Diusulkan oleh :
2. Arisah 202001500060
UNIVERSITAS INDRAPRASTA
2021
i
DAFTAR ISI
BAB 1...........................................................................................................................iii
PENDAHULUAN.....................................................................................................iii
1.2 Tujuan.............................................................................................................iii
1.3 Manfaat............................................................................................................iv
2.1GAGASAN...........................................................................................................v
2.3 C. Seberapa jauh kondisi pencetus gagasan dapat diperbaiki dengan gagasan
yang diajukan................................................................................................................vi
BAB 3...........................................................................................................................ix
3.1 KESIMPULAN...................................................................................................ix
ii
BAB 1.
PENDAHULUAN
Dilihat dari banyaknya perilaku bullying di sekolah maka harus ada penanganan atau
pencegahan yang harus dilakukan agar tidak terulang lagi kasus bullying di sekolah atau
menguranginya. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan penulis tertarik mengangkat judul
“penanganan kasus bullying yang terjadi dibangku sekolah melalui gerakan aktif dan kerja
sama
1.2 Tujuan
iii
1.3 Manfaat
b. Dapat menyelesaikan kasus bullying dengan cara yang sehat yaitu “aktif dan
Kerjasama” dalam dunia Pendidikan
iv
BAB 2.
2.1 GAGASAN
Kasus kekerasan pada anak di dunia pendidikan belakangan ini makin marak. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sedikitnya 1.850 kasus kekerasan bullying
yang terjadi, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Kondisi ini disinyalir akibat
ada yang salah di sekolah. Kepala Sub Bagian Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) Lasmi mengatakan, dari Januari 2011 sampai 2013 kasus yang terjadi pada anak-anak
di lingkungan pendidikan terus mengalami peningkatan, namun pada 2014 malah menurun.
Kekerasan berawal dari pihak sekolah yang menganggap saling ejek dan berkelahi antar
siswa adalah sesuatu yang wajar. Bila mendapati siswa yang tengah bertengkar, guru hanya
akan melerai tanpa mendalami hal yang tengah dipertengkarkan. Dengan melerai, guru
menganggap permasalahan antar siswa telah selesai tanpa bertanya lebih dulu pada pihak
yang bertengkar.
- Kurangnya perhatian
- Masalah keluarga
- Kecenderungan permusuhan
- Riwayat berkelahi
Dampak-dampak bullying dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak-
anak yang di-bully, anak-anak yang mem-bully, anak-anak yang menyaksikan bullying,
bahkan sekolah dengan isu bullying secara keseluruhan. Bullying dapat membawa pengaruh
buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental anak. Pada kasus yang berat, bullying dapat
menjadi pemicu tindakan yang fatal, seperti bunuh diri.
v
2.1.2 B. Solusi yang pernah ditawarkan atau diterapkan oleh pemerintah sebelumnya
Seperti yang kita ketahui, bullying sering kita jumpai di bangku pendidikan.
Kurangnya perhatian para guru terhadap anak didiknya menunjukkan kurang optimalnya
peran sekolah. Dimana hal ini memberikan ruang bagi maraknya perilaku bullying terjadi di
lingkungan sekolah. Peran sekolah selama ini belum menuntaskan masalah bullying.
2.1.3 C. Seberapa jauh kondisi pencetus gagasan dapat diperbaiki dengan gagasan yang
diajukan
Bullying seperti yang kita ketahui sering terjadi pada lingkungan sekolah, kurangnya
perhatian yang diberikan oleh para guru kepada anak didiknya menunjukan kurang
optimalnya peran sekolah dalam mendampingi anak didiknya. Oleh karena itu, penulis
merasa perlu adanya suatu gagasan baru untuk mengoptimalkan peran sekolah dalam
melakukan pencegahan dan penanggulangan perilaku bullying di lingkungan sekolah. Penulis
berinisiatif untuk membuat suatu gerakan baru yang penulis beri nama “akif dan Kerjasama”
yang memiliki 2 arti yaitu:
· Aktif berarti sekolah sekolah harus melakukan suatu tindakan bagi setiap
masalah anak didiknya tanpa menunggu masalah itu semakin besar. Seperti
menggali lebih dalam tentang permasalahan yang terjadi pada anak.
· Pencegahan : melakukan bimbingan konseling berkala bagi anak didik yang mengalami
bullying, pengetatan peraturan disiplin sekolah, menggiatkan pengawasan dan memberikan
vi
sanksi yang tepat kepada pelaku, mengoptimalkan peran OSIS dengan melakukan patroli
sekolah, mengadakan satu hari khusus untuk membangun interaksi yang baik antara siswa
dan guru, maupun siswa satu sama lainnya, memasukan materi bullying ke dalam
pembelajaran yang akan berdampak positif bagi perkembangan karakter anak didik yang
didasarkan pada konsep “KERJASAMA”
· Penanggulangan: sekolah berperan dalam mengintegrasi para pihak yang berpengaruh besar
dalam keberhasilan gerakan KERJASAMA ini, seperti orang tua, guru-guru dan siswa.
Ketiganya harus bekerja sama, saling mendukung satu sama lain. Dan dalam penyelesaian
masalah bullying ini sebaiknya menghindari jalur pidana/litigasi yang kedepannya akan
berdampak buruk dalam pengembangan karakter anak.
