Anda di halaman 1dari 62

KELOMPOK 4

PEMICU 3
1. Etiologi, Epidemiologi
dan faktor resiko
(katarak, Retinopati diabetikum, Ablasio Retina)
a. Katarak

Etiologi

● Age-related cataract
● Cataract in systemic disease
● Secondary cataract
● Traumatic cataract

(Kanski’s)
a. Katarak

Epidemiologi

● Prevalensi katarak sekitar 50% pada individu usia 65-74, dan meningkat sekitar 70% pada usia di
atas 75 tahun (Vaughan and Asbury’s)
● ⅓ childhood cataracts adalah keturunan, ⅓ adalah sekunder terhadap penyakit metabolik atau
infeksi, ⅓ sisanya tidak diketahui etiologinya (Vaughan and Asbury’s)
● Di Indonesia, jumlah penderita kebutaan sebanyak 1,6 juta dan sekitar 81% disebabkan oleh
katarak (salah satu penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia), yaitu sekitar 1,3 juta penduduk
(Kemkes)
b. Retinopati Diabetikum

Etiologi

- Hiperglikemia pada DM
- komplikasi DM
b. Retinopati Diabetikum
Epidemiologi

Retinopati Diabetika merupakan penyebab kebutaan utama pada pasien berusia 20-64 tahun di seluruh dunia. World Health
Organisation (WHO) menyatakan bahwa RD adalah penyebab kebutaan pada 4,8% dari seluruh 39 Juta penderita kebutaan di
dunia, sedangkan di Indonesia, RD merupakan komplikasi kedua terbanyak setelah nefropati. Angka ini akan meningkat secara
cepat seiring dengan makin banyaknya penderita diabetes melitus. Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 170 juta penderita DM
di seluruh dunia dan diperkirakan akan mencapai 366 juta penderita pada tahun 2030 nanti. Pada tahun 2000 di Indonesia
terdapat sekitar 8 juta penderita DM dan pada tahun 2030 diperkirakan akan bertambah menjadi 21 juta lebih. Semakin lama
seseorang menderita DM akan semakin besar kemungkinan untuk menderita komplikasi. Komplikasi yang paling banyak ditemukan
pada penderita DM, adalah RD yaitu sebesar 75% pada pasien yang telah menderita DM selama 20 tahun. RD merupakan penyakit
yang tidak mempunyai gejala yang mengkhawatirkan pada awalnya, namun perkembangan RD dapat mengakibatkan kebutaan.
Deteksi awal dan kontrol teratur dapat menghindari 90% kebutaan akibat RD. Prevalensi RD di dunia secara umum adalah 34,6%,
sedangkan di Indonesia prevalensi RD secara umum adalah 43,1% dengan angka sight treathening RD sebesar 26,1%.
b. Retinopati Diabetikum

Faktor Risiko

- Lamanya pasien menderita


diabetes
- Kontrol glikemik yang buruk
- Tekanan darah tinggi
- Kadar lipid darah yang tinggi
- Kehamilan
c. Ablasio Retina

DEFINISI

Terpisahnya lapisan neurosensori retina


dengan retinal pigment epithelium (RPE).

KLASIFIKASI

1. Ablasio Retina Rhegmatogenosa


2. Ablasio Retina Eksudatif
3. Ablasio Retina Traksional

Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology: 16th edition. In:


Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. McGraw-Hill : 2004
c. Ablasio Retina

EPIDEMIOLOGI

Insiden ablasio retina di Amerika Serikat berkisar pada 5,3 hingga 12,6 kasus per 100.000
penduduk, dengan tipe tersering yaitu tipe rhegmatogen. Belum terdapat data akurat mengenai
insidens ablasio retina di Indonesia.
c. Ablasio Retina

1.Ablasio Retina Rhegmatogen


ETIOLOGI
Disebabkan terisinya rongga subretina oleh cairan vitreus yang masuk melalui celah/robekan pada retina (retinal break).
FAKTOR RISIKO
●Miopia sedang ataupun tinggi
●Usia lanjut
●Trauma
●Acute Posterior Vitreous Detachment (Acute PVD)
●Riwayat RD pada mata kontralateral, riwayat RD pada keluarga.

1. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology : 4th


edition. Chapter 11: Disease of Retina New Age
International (P) Ltd, Publisher : 2007.
2. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical
Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
Elsevier, 2011
c. Ablasio Retina

2. Ablasio Retina Eksudatif


ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO

Disebabkan oleh neoplasma atau akumulasi cairan subretina dari pembuluh pada retina atau koroid, tanpa
disertai dengan robekan atau traksi pada retina sehingga retina terdorong.

Hal ini dapat didasari oleh penyakit vaskular (retinopati sentral serosa), proses inflamasi (Harada’s disease,
symphatetic ophtalmia), preeklampsia, dan juga neoplasma (melanoma malignum koroid, retinoblastoma).
c. Ablasio Retina

3. Ablasio Retina Traksional


ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO

Disebabkan traksi/tarikan pada retina oleh jaringan fibrovaskular pada vitreus. Penyebab tersering yang ditemukan adalah
retinopati diabetik proliferatif. Etiologi lain misalnya retinopathy of prematurity (ROP), proliferatif vitreoretinopati (PVR),
atau trauma okular.

Ketika ada membran proliferatif di vitreous atau di permukaan retina, membran ini dapat menarik retina neurosensorik.
Ketika kekuatannya cukup kuat, itu dapat memisahkan retina neurosensori dari RPE yang mendasarinya.
PEMERIKSAAN FISIK

● Kepala leher: anemia (-), ikterik (-), KGB tidak teraba,


● THT: baik
● Thorax:
TANDA VITAL
-Cor: dalam batas normal, S1-S2 tunggal
Kesadaran: compos mentis
- Pulmo:
TD: 125/80 mmHg → Prahipertensi
➢ Inspeksi = pergerakan simetris, retraksi
HR : 72x/menit, reguler, isi cukup → (DBN) ➢ Palpasi = fokal fremitus kanan sama dengan kiri
➢ Perkusi = sonor +/+
RR : 20x/menit → (DBN) ➢ Auskultasi = vesikuler (+/+)
Suhu : 36,7 ͦC → (DBN)
● Abdomen : teraba soepel, Nyeri Tekan (-), Bising Usus (+)
normal, hepar/limpa tidak teraba
● Genitalia: tidak ada kelainan
● Ekstremitas: tidak ada kelainan
2. Interpretasi data (+cari
pemeriksaan penunjang lain)
LABORATORIUM

GDS: 346 mg/dL → Meningkat

Hb: 13,1 g/dL → (DBN)

Ht: 43% → (Normal: 40-48% u/ pria, 37-43% u/wanita)

Leukosit: 7.500 sel /mm3 → (Normal: 5.000-10.000sel/mm3)

Trombosit: 255.000/uL → (Normal: 150.000-400.000/uL)

Eritrosit: 4,5 jt/uL →(DBN)


STATUS OFTALMOLOGIS

Kedudukan bola mata: orthoforia → (normal)

Gerakan bola mata: baik segala arah → (normal)

TIO

Tekanan intra okuler (TIO), Tekanan intraokular (TIO) adalah tekanan di


dalam bola mata yang terbentuk sebagai akibat dari produksi dan
sirkulasi cairan bola mata secara terus menerus. Normalnya : 10-21
mmhg

- OD 17 mmHg (normal): OS 15 mmHg (normal)


OD
Visus: 1/60 pinhole tetap → Menurun, pasien hanya dapat melihat hitung jari pada jarak 1 meter dengan pinhole dimana
umumnya dapat terlihat dalam jarak 60 meter pada orang normal.

Palpebra: normal

Konjungtiva: normal

Kornea: jernih

Bilik mata depan: dalam

Iris/pupil: bulat, isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+), relative afferent pupillary defect
(RAPD) (–), Neovaskularisasi (–)

Lensa: intraoculer lens (+) → Adanya lensa tanam, Lensa mata sintetis yang biasanya ditanamkan untuk mengganti lensa mata

Vitreous: perdarahan (+) → akibat ruptur neovaskular retina. Manifestasi dari adanya perdarahan vitreous adalah adanya Floaters
pada penglitahan pasien (bitnik-bitnik hitam terbang). Kejadian perdarahan vitreus banyak ditemukan pada pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif, oklusi vena retina, posterior vitreous detachment, dan trauma okular.

