Anda di halaman 1dari 10

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PERAN SEKOLAH DALAM MELAKUKAN PENCENGAHAN


TINDAKAN “BULLYING” DI SEKOLAH
 
BIDANG KEGIATAN
PKM-GAGASAN TERTULIS

Diusulkan oleh :

1. Annisa Salsabila 202001500037

2. Arisah 202001500060

3. Wildhan Tri Darma Nusantara 202001500091

UNIVERSITAS INDRAPRASTA

2021

i
DAFTAR ISI

BAB 1...........................................................................................................................iii

PENDAHULUAN.....................................................................................................iii

1.1 Latar belakang.................................................................................................iii

1.2 Tujuan.............................................................................................................iii

1.3 Manfaat............................................................................................................iv

2.1GAGASAN...........................................................................................................v

2.1.1A. Kondisi pencetus gagasan............................................................................v

2.2 B Solusi yang pernah ditawarkan atau diterapkan oleh pemerintah


sebelumnya....................................................................................................................vi

2.3 C. Seberapa jauh kondisi pencetus gagasan dapat diperbaiki dengan gagasan
yang diajukan................................................................................................................vi

2.4.    Metode Gagasan.............................................................................................vii

BAB 3...........................................................................................................................ix

3.1 KESIMPULAN...................................................................................................ix

ii
BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sekolah merupakan suatu institusi pendidikan yang seharusnya merupakan tempat


yang aman dan nyaman bagi anak didik untuk mengembangkan dirinya. Namun pada
kenyataannya sekolah menjadi tempat dari kebanyakan kasus bullying yang sedang marak
terjadi di Indonesia. Kekerasan yang sering kita dengar di lingkungan sekolah yang sering
disebut dengan bullying merupakan semacam kejahatan yang sudah mengakar dalam
kehidupan manusia. Bullying sering terjadi di sekitar kita baik di lingkungan rumah, sekolah
maupun pekerjaan. Namun pada dewasa ini, bullying lebih sering kita jumpai di bangku
pendidikan.

 Bullying merupakan salah satu “masalah sensitive” yang berpengaruh pada


perkembangan anak/siswa. Menurut Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) pengertian Bullying
adalah sebagai suatu bentuk kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan
diri dalam situasi, ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang
tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya. Dampak yang ditimbulkan dari bullying ini,
adalah membuat suatu trauma atau depresi yang mendalam terhadap siswa/siswi sehingga
dapat membunuh karakter dari anak didik tersebut. Selain itu minat untuk menuntut ilmu ke
sekolah menjadi berkurang yang disebabkan tekanan-tekanan yang dibuat oleh lingkungan
sekitar sekolah yang memojokkan anak tersebut. Rasa kurang percaya diri, cemas, kesepian,
merana, malu, tertekan, stress, depresi, merasa terancam atau bahkan melakukan “self injury”
yakni melukai diri sendiri atau bahkan keinginan untuk bunuh diri.

Dilihat dari banyaknya perilaku bullying di sekolah maka harus ada penanganan atau
pencegahan yang harus dilakukan agar tidak terulang lagi kasus bullying di sekolah atau
menguranginya. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan penulis tertarik mengangkat judul
“penanganan kasus bullying yang terjadi dibangku sekolah melalui gerakan aktif dan kerja
sama

1.2 Tujuan

a. Mengidentifikasi faktor penyebab perilaku bullying di bangku Pendidikan

b. Menemukan gagasan bagaimana bullying bisa dicegah

c. Mengidentifikasi siapa saja yang berperan dalam melakukan pencegahan bullying

d. Menjawab permasalahan bullying yang terjadi di dunia Pendidikan 

iii
1.3 Manfaat

a. Dapat memberikan pemerikan atau manfaat tentang cara pencegahan kasus


bullying di sekolah

b. Dapat menyelesaikan kasus bullying dengan cara yang sehat yaitu “aktif dan
Kerjasama” dalam dunia Pendidikan

iv
BAB 2.

