Anda di halaman 1dari 15

Kehamilan tidak diinginkan


pada Remaja ”
Uli Rosita Hutagaol.S.ST.M.Biomed
Identifikasi Masalah kesehatan
Reproduksi pada remaja

Penggunaan Narkoba, Alkohol dan merokok


Seks bebas pada remaja (hubungan seksual sebelum menikah)
Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja
Aborsi tidak aman 
Pernikahan usia dini 
Penyakit menular seksual (HIV/AIDS, Syphilis, Gonorrhea)
Bullying / Kekerasan dan pelecehan seksual pada remaja
Kehamilan pada remaja perempuan
termasuk masalah global yang terjadi di
negara berpenghasiln tinggi, menengah dan
rendah
Kehamilan
tidak Kehamilan dini di kalangan remaja
perempuan memiliki konsekuensi kesehatan
diinginkan besar bagi ibu remaja dan bayinya.

Kehamilan yang tidak diinginkan adalah


kehamilan yang terjadi karena suatu sebab
yang keberadaannya tidak diinginkan oleh
salah satu atau kedua calon orangtua bayi

(Kusmiran, 2014 ; WHO,2020)


Latar belakang masalah
Data global Data Indonesia
 Kehamilan tidak diinginkan  Kelompok umur
 Lebih kurang 10 juta kehamilan yang tidak 15-19 2 kali lebih tinggi (16%) dibanding
diinginkan terjadi setiap tahun diantara remaja kelompok umur 20-24 (8%)
berusia 15-19 tahun di negara berkembang  Kehamilan pada remaja umumnya kehamilan
 Komplikasi selama kehamilan dan persalinan yang tidak diinginkan  meningkatkan
adalah penyebab utama kematian remaja terjadinya aborsi (tidak aman)
perempuan secara global  Kehamilan remaja  komplikasi kehamilan dan
 Sekitar 5,6 juta aborsi yang terjadi setiap persalinan : Eklampsi, puerperal endometritis
tahun pada remaja perempuan berusia 15-19  Terjadi pada remaja yang tidak tamat SLTA 20%,
tahun, 3,9 juta termasuk aborsi tidak aman tamat SLTA 7%
yang berkontribusi terhadap kematian ibu

(Darroch J, et al, 2016 ; BKKBN et al., 2018 ; WHO, 2020)


Kronologi  Frekuensi pacaran lebih dari 1 kali meningkatkan
kontak seksual pada remaja yang berakibat pada
kejadian dan prilaku seksual pranikah (hubungan seksual diluar
Penyebab pernikahan)  kehamilan yang tidak diinginkan
 Umumnya remaja melakukan seks pranikah
terjadinya karena suka sama suka (82%) dan saling
mencintai (83%)
kehamilan yang  Menurut SDKI 2017, hubungan seksual pertama
tidak diinginkan kali pada remaja umumnya pada umur 17 tahun
(19%) pada pria maupun wanita
pada remaja  Hubungan seks pranikah dikalangan remaja
didasari pula oleh mitos-mitos seputar masalah
seksualitas, seperti berhubungan seksual dengan
pacar merupakan bukti cinta

(BKKBN, 2018 ; Amalia, 2017)


 Pengaruh teman sebaya  mengikuti prilaku teman yang sudah biasa melakukan hubungan
seksual
 Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas masih rendah, serta rasa
keingintahuan yang kuat
 Faktor keluarga  perceraian orangtua, tidak mendapat perhatian dari orangtua, orangtua
melakukan kekerasan terhadap anak, orangtua memberi kebebasan
 Pengaruh media pornografi  sering mengakses film porno Bersama teman-teman dan pasangan

(Mediastuti, 2014 ; Amalia, 2017)


 Umumnya remaja tidak mau menggunakan alat kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual,
hal ini juga didasari oleh mitos berhubungan seksual sekali tidak akan menyebabkan
kehamilan
 Tidak siap menjadi orangtua dan pasangan tidak bertanggungjawab (remaja laki-laki)
 Kehamilan diakibatkan kasus pemerkosaan dan incest (hubungan seksual sedarah)

