Anda di halaman 1dari 6

Lanjutan materi I…

Perbandingan Antara Adat Dengan Hukum Adat


Perbedaan antara adat dengan hukum adat yaitu :
1. Dari Terhaar ;
Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala adat
dan apabila tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah laku/ adat.
2. Van Vollen Hoven :
Suatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi
sanksi.
3. Van Dijk :
Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan
bentuknya.Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan
tidak tertulis dan ada juga yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari
masyarakat sendiri dan tidak tertulis.
4 Pendapat L. Pospisil :
Untuk membedakan antara adat dengan hukum adat maka harus dilihat dari
atribut-atribut hukumnya yaitu :
a. Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan
mereka yang berpengaruh dalam masyarakat.
b. Intention of Universal Application : Bahwa putusan-putusan kepala adat
mempunyai jangka waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga
dikemudian hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
c. Obligation (rumusan hak dan kewajiban) : Yaitu dan rumusan hak-hak dan
kewajiban dari kedua belah pihak yang masih hidup. Dan apabila salah
satu pihak sudah meninggal dunia misal nenek moyangnya, maka
hanyalah putusan yang merumuskan mengenai kewajiban saja
yang bersifat keagamaan.
d. Adanya sanksi/ imbalan : Putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan
dengan sanksi/ imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun sanksi rohani
berupa rasa takut, rasa malu, rasa benci dan sebagainya
e. Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat
hanyalah sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
Manfaat Mempelajari Hukum Adat
Di atas telah diuraikan secara rinci adat atau kebiasaan dan hukum adat, serta
unsur-unsur yang mempengaruhi pembentukan hukum Adat. Sebagaimana telah
dikemukakan bahwa Hukum Adat merupakan hukum asli masyarakat Indonesia,
maka menjadi pertanyaan apa manfaat mempelajari Hukum Adat? Hilman
Hadikusuma menegaskan tentang manfaat mempelajari Hukum Adat, yaitu: akan
memudahkan untuk memahami budaya Hukum Indonesia, kita tidak menolak
budaya hukum asing sepanjang tidak bertentangan dengan budaya hukum
Indonesia. Begitu pula dengan mempelajari Hukum Adat maka akan diketahui
Hukum Adat yang mana yang ternyata tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman, dan Hukum Adat yang mana yang mendekati atau yang dapat diperlakukan
sebagai Hukum Nasional.Sebagai sistem nilai budaya yang berfungsi sebagai
pedoman hidup bagi masyarakat yang ditaati dan memiliki sanksi apabila
dilanggar, yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka hukum adat sangat
penting untuk dipelajari. Hukum adat merupakan hukum yang mengakar pada
budaya bangsa. Sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa nilai
budaya mengakar pada diri seseorang, yang menentukan cara pandang seseorang,
termasuk dalam bertingkah laku. Perilaku seseorang ada yang baik, ada yang tidak
sesuai dengan aturan hukum. Karena hukum berfungsi mengatur perilaku individu
yang hidup dalam masyarakat, maka hukum harus dibuat dengan memperhatikan
nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat.
Bushar Muhammad (Asas-Asas Hukum Adat, 1991, hal 210-211) menguraikan
manfaat praktis mempelajari hukum adat yang dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut,
yaitu:
1. dari sudut pembinaan hukum nasional;
2. dari sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa;
3. praktik peradilan.
Membina hukum nasional tidak saja berarti menciptakan hukum baru yang
memenuhi tuntutan rasa keadilan dan kepastian hukum, tetapi juga memenuhi
tuntutan naluri kebangsaan sesuai ideologi negara (Pancasila). Dalam menyusun
peraturan perundang-undangan nasional yang baru, diperlukan informasi dan
bahan sebanyak-banyaknya dari hasil penelitian terhadap hukum adat dan etnografi
yang hidup dalam masyarakat Indonesia.Karena hukum adat sebagai hukum asli
yang mencerminkan budaya bangsa Indonesia, akan mempertebal rasa harga diri,
rasa kebangsaan dan rasa kebanggaan pada setiap warga negara Indonesia. Rasa
bangga terhadap budaya sendiri akan tumbuh jika dengan kesadaran mengetahui
kebudayaan bangsanya, di mana hukum adat merupakan bagian dari kebudayaan
bangsa Indonesia
Manfaat praktis dalam praktik peradilan, yaitu hukum adat dapat dipergunakan
untuk memutus perkara-perkara yang terjadi antarwarga masyarakat yang tunduk
pada hukum adat. Penyelesaian kasus-kasus masyarakat di bidang pertanahan,
waris, perkawinan, akan lebih sederhana jika dilakukan menurut hukum adat,
sesuai dengan corak/sifatnya yang masih mengedepankan kepentingan bersama
secara kekeluargaan berdasarkan musyawarah mufakat, dengan menggunakan
mediator atau arbitor para fungsionaris adat di wilayah itu (ketua adat, kepala desa
di wilayahnya).
B. Sejarah hukum adat
Sejarah berlakunya hukum adat di Indonesia dapat di lihat dalam beberapa
masa/zaman
Hukum adat di zaman Hindu
Hukum adat sebagai aturan rakyat di zaman hindu berlaku sejak zaman melayu
polinesia zaman hindu sriwijaya mataram I majapahit sampai timbulnya kerajaan-
kerajaan islam

