Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN STRUKTUR

DAN INTERAKSI OBAT-


RESEPTOR

TIM KIMIA MEDISINAL FFS UHAMKA


PENGANTAR

Reseptor obat merupakan makromolekul


jaringan sel hidup, mengandung gugus-gugus
fungsional, reaktif secara kimia dan bersifat
spesifik. Dapat berinteraksi secara reversibel
dengan gugus fungsional obat 
menghasilkan respon yang spesifik
Untuk dapat berinteraksi dengan reseptor
spesifik molekul obat harus mempunyai
faktor sterik dan distribusi muatan yang
spesifik pula.
TAHAPAN INTERAKSI OBAT RESEPTOR
Tahap 1 •Pembentukan komplek obat-reseptor

Tahap 2 •Interaksi yang dapat menyebabkan konformasi makromolekul protein sehingga timbul respon biologis

obat

Kompleks merangsang timbulnya


obat- respon biologis
resepto reseptor (agonis/antagonis)
r
MATERI KULIAH:

Teori-teori hubungan struktur dan interaksi


obat-reseptor :
 Teori klasik
 Teori pendudukan
 Teori kecepatan
 Teori kesesuaian terimbas
 Teori gangguan makromolekul
 Teori pendudukan-aktivasi
 Konsep kurir kedua
Teori mekanisme dan farmakofor
A. TEORI KLASIK
Crum, Brown dan Fraser (1869)
Aktivitas biologis suatu senyawa merupakan
fungsi dari struktur kimia dan tempat
interaksinya pada sistem biologis.
Langley (1878) pertama kali
memperkenalkan konsep reseptor,
selanjutnya dikembangkan oleh Ehrlich.
Ehrlich (1907) konsep corpora non agunt nisi
fixata (obat tidak akan menimbulkan efek
tanpa mengikat teseptor)
B. TEORI PENDUDUKAN
Clark memperkirakan bahwa suatu molekul
obat akan menempati satu sisi reseptor dan
obat harus diberikan dalam jumlah berlebih
agar tetap efektif selama proses
pembentukan kompleks
Obat (O) akan  berinteraksi dengan reseptor
(R) membentuk kompleks obat-reseptor (OR),
dan menghasilkan efek biologis
(O)+(R) (OR) E
Besarnya efek biologis yang dihasilkan secara
langsung sesuai dengan jumlah reseptor khas yang
diduduki molekul obat.
Clark hanya meninjau  dari segi agonis saja yang
kemudian dilengkapi oleh Gaddum (1937), yang
meninjau dari sisi antagonis.
Ariens-Stephenson
Setiap struktur  molekul obat harus mengandung
bagian yang secara bebas  dapat menunjang afinitas
interaksi obat reseptor dan memiliki efisiensi untuk
menimbulkan respon biologis sebagai akibat
pembentukan komplek

Afinitas Efikasi
(O)+(R) (OR) E
Afinitas Efikasi
(O)+(R) (OR) E

Afinitas merupakan ukuran kemampuan obat untuk


mengikat reseptor. Afinitas sangat bergantung dari
struktur molekul obat dan sisi reseptor.
Efikasi (aktivitas instrinsik) adalah ukuran
kemampuan obat untuk memulai timbulnya respon
biologis.
O + R < ======> O-R → respon (+) :  senyawa
agonis (afinitas besar dan aktivitas instrinsik =1)
O + R < ======> O-R → respon (-) : senyawa
antagonis (afinitas besar dan aktivitas instrinsik = 0)
Agonis parsial: senyawa yang memberikan respon <
dari respon agonis dan bekerja pada sisi reseptor
yang sama dengan agonis
C. TEORI KECEPATAN

Croxatto dan Huidobro (1956) memberikan postulat


bahwa obat hanya efisien pada saat berinteraksi
dengan reseptor.
Paton (1961) mengatakan bahwa efek biologis obat
setara dengan kecepatan kombinasi obat-reseptor
dan bukan jumlah reseptor yang didudukinya.Di sini,
tipe kerja obat ditentukan oleh kecepatan
penggabungan (asosiasi) dan peruraian (disosiasi)
komplek obat-reseptor dan bukan dari pembentukan
komplek obat-reseptor yang stabil.
Asosiasi Disosiasi
(O)+(R) (OR) respon biologis
Asosiasi Disosiasi
(O)+(R) (OR) respon biologis

Senyawa dikatakan agonis jika memiliki kecepatan


asosiasi  (mengikat reseptor ) dan disosiasi yang
besar.
Senyawa dikatakan antagonis jika memiliki
kecepatan asosiasi (mengikat reseptor) dan
disosiasi kecil. Di sini, pendudukan reseptor tidak
efektif karena menghalangi asosiasi senyawa
agonis yang produktif.
Senyawa dikatakan agonis parsial jika kecepatan
asosiasi dan disosiasinya tidak maksimal.
CON’T….

