Anda di halaman 1dari 14

Pernikahan dan

Perceraian pada Dewasa


Muda dan Tengah
KELOMPOK 6

 Aulia Oktaviani 202001500086


 Miranti Nur Maelina 202001500119
 Sri Rahayu Puji Utami202001500036
 Tirta Alif Nursyabana 202001500058
 Yarra Mutiara Imani 202001500094
Pernikahan
Pernikahan merupakan salah satu hal yang penting di
dalam kehidupan. Dengan adanya pernikahan,
seorang pria dan seorang wanita akan secara sah
menjadi sepasang suami istri yang dapat saling
berbagi banyak hal, melimpahkan dan mendapatkan
kasih saying, memperoleh keintiman tanpa melanggar
norma masyarakat, serta memperoleh keturunan yang
merupakan salah satu fase yang dianggap penting
dalam kehidupan sosial masyarakat.
Mencari dan Menemukan
Calon Pasangan Hidup

Setelah melewati masa remaja, golongan dewasa muda


(dini) semkin kematangan fisiologis (seksual), sehingga
mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu
melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya,
asalkan memenuhu persyaratan yang syah (ikatan
perkawinan yang sah/resmi).
Sikap Terhadap Pernikahan

Pernikahan menurut Kartono (2006) adalah suatu peristiwa dimana


sepasang mempelai atau sepasang calon suami istri dipertemukan
secara formal di hadapan penghulu atau kepala agama serta adanya
para saksi. Sementara itu berdasarkan undang-undang (UU)
pernikahan No.1 Tahun 1974, pernikahan adalah ikatab lahir batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
Aspek Sikap Terhadap Pernikahan
Pembentukan sikap terhadap pernikahan merupakan hasil dari pengalaman
yang dilihat dari bentuk pernikahan orang tua maupun dari orang sekitar. Seperti
halnya dimensi dalam sikap pada umumnya, maka dimensi dalam sikap terhadap
pernikahan dibagi dalam tiga dimensi, yaitu:

● 1) Dimensi pertama.
Dimensi pertama berupa kognitif merupakan masuknya persepsi individu terhadap
pernikahan. Persepsi tersebut bisa mengarah ke positif maupun negatif Persepsi
positif disini adalah seseorang memandang pernikahan sebagai lembaga yang
memberikan kenyamanan serta mendapatkan keintiman dalam ikatan yang sah
secara hukum dan agama. Persepsi negatif terhadap pernikahan adalah ketika
seseorang memandang pernikahan sebagai suatu hal yang menakutkan karena
akan dihadapkan pada masalah-masalah baru dalam kehidupannya
Lanjutan….
2) Dimensi kedua
3) Dimensi ketiga
Dimensi kedua berupa afektif dimana sikap
seseorang sangat ditunjukkan secara Dimensi ini menunjukkan kecenderungan
langsung, apakah ia menganggap pernikahan sikap seseorang. Apabila pandangan dan
sebagai sesuatu yang menyenang kan atau perasaannya terhadap pernikahan adalah
menyedihkan. Apabila seseorang positif, maka seseorang akan cenderung
memandangnya secara positif ia akan merasa menerima suatu ikatan pernikahan sebagai
bahwa pernikahan adalah sesuatu yang fase yang akan dilewati dalam kehidupan
menyenangkan, sedangkan apabila nya, sedangkan apabila persepsi dan
seseorang memandangnya secara negatif, perasaan seseorang terhadap pernikahan
maka ia akan menganggap pernikahan adalah negatif, maka ia akan cenderung
sebagai sesuatu yang menyedihkan. untuk tidak ingin terikat dalam komitmen
pernikahan.
Sikap terhadap Pernikahan bagi Dewasa Awal (Muda)

Pada masa ini, mereka akan menindaklanjuti hubungan dengan "teman dekat" nya agar
dapat segera melangsungkan pernikahan, sehingga dapat membentuk dan memelihara
kehidupan rumah tangga secara mandiri, yakni terpisah dari orang tua. Pada kehidupan rumah
tangga yang telah dibentuk, masing-masing pihak memiliki peran ganda, yakni sebagai individu
yang bekerja di lembaga pekerjaan maupun sebagai ayah atau ibu bagi anak-anaknya.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan


a) Konsep pasangan
b) Pemenuhan kebutuhan
c) Kesamauan latar belakang
d) minat dan kepentingan bersama
e) keserupaan nilai
f) konsep peran
g) perubahan dalam pola hidup
Lanjutan…

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak


keluarga.
a) stereotipe tradisional
b) keinginan untuk mandiri
c) keluargaisme
d) mobilitas sosial
Sikap terhadap Pernikahan bagi
Dewasa Tengah (Madya)
Pasangan di usia paruh baya cenderung memandang pernikahan mereka secara
positif jika mereka melakukan aktivitas timbal balik. Sebagian besar individu dewasa
tengah yang menikah menyatakan cukup puas dengan pernikahannya, bagi individu
yang matang dalam aspek psikisnya, maka resiko terjadinya perceraian dapat lebih
kecil dibandingkan individu yang masih muda.

Seiring dengan semakin tuanya pasangan pernikahan, banyak dari


ketidaksesuaian sebelumnya yang disebabkan oleh perbedaan etnisitas, kelas sosial,
tingkat pendidikan, latar belakang keluarga dan pola-pola kepribadian. Beberapa
ketidaksesuaian tersebut bisa jadi telah diatasi dan mengalami penyesuaian ataupun
telah ikut berkontribusi menyebabkan pecahnya suatu pernikahan.
Perceraian dalam Rumah Tangga

Perceraian merupakan putusnya ikatan peenikahan yang terjadi apabila kedua


belah pihak baik suami maupun istri merasakan ketidak cocokan dalam menjalani
rumah tangga.Dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 38 menyebutkan
bahwa pernikahan bisa putus karena; kematian, perceraian, atau atas keputusan
pengadilan.Contoh masalah yang dapat memicu pertengkaran suami istri diantaranya
ada masalah ekonomi, seks, kekerasan dalam rumah tangga, persenlingkuhan dan
lain-lain.
Dampak negatif yang mungkin terjadi dan
muncul pada anak akibat perceraian menurut
Nazwa (2008):
1. 2.
01 Marah pada diri sendiri, 02 Tidak Sabaran
lingkungan dan menjadi
pembangkang

3. 4.

03
Impulsif 04 Apatis
Lanjutan…

05. 06. 07.


Menarik diri dari lingkungan Merasa bersalah (guilty Trauma, ketakukan terhadap
feeling), mengira dirinyalah kegagalan dan prahara berumah
penyebab perceraian orang tangga
tuanya
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai