PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini untuk mengetahui lebih jauh
mengenai struktur hukum adat di Palembang serta implementasi dan
keberlakuan Hukum adat dalam struktur masyarakat Palembang.
1.3 Permasalahan
1. Apa itu hukum adat ?
2. Bagaimana Hukum keluarga Sumatera Selatan ?
3. Bagaimana Hukum Perkawinan Sumatera Selatan ?
4. Bagaimana Hukum Waris Sumatera Selatan ?
BAB II
PEMBAHASAN
Dasar filosofis dari Hukum Adat adalah sebenarnya nilai-nilai dan sifat
Hukum Adat itu sangat identik dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir
Pancasila. Sebagai contoh, religio magis, gotong royong, musyawarah
mufakat dan keadilan. Dengan demikian Pancasila merupakan kristalisasi dari
Hukum Adat.
Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang
yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini
menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-iatiadat tersebut. Tiap-tiap
masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri,
yang satu satu dengan yang lainnya pasti tidak sama.
Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa
dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa.
Tingkat peradaban, cara hidup yang modern sesorang tidak dapat
menghilangkan tingkah laku atau adat- istiadat yang hidup dan berakar dalam
masyarakat.
Pada mulanya, Hukum Adat disebut dengan sebutan Hukum
Kebiasaan. Dibeberapa peraturan undang–undang disebut hukum kebiasaan
dan bukan hukum adat. Kebiasaan adalah segala sesuatu (perbuatan,
tingkah laku, perilaku) yang diulang ulang di dalam menghadapi yang sama
akan berbuat yang sama untuk waktu yang sama.
Pada masa Hindia Belanda ada Adatrecht (Hukum Adat) yang berlaku
bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada KUH Perdata dan Gewoonte
Recht (Hukum Kebiasaan) yang berlaku bagi mereka yang tunduk kepada
Hukum KUHPerdata.
Kota Palembang memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari
suatu komunitas seperti Kampung Kapitan yang merupakan wilayah
Komunitas Tionghoa dan Kampung Al Munawwar yang merupakan wilayah
Komunitas Arab.
Suku Gumai
Suku Gumai adalah salah satu suku yang mendiami daerah di
Kabupaten Lahat. Sebelum adanya Kota Lahat, Gumai merupakan satu
kesatuan dari teritorial GUMAI, yaitu Marga Gumai Lembak, Marga Gumai
Ulu dan Marga Gumai Talang.
Suku Semendo
Suku Semendo berada di Kecamatan Semendo, Kabupaten Muara
Enim, Propinsi Sumatera Selatan. Menurut sejarahnya, suku Semendo
berasal dari keturunan suku Banten yang pada beberapa abad silam pergi
merantau dari Jawa ke pulau Sumatera, dan kemudian menetap dan beranak
cucu di daerah Semendo. Hampir 100% penduduk Semendo hidup bertani
dengan keagamaan Islam yang taat.
Suku Lintang
Kawasan pegunungan Bukit Barisan di Sumatera Selatan merupakan
tempat tinggal suku Lintang, diapit oleh suku Pasemah dan Rejang. Suku
Lintang merupakan salah satu suku Melayu yang tinggal di sepanjang tepi
sungai Musi di Propinsi Sumatera Selatan.
Suku Melayu Lintang hidup dari bercocok tanam atau bertani.
Orang Lintang adalah penganut Islam yang cukup kuat. Hal ini terlihat dengan
banyaknya mesjid-mesjid dan pesantren untuk melatih kaum mudanya.
Suku Ogan
Suku Ogan terletak di Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Ogan
Komering Ilir. Mereka mendiami tempat sepanjang aliran Sungai Ogan dari
Baturaja, Baturaja adalah ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu, yang
terbagi menjadi 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Baturaja Timur (terdiri atas 9
kelurahan dan 5 desa) dan Kecamatan Baturaja Barat (terdiri atas 5
kelurahan dan 7 desa). Ibukota kabupaten yang dibelah oleh Sungai Ogan
dan Sungai Lengkayap ini memiliki destinasi wisata seperti Lesung Bintang,
Gua Kelambit, Bukit Katung, Bukit Pelawi dan Bukit Balau. Berdasarkan data
Kementerian Dalam Negeri tahun 2021, Baturaja memiliki penduduk
berjumlah 143.006 jiwa dengan luas wilayah 274,38 kmsampai ke Selapan.
Orang ogan biasa juga disebut orang Pagagan.
Suku Ogan terbagi menjadi 3 (tiga) sub-suku, yakni: Suku Pegagan Ulu, Suku
Penesak, dan Suku Pegagan Ilir. Kelompok masyarakat ini adalah penduduk
asli dan bertani, tetapi banyak juga yang menjadi pegawai negeri. Makanan
pokok suku ini ialah hasil pertanian.
Suku Pasemah
Suku Pasemah adalah suku yang mendiami wilayah kabupaten Empat
Lawang, kabupaten Lahat, Ogan Komering Ulu, dan di sekitar kawasan
gunung berapi yang masih aktif, gunung Dempo. Suku bangsa ini juga
banyak yang merantau ke daerah-daerah di provinsi Bengkulu.
Suku Sekayu
Suku Sekayu terletak di Propinsi Sumatera Selatan. Dalam wilayah
Kabupaten Musi Banyuasin. Mayoritas penduduknya petani.
Suku Sekayu merupakan "manusia sungai" dan senang mendirikan rumah-
rumah yang langsung berhubungan dengan sungai Musi. Suku Sekayu bukan
suku yang senang merantau. Keinginan untuk lebih maju dan mencari
keberuntungan mereka lakukan hanya sampai di ibukota propinsi.
Suku Rawas
Suku ini terletak di wilayah propinsi Sumatera Selatan, tepatnya di
sekitar dua aliran sungai Rawas dan sungai Musi bagian utara. Suku ini
menempati wilayah di Kecamatan Rawas Ulu, Rawas Ilir, dan Muararupit, di
Kabupaten Musi Rawas. Bahasa Rawas masih tergolong ke dalam rumpun
melayu.
Suku Banyuasin
Suku ini terutama tinggal di kab. Musi Banyuasin yaitu di kec. Babat Toman,
Banyu Lincir, Sungai Lilin, dan Banyuasin Dua dan Tiga, Kabupaten
Banyuasin merupakan daerah dataran rendah yang didomonasi oleh
kawasan pesisir yang wilayahnya terbentang disepanjang pantai utara dari
perbatasan Provinsi Jambi hingga perbatasan Kabupaten Ogan Komering Ilir
dan kawasan pasang surut serta rawa-lebak yang meliputi hampir 80% luas
wilayah Kabupaten Banyuasin. Dengan kondisi tersebut, maka aksesibilitas
menjadi tantangan bagi Kabupaten Banyuasin, berdasarkan aksesibilitas
wilayah, Kabupaten Banyuasin memiliki tingkat dari sangat mudah hingga
sangat sulit. Beberapa Kecamatan dengan tingkat Aksesibilitas mudah
meliputi Kecamatan Talang Kelapa, Kecamatan Sembawa, Kecamatan
Banyuasin III, Kecamatan Betung, Kecamatan Suak tapeh, Kecamatan
Banyuasin I, Kecamatan Banyuasin II, Kecamatan Air Kumbang dan
Kecamatan Rambutan. Sedangkan Kecamatan dengan Aksesibilitas sedang
meliputi Kecamatan Muara Padang, Kecamatan Tanjung Lago. Sedangkan
beberapa wilayah kecamatan masih memiliki aksesibilitas dalam kategori sulit
hingga sangat sulit dijangkau yang meliputi wilayah Kecamatan Muara
Sugihan, Kecamatan Air Saleh, Kecamatan Makarti Jaya, Kecamatan Sumber
Marga Telang, Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Selat Penuguan dan
Kecamatan Karang Agung Ilir.
Sungai terbesar adalah sungai Musi yang memiliki banyak anak
sungai. Mata pencaharian pokoknya adalah bertani di sawah dan ladang.
Mereka masih percaya terhadap berbagai takhyul, tempat keramat dan
benda-benda kekuatan gaib. Mereka juga menjalani beberapa upacara dan
pantangan.
