Anda di halaman 1dari 19

PERTEMUAN KETUJUH Rifqi Ali Mubarok, M.Si.

KERANGKA MIKRO SYARIAH FEB UMBandung 2021


KONSUMSI SYARIAH . PRODUKSI SYARIAH . DISTRIBUSI SYARIAH
KONSUMSI SYARIAH
PRILAKU KONSUMSI ISLAM

Dalam Islam prilaku konsumsi meliputi dua aspek:


•Mengambil sikap moderat diantara dua sikap konsumer yang ekstrim, yaitu sikap israf
(royal), dan bakhil (pelit) dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya.
•Larangan terhadap sikap israf (royal), maka Islam menekankan pola sederhana dalam
konsumsi dan melarang kemewahan.
•Islam menekankan infak dalam memerangi sikap bakhil, kelebihan finansial yang
dihasilkan individu disebarkan secara sosial. Infak merupakan hak orang yang kekurangan
dalam kekayaan orang yang berlebihan. Qur’an dan Hadits telah mengajak umat Islam untuk
membagi-bagikan kelebihan kebutuhan mereka.
•Klasifikasi terhadap barang haram yang tidak disukai dengan barang halal yang disukai.
Islam sudah cukup jelas dan rinci mengklasifikasikan mana barang halal dan mana barang
haram, Islam juga melarang untuk menghalalkan apa yang sudah ditetapkan haram dan
mengharamkan apa-apa yang sudah ditetapkan kehalalannya.
PRINSIP KONSUMSI ISLAM

• Keadilan, mencari rizki yang halal dan baik dan tidak haram, baik dengan alasan membahayakan
tubuh seperti daging babi, ular, darah, dan lain sebagainya. Maupun karena membahayakan
moral dan spiritual secara langsung, seperti binatang yang disembelih untuk memuja berhala.
• Kebersihan, harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak menjijikan dan merusak selera. Seperti
mencuci makan sebelum dan setelah makan (HR. Tirmidzi)
• Kesederhanaan, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Kekurangan dan kelebihan makanan
dapat mempengaruhi jiwa dan tubuh.
• Kemurahan hati, tujuan konsumsi adalah untuk menunaikan perintah-Nya yang telah
memberikan makanan dengan kemurahan hati, yaitu makanan dan minuman yang dibolehkan
untuk kelangsungan hidup dan makan dan minuman yang dilarang walaupun sedikit karena akan
merusak kelangsungan hidup, kecuali dalam keadaan darurat.
• Moralitas, meningkatkan dan memajukan nilai-nilai moral dan spiritual. Anjuran untuk
menyebut nama Allah sebelum makan dan mengucapkan syukur setelah makan.
TUJUAN KONSUMSI ISLAM
• Tujuan dari konsumsi adalah kepuasan dalam mengkonsumsi barang atau dikenal dengan istilah utilitas (nilai guna).
• Untuk itu tujuan konsumsi berkaitan dengan utilitas konsumsi.
Utilitas Menurut Konvensional
• Kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsi barang. Kalau kepuasan semakin tinggi, maka makin
tinggilah nilai gunanya.
Utilitas Menurut Islam
• Menurut Adiwarman Karim, kepuasan seseorang bergantung kepada memelihara kemaslahatan dan menghindari kemafsadatan.
• Istilah maslahat dirumuskan secara jelas oleh al-Ghazali, maslahat itu suatu kondisi yang dapat mendatangkan manfaat dan
menjauhkan mafsadat (kerusakan). Maslahat adalah memelihara maksud syar’i (pembuat hukum).
Kemaslahatan, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
• Memelihara agama bagi manusia (Hifzh al-Din).
• Memelihara jiwa manusia (Hifzh al-Nafs).
• Memelihara akal manusia (Hifzh al-Aql).
• Memelihara keturunan (Hifzh al-Nasl).
• Memelihara harta benda (Hifzh al-Mal).
PENINGKATAN UTILITAS

Konvensional
•Semakin banyak barang atau jasa yang dikonsumsi, maka tingkat kepuasan konsumen
meningkat.