Konsep tersebut ditunjang oleh fakta bahwa banyak


senyawa antagonis menunjukkan efek rangsangan
singkat sebelum menunjukkan efek pemblokiran.
Pada permulaan kontak obat-reseptor, jumlah
reseptor yang diduduki oleh molekul obat masih
relatif sedikit, kecepatan penggabungan obat-
reseptor maksimal sehingga timbul efek rangsangan
yang singkat. Bila jumlah reseptor yang diduduki
molekul obat cukup banyak, maka kecepatan
penggabungan obat-reseptor akan turun sampai di
bawah kadar yang diperlukan untuk menimbulkan
respon biologis sehingga terjadi efek pemblokiran.
D. TEORI KESESUAIAN TERIMBAS

 Menurut Koshland (1958) ikatan enzim dengan substrat dapat


menginduksi konformasi struktur enzim sehingga menyebabkan
orientasi gugus-gugus aktif enzim

Pengikatan substrat pada enzim fosfoglukomutase dapat


menginduksi perubahan konformasi enzim

 Perubahan konformasi ini menyebabkan aa Lys dan Met


menjadi tertutup dan gugus SH menjadi terbuka

(E)+(S) (kompleks ES) respon biologis


E. TEORI GANGGUAN MAKROMOLEKUL

 Menurut Belleau (1964) interaksi mikromolekul obat dengan


makromolekul protein (reseptor) dapat menyebabkan
terjadinya perubahan bentuk konformasi reseptor sebagai
berikut):
 Gangguan knformasi spesifik (specific conformational perturbation =
SCP)
 Gangguan konformasi tidak spesifik (non specific conformational
perturbation = NSCP)
 Obat agonis adalah obat yang memiliki aktivitas intrinsik dan
dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk SCP
menimbulkan respon biologis
 Obat antagonis adalah obat yang tidak memiliki aktivitas
intrinsik dan dapat mengubah struktur reseptor menjadi
bentuk NSCP menimbulkan efek pemblokiran
CONTOH…
 Pada jumlah atom C=5
terjadi rangsangan reseptor
muskarinik karena
terbentuk ikatan hidrofob
dengan daerah nonpolar
reseptor
 Pada C=7 terjadi efek
agonis parsial karena
terjadi keseimbangan
struktur reseptor dalam
bentuk SCP dan NSCP
 Pada C=9 terjadi efek
antagonis karena terbentuk
struktur NSCP dari sisa
Interaksi turunan ion alkiltrimetilamonium rantai polarnya
dengan reseptor muskarinik
F. TEORI PENDUDUKAN AKTIVASI

 Ariens dan Rodrigues (1979) mengemukakan teori


pendudukan aktivasi dari model 2 keadaan yaitu bahwa
sebelum berinteraksi dengan obat reseptor berada dalam
bentuk kesetimbangan dinamik antara 2 keadaan yang
berbeda fungsinya, yaitu:
 Bentuk teraktifkan (R*)  dapat menunjang efek biologis
 Bentuk istirahat (R)  tidak dapat menunjang efek biologis

(R*) (R)
 Agonis jika keseimbangan menuju ke bentuk teraktifkan (R*)
 Antagonis jika jika keseimbangan menuju ke bentuk tidak
teraktifkan (R)
G. KONSEP KURIR KEDUA

reseptor dari banyak hormon berhubungan erat


dengan sistem adenil siklase, contoh: katekolamin,
glukagon, hormon paratiroid, serotonin dan histamin
telah menunjukkan pengaruhnya pada siklik AMP.
Interaksi hormon dan reseptor dapat meningkatkan
atau menurunkan kadar siklik AMP pada intrasel,
tergantung rangsangan atau hambatan pada adenil
siklase.
Bila rangsangan meningkatkan kadar siklik AMP 
hormon dianggap sebagai kurir pertama (1 s t
messenger) dan siklik AMP sebagai kurir kedua (2 n d
messenger)
Hubungan antara hormon (1st messenger) dengan siklik AMP (2nd messenger)

Turunan xantin seperti kafein dan teofilin juga dapat


menghambat secara kompetitif siklik nukleotida
fosfodiesterase (PDE), suatu enzim yang mengkatalisis
perubahan ssiklik AMP menjadi 5’-AMP. Pemberian
turuna tersebut akan meningkatkan kadar siklik
AMPdalam jaringan
TEORI MEKANISME DAN FARMAKOFOR
SEBAGAI DASAR RANCANGAN OBAT

 teori ini dapat diilustrasikan


oleh obat golongan penghambat
kompetitif enzim pengubah
angiotensin (Angiotensin
convertinga enzim inhibitor Captopril
=ACEI)
 ACEI menghambat pengubahan
angiotensin I  angiotensin II,
suatu senyawa yang dapat
meningatkan tekanan darah
 Interaksi captopril dengan ACE berlangsung karena adanya gugus-
gugus farmakofor spesifik  dapat digunakan untuk merancang
turunan ACEI yang lain

 Enalapril berinteraksi lebih baik


dengan reseptor ACE dibanding
captopril enalapril memiliki
aktivitas anti HT yang lebih besar
 Enalapril juga memiliki DOA yang
lebih panjang karena memiliki
gugus-gugus yang bersifat lebih
lipofil
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai