Anda di halaman 1dari 7

Irma

PO5303212210255
A. Prinsip-prinsip Etik dalam keperawatan
Prinsip-prinsip etik yang harus dimiliki oleh seorang perawat, meliputi:
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan
kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal
dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan
kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif
untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa
argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran
seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ’’doctors knows
best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran
merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
f. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung
jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan
penderitaan.
g. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau
tanpa terkecuali.

B. Peka budaya dalam praktik


1.Definisi Keperawatan transkultural merupakan istilah yang sering digunakan dalam crosscultural atau lintas budaya, intercultural
atau antar budaya, dan multikultural atau banyak budaya (Andrews,1999). Leininger merupakan ahli antropologi keperawatan sejak
pertengahan lima puluhan yang merencanakan bahwa transkultural nursing merupaer mendefinisikan “transkultural Nursing”kan area
formal yang harus diaplikasikan dalam praktik keperawatan (leininger,1999;McFarland,2002).
Leininger mendefinisikan”transkultural Nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan yang mana berfokus pada komparatif
studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care dan nilai sehat-sakit, kepercayaan
dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang spesifik dan kultur
yang universasl dalam keperawatan (Andrews and Boyle,1997: Leininger dan McFarland,2002). Tujuan dari transkultural dalam
keperawatan adalah kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan kultur. Selain itu juga untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam
keperawatan yang humanis sehingga terbentuk praktik keperawatan sesuai dengan kultur dan universal (leininger,1978).
2. Konsep utama keperawatan transkultural Leininger (2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal dari hasil
penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai pedoman untuk mencari culture care yang akan
diaplikasikan.
a. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara culture satu tempat
dengan tempat yang lainnya.
b. Caring act dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku caring
semestinya diberikan pada manusia sejak lahir , masa perkembangan , masa pertumbuhan , masa pertahanan sampai dikala meninggal.
c. Caring adalah esensi dari keperawatan dan membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Keperawatan
adalah fenomena transkultural dimana perawat berinteraksi dengan klien, staff dan kelompok lain.
d. Identifikasi universal dan nonuniversal kultur dan perilaku caring profesional, kepercayaan dan praktek adalah esensi untuk
menemukan epistemology dan ontology sebagai dasar dari ilmu keperawatan.
e. Culture adalah berkenaan dengan mempelajari, membagi dan transmisi nilai, kepercayaan norma dan praktek kehidupan dari
sebuah kelompok yang dapat terjadi tuntunan dalam berfikir, mengambil keputusan, bertindak dan berbahasa.
f. Cultural care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang mana
membimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu lain atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, meningkatkan
kondisi kehidupan atau kematian serta keterbatasan.
g. Nilai kultur berkenaan dengan keputusan/kelayakan yang lebih tinggi atau jalan yang diinginkan untuk bertindak atau segala
sesuatu yang diketahui yang mana biasanya bertahan dengan kultur pada periode tertentu.
h. Perbedaan kulturdalam keperawatan adalahvariasidari pengertian pola, nilai atau simbol dari perawatan,kesehatan atau untuk
meningkatkan kondisi manusia, jalan kehidupan atau untuk kematian.
i. Culture care universality berkenaan dengan hal umum, merupakan bentuk dari pemahaman terhadap pola, nilai atau simbol dari
perawatanyang mana kiltur mempengaruhi kesehatan atau memperbaiki kondisi manusia.
j. Etnosentris adalah kepercayaan yang mana satu ide yang dimiliki, kepercayaan dan prakteknya lebih tinggi untuk kultur yang lain.
k. Cultural imposition berkenaan dengan kecendrungantenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas
kultur lain karena mereka percaya bahwa ide mereka lebih tinggi dari pada kelompok lain.

3. Proses keperawatan transkultural Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan
dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle,
1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.
l. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya
klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors) Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan
yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas
segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor :nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga,
dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan
terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini
adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang
dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah
segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki
untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber
biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biayadari kantor atau
patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah
yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui
intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial
berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

3. Perencanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan.
Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar
belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman
yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila
budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance 1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi 2) Bersikap tenang dan tidak terburu-bIuru saat berinterkasi dengan klien 3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang
dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila kesepakatan konflik tidak berdasarkan terselesaikan, pengetahuan lakukan biomedis,negosiasi dimana pandangan kliendan
standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan. Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik
antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien.

Anda mungkin juga menyukai