(Kumalasari, 2012 ; Simbolon, 2016)


Dampak  Dampak fisik :
kehamilan tidak Persalinan dengan tindakan operasi
diinginkan Rentan terjadinya perdarahan, keguguran, hamil
anggur dan hamil prematur karena usia yang terlalu
muda
Kehamilan Meningkatkan resiko kematian jika melahirkan
dipertahankan dibawah usia 18 tahun
Begitupun dengan kematian bayi, meningkatkan
Pergaulan di kalangan remaja seakan makin bebas.
Budaya itu pula seolah dianggap lumrah di zaman resiko bayi lahir premature dan stunting (kerdil)
yang makin modern ini.
 Dampak psikis/psikologis :
Fenomena hamil dahulu lalu menikah. Hal ini
seakan dianggap biasa dan bukan aib, apalagi setelah Jika remaja laki-laki tidak bertanggung jawab 
secara terang-terangan menyampaikan ke khalayak orangtua tunggal sehingga mengalami depresi
Asal ada yang bertanggung jawab, maka
tak menjadi masalah
(Hasanah, 2016)
(Simbolon, 2016 ; KPPPA and BPS, 2018)
Jika pasangan remaja menikah  konflik antara pasangan karena belum dewasa dan belum siap memikul
tanggung jawab sebagai orangtua, memberikan pola asuh yang salah karena terbatas pengetahuan
Penganiayaan terhadap bayi
 Dampak sosial : dikucilkan dari masyarakat, remaja berhenti atau putus sekolah atas kemauan sendiri
atau diberhentikan dari sekolah, pernikahan dini untuk menutupi aib
 Dampak ekonomi : merawat kehamilan, melahirkan dan membesarkan bayi/anak membutuhkan biaya
besar

(Amalia, 2015 ; Simbolon, 2016)


 Dampak fisik:
Dampak Komplikasi fatal terkait aborsi diantaranya eclampsia,
perdarahan, endometritis nifas, infeksi sistemik
kehamilan tidak
Komplikasi yang tidak fatal diantaranya penyembuhan
diinginkan luka yang buruk, infertilitas, inkontinensia urin atau
alvi akibat fistula vesicovaginal atau fistula
Kehamilan yang rektovaginal
diakhiri  Dampak psikis (pelaku aborsi) :
Seiring berkembangnya zaman dan Mengalami perasaan takut, panik, tertekan atau stress,
pola pergaulan remaja di
Indonesia, kasus aborsi nampaknya
trauma mengingat proses aborsi dan kesakitan.
sudah menjadi hal yang tidak tabu Kecemasan karena rasa bersalah atau dosa akibat
lagi di Indonesia
aborsi berlangsung lama bahkan seumur hidup

(Hasanah, 2016)

(Simbolon, 2016 ; WHO, 2020)


 Risiko sosial :
Menjadi ketergantungan terhadap pasangan karena sudah tidak perawan, mengalami
kehamilan tidak diinginkan dan aborsi
Putus sekolah dan masa depan terganggu
 Risiko ekonomi :
Biaya aborsi cukup tinggi apalagi jika terjadi komplikasi

(Simbolon, 2016)
 Program kesehatan remaja sudah mulai diperkenalkan di
puskesmas sejak satu dekade yang lalu, bergerak dalam
pemberian informasi, berupa penyuluhan dan diskusi dengan
Upaya yang remaja tentang masalah kesehatan melalui wadah usaha
kesehatan sekolah (UKS), karang taruna, atau organisasi
telah pemuda, dan kader remaja lainnya yang dibentuk oleh
puskesmas.
dilakukan oleh  Terkait layanan kesehatan reproduksi, Deputi Bidang Keluarga
pemerintah Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional mengatakan, hingga
Desember 2018, pemerintah memiliki 6.204 puskesmas dengan
pelayanan kesehatan ramah remaja. BKKBN juga mendirikan
6.892 pusat informasi dan konseling remaja melalui program
Generasi Berencana atau Genre.

