Anda di halaman 1dari 4

Bentuk-bentuk badan usaha yang dapat kita jumpai di Indonesia sekarang ini sebagian besar bentuk-

bentuk usaha tersebut berasal dari peninggalan zaman kolonial Belanda. Di antaranya memang ada
yang diganti dengan sebutan dalam bahasa Indonesia tetapi ada juga sebagian masih menggunakan
nama aslinya dan belum diubah pemakaiannya.

Misalnya Maatschap (Persekutuan) Firma disingkat Fa yang disingkat CV (persekutuan komanditer).


Namun selain itu, ada pula di Indonesia seperti perseroan terbatas. Dari semua bentuk bentuk usaha
di Indonesia, Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling
disukai saat ini karena pertanggungjawabannya terbatas dan juga memberi kemudahan kepada
pemilik (pemegang saham) untuk mengalihkan perusahaan tersebut.

Sebagai suatu badan hukum PT memiliki hak dan kewajiban dapat dimiliki oleh setiap orang
perorangan untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang dimilikinya diperlukan organ-organ dalam
perseroan terbatas adalah Direksi, Komisaris, dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Masing-
masing organ perseroan terbatas tersebut memiliki hak dan kewajiban seperti diatur dalam undang
undang Nomor 1 tahun 1995.

Bangunan PT ditopang tiga pilar utama yaitu Direksi yang menjalankan operasional, Komisaris yang
bertugas mengawasi direksi dan RUPS yang berhak menentukan ke mana menjalankan usahanya.

RUPS memiliki kedudukan sentral dalam upaya memajukan usaha sesuai dengan anggaran dasar.
RUPS adalah kekuasaan tertinggi dalam perseroan serta wewenang yang tidak dimiliki komisaris dan
direksi.

RUPS dapat menyetujui atau menolak kebijakan direksi dan pelanggaran terhadapnya masuk
kategorisasi ultra vires  (melampaui batas kewenangannya), sehingga direksi dapat dimintakan
pertanggungjawabannya. Dengan kata lain, RUPS menjadi kata penentu akhir dapat atau tidak
kebijakan direksi tersebut dijalankan lebih jauh.

Sementara itu, pemegang saham memiliki kekuatan besar dalam hal rencana pembangunan melalui
RUPS dibandingkan dengan direksi maupun komisaris. Untuk itu, pemegang saham wajib
mengetahui tata langkah atau prosedur tahapan RUPS.

RUPS Perusahaan Tertutup, dengan jumlah pemegang sahamnya minimal lebih dari dua
kompleksitas permasalahannya tidak serumit dibandingkan dengan Perusahaan Terbuka
penyelenggaraannya.

RUPS Perusahaan Tertutup diatur dalam pasal 75-91 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT). RUPS harus diadakan di tempat kedudukan perseroan atau di tempat
perseroan melakukan kegiatan usahanya dan harus terletak di wilayah negara RI. RUPS, baik itu PT
Tertutup dan PT Terbuka, terdiri dari dua yaitu RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa.

RUPS Tahunan Penting Dilakukan

RUPS Tahunan adalah RUPS wajib untuk diadakan setiap tahun sekurang-kurangnya satu kali setelah
tutup tahun buku perseroan. Dalam hal ini para pengurus wajib menyampaikan laporan mengenai
pelaksanaan dari setiap hak, pemenuhan dari setiap kewajiban serta status kedudukan dari harta
kekayaan perseroan secara berkala.

Hal ini penting karena dengan laporan dalam RUPS akan digunakan untuk mengevaluasi apakah
perusahaan telah berjalan dengan benar atau tidak. Agenda RUPS tahunan meliputi beberapa
laporan
Pertama, laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru
lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku
yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan
keuangan tersebut.

Kedua, laporan mengenai kegiatan perseroan. Ketiga, laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial


dan lingkungan. Keempat,  rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan usaha Perseroan. Kelima,  laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan
oleh dewan komisaris selama tahun buku yang baru lampau.

Keenam, nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris. Ketujuh,  gaji dan tunjangan bagi
anggota direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota dewan komisaris perseroan
untuk tahun yang lampau.

Di dalam praktik RUPS Perseroan Tertutup dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama, para
pemegang saham (dua atau lebih) bertemu langsung dalam rangka RUPS dan mengadakan rapat
untuk memutuskan agenda rapat yang telah disetujui bersama serta berhak melakukan pemanggilan
dalam RUPS adalah direksi.

Pemanggilan RUPS dilakukan di dalam jangka waktu empat belas hari sebelum RUPS diadakan,
dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggalnya RUPS. Pemanggilan tersebut
dilakukan dengan surat tercatat dan/atau dengan iklan surat di surat kabar.

Jangka waktu empat belas hari ini adalah jangka waktu minimal untuk memanggil RUPS. Dalam
pemanggilannya RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai
pemberitahuan bahwa materi RUPS tersedia di perseroan semenjak pemanggilan sampai tanggal
RUPS dilakukan dan bahan RUPS tersebut cuma-cuma apabila diminta oleh pemegang saham.

Setelah tahapan prosedural ini dilalui, maka dilaksanakanlah RUPS bentuk pertama ini di antara para
pemegang saham dengan ‘tidak’ dihadapan notaris. Artinya, yang menjadi ciri utama RUPS ini adalah
bahwa RUPS dapat dilangsungkan dengan tidak harus di depan notaris. Jadi, penyelenggara dan
pelaksanaannya dilakukan oleh internal sendiri.

