Anda di halaman 1dari 20

SINDROMA KLINIS

SYOK ANAFILAKTIK

Oleh
Yudhistira Permana
Pembimbing :
Dr. Warigit Dwi Atmoko Sp. PD

1
1
2
PENDAHULUAN
Anafilaktik merupakan bentuk terberat dari reaksi alergi
obat dan merupakan keadaan darurat yang potensial dapat
mengancam jiwa
Reaksi ini berdasarkan Gell dan Coombs digolongkan dalam
reaksi tipe 1 atau tipe cepat yaitu reaksi yang muncul segera
setelah terpajan alergen
Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinik dari
anafilaksis yang ditandai dengan hipotensi yang nyata dan
kolaps pembuluh darah

Insidens syok anafilaktik 40-60% adalah akibat gigitan


serangga, 20-40% akibat kontras radiografi, dan 10-20% akibat
pemberian obat penisilin
1
SYOK ANAFILAKSIS
3

Definisi
• Reaksi hipersensitifitas akut yang melibatkan
dua organ atau lebih (sistem kulit/mukosa dan
jaringan bawah kulit, sistem respirasi, sistem
kardiovaskuler, sistem gastrointestinal).

• Anafilaksis merupakan reaksi hipersensitifitas


sistemik, akut yang dimediasi oleh IgE akibat
pelepasan mediator sel mast, basofil.

1
Patofisiologi 4

• Reaksi anafilaksis merupakan reaksi hipersensitvitas


tipe I atau reaksi cepat dimana reaksi segera muncul
setelah terkena alergen.
Perjalanan reaksi anafilaktik dibagi menjadi tiga fase

fase fase efektor


sensitisasi
fase aktivasi

1
fase
sensitisasi
Patofisiologi 5

• Masuknya antigen ke dalam tubuh lalu ditangkap oleh sel


imun non spesifik kemudian di fagosit dan
dipersentasikan ke sel Th2

• Sel ini akan merangsang sel B untuk membentuk antibodi


sehingga terbentuklah antibodi IgE

• Antibodi ini akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor IgE
yaitu sel mast, basofil, dan eosinofil
1
fase aktivasi 6
Patofisiologi
• tubuh terpajan kembali dengan alergen yang sama,
alergen yang masuk ke dalam tubuh itu akan diikat oleh
IgE dan memicu degranulasi dari sel mast

• Terjadi interaksi antara IgE pada permukaan sel mast dan


basofil dengan antigen spesifik pada paparan kedua
sehingga mengakibatkan perubahan membran sel mast
dan basofil

• akibat metilasi fosfolipid yang diikuti oleh influks Ca++


yang menimbulkan aktivasi fosfolipase, kadar cAMP
menurun, menyebabkan granul-granul yang penuh
berisikan mediator bergerak kepermukaan sel.
1
fase efektor
Patofisiologi 7

• Adanya degranulasi sel mast menimbulkan pelepasan


mediator inflamasi, seperti histamin, treptase, kimase,
sitokin

• Bahan-bahan ini dapat meningkatkan kemampuan


degranulasi sel mast lebih lanjut sehingga menimbulkan
dampak klinis pada organ organ tubuh

1
Hipersensitivitas tipe I yang mendasari Reaksi8
Anafilaksis

1
Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 9thed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2010.p.389
Respirasi (70%): Gatal di Tanda dan Gejala 9
hidung, bersin-bersin,
kongesti, rinorea, pilek Gatal
pada tenggorokan, disfonia,
suara serak, stridor, batuk
kering

Kulit, subkutan, mukosa (80-


90% kasus): Kemerahan, gatal,
urtikaria, angioedema, pilor
erection, Gatal di periorbital,
Gastrointestinal (45%): Nyeri eritema dan edema, eritema
abdomen, mual, muntah, konjunctiva, mata berair, Gatal
diare, disfagia. pada bibir, lidah, palatum,
kanalis auditori eksternus,
bengkak di bibir, lidah, dan
uvula
1
Sistem saraf pusat (15%):
Perubahan mood mendadak
Tanda dan Gejala 9

seperti iritabilitas, sakit


kepala, perubahan status
mental, kebingungan.