Zaman melayu polinesia


Menurut sejarah bahwa nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan daratan Asia dan memasuki
daratan Indonesia sejak tahun 1500 SM sampai 300 SM Kelompok melayu dipengaruhi oleh ajaran
filsat Kong Hu Chu yang membedakan antara Li ( adat sopan santun ) dan YEN ( cinta kasih
sesama manusia ), sehingga masyarakat adat diberbagai kepulauan sudah dipengaruhi oleh ajaran
filsafat:
Jika anda tidak senang dengan perilaku orang lain terhadap anda , janganlah anda berperilaku

seperti itu
Hormatilah orang tua, setialah kepada keluarga dan pujilah roh -roh leluhur.

Isteri harus taat pada suami

Pemerintah adalah pelayan rakyat dan bukan rakyat yang melayani pemerintah

Pemerinah adalah teladan bagi rakyat karenanya pemerintah jangan berbuat kasar terhadap

rakyat
Zaman Sriwijaya
Zaman Hindu Budha dimulai sejak berdirinya Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Sriwijaya
berdiri pada abad ke 7 sampai abad ke 13. Dengan masuknya ajaran Hindu Budha dari India maka
dipusat pemerintahan kerajaan berlaku hukum Hindu Budha yang bercampur dengan hukum adat
setempat, sedangkan didaerah pedalaman masyarakat tetap berpegang pada hukum adat setempat
yang tumbuh dan berkembang yang dipengaruhi ajaran –ajaran Hindu Budha
Banyak hukum tertulis yang merupakan peraturan perundang – undangan dari masa pemerintahan
Sriwijaya sampai sekarang. Misalnya dalam bentuk Prasasti – prasasti; misalnya
prasati yang ditemukan di Palas Kalianda Lampung Selatan dari abab ke 7 yang ditulis dalam aksara
Palawa dengan bahasa melayu kono yang menyerukan kepada para Dewa dan makluk tinggi agar
melindungi kedutaan Sriwijaya dan kutukan kepada mereka yang tidak setia kepada datu Sriwijaya
dan kebahagiaan bagi mereka yang mau mengabdi.Abad ke 8 dimasa kekuasaan dinasti sriwijaya
dan di Jawa raja Sanjaya.
kaidah yang bersifat hukum bercampur dengan keadaan keagamaan, pemerintahan, perekonomian ,
pertanian dan sebagainya Diantara prasasti di zaman Sriwijaya dari abab 8 sampai ke abab 9
mengandung hukum , sebagai berikut :
Prasasti raja Sajaya tahun 732 yang ditemukan digunung Wukir Kedu jawa tengah tertulis

dalam aksara Palawa mengatur tentang keagamaan , perekonomian dan pertambangan
Prasati raja Dewasimka tahun 760 yang tertulis dalam aksara jawa ( kawi) mengatur tentang

keagamaan dan kekaryaan
Prasasti raja Tulodong tahun 784 yang ditemukan di Sukabumi yang mengatur tentang

hukum pertanahan dan pengairan
Prasati Bulai dari Rakai Garung tahun 860 mengatur tentang peradilan perkara perdata

