Anda di halaman 1dari 75

FARMAKODINAMIKA

Rima Yulia M.Sc.,Apt


PENGERTIAN
• ILMU yang mempelajari efek yg terjadi pada
manusia/respon yg terjadi terhadap pemberian obat
(obat mempengaruhi organisme).
contoh : parasetamol → analgetik/antipiretik
• Efek obat timbul karena interaksi antara molekul obat
dg reseptor pd sel organisme.
• Hasil interaksi : perubahan biokimia & fisiologi pd
jaringan, organ / sistem organisme.
MEKANISME KERJA OBAT
• Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat
dengan reseptor pada sel suatu organisme.
• Reseptor obat merupakan komponen
makromolekul fungsional yang mencakup 2
konsep penting. Pertama, bahwa obat dapat
mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua,
bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru,
tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada
mekanisme kerja obat
1. Secara fisis
• contoh : diuretik osmosis (manitol & sorbitol) & laksansia
osmotik (Mg & Na-sulfat).
• Mekanisme kerja laksansia osmotik : diabsorpsi sangat
lambat oleh usus → proses osmosis → menarik air
disekitarnya → volume isi usus >> besar → rangsangan
mekanis pada dinding usus → peristaltik >> → feses keluar

2. Secara kimiawi
• contoh : antasida lambung (Na-bikarbonat, Al & Mg-
hidroksida) mengikat kelebihan asam lambung melalui reaksi
netralisasi kimiawi.
• zat-zat khelasi (chelator), mengikat ion-ion logam berat (Cu,
Hg, Pb, Zn) pada molekulnya dg ikatan kimiawi khusus →
membentuk kompleks shg tidak toksik &mudah diekskresi.
mis : EDTA (Na-edetat) & penisilamin
Lanj…

3. Mengganggu proses metabolisme


• contoh : probenesid (obat encok) menyaingi penisilin dan
derivatnya pada sekresi tubular → ekskresi penisilin
lambat → efek diperpanjang.
• Antibiotik mengganggu pembentukan dinding sel, sintesa
protein / metabolisme DNA/RNA bakteri.

4. Kompetisi
• untuk reseptor spesifik & enzim
RESEPTOR

Adalah makromolekul
(protein) khas di permukaan
/ di dalam sel yg langsung
berikatan dengan ligan
untuk memicu signaling
kimia antara dan dalam sel
sehingga menimbulkan efek
BERDASARKAN SIGNAL TRANSDUKSINYA
Reseptor diklasifikasikan sbb :

1. Reseptor terkait dg kanal ion – ionotropic receptor contoh :


reseptor asetilkolin nikotinik, GABAa, reseptor glutamat (NMDA),
reseptor serotonin
2. Reseptor terhubung dg protein G – G Protein-coupled receptors
(GPCRs)
• Ada dua jalur transduksi signal pada reseptor protein G : jalur adenilat
siklase dan jalur fosfolipase, tergantung pada jenis protein G yang
terhubung
• Macam second messenger yang terlibat dalam signal transduksi reseptor
ini adalah : cAMP, DAG, IP3, Ca++

3. Reseptor terkait dg tyrosine kinase – tyrosine kinase- linked receptor


Contoh : Receptor Insulin, Reseptor Growth factors (PDGF), Receptor
cytokines

4. Reseptor intraseluler - nuclear receptor


TRANSMISI SINYAL BIOLOGIS
Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang
menyebabkan suatu substansi ekstrasseluler
menimbulkan suatu respon seluler fisiologis yang
spesifik.

 Reseptor di membran sel bekerja dengan cara


mengikat ligand yg sesuai kemudian meneruskan
sinyalnya ke sel target, baik secara langsung ke
intrasel atau dengan memproduksi molekul
pengatur lain (second messengger) di intrasel
TRANSDUKSI SIGNAL ?
• The process must involve three stages.
• In reception, a chemical signal binds to a cellular protein,
typically at the cell’s surface.
• In transduction, binding leads to a change in the receptor
that triggers a series of changes along a signal-transduction
pathway.
• In response,
the transduced
signal triggers
a specific
cellular activity.