Meskipun usaha penyadaran dan pencegahan sangat penting, pendidik harus memiliki
rencana intervensi. Konselor sekolah dapat mengadvokasi tim dari personel sekolah yang
bertanggung jawab terhadap pengembangan rencana intervensi. Tim seharusnya terdiri dari
kepala sekolah, guru, konselor sekolah dan tenaga kependidikan.
2) Mendengarkan secara intensif apa yang pelaku ucapkan baik dirmukaan maupun
level metakomunikasi;
3) Membuat pelaku untuk memulai belajar mengenai konsep diri dan membuat
perubahan untuk dirinya;
Strategi Untuk Korban. Konselor sekolah seharusnya dapat secara langsung menilai
insiden cyberbullying dan memastikan kesehatan dan keamanan korban. Sangat penting bagi
konselor sekolah untuk menjelaskan kepada korban bahwa mereka perlu menerobos secara
rahasia jika insiden cyberbullying harus dilaporkan kepada sekolah atau polisi. Konselor
sekolah dapat memperoleh izin dan persetujuan dari siswa sehingga mereka merasa tidak
dikhianati oleh orang dewasa yang dipercayainya (Roberts & Coursol, 1996). Konselor
sekolah dapat mendengarkan cerita korban dan memberikan lingkungan yang nyaman dimana
vii
korban dapat berubah dari orang yang butuh pertolongan menjadi lebih berdaya dan memiliki
efikasi diri. Selama sesi individu, konselor sekolah seharusnya mendengarkan cerita korban
yang mengarah langsung pada masalah korban.
viii
BAB 3.
3.1 KESIMPULAN
Cyberbullying adalah tindak penindasan di dunia maya yang ditujukan kepada orang
lain dengan mengirim atau mengunggah materi yang berbahaya dan dapat berbentuk sebuah
penghinaan bagi seseorang yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja, (biasa
dilakukan karena bercanda) biasa dilakukan dengan membuat kata-kata atau memposting aib
orang lain.
Cyberbullying sebenarnya sama dengan bullying pada umumnya. Perbedaan antara
cyberbullying dan bullying adalah tempat melakukannya. Cyberbullying menggunakan alat
perantara seperti handphone, atau media sosial untuk mengintimidasi seseorang, sedangkan
bullying tidak menggunakan perantara namun langsung bertemu atau berhadapan dengan
korban. Masalah cyberbullying ini muncul dikarenakan intensitas penggunaan internet yang
meningkat dan munculnya media sosial, yang sering diakses para siswa. Mengakses dunia
maya merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan para siswa selain mereka belajar. Mereka
akan menerima dampak negatif akibat terlalu sering mengakses dunia maya, yaitu para
remaja menjadi malas belajar, serta dampak paling buruk mereka akan menerima
cyberbullying. Temuan data di lapangan menunjukkan bahwa, terdapat bentuk- bentuk
cyberbullying yang diterima mulai di facebook di-hack sampai diolok-olok atau dihina di
media sosial.
Data yang diperoleh UNICEF pada tahun 2016 sebanyak 41-50 persen remaja di Indonesia
dalam rentang usia 13 sampai 15 tahun pernah mengalami tindakan cyberbullying. Selain itu,
bahkan menurut hasil riset terbaru yang dilakukan oleh APJII menunjukkan bahwa 49 persen
pengguna internet di Indonesia pernah menjadi sasaran bullying di media sosial atau lebih
tepatnya pernah menjadi korban dari keganasan cyberbullying baik yang dilakukan oleh
orang terdekatnya maupun oleh netizen Indonesia yang sudah sangat terkenal keaktifannya di
media sosial.
Kasus cyberbullying termasuk dalam kategori tinggi di mana hampir setengah
populasi remaja di Indonesia pernah mengalami cyberbullying. Menurut ahli, kasus
cyberbullying terus meningkat dikarenakan karakteristik media sosial yang memungkinkan
pengguna bertukar informasi secara cepat dan fitur yang memungkinkan pelaku untuk
menyembunyikan identitas serta belum adanya kepastian hukum terkait cyberbullying.
Dampak yang ditimbulkan oleh tindakan cyberbullying pada korban antara lain depresi,
kecemasan, ketidaknyamanan, prestasi di sekolah menurun, tidak mau bergaul dengan teman-
teman sebaya, menghindar dari lingkungan sosial atau lebih sering cenderung ke perilaku anti
sosial karena minder dengan dirinya sendiri, dan adanya upaya untuk melakukan tindakan
bunuh diri dari beberapa kasus yang ada.
ix
melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala sekolah sampai orang tua yang
bertujuan untuk menghentikan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban.
DAFTAR PUSTAKA
Ihkam, M., & Parwata, G. (2020). Tindak Pidana Cyber Bullying Dalam Perspektif Hukum
Pidana Di Indonesia. E-journal Ilmu Hukum. Diambil dari
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/64580.
Rismawan, Kade., Hartono, Y., & Fitriana, Amalia. (2016). Peran konselor dalam menyikapi
Cyber bullying di kalangan siswa. Prodi PGSD dan Prodi BK FKIP UAD. 373-380.