Funduskopi: samar-samar, terlihat papil bulat, batas tegas


OD
Terlihat samar-samar
papil bulat, batas tegas

Perdarahan Tampak kekeruhan


vitreous vitreous dengan tractional
retinal detachment

Ablasio retina traksional

Ablasio retina traksional sering terjadi pada


kasus retinopati diabetic, oklusi vena sentral
Pupil bulat, IOL (intra ocular lens) (+) atau cabang,uveitis posterior
OS

Visus: 6/15 pinhole tetap → Menurun, pasien hanya dapat melihat huruf pada snellen chart pada jarak 6 meter dengan pinhole
dimana umumnya dapat terlihat dalam jarak 15 meter pada orang normal.

Palpebra: dalam batas normal

Konjungtiva: dalam batas normal

Kornea: jernih

Bilik mata depan: dalam

Iris/pupil: bulat, isokor, refleks cahaya langsung/tidak langsung (+), RAPD (-), neovaskularisasi (-)
OS
Lensa: shadow test (+) → Derajat kekeruhan lensa,

➢ Katarak matur : lensa lebih cembung karena menyerap cairan lebih banyak, bayangan iris pada lensa
terlihat kecil dan letaknya dekat dengan pupil, shadow test (-) ;
➢ katarak imatur: lensa masih kecil, terdapat bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh dari
pupil, tes bayangan (+)

Vitreous: Jernih > Normal

Funduskopi: papil bulat, batas tegas, CDR 0,3; refleks makula (+), arteri/vena ⅔, retina: mikroaneurisma (+),
perdarahan dot blot (+) 4 kuadran, hard exudat (+), neovascular on the disc (+) → Gejala retinopati diabetik
OS

papil bulat,
batas tegas mikroaneurisma

Shadow test (+) pada mata kiri → katarak imatur

perdarahan dot blot katarak terlihat ada bayangan yang berbentuk


hard exudat (+) seperti bulan sabit.
Pemeriksaan penunjang lainnya

1. Katarak

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk katarak. Pemeriksaan seperti glukosa plasma dapat
dikerjakan untuk mencari faktor risiko.

2. Retinopati Diabetik

Pemeriksaan penunjang optical coherence tomography dapat membantu identifikasi dan memantau
perubahan struktur retina dan edema makula. Angiografi fluoresein dapat mengidentifikasi pembuluh
darah abnormal dengan melihat adanya kebocoran kapiler.

3. Ablasio Retina
● Funduskopi atau foto fundus
● Perimetri untuk mengevaluasi defek lapang pandang
● USG dapat dilakukan apabila gambaran retina sulit dievaluasi dari funduskopi (misalnya akibat adanya
katarak tebal)
3. Klasifikasi
(katarak, Retinopati diabetikum, Ablasio Retina)
a. Katarak

● bular, penglihatan seperti tertutup air terjun karena lensa yang keruh
● lensa yang keruh terjadi akibat hidrasilensa, denaturasi protein lensa, atau kedua-duanya
● merupakan penyakit usia lanjut, namun bisa juga kongenital dan penyulit penyakit mata lokal menahun
● penyakit mata yang dapat mengakibatkan katarak: glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa
● klasifikasi katarak:
○ Katarak kongenital, katarak sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
■ kekeruhan lensa dapat timbul sebagai kejadian primer/ berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal/umum
■ pada pupil mata bayi akan terlihat bercak putih/leukokoria
○ Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
■ biasanya merupakan lanjutan dari katarak kongenital
○ Katarak sensil, katarak setelah usia 50 tahun.
■ penyebab: tidak pasti
b. Retinopati Diabetikum

Terbagi menjadi 2 tahap:


1. NPDR (Nonproliferative Diabetic Retinopathy)
2. PDR (Proliferative Diabetic Retinopathy)
NDPR DPR

● Tahap awal DR (diabetic retinopathy) ● Neovaskularisasi dengan jaringan ikat


● Permeabilitas vaskuler ↑ fibrosa melewati Internal Limiting
● Oklusi kapiler ↑ Membrane (ILM)
● Neovaskularisasi ini mengalami pembesaran
Hasil funduskopi: dan pertumbuhan, dengan peningkatan
● Mikroaneurisma komponen fibrosa.
● Eksudat keras ● Neovaskularisasi mengalami regresi,
● Area non-perfusi kapiler meninggalkan proliferasi fibrovaskular
● Perdarahan/hemorrhage residual sepanjang posterior hyaloid.
● Perdarahan dot blot intraretina
● Arteriol abnormal
● Beading vena-vena retina
Kategori NDPR