Fig. 11.5
Copyright © 2002 Pearson Education, Inc., publishing as Benjamin Cummings
• [D] maks/2dalam satuan mol/liter
• 1/KD dinamakan kosntanta pembentukan

• pD2 adalah nilai afinitas suatu obat

Apabila nilai pD2 besar, maka afinitas semakin


besar dan sensitivitas reseptor terhadap obat
juga semakin besar
Aktivitas intrinsik
α=

ED maksimum adalah efek maksimum obat, sedangkan


ET maksimum adalah respon maksimum jaringan

Untuk agonis aktif nilai α = 1


Untuk agonis yang tidak mampu menghasilkan efek
maksimum mempunyai nilai 1>α>0
AGONISME
Agonis :
Suatu ligand yang dapat mengaktivasi reseptor dan
menghasilkan respon/efek (efek maksimum)

Agonisme dalam menghasilkan respon fisiologi (seluler)


melalui dua cara :

1. AGONISME LANGSUNG
2. AGONISME TIDAK LANGSUNG
AGONISME LANGSUNG
 Respon berasal dari interaksi agonis dengan reseptornya ->
menyebabkan perubahan konformasi reseptor-> reseptor aktif->
menginisiasi proses biokimia sel
Interaksi bisa berupa stimulasi atau penghambatan respon seluler
 Proses agonisme langsung merupakan hasil aktivasi reseptor
oleh obat yang mempunyai efikasi (aktivitas intrinsik)
• Contoh :
1. aktivasi adrenalin terhadap reseptor adrenergik  efeknya
kontraksi otot polos vaskuler
2. Aktivasi salbutamol terhadap reseptor β2 mimetika  efeknya
bronkodilator
3. Petidin  agonis opioid
4. Dopamin  agonis dopamin
Proses agonis langsung terdiri dari dua tahap:
1. Pemberian sinyal dari agonis kepada reseptor untuk
mengaktivasinya
Dalam hal ini, obat atau agonis merupakan pembawa
pesan pertama(first messengger)

2. Penerusan sinyal oleh reseptor teraktivasi ke dalam


komponen seluler untuk menginduksi respon seluler ,
diperantarai oleh Second messengger
Efikasi intrinsik :
cenderung pada
kemampuan kompleks
agonis dan reseptor
untuk menghasilkan
stimulus respon

Aktivitas intrinsik :
Kemampuan kompleks
agonis dan reseptor
untuk menghasilkan
respon/efek
AGONISME TIDAK LANGSUNG
 Senyawa obat mempengaruhi senyawa endogen dalam
menjalankan fungsinya
 melibatkan proses modulasi atau potensiasi efek
senyawa endogen

Contoh :
Benzodiazepin dan barbiturat pada reseptor GABAA dapat
memperkuat aksi GABA pada reseptor tersebut
ANTAGONISME
Adalah : peristiwa pengurangan atau penghapusan efek
suatu obat oleh obat lain
Senyawa tersebut dinamakan sebagai antagonis

Jenis Antagonisme Farmakodinamika :

1. Antagonisme Fisiologik
2. Antagonisme yang melibatkan reseptor
ANTAGONISME
FARMAKODINAMIKA

Antagonis Fisiologis Melibatkan reseptor

 Antagonis kompetitif
 Antagonis non-kompetitif
3. Antagonisme Fisiologi

Terjadi pada organ yang sama, tetapi pada sistem reseptor


yang berlainan

Contoh :
Antagonisme dari histamin pada bronkus lewat reseptor
histamin (efek bronkodilator) >< f
Antagonisme dari gikosida jantung (kenaikan tekanan
darah) dengan dihidralazin (penurunan tekanan darah)
 Hormon insulin >< Hormon glukagon
Mekanisme Antagonisme yang melibatkan
Reseptor

1. Antagonisme kompetitif :
 Agonis dan antagonis memperebutkan kedudukannya
pada reseptor pada sisi ikatan yang sama dengan agonis
Dapat di atasi dengan meningkatkan dosis agonis
Contoh Antagonis kompetitif :

• Obat Golongan Beta-blockers (contoh : propranolol,


metoprolol) →menghambat reseptor beta pd saraf
simpatik/adrenergik.
• Golongan antihistaminika →memblokir reseptor H1
• Simetidin/ranitidin(H2-antagonis) →memblokir reseptor
H2 (di lambung).
• Allopurinol (enzim blockers) →merebut tempat xantin di
enzim xantinoksidase shg sintesa xantin/asam urat
dihambat.
2. Antagonisme non-kompetitif

Antagonisme bersifat non kompetitif apabila :


 antagonis mengikat reseptor secara irreversibel, di
receptor site maupun di sisi lain, sehingga menghalangi
ikatan agonis dengan reseptornya
antagonis mengurangi jumlah reseptor yg tersedia untuk
berikatan dengan agonisnya sehingga efek maksimal
yang akan dicapai akan berkurang, akan tetapi afinitas
agonis terhadap reseptornya tidak berubah

Contoh : aksi papaverin terhadap histamin pada reseptor


Histamin-1 otot polos trakea
EFEK OBAT
Bedanya Kerja dan Efek obat??

Kerja  sesuatu yang diperbuat obat dalam tubuh


perubahan kondisi yang mengakibatkan
timbulnya suatu efek atau respon

Efek  respon jaringan akibat kerja dari obat


 perubahan fungsi struktur atau proses akibat
kerja obat
EFEK OBAT
1. Efek Utama (Main effect)
yaitu efek yang diharapkan dalam penggunaannya
misalkan : efek antipiretik dari parasetamol, antihistamin
dari klorfeniramin (CTM), efek diuretik dari furosemid.
Efek utama dikenal juga sebagai efek terapi

2. Efek Samping (side effect)


Yaitu efek yang tidak dikehendaki, efek tsb belum tentu
merugikan meskipun kebanyakan dari efek samping adalah
merugikan
EFEK TERAPEUTIS

1.Terapi Kausal : penyebab penyakit ditiadakan (pemusnahan


kuman, virus, parasit). Ex : antibiotika, fungisida, dll.
2.Terapi Simptomatis : gejala penyakit diobati & diringankan,
penyebab yg lebih mendalam tidak dipengaruhi (mis :
kerusakan organ / saraf). Ex : analgetika, antihipertensi.
3.Terapi Substitusi : obat menggantikan zat lazim yg dibuaut oleh
organ tubuh yg sakit. Ex : insulin (DM), karena produksi insulin
oleh sel β pd pankreas berkurang.

• Efek terapeutis obat tergantung faktor :


1.Cara & bentuk pemberian obat
2.Sifat fisiko kimiawi (A,D,M,E)
3.Kondisi fisiologi pasien (fungsi hati, ginjal, usus, peredaran
darah)
4.Faktor individual (ras, kelamin, luas permukaan tubuh).
PERMASALAHAN OBAT
(EFEK OBAT YG TAK DIINGINKAN =
ADVERSE DRUG REACTION)
Efek samping tidak merugikan
Misalkan :
efek samping CTM adalah efek sedatif sering digunakan
pada penderita yang mengalami kesulitan tidur
efek samping siproheptadin, ketotifen yang berupa
peningkatan nafsu makan
efek samping asetosal sebagai antitrombosis sehingga
digunakan untuk infark jantung dan stroke iskemik
efek samping Promethazin (antihistamin), efek sedatif,
dikembangkan sbg psikofarmaka gol. Klorpromazin
Efek samping merugikan
 antibiotika, golongan sulfa dan antalgin berupa
alergi
 penggunaan parasetamol jangka panjang
berupa kerusakan hati
 penggunaan asetosal (antipiretik, analgetik dan
antiinflamasi) jangka panjang dilaporkan
mengakibatkan perdarahan lambung
3. Efek Tambahan / Sekunder
Efek tidak langsung akibat efek utama obat.
cont : penggunaan antibitika (A.B) spectrum luas /
fungistatik mengganggu bakteri usus yg memproduksi
vitamin, tjd defisiensi vitamin, diberi vit. B komplek.

4. Idiosinkrasi
• Efek abnormal dari obat terhadap seseorang,
disebabkan kelainan faktor genetik pada pasien yg
bersangkutan.
cont : pengobatan malaria dg primaquin / pentaquin
(pada orang kulit hitam afrika) menyebabkan anemia
hemolitik.
5. ALERGI

• Reaksi khusus antara antigen dari obat dg antibodi


tubuh.
• Umumnya timbul pada dosis sangat kecil & tidak dapat
dikurangi dg menurunkan dosis.
• Contoh zat alergen : penisillin topikal, makromolekul
(protein asing), heparin, vaksin, anestesi lokal (prokain),
obat dg struktur kimia sama dapat terjadi alergi silang,
mis : derv. Penisilin & derv. Sefalosporin.
• Gejala alergi :
- urtikaria & rash (kulit), serangan asma, shock anafilaktik.
-steven johnson syndrome (erythema bernanah ganas,
demam, fotosensibilisasi, mortalitas tinggi).
6. Fotosensitisasi
• sangat peka terhadap cahaya akibat penggunaan
obat secara local contoh : tetrasiklin & derivatnya
(peroral)