Notaris baru diperlukan setelah RUPS itu selesai. Hasil dari RUPS inilah yang kemudian dituangkan di
dalam notulen rapat dan dibuatkan PKR (Pernyataan Keputusan Rapat) oleh notaris. RUPS demikian
ini mengandung arti bahwa yang membuat dan draf notulen RUPS adalah pemegang saham atau
internal Perusahaan Tertutup itu sendiri.

Notaris dalam hal ini hanya bertugas untuk menuangkan hasil RUPS itu ke bentuk formalitas akta
dan kemudian mengurusnya untuk keperluan pendaftaran kepada Kementerian Hukum dan HAM RI.
Namun dapat saja notaris memberikan masukan kepada hasil RUPS tersebut dengan memperhatikan
UUPT dan Anggaran Dasarnya perseroan.

Kedua, dalam bentuk yang kedua ini berbeda dengan RUPS yang pertama. Di dalam RUPS ini notaris
memiliki peran sentral dan menentukan, sehingga tanpa kehadiran notaris, maka RUPS tersebut
tidak dapat dilaksanakan.

RUPS bentuk ini dapat dilangsungkan di kantor notaris atau di kantornya perseroan dengan
memperhatikan tempat kedudukan hukumnya dan ruang lingkup kerja wilayah notarisnya. Pada
bentuk ini, pada umumnya, draf dari RUPS dibantu oleh notaris dengan memperhatikan agenda
RUPS dan ketentuan aturan yang ada di UUPT dan AD perseroan.
Notaris dapat juga memberikan masukan dan saran-sarannya kepada perseroan dalam rencana
RUPS tersebut. Namun di dalam RUPS prosedurnya tetap mengikuti ketentuan dalam UUPT tentang
jangka waktu sebagaimana dijelaskan di tahapan RUPS yang kedua di atas.

Artinya, korum dan perhitungannya tetaplah mengikuti sama dengan RUPS pertama. Dalam RUPS ini
seluruh pemegang saham (dua atau lebih) atau kuasanya bertemu langsung dan mengadakan rapat
ini untuk memutuskan agenda-agenda rapat yang telah disetujui di hadapan notaris dan kemudian
dibuatkannya PKR (Pernyataan Keputusan Rapat) oleh notaris.

Ketiga, dalam RUPS ini para pemegang saham tidak harus bertemu langsung dalam artian tatap
muka langsung, sebagaimana RUPS pertama dan kedua, tetapi RUPS ini tetaplah sah. Yang
dilakukannya adalah dengan mengirimkan (dapat dikirim dan dibawa melalui petugas perseroan
atau dengan kurir pos).

Notulen rapat kepada seluruh pemegang saham untuk mendapatkan persetujuannya agenda rapat
harus mendapat persetujuan mereka, tetapi tidaklah harus bertemu langsung, namun melalui RUPS
dengan  ‘Circular Resolution Shareholder’. Rapat yang telah disetujuhi wajib ditandatangani oleh
setiap pemegang saham.

Dikeluarkanya ketentuan ini adalah karena berbeda hal dengan RUPS bentuk yang pertama dan
kedua, maka perdebatan dan ketidaksetujuan dalam agenda RUPS dapat dilakukan dengannya
melalui tatap mukanya di antara masing-masing pemegang saham.

Lain halnya dengan RUPS ketiga ini di antara pemegang saham tidak dapat bertemu langsung, maka
jalan keluar dalam hal kuorum dan voting pengambilan suaranya harus dengan persetujuan seluruh
pemegang saham.

Misalnya, jika pemegang saham terdiri dari pemegang saham terdiri dari A, B, dan C, maka di antara
ketiganya dan yang terakhir kalinya menandatangani akan menjadi tanggal dinyatakan sahnya
sebuah RUPS dalam bentuk Circular Resolution Shareholder.

Hanya saja tetap saja untuk dapat dinyatakan sah oleh UUPT, maka RUPS bentuk yang ketiga
tetaplah harus dibuatkan PKR (Pernyataan Keputusan Rapat) oleh notaris. Setelah PKR selesai
dikerjakan notaris, maka tetap saja harus diproses untuk mendapat persetujuan atau pengesahan
dari Kementerian Hukum dan HAM RI.

Dengan memperhatikan ketiga bentuk cara atau tata langkah RUPS tersebut, maka yang
membedakan di antara ketiganya adalah soal bagaimana penyelenggara RUPS itu akan
dilangsungkan. Namun ketiga bentuk itu dapat dikatakan sah dan legal apabila mengikuti ketentuan
yang terdapat di dalam UUPT dan AD sebagai pedoman dasar penyelenggaraan.

Persamaan dari ketiganya adalah peranan dan kedudukan notaris tetap dibutuhkan pada waktu
finalisasi pasca diselenggarakan RUPS tersebut. Untuk bentuk pertama dan ketiga RUPS tersebut
notaris diperlukan bantuannya untuk dapat menyelesaikan tahap akhirnya dari RUPS ke
Kementerian Hukum dan HAM RI.

Sementara untuk RUPS yang kedua, maka dengan sendirinya notaris akan berperan aktif dari awal
hingga akhir RUPS tersebut akan diproses ke Kementerian Hukum dan HAM RI menjadi tanggung-
jawabnya notaris. Untuk itulah, maka dalam proses pemilihan bentuk yang manakah RUPS tata
langkah akan dilaksanakan tergantung kepada kebutuhan dan kemampuan finansial dari para
pemegang saham.
Hal ini menjadi penting dan sebaiknya diketahui pemegang saham sebagai bahan pertimbangan
dalam memilih, menentukan dan memutuskan yang mana di antara ketiga tata langkah RUPS yang
ada dan dipergunakan oleh para pemegang saham.

Anda mungkin juga menyukai