Madik
Madik Berasal dari kata bahasa Jawa Kawi yang berarti mendekat
atau pendekatan. Madik adalah suatu proses penyelidikan atas seorang gadis
yang dilakukan oleh utusan pihak keluarga pria.Tujuannya untuk perkenalan,
mengetahui asal usul serta silsilah keluarga masing-masing serta melihat
apakah gadis tersebut belum ada yang meminang.
Menyengguk
Menyengguk atau sengguk berasal dari bahasa Jawa kuno yang
artinya memasang "pagar" agar gadis yang dituju tidak diganggu oleh
sengguk (sebangsa musang, sebagai kiasan tidak diganggu perjaka lain).
Menyengguk dilakukan apabila proses Madik berhasil dengan baik, untuk
menunjukkan keseriusan, keluarga besar pria mengirimkan utusan resmi
kepada keluarga si gadis.Utusan tersebut membawa tenong atau sangkek
terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat atau segi empat berbungkus
kain batik bersulam emas berisi makanan, dapat juga berupa telor, terigu,
mentega, dan sebagainya sesuai keadaan keluarga si gadis.
Ngebet
Bila proses sengguk telah mencapai sasaran, maka kembali keluarga
dari pihak pria berkunjung dengan membawa tenong sebanyak 3 buah,
masing-masing berisi terigu, gula pasir dan telur itik. Pertemuan ini sebagai
tanda bahwa kedua belah pihak keluarga telah "nemuke kato" serta sepakat
bahwa gadis telah 'diikat' oleh pihak pria. sebagai tanda ikatan, utusan pria
memberikan bingkisan pada pihak wanita berupa kain, bahan busana,
ataupun benda berharga berupa sebentuk cincin, kalung, atau gelang tangan.
Berasan
Berasal dari bahasa Melayu artinya bermusyawarah, yaitu
bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga
besar. Pertemuan antara dua pihak keluarga ini dimaksudkan untuk
menentukan apa yang diminta oleh pihak si gadis dan apa yang akan
diberikan oleh pihak pria. Pada kesempatan itu, si gadis berkesempatan
diperkenalkan kepada pihak keluarga pria. Biasanya suasana berasan ini
penuh dengan pantun dan basa basi.
Mutuske kato
Acara ini bertujuan kedua pihak keluarga membuat keputusan dalam
hal yang berkaitan dengan:"hari ngantarke belanjo" hari pernikahan, saat
Munggah, Nyemputi dan Nganter Penganten, Ngalie Turon, Becacap atau
Mandi Simburan dan Beratib. Untuk menentukan hari pernikahandan acara
Munggah, lazim dipilih bulan-bulan Islam yang dipercaya memberi barokah
bagi kedua mempelai kelak yakni bulan Robiul Awal, Robiul Akhir,
Jumadilawal, Jumadilakhir. Bulan-bulan tersebut konon dipercayah bahwa
bulan purnama sedang cantik-cantiknya menyinari bumi sehingga cahayanya
akan menjadi penerang kehidupan bagi kedua mempelai secerah purnama.
Saat 'mutuske kato' rombongan keluarga pria mendatangi kediaman pihak
wanita dimana pada saat itu pihak pria membawa 7 tenong yang antara lain
berisi gula pasir, terigu, telur itik, pisang dan buah-buahan. Selain membuat
keputusan tersebut, pihak pria juga memberikan (menyerahkan) persyaratan
adat yang telah disepakati saat acara berasan. sebagai contohnya, bila
sepakat persyaratan adat Duo Penyeneng, maka pihak pria pada saat
mutoske kato menyerahkan pada pihak gadis dua lembar kemben tretes
mider, dua lembar baju kurung angkinan dan dua lembar sewet songket
cukitan. Berakhirnya acara mutuske kato ditutup dengan doa keselamatan
dan permohonan pada Allah SWT agar pelaksanaan perkawinan berjalan
lancar. Disusul acara sujud calon pengantin wanita pada calon mertua,
dimana calon mertua memberikan emas pada calon mempelai wanita sebagai
tanda kasihnya.
Menjelang pulang 7 tenong pihak pria ditukar oleh pihak wanita dengan
isian jajanan khas Palembang untuk dibawa pulang.