Islam
•Barang atau jasa yang halal lebih banyak adalah lebih baik bagimu.
•Kepuasan konsumen meningkat jika ia mengkonsumsi lebih banyak barang yang bermanfaat dan
halal serta mengurangi konsumsi barang yang buruk atau haram.
•Semakin banyak barang halal yang dikonsumsi, maka semakin sedikit barang haram yang
dikonsumsi
•Semakin banyak barang halal berarti menambah utilitas, sedangkan semakin sedikit barang yang
haram berarti mengurangi disutilitas. Sehingga keadaan ini akan memberikan tingkat kepuasan
yang lebih tinggi.
PRODUKSI & DISTRIBUSI
DALAM EKONOMI SYARIAH
PRODUKSI SYARIAH

Pengertian Produksi
•Produksi berkaitan dengan tingkat pendapatan masyarakat dan taraf hidup
masyarakat yang berdampak pada kesejahteraan ekonomi serta stabilitas politik
suatu negara. Untuk itu dalam berproduksi dilakukan upaya dengan mengelola
dan memanfaatkan factor-faktor produksi.
•Produksi secara sempit didefinisikan sebagai proses kegiatan menghasilkan
barang atau jasa. Sedangkan secara luas didefinisikan sebagai proses kegiatan
untuk menambah nilai guna suatu barang.
•Dalam Islam produksi berkaitan dengan upaya melaksanakan fungsi manusia
sebagai khalifah dimuka bumi. Dimana manusia merupakan pengemban amanah
Allah untuk mengelola dan memanfaatkan apa yang yelah diberikan oleh Allah.
PRILAKU PRODUKSI ISLAM

• Konvensional. Dalam sistem konvensional prilaku produksi berkaitan


dengan memaksimalkan keuntungan dan mengoptimalkan efesiensi
produksi. Hal tersebut terkait dengan struktur biaya produksi dan revenue
yang didapat.
• Islam. Menurut Imam Ghazali prilaku produksi adalah mengklasifikasikan
aktivitas produksi menurut kepentingan sosialnya dan menitikberatakan
perlunya kerjasama dan koordinasi. Fokus utamanya adalah tentang jenis
aktivitas yang sesuai dengan dasar-dasar etos Islam. Untuk itu produksi
barang-batang kebutuhan dasar dipandang sebagai kewajiban sosial. Dan
pencaharian ekonomi sebagai bagian dari ibadah individu.
FUNGSI PRODUKSI

Hubungan teknis antara factor produksi (onput) dan hasil produksi (output).
•Konvensional. Dalam sistem konvensional fungsi produksi berkaitan dengan
memaksimalakan output dengan menggunakan input yang tetap dan
meminimalkan penggunaan input untuk mencapai tingkat output yang sama.
•Islam. Fungsi produksi dalam Islam adalah mencari input yang halal dan
baik untuk diproduksi, kemudian memproduksi dan memanfaatkan output
produksi pada jalan kebaikan dan tidak mendhalimi pihak lain. Untuk itu
penentuan input dan output dari produksi harus sesuai dengan ketentuan
hukum Islam dan tidak mengarah pada kerusakan.
FAKTOR PRODUKSI

• Faktor produksi Islam dan konvensional tidak terdapat perbedaan,


perbedaannya hanya pada filosofi dan nilai-nilai yang menjadi landasannya.
Untuk itu secara umum factor produksi Islam terdiri dari kualitas dan
kuantitas manusia (tenaga kerja) dan sistem atau prasarana produksi yang
meliputi modal, teknologi, dan lain sebagainya.
• Dengan demikian factor produksi Islam meliputi: tenaga kerja, modal,
sumber daya alam, dan ketrampilan.
• Tenaga kerja, memiliki karakteristik etos kerja Islam digali dan dirumuskan
dari sumber ajaran Islam yaitu al-Quran dan Hadits. meliputi tiga aspek,
yaitu kerja sebagai penjabaran akidah, kerja dilandasi ilmu, dan kerja dengan
meneladani sifat-sifat Illahi serta mengikuti petunjuk-Nya.
FAKTOR PRODUKSI