Sistem kardiovaskuler (45%):


Nyeri dada, takikardia,
bradikardia (jarang), palpitasi,
hipotensi, merasa ingin jatuh,
henti jantung.

1
10

DIAGNOSIS BANDING

Alwi I, Salim S, et al. 2015. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan PraktikKlinis, Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
1
Klasifikasi Anafilaksis 11

Ringan (hanya melibatkan kulit dan jaringan dibawah kulit)


seperti: eritema generalisata, urtikaria, angioedema/edema
periorbita.

Sedang (melibatkan sistem respirasi, kardiovaskuler,


gastrointestinal) seperti : sesak nafas, stridor, mengi, mual,
muntah, pusing (pre syncope), rasa tidak enak di tenggorokan dan
dada serta nyeri perut.

Berat (hipoksia, hipotensi, syok dan manifestasi neurologis),


seperti: sianosis (SpO2 ≤ 90%), hipotensi (SBP < 90 mmHg pada
dewasa), kolaps, penurunan kesadaran dan inkontinensia

1
TATALAKSANA 12

1. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai yang


diangkat (diganjal dengan kursi)  membantu menaikkan venous
return  TD ikut meningkat

2. Oksigen 3-5 liter/menit, pada keadaan yang ekstrim, tindakan


trakeostomi atau krokoidektomi dapat dipertimbangkan

3. Pemasangan infus: cairan plasma expander (dextran)  pilihan


utama guna mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika tidak
tersedia dapat digunakan RL atau NaCl.
1
TATALAKSANA (2) 13

4. Adrenalin 0.3-0.5ml dari larutan 1:1000 IM, dapat diulang 5-20


menit  dosis ulangan umumnya dioerlukan. Jika respon
pemberian IM kurang efektif, dapat diberikan secara IV 0.1-0.2ml
adrenalin dalam dilarutkan 10ml NaCl diberikan perlahan

5. Aminofilin: dapat diberikan apabila bronkospasme belum hilang


dengan pemberian adrenalin. 250mg aminofilin diberikan
perlahan selama 10 menit IV, dapat dilanjutkan melalui drip infus
bila perlu

1
14
TATALAKSANA (3)
5. Anti histamine dan kortikosteroid: pilihan kedua setelah
adrenalin, manfaatnya kurang pada tingkat syok anafilaktik. Dapat
diberikan setelah gejala klinik membaik  untuk mencegah
komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged
effect.
Antihistamin: difenhidramin HCl 5-20 mg IV
Kortikosteroid: dexametason 5-10 mg IV atau hidrokortison
100-250 mg IV

6.Resusitasi Kardio Pulmoner  jika terjadi henti jantung sesuai


dengan falsafah ABC dan seterusnya

1
Algoritma Penanganan Reaksi Anafilaktik 15

1
Simons et al, 2011
16

KONSELING DAN EDUKASI


1. Keluarga perlu diberitahu bahwa anafilaksis merupakan kondisi
gawat darurat sehingga harus dibawa ke pelayanan kesehatan
terdekat. Penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-obat
yang telah dilaporkan bersifat antigen (serum,penisilin, anestesi
local,dll) harus selalu diwaspadai

2. Mengonfirmasi faktor pemicu reaksi anafilaksis dan


mencatatnya di rekam medis serta memberitahukan kepada
pasien dan keluarga untuk menghindarinya.

1
17

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


KOMPLIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian

PROGNOSIS
Tergantung kecepatan diagnosa dan
pengelolaanya  umumnya dubia ad bonam

1
18
Daftar Pustaka

1. Alwi I, Salim S, et al Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan


PraktikKlinis, Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam; 2015
2. Simons FER,et,all,update: World alergy organization guidlines for assesment
and management of anafilaxis,cur opin Alergy clin immunol 2012;12;398-99
3. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 9thed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;2010.p.383-9
4. Subowo. Imunologi Klinik: Hipersensitivitas. 2nded. Jakarta: Sagung Seto;
2010.p. 31-84.
5. Kumar, Abbas, Fausto, Aster. Robbns and Cotran: Disease of The Immune
System. 8thed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p. 198-201, 204-5.
6. Abbas AK, Lichtman AH Pilai S. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. P. 423-5.

1
1

Anda mungkin juga menyukai