(IDAI, 2013 ; BKKBN, 2019)


 Pemerintah sebenarnya sudah memberikan informasi dan layanan kesehatan reproduksi, tetapi
pelaksanaannya belum sesuai harapan remaja
 Informasi dan layanan kesehatan reproduksi itu belum bisa menjangkau semua remaja, khususnya yang
ada di luar sekolah, remaja dengan disabilitas, dan remaja terpinggirkan. Akibatnya, sebagian besar remaja
belum mampu mengambil keputusan berdasarkan informasi yang lengkap dan bertanggung jawab meski
itu menyangkut tubuhnya.
 Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR)
 Kegiatan kelompok bina keluarga remaja (BKR)

(BKKBN, 2018 ; BKKBN


2019)
 Peran dinas kesehatan, BKKBN dan puskesmas dalam

Pihak yang meningkatkan upaya promotif dengan cara yang menarik


dan kreatif yang mudah dipahami remaja

terlibat  Peranan Orangtua dan keluarga dalam memberikan


informasi kesehatan resproduksi sejak usia dini
 Peran pemerintah dan masyarakat untuk mengakkan sanksi
yang tegas pada remaja yang melakukan seks pranikah
 Peran guru dan pihak sekolah ikut berperan dalam
meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan
kespro dan memberikan bimbingan konseling yang lebih
mendalam dan bekerja sama dengan petugas kesehatan
 Peran media untuk membatasi informasi negatif (akses
porno) bagi remaja

(IDAI, 2013 ; BKKBN, 2018)


Daftar pustaka
Amalia, E. H. (2015) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan Pada Remaja (Studi Kasus Pada Remaja Di Kota Madiun).
Universitas Negeri Semarang.
Amalia, E. H. & Azinar, M. (2017) Kehamilan tidak diinginkan pada remaja. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 1(1): 1-7.
BKKBN (2018) Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Generasi Muda. Banjarmasin: BKKBN.
BKKBN (2019) Pemuda Ingin Akses Kesehatan Reproduksi [Online]. BKKBN. Available: https://
www.bkkbn.go.id/detailpost/pemuda-ingin-akses-kesehatan-reproduksi [Accessed 4 Mei 2020].
BKKBN, BPS & Kemenkes, R. (2018) Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia: Kesehatan Reproduksi Remaja. Buku Remaja. Jakarta.
Darroch, J. E., Woog, V., Bankole, A., Ashford, L. S. & Points, K. (2016) Costs and benefits of meeting the contraceptive needs of adolescents. Guttmacher Institute.
Hasanah, H. (2017) Pemahaman kesehatan reproduksi bagi perempuan: Sebuah strategi mencegah berbagai resiko masalah reproduksi remaja. Sawwa: Jurnal Studi
Gender, 11(2): 229-252.
IDAI (2013) Kesehatan Remaja di Indonesia [Online]. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Available:
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kesehatan-remaja-di-indonesia [Accessed 4 Mei 2020].
KPPA & BPS (2018) Profil Anak Indonesia 2018. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA).
Kumalasari, I. & Andhyantoro, I. (2012) Kesehatan reproduksi untuk mahasiswa kebidanan dan keperawatan.
Kusmiran, E. (2011) Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta: Salemba Medika,
Mediastuti, F. (2014) Analisis Kebutuhan Sumber Informasi dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja. Jurnal Studi Pemuda, 3(1): 17- 24.
Simbolon, G. R. (2016) Hubungan Remaja Single Parent Akibat Kehamilan tidak diinginkan (KTD) terhadap Tingkat Depresi pada Remaja di Kabupaten Sintang.
Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Skripsi, Universitas Airlangga.
WHO (2020) Adolescent Pregnancy [Online]. Geneva: World Health Organization. [Accessed 4 Mei 2020].

Anda mungkin juga menyukai