• Kerja sebagai penjabaran akidah, kerja adalah ibadah (Qs. Az-Zumar:39, al-
Maidah:105), kerja merupakan salah satu bentuk kewajiban (Qs. At-Taubah:105, Al-
Kahfi:30, Al-Ahqaf:19, Al-Jumuah:10), kerja tergantung pada niat, kerja tidak hanya
mencari keuntungan dunia (profit oriented) tapi juga kebahagiaan akhirat (falah
oriented) (Qs. Al-Qashash:77), mengutuk tindakan konsumsi yang berlebihan, sikap
kikir, dan pemborosan (Qs. Al-Furqon:67, Al-Araf:31), mengindari perbuatan suap
(Riswah) (Qs. An-Nisa:29), menghindari prilaku ekonomi yang mengandung unsur
untung-untungan (Maisir), tidak jelas (Gharar), dan riba.
• Kerja dilandasi ilmu, kerja dalam Islam didasarkan atas kemampuan atau
profesionalisme,(Qs. Al-Taubah: 105), tekun dan bersungguh-sungguh (itqan), kerja
dilakukan dengan efektif dan efesien (sebaik-baiknya), kerja dilakukan dengan
manajemen yang baik, dalam bekerja dianjurkan mengambil manfaat dari peluang, kerja
senantiasa memperhitungkan masa depan, tidak menangguhkan pekerjaan (al-taswif) .
FAKTOR PRODUKSI

Kerja dengan meneladani sifat-sifat Illahi serta mengikuti petunjuk-Nya, giat


dan aktif dalam bekerja, giat dan aktif memanfaatkan potensi-potebsi yang
ada dalam diri mereka (Qs. Al-Insyirah:7), menghargai waktu dan efesiensi
dalam bekerja (Qs. Al-Jumuah:10), mengembangkan akhlak mulia dengan
menerapkan keadilan diantara manusia serta melakukan kebaikan kepada
semua makhluk (Qs. An-Nahl:90), berlomba-lomba dalam kebaikan (Qs. Al-
Baqarah: 148), ditekankan sikap saling memberi dan kedermawanan (Qs. Al-
Baqarah:271, Al-Lail:17-21, Ali Imran:92), kejujuran dalam bekerja,
memenuhi amanah kerja, mengalokasikan sejumlah hasil tertentu dari
kegiatan ekonomi bagi mereka yang tidak mampu, yakni kebijakan melalui
zakat, infak dan shadaqah (Qs. Al-Baqarah:110).
FAKTOR PRODUKSI

Modal. Dalam Islam sumber modal terbagi kepada tiga bagian, yaitu:
 Modal Qard, modal yang berasal dari pinjaman kebajikan tanpa adanya kompensasi dalam
pengembaliannya.
 Modal Syirkah, modal patungan
 Modal Mudharabah, modal yang diperoleh dari orang lain sebagai shohibul mal (pemodal).
Sumber daya alam. Dalam Islam sumber daya alam yang ada di langit dan bumi yang memiliki hanyalah
Allah SWT. Dialah Pemilik Tunggal jagat raya dengan segala isinya yang sebenarnya.
Manusia pada hakekatnya adalah milik Allah yang untuk sementara waktu diberikan atau dititipkan kepada
manusia, sedangkan pemilik tetap Allah SWT. Karena itu dalam Islam, harta dan kekayaan yang dimiliki oleh
setiap manusia mengandung konotasi amanah.
Dalam konteks ini hubungan khusus yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap melahirkan dimensi
pengusaan, kontrol, dan kebebasan untuk memanfaatkan dan mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya
namun pemanfaatan dan penggunaan itu tunduk kepada aturan main yang ditentukan Allah sebagai Pemilik.
Kesan ini dapat kita tangkap dalam kewajiban membayar zakat, imbauan untuk berinfak, sedekah dan
menyantuni orang-orang yang membutuhkan.
FAKTOR PRODUKSI

