final 0,5
persen berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dan memiliki omzet maksimal Rp 500
juta tidak dikenai PPh. Ini mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022.
TARIF PAJAK ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI DALAM NEGERI
2. Wajib pajak yang peredaran bruto dalam satu tahun
pajak diatas Rp. 4.800.000.000,-  s/d Rp. 50.000.000.000,-
 Perhitungan pajak terutangnya sesuai dengan pasal 17 dan
31E Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan.
Contoh :
Contoh:
Peredaran Bruto PT. Bagas Farel tahun 2014 sebesar Rp.
5.275.500.000,-
 Karena peredaran bruto untuk tahun 2014 ini melebihi Rp.
4.800.000.000,- maka untuk tahun pajak 2015 PT. Bagas Farel
menggunakan perhitungan yang umum untuk menghitung pajak
terutangnya.
 Selama tahun 2015 peredaran bruto PT. Bagas Farel diketahui sebesar
Rp. 6.355.875.000,- dengan laba sebelum pajak (Penghasilan Kena
Pajak) sebesar Rp.953.400.000,-
Rumus Perhitungan :
Mendapat Fasilitas :
= (4.800.000.000 : Peredaran Bruto) x Penghasilan Kena Pajak          = xxxxxxxx    
PPh yg mendapat Fasilitas = (50% X 25%) X  xxxxxxxxx
                                               = zzzzzzzz

Tidak Mendapat Fasilitas = Penghasilan Kena Pajak - xxxxxxxxx


                                             = aaaaaaaa
 PPh yg tidak mendapat Fasilitas = 25% X  aaaaaaaa
                                                         = bbbbbbbb

Total PPh Terutang = zzzzzzzz + bbbbbbbb


                                   = ccccccccc
Pajak terutang PT. Bagas Farel untuk tahun pajak
2015?
Jawaban:

PKP Mendapat Fasilitas = 4.800.000.000 :  6.355.875.000 X 953.400.000


                                        = 720.014.160,-
PKP Tidak Mendapat Fasilitas = 953.400.000 - 720.014.160
                                                  = 233.385.840,-
PPh Terutang:
Mendapat Fasilitas = 50% X 25% X 720.014.160
                               = 90.001.770,-
Tidak Mendapat Fasilitas = 25% X 233.385.840
                                         = 58.348.460,-
Jadi Total PPh Terutang = 90.001.770,- + 58.348.460,-
                                       = 148.350.230,-

Keterangan :
PPh Terutang Mendapat Fasilitas:
50% = Fasilitas pengurangan Tarif
25% = Tarif PPh WP Badan Sesuai Pasal 17 ayat (1) hururf B
3. UNTUK WAJIB PAJAK YANG PEREDARAN BRUTO DALAM
SATU TAHUN PAJAK DIATAS RP. 50.000.000.000,-

 Perhitungan pajak terutangnya sesuai dengan pasal 17


dan 31E Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan.
Contoh :
Peredaran Bruto PT. Bagas Farel tahun 2014 sebesar Rp.
45.275.500.000,- karena peredaran bruto untuk tahun 2014
ini melebihi Rp. 4.800.000.000,- maka untuk tahun pajak
2015 PT. Bagas Farel menggunakan perhitungan yang
umum untuk menghitung pajak terutangnya.

Selama tahun 2015 peredaran bruto PT. Bagas Farel


diketahui sebesar Rp. 67.850.000.000,- dengan laba
sebelum pajak (Penghasilan Kena Pajak) sebesar
Rp.15.750.500.000,-
Jawaban:
Untuk menghitung pajak terutang WP Badan yang
peredaran brutonya di atas 50.000.000.000,-
Setelah diketahui laba sebelum pajak (Penghasilan
Kena Pajak) dikalikan dengan tarif pajak pasal 17
ayat (1) huruf B yaitu sebesar 25%.

PPh Terutang = 25% X 15.750.500.000,-


                       = 3.937.625.000,-

Pajak terutang sebesar Rp. 3.937.625.000,- disetorkan ke Bank persepsi pajak


dengan menggunakan media Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Kode Akun Pajak
411126 dan Kode Jenis Setoran 200 dan disetorkan paling lambat tanggal 30
April 2016 Sebelum SPT Tahunan PPh Badan Disampaikan.
TARIF PPh
JENIS-JENIS TARIF :
1. Tarif pajak tetap
Tarif pajak yang ditetapkan dalam jumlah rupiah
tertentu, yang jumlahnya tidak berubah atau
tetap.
Contoh : Bea Meterai (Rp 6.000 dan Rp 3.000).
Catatan : Tarif pajak tetap tidak digunakan dalam PPh
2. Tarif Pajak Progresif
Tarif pajak yang persentasenya meningkat apabila
jumlah objek pajak semakin bertambah.
Contoh tarif PPh Orang Pribadi
Lanjutan…..
Tarif Pajak Degresif/ Regresif
Adalah tarif pajak Tarif Tarif pajak yang
presentasenya
menurun apabila jumlah objek pajak semakin
bertambah.
Catatan : Tarif degresif/regresif tidak diterapkan dalam
PPh
juga dalam perpajakan di Indonesia.
4. Tarif pajak Proforsional
Tarif pajak yang menggunakan terif persentase tetap
terhadap berapapun jumlah objek pajak. Besarnya
pajak
BELAJARLAH DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH ANDA
YANG AKAN MENDAPATKAN MANFAATNYA

Tra
nsi 03/28/2022
24

Anda mungkin juga menyukai