2.1 GAGASAN

2.1.1 A. Kondisi pencetus gagasan

Kasus kekerasan pada anak di dunia pendidikan belakangan ini makin marak. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sedikitnya 1.850 kasus kekerasan bullying
yang terjadi, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Kondisi ini disinyalir akibat
ada yang salah di sekolah. Kepala Sub Bagian Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) Lasmi mengatakan, dari Januari 2011 sampai 2013 kasus yang terjadi pada anak-anak
di lingkungan pendidikan terus mengalami peningkatan, namun pada 2014 malah menurun.
Kekerasan berawal dari pihak sekolah yang menganggap saling ejek dan berkelahi antar
siswa adalah sesuatu yang wajar. Bila mendapati siswa yang tengah bertengkar, guru hanya
akan melerai tanpa mendalami hal yang tengah dipertengkarkan. Dengan melerai, guru
menganggap permasalahan antar siswa telah selesai tanpa bertanya lebih dulu pada pihak
yang bertengkar.

 Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab perilaku bullying:

- Kurangnya perhatian

- Gender sebagai laki-laki dan kecenderungan untuk berkelahi

- Adegan kekerasan dari beberapa media

- Masalah keluarga

- Faktor psikologis dari orang tua

- Kecenderungan permusuhan

  - Riwayat korban kekerasan

 - Riwayat berkelahi

Dampak-dampak bullying dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak-
anak yang di-bully, anak-anak yang mem-bully, anak-anak yang menyaksikan bullying,
bahkan sekolah dengan isu bullying secara keseluruhan. Bullying dapat membawa pengaruh
buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental anak. Pada kasus yang berat, bullying dapat
menjadi pemicu tindakan yang fatal, seperti bunuh diri.

v
 

2.1.2 B. Solusi yang pernah ditawarkan atau diterapkan oleh pemerintah sebelumnya

Salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan


kenakalan anak yaitu dengan menyelenggarakan sistem peradilan pidana anak (Juvenile
Justice Sistem) melalui UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang
menggantikan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang dilakukan dengan tujuan
agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa. Namun solusi yang
ditawarkan oleh pemerintah ini menurut kami sebaiknya dihindari dalam menangani
permasalahan bullying ini, terlebih bullying ini menyangkut anak. Di Indonesia, anak
dilindungi oleh UU perlindungan anak yakni UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam UU ini dijelaskan bahwa anak
dilindungi dan dijamin hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.

 Seperti yang kita ketahui, bullying sering kita jumpai di bangku pendidikan.
Kurangnya perhatian para guru terhadap anak didiknya menunjukkan kurang optimalnya
peran sekolah. Dimana hal ini memberikan ruang bagi maraknya perilaku bullying terjadi di
lingkungan sekolah. Peran sekolah selama ini belum menuntaskan masalah bullying.

2.1.3 C. Seberapa jauh kondisi pencetus gagasan dapat diperbaiki dengan gagasan yang
diajukan

Bullying seperti yang kita ketahui sering terjadi pada lingkungan sekolah, kurangnya
perhatian yang diberikan oleh para guru kepada anak didiknya menunjukan kurang
optimalnya peran sekolah dalam mendampingi anak didiknya. Oleh karena itu, penulis
merasa perlu adanya suatu gagasan baru untuk mengoptimalkan peran sekolah dalam
melakukan pencegahan dan penanggulangan perilaku bullying di lingkungan sekolah. Penulis
berinisiatif untuk membuat suatu gerakan baru yang penulis beri nama “akif dan Kerjasama”
yang memiliki 2 arti yaitu:

· Aktif berarti sekolah sekolah harus melakukan suatu tindakan bagi setiap
     
masalah anak didiknya tanpa menunggu masalah itu semakin besar. Seperti
menggali lebih dalam tentang permasalahan yang terjadi pada anak.

· Kerjasama berarti para peserta didik harus bekerjasama dalam mencegah


       
perilaku bullying contoh yaitu tidak saling menghina dan harus saling menolong
serta lebih bisa menerima apa yang orang lain miliki.Sekolah berperan penting
dalam hal ini yaitu

· Pencegahan : melakukan bimbingan konseling berkala bagi anak didik yang mengalami
     
bullying, pengetatan peraturan disiplin sekolah, menggiatkan pengawasan dan memberikan

vi
sanksi yang tepat kepada pelaku, mengoptimalkan peran OSIS dengan melakukan patroli
sekolah, mengadakan satu hari khusus untuk membangun interaksi yang baik antara siswa
dan guru, maupun siswa satu sama lainnya, memasukan materi bullying ke dalam
pembelajaran yang akan berdampak positif bagi perkembangan karakter anak didik yang
didasarkan pada konsep “KERJASAMA”

·       Penanggulangan: sekolah berperan dalam mengintegrasi para pihak yang berpengaruh besar
dalam keberhasilan gerakan KERJASAMA ini, seperti orang tua, guru-guru dan siswa.
Ketiganya harus bekerja sama, saling mendukung satu sama lain. Dan dalam penyelesaian
masalah bullying ini sebaiknya menghindari jalur pidana/litigasi yang kedepannya akan
berdampak buruk dalam pengembangan karakter anak.

2.2.    Metode Gagasan

Meskipun usaha penyadaran dan pencegahan sangat penting, pendidik harus memiliki
rencana intervensi. Konselor sekolah dapat mengadvokasi tim dari personel sekolah yang
bertanggung jawab terhadap pengembangan rencana intervensi. Tim seharusnya terdiri dari
kepala sekolah, guru, konselor sekolah dan tenaga kependidikan.

Strategi untuk pelaku. Meskipun beberapa pelaku identitasnya tidak diketahui,


konselor sekolah perlu untuk bekerja sama dengan perilaku yang teridentifikasi. Hal ini
sangat penting bagi pelaku untuk menunjukkan tingkah laku negatif mereka. Robert dan
Morotti (2000) merekomendasikan lima pendekatan untuk bekerja dengan siswa yang
memiliki perilaku bullying. Strategi ini yakni:

1) Menjaga hubungan dengan pelaku tanpa mengancam dan menghakimi;

2) Mendengarkan secara intensif apa yang pelaku ucapkan baik dirmukaan maupun
level metakomunikasi;

3) Membuat pelaku untuk memulai belajar mengenai konsep diri dan membuat
perubahan untuk dirinya;

4) Memberikan perhatian dan dukungan secara individual;

5) Menyediakan perlindungan dan follow up dalam jangka panjang.

Pelaku harus dikonfrontasikan dengan orang dewasa daripada mengkonfrontasi


pelaku secara langsung setelah kejadian dengan emosi yang tinggi, konselor sekolah lebih
baik mengatasi situasi dengan tenang dan menggunakan pendekatan rasional dalam
menangani insiden cyberbullying. Konselor sekolah dapat memberikan pelaku satu
kesempatan untuk menjelaskan dan menyimpulkan perilaku yang mereka lakukan kemudian
merefleksikannya apakah tindakan mereka bisa diterima atau tidak dan bagaimana cara
mereka mempertanggungjawabkannya.

Strategi Untuk Korban. Konselor sekolah seharusnya dapat secara langsung menilai
insiden cyberbullying dan memastikan kesehatan dan keamanan korban. Sangat penting bagi
konselor sekolah untuk menjelaskan kepada korban bahwa mereka perlu menerobos secara
rahasia jika insiden cyberbullying harus dilaporkan kepada sekolah atau polisi. Konselor
sekolah dapat memperoleh izin dan persetujuan dari siswa sehingga mereka merasa tidak
dikhianati oleh orang dewasa yang dipercayainya (Roberts & Coursol, 1996). Konselor
sekolah dapat mendengarkan cerita korban dan memberikan lingkungan yang nyaman dimana
vii
korban dapat berubah dari orang yang butuh pertolongan menjadi lebih berdaya dan memiliki
efikasi diri. Selama sesi individu, konselor sekolah seharusnya mendengarkan cerita korban
yang mengarah langsung pada masalah korban.

Konselor sekolah perlu mendengarkan komponen terdalam dari pengalaman dan


mengidentifikasi faktor terbesar yang berkontribusi terhadap apa yang membuat individu
menjadi lebih rentan terhadap lingkungan sekolah. (Roberts & Coursol, 1996, p. 207).
Dengan pertolongan konselor dan personil sekolah yang lain, siswa yang menjadi korban
akan diberikan kesempatan agar memiliki kemampuan sosial dan interaksi yang baik dengan
teman sebaya. Melalui panduan pembelajaran sekolah, kelompok kecil, dan sesi konseling
individual yang dapat membangun percaya diri siswa dan mempelajari strategi asertif untuk
menghadapi bullying (Roberts & Coursol, 1996). Konselor sekolah dapat membantu korban
untuk mengembangkan panduan pribadi saat melakukan interaksi dengan dunia online,
mengenali saat situasi online lepas kontrol dan melakukan penilaian diri saat mereka
melibatkan diri untuk berkontribusi menjadi korban (Mason, 2008). Korban harus diingatkan
untuk melaporkan insiden cyberbullying kepada orang dewasa terpercaya dan menyimpan
semua bukti yang ada.

viii
BAB 3. 

3.1 KESIMPULAN

Cyberbullying adalah tindak penindasan di dunia maya yang ditujukan kepada orang
lain dengan mengirim atau mengunggah materi yang berbahaya dan dapat berbentuk sebuah
penghinaan bagi seseorang yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja, (biasa
dilakukan karena bercanda) biasa dilakukan dengan membuat kata-kata atau memposting aib
orang lain.
Cyberbullying sebenarnya sama dengan bullying pada umumnya. Perbedaan antara
cyberbullying dan bullying adalah tempat melakukannya. Cyberbullying menggunakan alat
perantara seperti handphone, atau media sosial untuk mengintimidasi seseorang, sedangkan
bullying tidak menggunakan perantara namun langsung bertemu atau berhadapan dengan
korban. Masalah cyberbullying ini muncul dikarenakan intensitas penggunaan internet yang
meningkat dan munculnya media sosial, yang sering diakses para siswa. Mengakses dunia
maya merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan para siswa selain mereka belajar. Mereka
akan menerima dampak negatif akibat terlalu sering mengakses dunia maya, yaitu para
remaja menjadi malas belajar, serta dampak paling buruk mereka akan menerima
cyberbullying. Temuan data di lapangan menunjukkan bahwa, terdapat bentuk- bentuk
cyberbullying yang diterima mulai di facebook di-hack sampai diolok-olok atau dihina di
media sosial.
Data yang diperoleh UNICEF pada tahun 2016 sebanyak 41-50 persen remaja di Indonesia
dalam rentang usia 13 sampai 15 tahun pernah mengalami tindakan cyberbullying. Selain itu,
bahkan menurut hasil riset terbaru yang dilakukan oleh APJII menunjukkan bahwa 49 persen
pengguna internet di Indonesia pernah menjadi sasaran bullying di media sosial atau lebih
tepatnya pernah menjadi korban dari keganasan cyberbullying baik yang dilakukan oleh
orang terdekatnya maupun oleh netizen Indonesia yang sudah sangat terkenal keaktifannya di
media sosial.
Kasus cyberbullying termasuk dalam kategori tinggi di mana hampir setengah
populasi remaja di Indonesia pernah mengalami cyberbullying. Menurut ahli, kasus
cyberbullying terus meningkat dikarenakan karakteristik media sosial yang memungkinkan
pengguna bertukar informasi secara cepat dan fitur yang memungkinkan pelaku untuk
menyembunyikan identitas serta belum adanya kepastian hukum terkait cyberbullying.
Dampak yang ditimbulkan oleh tindakan cyberbullying pada korban antara lain depresi,
kecemasan, ketidaknyamanan, prestasi di sekolah menurun, tidak mau bergaul dengan teman-
teman sebaya, menghindar dari lingkungan sosial atau lebih sering cenderung ke perilaku anti
sosial karena minder dengan dirinya sendiri, dan adanya upaya untuk melakukan tindakan
bunuh diri dari beberapa kasus yang ada.

Salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan


kenakalan anak yaitu dengan menyelenggarakan sistem peradilan pidana anak melalui UU
No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menggantikan UU No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Namun solusi yang ditawarkan oleh pemerintah ini
menurut penulis sebaiknya dihindari dalam menangani permasalahan bullying ini, karena bisa
mengganggu mental anak untuk kedepannya. Penanganan paling ideal yang dapat dilakukan
untuk menangani bullying adalah apabila ada kebijakan dan tindakan terintegrasi yang

ix
melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala sekolah sampai orang tua yang
bertujuan untuk menghentikan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban.

DAFTAR PUSTAKA

Ihkam, M., & Parwata, G. (2020). Tindak Pidana Cyber Bullying Dalam Perspektif Hukum
Pidana Di Indonesia. E-journal Ilmu Hukum. Diambil dari
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/64580.

Rismawan, Kade., Hartono, Y., & Fitriana, Amalia. (2016). Peran konselor dalam menyikapi
Cyber bullying di kalangan siswa. Prodi PGSD dan Prodi BK FKIP UAD. 373-380.

Saputra, N. (2019). Maraknya Cyberbullying, Mahasiswa UM Temukan Motif Tindakan


Cyberbullying. GoodNews. Diambil dari
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/06/15/maraknya-cyberbullying-
mahasiswa-um-temukan-motif-tindakan-cyberbullying.

Ulum, D. (2020). Cyberbullying: Apa itu dan bagaimana menghentikannya. UNICEF.


Diambil dari https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-
cyberbullying.

Anda mungkin juga menyukai