7. Efek toksik
• bila obat digunakan dalam dosis yg tinggi
menunjukkan gejala toksik. bila dosis dikurangi,
efek toksik berkurang. (pembahasan toksikologi)

8. Efek teratogen
• efek obat pada dosis terapetik untuk ibu dapat
mengakibatkan cacat pada janin.
• Con : talidomid →focomelia
tetrasiklin →mengganggu pertumbuhan tulang &
gigi.
9. Toleransi
• peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus-menerus
untuk mencapai efek yg sama.

a). toleransi bawaan (primer), terdapat pada sebagian orang /


binatang
b). toleransi sekunder / perolehan = habituasi = kebiasaan
habituasi (menurut WHO) : suatu gejala ketergantungan
psikologik terhadap suatu obat dg ciri-ciri :
• keinginan untuk selalu menggunakan obat
• tak ada / sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis
• menimbulkan beberapa ketergantungan psikis
• sesuatu efek yg merugikan (individu)
• bila dihentikan gangguan emosi
ex : merokok (nikotin)
c). toleransi silang
• timbul karena obat-obat mempunyai struktur kimia serupa /
derivatnya.
ex : fenobarbital & butobarbital
10. Adiksi

• pemberian obat yg menyebabkan toleransi,jika dihentikan


mendadak menimbulkan sindrom gejala putus obat (withdrawal
syndrome)

• menurut WHO
ketergantungan rohaniah & jasmaniah terhadap suatu obat,
ciri-ciri :
• adanya dorongan untuk selalu menggunakan obat tsb
• adanya kecenderungan kenaikan dosis
• timbul ketergantungan rohaniah & diikuti ketergantungan badaniah
• menimbulkan kerugian terhadap masyarakat / individu sendiri
• penghentian penggunaan obat tsb menimbulkan efek hebat secara
jasmani & rohani (abstinensi)
ex : abuse narkotika (morfin, kokain, ganja)
11. Tachifilaksis
• peristiwa berkurangnya respon terhadap aksi obat pada
pengulangan dalam dosis yg sama. Respon mula-mula tidak
dapat diperoleh meskipun dosisnya diperbesar.
• ex : efdrin (TM) untuk glaucoma

12. Kumulasi
• fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai hasil
pengulangan penggunaan obat & diabsorpsi lebih cepat
dibanding ekskresinya. adanya akumulasi obat , pada
pengulangan dg dosis terapi dapat terjadi efek toksik.
• ketr : no. 4,8,9,10,11efek-efek yg tidak dikehendaki pada
pengulangan / perpanjangan penggunaan obat

13. resistensi bakteri


• suatu keadaan dimana kemoterapetik untuk penyakit infeksi
kuman tidak bekerja lagi terhadap kuman tertentu yg memiliki
daya tahan kuat & resisten thd obat tsb.
14. Sinergisme
• Kerja sama antara 2 obat yg menghasilkan efek sbb :
A. adisi (sumasi / penambahan)
• ex : asetosal & parasetamol ; trisulfa (sulfadiazine, sulfamerazin,
sulfametazin)
• campuran obat / obat yg diberikan bersama menimbulkan efek
yg merupakan jumlah dari efek @ obat secara terpisah pada px.

B. Potensiasi (peningkatan potensi)


• Kombinasi ke-2 obat saling memperkuat shg menghasilkan efek
yg melebihi jumlah obat a + obat b.
• Ex : - estrogen + progesteron (kombinasi dg efek sama).
- kotrimoksazol (sulfametoksazol & trimetoprim)
- tiamin/piridoksin dg NSAIDs (kombinasi dg efek beda).
Interaksi obat

• Pemberian ≥2 obat pd pasien menimbulkan interaksi obat dalam


tubuhnya.
• Efek @ obat saling mengganggu &/ timbul ES yg tidak diinginkan.

• Cara – cara interaksi obat


1. interaksi kimiawi
• Obat berinteraksi dg obat lain secara kimiawi.
• Ex : - fenitoin vs Ca²+.
- tetrasiklin vs logam valensi dua (Ca²+, Mg²+, Al²+, Fe²+).

2. Kompetisi dg protein plasma


• Ex : analgetik (salisilat, fenilbutazon, indometasin) dapat
mendesak ikatan warfarin dg protein plasma →perdarahan.
Interaksi Obat-Reseptor

• ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari


berbagai ikatan lemah (ikatan ion, hydrogen, hidrofilik,
van der Waals), mirip ikatan antara subtrat dengan enzim,
jarang terjadi ikatan kovalen.
Interaksi Obat dg Makanan
Mempengaruhi farmakokinetika obat.