Ketrampilan
Islam menetapkan ketrampilan seseorang yang mengacu kepada sikap akhlaqul karimah (budi
pekerti mulia), yang terangkum dalam lima pilar yang disingkat SIFAT, yaitu :
 Siddiq (Integritas). Menjaga Martabat dengan Integritas. Awali dengan niat dan hati tulus,
berpikir jernih, bicara benar, sikap terpuji dan perilaku teladan.
 Istiqomah (Konsistensi). Konsisten adalah Kunci Menuju Sukses. Pegang teguh komitmen,
sikap optimis, pantang menyerah, kesabaran dan percaya diri.
 Fathanah (Profesionalisme). Profesional adalah Gaya Kerja. Semangat belajar berkelanjutan,
cerdas, inovatif, terampil dan adil.
 Amanah (Tanggung-jawab). Terpercaya karena Penuh Tanggung Jawab. Menjadi terpercaya,
cepat tanggap, obyektif, akurat dan disiplin.
 Tabligh (Kepemimpinan). Kepemimpinan Berlandaskan Kasih-Sayang. Selalu transparan,
membimbing, visioner, komunikatif dan memberdayakan.
DISTRIBUSI PENDAPATAN SYARIAH

Distribusi Pendapatan Dalam Pandangan Sistem Ekonomi


• Distribusi pendapatan merupakan permasalahan yang sangat rumit, hingga saat ini
masih sering dijadikan bahan perdebatan antara ahli ekonomi.
Sistem ekonomi kapitalis
• Sistem ekonomi kapitalis memandang seorang individu dapat secara bebas
mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan dengan menggunakan kemampuan yang
dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi harta yang
dimiliki.
• Untuk itu sistem kapitalis menekankan kebebasan individu, seseorang yang memilki
sumber daya tinggi mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dibanding dengan orang
yang memliki sumber daya yang rendah.
• Sehingga terjadi proses yang kuat dapat mendhalimi yang lemah. 
DISTRIBUSI PENDAPATAN SYARIAH

Sistem Ekonomi Sosialis


•Sistem ekonomi sosialis berpendapat bahwa kebebasan secara mutlak dapat
membahayakan masyarakat. Oleh karena itu hak individu atas harta harus
dihapuskan dan wewenang dialihkan kepada negara sehingga pemerataan
dapat diwujudkan. Sentralisasi pendapatan dan distribusi oleh pemerintah.
•Dalam sistem sosialis ditekankan sikap sama rasa sama rata. Untuk itu orang
yang mempunyai etos kerja yang tinggi tidak memperoleh penghargaan,
sehingga alokasi tidak efesien karena manusia mempunyai selera yang
berbeda, produktifitas rendah, mengecilnya tingkat utilitas, misalnya lahan A
diambil sebagai kepada B, sehingga lahan A sama dengan B.
DISTRIBUSI PENDAPATAN SYARIAH

Sistem Islam
• Sistem Islam memberikan prinsip dasar distribusi pendapatan, yaitu supaya
harta itu tidak beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu (Qs. Al-
Hasyr:7). Untuk itu Islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada
masyarakat melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infak, adanya
waris, wasiat, dan hibah.
• Dalam Islam keadilan dalam distribusi pendapatan menekankan prinsip tidak
mendhalimi dan tidak didhalimi. Untuk itu distribusi pendapatan dalam
Islam menekankan efesiensi alokasi dengan pertukaran melalui kebutuhan,
dimana janganlah kesejahteraan salah seorang diantara kamu meningkat,
namun pada saat yang sama kesejahteraan lain menurun
INSTRUMEN DISTRIBUSI PENDAPATAN

• Konvensional menerapkan kebijakan pajak dan sumbangan sebagai instrumen


distribusi pendapatan.
• Sistem Islam menerapkan zakat dan infak sebagai instrumen distribusi pendapatan.
• Dari kedua instrumen tersebut, maka yang lebih merata distribusi pendapatan
didasarkan pada instrumen Islam.

Anda mungkin juga menyukai