Anda di halaman 1dari 12

Tentang Teori Hukum Abad

Pertengahan
Dr. Suartini, SH.,MH
Hukum itu Tatatanan Hidup Damai: Teori St. Agustinus
Masih dengan nuansa hukum alam zaman Yunani dan Romawi St.
Agutinus membangun teorinya mengenai hukum di bawah tema
keadilan juga. Meski demikian, pengalaman pahit pergolakan menjelang
keruntuhan Kekaisaran Romawi, menyebabkan Agustinus memberi poin
tambahan pada unsur hukum alam sebelumnya. Jika bagi bangsa
Yunani dan Romawi, keadilan dipahami sebagai hidup yang baik, tidak
menyakiti siapapun, dan memberi kepada setiap orang apa yang
menjadi miliknya, maka bagi Agustinus semua itu belum cukup.
Mengenal Tuhan dan hidup saleh, merupakan salah satu unsur penting
dari keadilan.
Ia melihat tatanan hukum sebagai sesuatu yang didominasi oleh tujuan
perdamaian. Bahkan res republica dipahami Agustinus sebagai
komunitas rasional yang ditentukan dengan nilai-nilai deligere (yakni
dihargai dan dicintai). Sebuah konsep yang berseberangan dengan
regnum yang menunjuk pada kerajaan Romawi sebagai segerombolan
perampok karena mereka tidak memiliki keadilan. Ditonjolkan pula
istilah delicto prosimi atau cinta kepada sesama. Semua unsur keadilan
itulah yang mesti menjadi dasar hukum. Tanpa itu, maka aturan dalam
bentuk apapun tidak layak disebut hukum (lex esse von vedatur, quae
justa non fuerit).
Sampai tingkat tertentu, relasi ‘rindu-benci antara ‘kerajaan suci
Romawi dan pihak agama (khususnya di Eropa Barat, agama Kristen),
melahirkan sistem penataan kewenangan dan kenegaraan yang khas
pula, yakni pemilahan antara negara dan gereja yang kemudian
melahirkan ajaran teokrasi dan ajaran sekularisme.
Agustinus mengadopsi zwei zwaarden theorie (teori dua pedang) dari
Paus Gelasius, yakni pedang kerohanian dan pedang keduniawian.
Pemilahan tersebut ternyata membawa dampak dalam pembentukan
hukum, yaitu:
i. Hukum yang mengatur soal keduniawian (kenegaraan),
ii. Hukum yang mengatur soal keagamaan (kerohanian).
Demikian pula terdapat dua macam kodifikasi hukum:
iii. Kodifikasi yang diselenggarakan oleh Raja Theodosius dan Raja
Justinianus. Ini adalah kodifikasi peraturan yang dikeluarkan oleh
negara. Kodifikasi tersebut dinamakan Corpus Turis.
iv. Kodifikasi yang diselenggarakan oleh Paus Innocentius, yaitu
kodifikasi yang dikeluarkan oleh gereja. Kodifikasi ini disebut
Corpus Iuris Canonici.
Corpus Iuris terdiri atas empat bagian, yaitu: Instituten. Ajaran yang
mempunyai kekuasaan mengikat seperti undang-undang. Maksudnya,
jika ada hal-hal yang kurang jelas pengaturannya, maka dapat dicari
dalam instituten. Pandecten. Penafsiran suatu peraturan oleh para
sarjana. Codex. Peraturan atau undang-undang yang ditetapkan oleh
raja. Novellen. Tambahan dari suatu peraturan atas undang-undang.
Sebagai tokoh agama, Agustinus menempatkan hukum Ilahi (lex
aeterna) sebagai cita dari hukum positif. Hukum Ilahi yang abadi
menempatkan batas pada semua hukum positif yang tidak boleh
dilampaui. Jika hukum positif (lex temporalis) melanggar aturan Ilahi
itu, maka ia telah kehilangan kualitas hukumnya.
Hukum itu Bagian Tatanan Ilahi :
Teori Thomas Aquinas
Thomas Aquinas (1225-1274 M), merupakan imam gereja abad
pertengahan. Tidak jauh berbeda dengan Agustinus, Aquinas pun
mendasarkan teorinya tentang hukum dalam konteks moral agama
Kristen. Hukum diperlukan untuk menegakkan kehidupan moral di
dunia.
Karena zaman ini merupakan era dominasi agama (yang diawali oleh
agama Kristen), maka kehidupan moral dimaksud menunjuk pada
ukuran agama tersebut“, misalnya mengejar kebaikan dan menjauhi
kejahatan. Hal kebaikan dimaksud antara lain: menjunjung hak
alamiah manusia untuk mempertahankan hidup, cinta dan hidup
berkeluarga, kerinduan mengenal Tuhan, dan hidup bersahabat.
Imperatif- imperatif moral berpengaruh pula terhadap hukum. Tata
hukum harus dibangun dalum struktur yang berpuncak pada kehendak
Tuhan. karena ini, sebagaimana terncerminkan dalam doktrin Thomas
Aquinas, konfigurasi tata hukum dimulai dari: Lex Aeterna :Hukum
dan kehendak Tuhan, Lex Naturalis: Prinsip hukum (hukum alam), lex
Devina: Hukum Tuhan yang dalam kitab suci, Lex Humane: Hukum
buatan manusia yang sesuai dengan hukum alam.
Jika hukum (lex humane) menjadi tidak benar karena:
a. Mengabaikan kebaikan masyarakat.
b. Mengabdi pada nafsu dan kesombongan pembuatnya.
c. Berasal dari kekuasaan yang sewenang, wenangan.
d. Diskriminatif terhadap rakyat, maka hukum itu tidak sah karena
bertentangan dengan moral hukum alam dan Tuhan“.
Hukum menurut Aquinas merupakan produk akal. Tidak jauh berbeda
dengan Aquinas, Thomas Aquinas juga mengaitkan hukum dengan
agama. Ini tidak perlu diulangi lagi. Hal yang perlu dicatat disini adalah
pemikiran Aquinas tentang keadilan hukum. Melalui teori nya tentang
keadilan hukum, Aquinas menyisipkan sebuah pesan luhur tentang
betapa pentingnya mutu dari isi suatu aturan hukum.
Aquinas menempatkan keadilan hukum sebgai keadilan umum, justru
karena hukum diandaikan berakar pada hukum alam (yang tidak lain
mencerminkan keluhuran Ilahi), dan lagi pula hukum itu diasumsikan
mengatur kepentingan umum.

Anda mungkin juga menyukai