Ngocek bawang
Ngocek Bawang diistilahkan untuk melakukan persiapan awal dalam
menghadapi hari munggah. Pemasangan tapup, persiapan bumbu-bumbu
masak dan lain sebagainya disiapkan pada hari ini. Ngocek bawang kecik ini
dilakukan dua hari sebelum acara munggah.
Selanjutnya pada esok harinya sehari sebelum munggah, dilakukan
acara ngocek bawang besak. Seluruh persiapan berat dan perapian segala
persiapan yang belum selesai dikerjakan pada waktu ini. Daging, ayam dan
lain sebagainya disiapkan saat munggah, mengundang (ngulemi) ke rumah
besannya, dan si pihak yang di ulemi pada masa ngocek bawang wajib
datang, biasannya pada masa ini diutus dua orang yaitu wanita dan pria.
Munggah
Prosesi ini merupakan puncak rangkaian acara perkawinan adat
Palembang. Hari munggah biasanya ditetapkan hari libur diantara sesudah
hari raya Idul Fitri & Idul Adha. Pada pagi hari sebelum acara, dari pihak
mempelai wanita datang ke pihak laki-laki (ngulemi) dengan mengutus satu
pasang lelaki & wanita.
Nyanjoi
Nyanjoi dilakukan disaat malam sesudah munggah dan sesudah
nyemputi. Biasannya nyanjoi dilakukan dua kali, yaitu malam pertama yang
datang nyanjoi rombongan muda-mudi, malam kedua orang tua-tua.
Demikian juga pada masa sesudah nyemputi oleh pihak besan lelaki
Nyumputi
Dua hari sesudah munggah biasannya dilakukan acara nyemputi.
Pihak pengantin lelaki datang dengan rombongan menjemputi pengantin
untuk berkunjung ketempat mereka, sedangkan dari pihak wanita sudah siap
rombongan untuk nganter ke pengantin. Pada masa nyemputi penganten ini
di rumah pengantin lelaki sudah disiapkan acara keramaian (perayaan).
Perayaan yang dilakukan untuk wanita-wanita pengantin ini baru dilakukan
pada tahun 1960-an, sedangkan sebelumnya tidak ada.
Ngater penganten
Pada masa nganter penganten oleh pihak besan lelaki ini, di rumah
besan wanita sudah disiapkan acara mandi simburan. Mandi simburan ini
dilakukan untuk menyambut malam perkenalan antara pengantin lelaki
dengan pengantin wanita. Malam perkenalan ini merupakan selesainya tugas
dari tunggu jeru yaitu wanita yang ditugaskan untuk mengatur dan
memberikan petunjuk cara melaksanakan acara demi acara disaat
pelaksanaan perkawinan. Wanita tunggu jeru ini dapat berfunsi sebagai
penanggal atau penjaga keselamatan berlangsungnya selauruh acara
perkawinan yang kemungkinan akan ada gangguan dari orang yang tak
senang.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hukum adat merupakan nilai nilai komunal yang patut diresapi sebagai
norma norma kehidupan walau bersifat komunal hukum adat memberi ciri
khas bagi keberlakuan hukum khususnya dalam masyarakat sumatera
selatan dimana hukum adat terjaga dengan baik dan diresapi serta dipatuhi
dalam kehidupan bermasyarakat.
Hukum adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga
terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama
dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu aturan
tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal
dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan
(tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat
istiadat,namun demikian hukum adat seringkali menjadi acuan bagi
penyelesaian masalah yang bersifat abstrak dan tidak teratur dengan jelas
didalam hukum positif
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-
nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya
berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat,
yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa ditaati dan dihormati oleh
rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat tertentu.
B. SARAN
Saya berharap kepada pembaca khususnya mahasiswa Fakultas
Hukum bahwa kita harus melihat Hukum Adat sebagai warisan budaya
bangsa yuang hidup dan dimaknai sebagai kepatuhan yang bmebawa nilai
nilai moral serta nilai nilai dari sendi kehidupan bangsa aspek psikologis
Hukum adat tidak bisa dihilangkan dan dipisahkan dengan hukum yang ada
sekarang ini. Dan diadakannya studi khususnya mahasiswa Hukum untuk
langsung turun ke lapangan Hukum Adat yang ada dalam masyarakat agar
pendatailan data dan esensi Hukum Adat sendiri lebih nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRISAKTI
2022