Materi Kerangka Mikro Syariah
Materi Kerangka Mikro Syariah
• Keadilan, mencari rizki yang halal dan baik dan tidak haram, baik dengan alasan membahayakan
tubuh seperti daging babi, ular, darah, dan lain sebagainya. Maupun karena membahayakan
moral dan spiritual secara langsung, seperti binatang yang disembelih untuk memuja berhala.
• Kebersihan, harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak menjijikan dan merusak selera. Seperti
mencuci makan sebelum dan setelah makan (HR. Tirmidzi)
• Kesederhanaan, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Kekurangan dan kelebihan makanan
dapat mempengaruhi jiwa dan tubuh.
• Kemurahan hati, tujuan konsumsi adalah untuk menunaikan perintah-Nya yang telah
memberikan makanan dengan kemurahan hati, yaitu makanan dan minuman yang dibolehkan
untuk kelangsungan hidup dan makan dan minuman yang dilarang walaupun sedikit karena akan
merusak kelangsungan hidup, kecuali dalam keadaan darurat.
• Moralitas, meningkatkan dan memajukan nilai-nilai moral dan spiritual. Anjuran untuk
menyebut nama Allah sebelum makan dan mengucapkan syukur setelah makan.
TUJUAN KONSUMSI ISLAM
• Tujuan dari konsumsi adalah kepuasan dalam mengkonsumsi barang atau dikenal dengan istilah utilitas (nilai guna).
• Untuk itu tujuan konsumsi berkaitan dengan utilitas konsumsi.
Utilitas Menurut Konvensional
• Kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsi barang. Kalau kepuasan semakin tinggi, maka makin
tinggilah nilai gunanya.
Utilitas Menurut Islam
• Menurut Adiwarman Karim, kepuasan seseorang bergantung kepada memelihara kemaslahatan dan menghindari kemafsadatan.
• Istilah maslahat dirumuskan secara jelas oleh al-Ghazali, maslahat itu suatu kondisi yang dapat mendatangkan manfaat dan
menjauhkan mafsadat (kerusakan). Maslahat adalah memelihara maksud syar’i (pembuat hukum).
Kemaslahatan, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
• Memelihara agama bagi manusia (Hifzh al-Din).
• Memelihara jiwa manusia (Hifzh al-Nafs).
• Memelihara akal manusia (Hifzh al-Aql).
• Memelihara keturunan (Hifzh al-Nasl).
• Memelihara harta benda (Hifzh al-Mal).
PENINGKATAN UTILITAS
Konvensional
•Semakin banyak barang atau jasa yang dikonsumsi, maka tingkat kepuasan konsumen
meningkat.
Islam
•Barang atau jasa yang halal lebih banyak adalah lebih baik bagimu.
•Kepuasan konsumen meningkat jika ia mengkonsumsi lebih banyak barang yang bermanfaat dan
halal serta mengurangi konsumsi barang yang buruk atau haram.
•Semakin banyak barang halal yang dikonsumsi, maka semakin sedikit barang haram yang
dikonsumsi
•Semakin banyak barang halal berarti menambah utilitas, sedangkan semakin sedikit barang yang
haram berarti mengurangi disutilitas. Sehingga keadaan ini akan memberikan tingkat kepuasan
yang lebih tinggi.
PRODUKSI & DISTRIBUSI
DALAM EKONOMI SYARIAH
PRODUKSI SYARIAH
Pengertian Produksi
•Produksi berkaitan dengan tingkat pendapatan masyarakat dan taraf hidup
masyarakat yang berdampak pada kesejahteraan ekonomi serta stabilitas politik
suatu negara. Untuk itu dalam berproduksi dilakukan upaya dengan mengelola
dan memanfaatkan factor-faktor produksi.
•Produksi secara sempit didefinisikan sebagai proses kegiatan menghasilkan
barang atau jasa. Sedangkan secara luas didefinisikan sebagai proses kegiatan
untuk menambah nilai guna suatu barang.
•Dalam Islam produksi berkaitan dengan upaya melaksanakan fungsi manusia
sebagai khalifah dimuka bumi. Dimana manusia merupakan pengemban amanah
Allah untuk mengelola dan memanfaatkan apa yang yelah diberikan oleh Allah.
PRILAKU PRODUKSI ISLAM
Hubungan teknis antara factor produksi (onput) dan hasil produksi (output).
•Konvensional. Dalam sistem konvensional fungsi produksi berkaitan dengan
memaksimalakan output dengan menggunakan input yang tetap dan
meminimalkan penggunaan input untuk mencapai tingkat output yang sama.
•Islam. Fungsi produksi dalam Islam adalah mencari input yang halal dan
baik untuk diproduksi, kemudian memproduksi dan memanfaatkan output
produksi pada jalan kebaikan dan tidak mendhalimi pihak lain. Untuk itu
penentuan input dan output dari produksi harus sesuai dengan ketentuan
hukum Islam dan tidak mengarah pada kerusakan.