1. Ringan 3. Berat
Terdapat satu atau lebih aneurisma Disebut juga retinopati diabetika proliferatif. Dapat
ditemukan kelainan yang terdapat pada NPDR sedang
2. Sedang ditambah dengan adanya satu dari tiga keadaan berikut
○ mikroaneurisma, (aturan 4:2:1 pada ETDRS):
○ perdarahan dot blot, ● perdarahan dot blot di empat kuadran retina
○ eksudat keras, ● venous beading di dua kuadran
○ cotton wool spots (CWS), ● IRMA di satu kuadran retina.
○ beading vena,
○ penyempitan lumen arteri, 4. Sangat Berat
○ Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA). Terdapat dua atau tiga karakteristik diatas, 45%
dapat berkembangan menjadi PDR dalam satu tahun
Edema Makula
Merupakan edema retina yang melibatkan makula akibat International Council of Ophtamology mengklasifikasikan
dari permeabilitas vaskular yang abnormal pada retinopati EMD dalam 3 (tiga) kategori dan penentuan tingkat
diabetika. keparahan EMD berdasarkan kategori tersebut akan
menentukan kebutuhan penanganan dan rekomendasi
Terdapat dua istilah untuk menggambarkan keadaan penanganan tingkat lanjut.
makula akibat retinopati diabetika, yaitu:
1. EMD (Edema Makula Diabetika)
2. CSME (Clinically Significant Macular Edema) →
istilah ini sudah jarang digunakan
c. Ablasio Retina
4. Patogenesis dan
patofisiologi
(katarak, Retinopati diabetikum, Ablasio Retina)
a. Katarak
b. Retinopati Diabetikum
c. Ablasio Retina
5. Diagnosis & DD
(katarak, Retinopati diabetikum, Ablasio Retina)
a. Katarak
b. Retinopati Diabetikum
c. Ablasio Retina
6. Komplikasi dan
prognosis
(katarak, Retinopati diabetikum, Ablasio Retina)
a. Katarak
b. Retinopati Diabetikum

Prognosis perdarahan vitreous

● Dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan


● Long-term visual prognosis is good in the majority

(Kanski’s)
b. Retinopati Diabetikum

Komplikasi :

● Vitreous haemorrhage → Ini dapat berkembang dalam kasus retinopati proliferatif jika pembuluh darah 'baru' pecah
dan berdarah.
● Proliferative diabetic retinopathy → Ini adalah tahap paling lanjut dari retinopati diabetik. Ini terutama terjadi ketika
beberapa pembuluh darah di retina tersumbat, mengakibatkan suplai darah tidak mencukupi. Retina merespons dengan
membuat pembuluh darah baru untuk memasok darah ke area di mana pembuluh yang ada tersumbat. Proses ini disebut
neovaskularisasi. Namun, pembuluh darah baru ini tumbuh secara tidak normal dan tidak memberikan aliran darah yang
cukup ke retina. Pembuluh baru ini sering disertai dengan jaringan parut yang dapat menyebabkan retina berkerut atau
menyebabkan ablasi retina traksional.
● Neovascular glaucoma → Ini adalah jenis glaukoma yang sangat parah yang dapat berkembang pada pasien dengan
diabetes. Itu terjadi ketika 'pembuluh baru' tumbuh dan menyebar ke seluruh mata.
c. Ablasio Retina
7. Tatalaksana farmako dan non
farmako (pencegahan)
(katarak, Retinopati diabetikum, Ablasio Retina)
a. Katarak

- Bedah
- ICCE (Intracapsular Cataract Surgery)
- ECCE (Extracapsular Cataract Surgery)
- Fakoemulsifikasi & Implantasi lensa okular
b. Retinopati Diabetikum

Menentukan tujuan terapi:


● mencegah onset terjadinya retinopati dengan mengoptimalisasi laju
metabolik, kontrol tekanan darah sebagai primary prevention.
● memperlambat perkembangan retinopati.
● menjaga dan meningkatkan penglihatan .
Farmakologi untuk diabetes

Target: kadar gula darah mendekati kondisi normoglikemik untuk mencegah atau mengambat
onset dan perkembangan retinopati