A. Absorpsi
- obat diikat/diadsorpsi oleh makanan shg
absorpsinya di usus <<< akibatnya efeknya <<<.
- ex :
1. makanan kaya serat vs levastatin (penghambat
kolesterolsintetase).
2. sayuran kaya vit. K (bayam, brokoli) vs
antikoagulansia, maka vit. K menurunkan efek
antikoagulansia.
3. tetrasiklin vs susu/makanan banyak mengandung
Ca terjadi ikatan khelat shg absorpsi tetrasiklin turun.
• Lanj…
B. Biotransformasi

• Makanan menghalangi biotransformasi obat shg kadar


obat dalam plasma meningkat, mengakibatkan efek toksik.
• Ex.1: antidepresiva MAO inhibitors (fenelzin,
moclobemida) vs makanan banyak mengandung amin /
tiramin (keju, avokad, anggur, bir, produk ragi, hati ayam,
coklat), menyebabkan senyawa amin dalam makanan
tidak bisa diuraikan lagi oleh monoaminoksidase karena
sudah dihambat oleh MAO inhibitors shg kadar amin
dalam plasma meningkat & akibatnya terjadi hipertensi
hebat.
• Ex.2. : antagonis Ca (amlodipin, nifedipin) vs grapefruit
juice, minuman tsb menghambat enzim sitokrom P450 pd
dinding usus shg BA antagonis Ca meningkat &
menyebabkan hipotensi hebat, takikardi, dll.
• Lanj…
C. Ekskresi
• Makanan kaya protein (daging, telur, ikan), roti, cake dapat
menurunkan pH urin (urin menjadi asam) shg mengurangi
reabsorpsi tubular obat basa lemah (mis : morfin) yg
mengakibatkan ekskresinya diperpanjang.

• Obat-obat yg meningkatkan kebutuhan terhadap vitamin


tertentu :
1. pil KB, INH, penisilamin, hidralazin →meningkatkan
kebutuhan piridoksin / vit. B6.
2. salisilat & tetrasiklin →menaikkan kebutuhan vit. C
3. parafin (laxadin) →menurunkan absorpsi vit. Larut lemak shg
kebutuhannnya meningkat.
• Awitan kerja obat. Waktu ytang dibutuhkan obat sampai
suatu respon muncul setelah obat diberikan.
• Kerja puncak obat. Waktu yang dibutuhkan obat sampai
konsentrasi efektif tertinggi dicapai.
• Durasi kerja obat. Lama waktu obat bterdapat dalam
konsentrasi yang cukup besar untuk menghasilkan suatu
respon.
• Plateau. Konsentrasi serum darah dicapai dan
dipertahankan setelah dosis obat yang sama kmebali
diberikan.
RESPON OBAT
• Dari grafik di atas dapat kita lihat:
• 1. Jika frekuensi  pemberian kecil
berarti eliminasi obat lebih lambat
• 2. Jika tan alfa dari grafik
(kadar/waktu) lebih besar, berarti
eliminasi lebih cepat
• 3. Jika t1/2 obat lebih kecil artinya
eliminasinya lebih cepat