FAKTOR PRODUKSI
• Kerja sebagai penjabaran akidah, kerja adalah ibadah (Qs. Az-Zumar:39, al-
Maidah:105), kerja merupakan salah satu bentuk kewajiban (Qs. At-Taubah:105, Al-
Kahfi:30, Al-Ahqaf:19, Al-Jumuah:10), kerja tergantung pada niat, kerja tidak hanya
mencari keuntungan dunia (profit oriented) tapi juga kebahagiaan akhirat (falah
oriented) (Qs. Al-Qashash:77), mengutuk tindakan konsumsi yang berlebihan, sikap
kikir, dan pemborosan (Qs. Al-Furqon:67, Al-Araf:31), mengindari perbuatan suap
(Riswah) (Qs. An-Nisa:29), menghindari prilaku ekonomi yang mengandung unsur
untung-untungan (Maisir), tidak jelas (Gharar), dan riba.
• Kerja dilandasi ilmu, kerja dalam Islam didasarkan atas kemampuan atau
profesionalisme,(Qs. Al-Taubah: 105), tekun dan bersungguh-sungguh (itqan), kerja
dilakukan dengan efektif dan efesien (sebaik-baiknya), kerja dilakukan dengan
manajemen yang baik, dalam bekerja dianjurkan mengambil manfaat dari peluang, kerja
senantiasa memperhitungkan masa depan, tidak menangguhkan pekerjaan (al-taswif) .
FAKTOR PRODUKSI
Modal. Dalam Islam sumber modal terbagi kepada tiga bagian, yaitu:
Modal Qard, modal yang berasal dari pinjaman kebajikan tanpa adanya kompensasi dalam
pengembaliannya.
Modal Syirkah, modal patungan
Modal Mudharabah, modal yang diperoleh dari orang lain sebagai shohibul mal (pemodal).
Sumber daya alam. Dalam Islam sumber daya alam yang ada di langit dan bumi yang memiliki hanyalah
Allah SWT. Dialah Pemilik Tunggal jagat raya dengan segala isinya yang sebenarnya.
Manusia pada hakekatnya adalah milik Allah yang untuk sementara waktu diberikan atau dititipkan kepada
manusia, sedangkan pemilik tetap Allah SWT. Karena itu dalam Islam, harta dan kekayaan yang dimiliki oleh
setiap manusia mengandung konotasi amanah.
Dalam konteks ini hubungan khusus yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap melahirkan dimensi
pengusaan, kontrol, dan kebebasan untuk memanfaatkan dan mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya
namun pemanfaatan dan penggunaan itu tunduk kepada aturan main yang ditentukan Allah sebagai Pemilik.
Kesan ini dapat kita tangkap dalam kewajiban membayar zakat, imbauan untuk berinfak, sedekah dan
menyantuni orang-orang yang membutuhkan.
FAKTOR PRODUKSI
Ketrampilan
Islam menetapkan ketrampilan seseorang yang mengacu kepada sikap akhlaqul karimah (budi
pekerti mulia), yang terangkum dalam lima pilar yang disingkat SIFAT, yaitu :
Siddiq (Integritas). Menjaga Martabat dengan Integritas. Awali dengan niat dan hati tulus,
berpikir jernih, bicara benar, sikap terpuji dan perilaku teladan.
Istiqomah (Konsistensi). Konsisten adalah Kunci Menuju Sukses. Pegang teguh komitmen,
sikap optimis, pantang menyerah, kesabaran dan percaya diri.
Fathanah (Profesionalisme). Profesional adalah Gaya Kerja. Semangat belajar berkelanjutan,
cerdas, inovatif, terampil dan adil.
Amanah (Tanggung-jawab). Terpercaya karena Penuh Tanggung Jawab. Menjadi terpercaya,
cepat tanggap, obyektif, akurat dan disiplin.
Tabligh (Kepemimpinan). Kepemimpinan Berlandaskan Kasih-Sayang. Selalu transparan,
membimbing, visioner, komunikatif dan memberdayakan.
DISTRIBUSI PENDAPATAN SYARIAH
Sistem Islam
• Sistem Islam memberikan prinsip dasar distribusi pendapatan, yaitu supaya
harta itu tidak beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu (Qs. Al-
Hasyr:7). Untuk itu Islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada
masyarakat melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infak, adanya
waris, wasiat, dan hibah.
• Dalam Islam keadilan dalam distribusi pendapatan menekankan prinsip tidak
mendhalimi dan tidak didhalimi. Untuk itu distribusi pendapatan dalam
Islam menekankan efesiensi alokasi dengan pertukaran melalui kebutuhan,
dimana janganlah kesejahteraan salah seorang diantara kamu meningkat,
namun pada saat yang sama kesejahteraan lain menurun
INSTRUMEN DISTRIBUSI PENDAPATAN