Zaman Mataram 1
Pada akhir abab ke 13 berdiri kerajaan Majapahit aturan – aturan hukum yang berbentuk prasasti
batu, piagam atau berdasarkan berita dari luar ( cina ) yang disebut zaman Mataram 1 antara lain :
Prasasti Guntur tahun 907 menguraikan tentang peradilan oleh Samgat ( hakim ) Pu Gawel

mengenai perselisihan hutang dalam keluarga , dengan surat keputusan hakim yang disebut “
Jayapatra”
Prasasti Zaman raja Mpu Sindok ( cakal bakal raja timur ) yang ditemukan di JOGJA solo

berupa lempengan tembaga tahun 927 antara lain mengatur tentang peradilan hutang piutang
isteri yang telah wafat tanpa waris, suami bertanggung jawab terhadap hutang isteri

2 Hukum Adat dalam Zaman Islam


Zaman Aceh Darusalam
Islam memasuki kepulauan Indonesia melalui Aceh Darusalam pada pertengahan akhir abad ke 12
, dengan berdirinya kesultanan “Perlak” Samudra Pasai dan Aceh Darusalam. Pada masa
kekuasaan Maliku’s Zahir ,negara Islam Samudra Pasai banyak dikunjungi para pedagang
muballigh Islam dari luar negeri.Dari berita Ibnu Batutah dari Samudara Pasai tahun 1345 dan
tahun 1346 menggambarkan keadaan kesultanan yang menyangkut hukum antara lain :
Pemerintahan kesultanan diatur mirip dengan kerajaan di India , diantara para pembesar

kerajaan terdapat pemuka – pemuka Islam dari India dan Iran
Kerajaan memiliki mata uang sendiri dengan tulisan arab nama sultan Maliku Zahir

Hukum Islam yang diberlakukan adalah berdasarkan ajaran imam Syafe’i, disamping pula

berlaku hukum adat
Zaman Mataram ll
Sultan Mataram ll berpengaruh adalah Mas Rangsang yang bergelar Panembahan Agung Ing
Alogo Ngabdurahman yang disingkat Sultan Agung.. Aturan peradilan masa Sultan Agung
disebut “Kisas” , dilaksanakan oleh penghulu agama atas nama raja yang didampingi oleh
beberapa ulama sebagai anggota mejelis peradilan dilaksanakan atas dasar musyawarah dan
mufakat

3. hukum adat pada masa penjajahan Belanda

Demi ketertiban dan keamanan dibeberapa wilayah kekuasaan,VOC terpaksa turut campur dalam
menetapkan hukum bagi orang Indonesia asli , Dibuat beberapa peraturan perundang- undangan
yang memproduksi hukum adat yang dianggap identik dengan hukum Islam
Tahun 1677 VOC menguasai daerah Priangan maka dengan resolusi 31 Mei 1686 , VOC
menetapkan bahwa pengadilan di Jayakarta bukan saja meliputi daerah Priangan barat ( Tangerang ,
Bogor , Cianjur, Kerawang ) tetapi juga meliputi daerah Priangan timur ( Bandung , Sumedang ,
Parakan muncang ). Ternyata VOC juga tidak dapat melaksanakan sistem peradilan Eropa ,
melainkan terus memperkenankan sistem peradilan asli
Dengan demikian sistem yang berlaku pada awal abad 18 didaerah Priangan, masih tetap menurut
sisten peradilan dari zaman Mataram ll, dimana para Bupati didampingi para pejabat agama. Perkara
– perkara yang diancam hukuman badan dan hukuman mati diadili oleh para Bupati, sedangkan
perkara yang lain diadili oleh para Jaksa , yaitu pada umumnya dijatuhi hukuman denda

Anda mungkin juga menyukai