• obat yg t1/2nya kecil, lebih cepat


dieksresikan daripada obat
dengan t1/2 lebih besar (lama)
WAKTU PARUH (t ½)
Waktu paruh adalah jumlah waktu yang dibutuhkan oleh konsentrasi suatu
obat dalam plasma untuk turun menjadi 50% setelah penghentian obat.
• Waktu paruh distribusi ( t½α ) mencerminkan penurunan konsentrasi obat
dalam plasma yang cepat saat suatu dosis obat didistribusikan diseluruh
tubuh.
• Waktu paruh eliminasi (t½β ) sering kali jauh lebih lambat, mencerminkan
metabolisme dan ekskresi obat.
• Kadar terapeutik obat dapat dicapai lebih cepat dengan memberikan
dosis muatan yang di ikuti dengan dosis rumatan.
• Dosis rumatan adalah dosis awal obat yang lebih tinggi dari dosis-dosis
selanjutnya dengan tujuan mencapai kadar obat terapeutik dalam serum
dengan cepat. Dosis rumatan merupakan dosis obat yang
mempertahankan konsentrasi plasma dalam keadaan stabil pada rentang
terapeutik.
• Regimen dosis ( cara, jumlah, dan frekuensi) pemberian obat
mempengaruhi awitan dan durasi ( lama ) kerja obat. Awitan adalah
jumlah waktu yang diperlukan oleh suatu obat untuk mulai bekerja. Durasi
adalah lamanya waktu suatu obat bersifat terapeutik.
Beberapa parameter yang harus kita perhatikan :
1. MEC  atau Minimum Effect Concentration merupakan
kadar minimal yang harus dicapai obat agar berefek.
Jika konsentrasi obat masih dibawa MEC maka obat
belum berefek
2. MTC atau Minimum Toxic Concentration merupakan
kadar dimana obat mulai bersifat toksis bagi tubuh.
3. Therapeutic Range merupakan konsentrasi dimana
obat berefek dalam batas yang aman dan tidak toksik.
beberapa obat seperti digoksin memiliki
therapeutic range yang sempit sehingga dalam
pengobatan harus berhati-hati karena jika berlebihan
dapat menyebabkan toksisitas
4. Onset  merupakan waktu dimana obat mulai berefek
atau memasuki MEC
Lanj...
5. t max merupakan waktu dimana kadar obat dalam
plasma sampai pada puncaknya
6. Cmax merupakan kadar maksimum yang dapat dicapai
obat pada plasma
7. AUC atau Area Under Curve menunjukkan jumlah obat
di dalam plasma
8. Duration of Action menunjukkan rentang waktu dimana
obat berefek (memasuki MEC) sampai tidak berefek
(turun dari MEC)
• Selain itu ada pula yang disebut Frekuensi Pemberian.
Frekuensi Pemberian merupakan jarak (interval) antar
pemberian obat.
FAKTOR YANG
BERPENGARUH PADA
RESPON OBAT
KASUS
obat A misalnya tidak berefek buat pasien A,
padahal pasien B menggunakan obat tersebut
hasilnya baik. Atau sebaliknya, obat tertentu
menyebabkan efek berbahaya bagi seseorang,
tapi tidak bagi yang lain
1. Jumlah obat yang terikat reseptor
• Efek obat sebanding dengan fraksi reseptor yang diduduki
• Intensitas efek maksimal bila seluruh reseptor diduduki
obat
• Jumlah reseptor tidak berkurang
2. Jumlah dan Kepekaan reseptor
Kepekaan reseptor/sensitivitas reseptor mempengaruhi
interaksi terikatnya ligan dengan reseptor. Jumlah reseptor
berkurang dan ketidakpekaan reseptor mengurangi jumlah
obat yang bisa berikatan
3. Farmakogenetik
• Keragaman efek suatu obat terhadap seseorang
merupakan interaksi dari faktor lingkungan dan faktor
genetik.
• Termasuk dalam faktor lingkungan antara lain adalah
faktor nutrisi, faktor obat-obat lain yang digunakan
bersama, faktor penyakit, dan faktor gaya hidup,
seperti merokok atau konsumsi alkohol, dll
Contoh : Respon obat dipengaruhi faktor lain
• katakanlah seorang penderita hipertensi yang mestinya
diet garam, jika ia tidak disiplin terhadap asupan garam,
tentu efek obat tidak akan nyata terlihat, dibandingkan
penderita hipertensi lain yang menjaga asupan garamnya.
• Adanya obat-obat lain yang digunakan bersama dapat
pula saling berinteraksi sehingga menurunkan atau
mengubah efek obat lain, sehingga respon seseorang
terhadap obat bisa berbeda dengan orang lain yang
mungkin tidak mengalami interaksi obat.
• Selain itu, keparahan penyakit dan gaya hidup seseorang,
mungkin akan mempengaruhi respon seseorang terhadap
obat.
Faktor genetik
• orang pada ras tertentu misalnya, ternyata memiliki
jumlah enzim pemetabolisme yang lebih banyak daripada
orang lain akibat variasi genetik. Hal ini menyebabkan
keberadaan obat di dalam tubuh menjadi dipersingkat
(karena metabolismenya diperbesar), sehingga efeknya
pun menjadi lebih kecil.
• Atau sebaliknya, ras lain mengalami mutasi pada gen
tertentu sehingga menyebabkan berkurangnya
kemampuan tubuh memetabolisme obat, sehingga
keberadaaan obat dalam tubuh meningkat dan efeknya
menjadi besar atau bahkan toksis.

Anda mungkin juga menyukai