1. Terapi Insulin
2. Obat hipoglikemik oral (sulfonylureas, biguanides, α-glucosidase inhibitors, and glinides)
Penanganan Hipertensi

target: kontrol tekanan darah cenderung mencegah insidensi retinopati daripada memperlambat
progresivitas retinopati
Obat antihipertensi:
● ACE Inhibitor: mengurangi resiko progresivitas NPDR ringan-sedang dengan diabetes tipe 1
○ Enalapril
● ARB (Angiotensin Receptor Blocker):
○ Losartan
○ Candesartan
Agen Intravitreal
1. Terapi Inhibitor VEGF
Merupakan lini pertama dalam pengobatan retinopati diabetikum dan direkomendasikan daripada
terapi focal laser photocoagulation. berfungsi mencegah neurovaskularisasi pada RD
● Ranibzumab
● Bevacizumab
● Aflibercept
1. Kortikosteroid Intravitreal
Digunakan untuk mengobati Central-Involved Macula Edema, namun cenderung digunakan sebagai
lini kedua setelah Inhibitor VEGF terutama pada pasien yang tidak merespon baik dengan
pemberian inhibitor VEGF
● Intravitreal triamcinolone acetonide
● Implantable fluocinolone acetonide
● Implantable dexamethason
Terapi Fotokoagulasi Laser

● Fotokoagulasi fokal dilakukan untuk


pasien dengan kondisi CSME (Clinically
Significant Macular Edema)
● Fotokoagulasi Panretinal dapat dilakukan
untuk terapi PDR sangat berat-berat
Operasi Vitrektomi

Pada beberapa pasien, kondisi retinopati diabetika yang dialami sudah dalam kondisi lanjut sehingga terapi PRP
terlihat hanya memberikan efek yang sangat sedikit dalam mengatasi perkembangan pembuluh darah baru,
perkembangan traksi retinal detachment, perdarahan dan perkembangan neovaskularisasi segmen anterior. Pada
kasus seperti ini, vitrektomi dini dapat mempertahankan penglihatan, khususnya pada pasien dengan diabetes
tipe 1. Jika terjadi penundaan dalam pemberian PRP karena adanya perdarahan vitreous atau hal lain yang
menyebabkan kesulitan dalam menggambarkan retina, dapat dipertimbangkan untuk melakukan vitrektomi.

Indikasi Vitrektomi
● Terdapat perdarahan vitreus yang hebat dan lama
● Terdapat ablasio retina traksional yang melibatkan atau mengancam makula
● Kombinasi ablasio retina traksional dan regmatogen
● Edema makula difus yang berhubungan dengan traksi pada hialoid posterior
● Perdarahan vitreus signifikan yang berulang walaupun telah dilakukan PRP maksimal
c. Ablasio Retina
c. Ablasio Retina
c. Ablasio Retina

Proliferative diabetic retinopathy (PDR) merupakan salah satu penyebab terjadinya ablasio retina. Jadi perlu untuk menstabilkan PDR
terlebih dahulu (dengan mengontrol diabetes, nefropati, dan hipertensi).

● Kontrol kondisi sistemik untuk mengurangi komplikasi pasca operasi, tapi tidak bisa membalikkan kerusakan (tetap harus
dioperasi).
● Mungkin memerlukan PRP (panretinal photocoagulation) de novo atau tambahan untuk mengurangi aktivitas neovaskular,
membatasi area yang terlepas, dan dengan demikian mengurangi kemungkinan penyebaran ablasi ke dalam makula.
● Vitrektomi untuk membersihkan kekeruhan medial dan menstabilkan proses proliferatif; digunakan untuk
menghilangkan membran fibrosa, meredakan traksi anterior-posterior dan tangensial, dan memungkinkan retina
untuk menempel kembali secara spontan.
● Heparin intravitreal dapat disuntikkan untuk menghilangkan gumpalan pra-retina darah dan heparin berat molekul rendah
(enoxaparin) telah ditambahkan ke botol infus untuk mengurangi pembentukan fibrin pasca vitrektomi.
● Operasi gabungan (ekstraksi katarak dan vitrektomi) menawarkan keuntungan satu perjalanan ke ruang operasi, pemulihan lebih
cepat, peningkatan penglihatan lebih awal, visualisasi retina pasca operasi yang lebih baik, dan perawatan dini pada sesama
mata.
8. IMDB, mukjizat membaca Al-
Quran, hukum tranplantasi mata
Kesimpulan

HIPOTESIS
Tn. LK mengalami gejala mata kanan buram mendadak, tidak nyeri, tidak silau, tidak ada kilatan cahaya, dan terdapat
floaters akibat perdarahan vitreous dengan faktor resiko diabetes melitus, hipertensi, dan riwayat operasi lensa mata.

Anda mungkin juga menyukai