Anda di halaman 1dari 21

1

Mekanisme Penyelesaian Pewarisan


Menurut Hukum Islam

Oleh:
TAUFIK, SH, SpN, MKn
Notaris Jakarta Selatan

DISAMPAIKAN PADA WEBINAR YANG DISELENGGARAKAN OEH PP-INI:


“PROBLEMATIKA DAN PENERAPAN KEWARISAN ISLAM DALAM PRAKTIK KENOTARIATAN DI
INDONESIA”
ZOOM, 8 MARET 2022
Pentingnya mempelajari Hukum Waris 2

 Hadits riwayat Ibnu Majah dan Addaraquthni:


“Pelajarilah faraidl dan ajarkanlah kepada orang banyak; karena faraidl adalah setengah dari
ilmu dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari umatku.”

 Hadits riwayat Ahmad bin Hambal:


“Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang banyak; pelajari pula faraidl dan
ajarkanlah kepada orang banyak; karena aku manusia yang pada suatu Ketika mati dan
ilmupun akan hilang; hampir-hampir dua orang bersengketa dalam faraidl dan masalahnya,
maka mereka tidak menjumpai orang yang memberi tahu bagaimana penyelesaiannya.”
Hukum Kewarisan 3

 Pasal 171 a KHI  Pasal 830 BW


Hukum kewarisan adalah hukum yang Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.
mengatur tentang pemindahan hak  Pasal 874 BW
kepemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak Segala harta peninggalan seseorang yang
menjadi ahli waris dan berapa bagiannya meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian
masing-masing. ahli warisnya menurut udang2, sekedar
terhadap itu dengan surat wasiat tidak diambil
sesuatu ketetapan yang sah.
 Pasal 833 BW
Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena
hukum memperoleh hak milik atas segala
barang, segala hak dan segala piutang yang
meninggal.
Bagaimana menentukan Hukum Waris mana yang akan 4
diberlakukan?

 Hukum Waris yang diberlakukan adalah hukumnya pewaris, bukan hukum ahli waris. Terutama bagi
penganut agama Islam, yang berlaku adalah hukum waris Islam (QS. An-Nisa’ Ayat 13).
 Lihat ketentuan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 mengenai sahnya perkawinan: “Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing2 agamanya dan kepercayaannya itu”.
Jadi berdasarkan cara sahnya perkawinan tersebut akan membawa akibat hukum berikutnya,
termasuk terkait dengan hukum waris.
 Jika perkawinan dilakukan menurut ketentuan hukum Islam, maka ketentuan mewaris dari
perkawinan tersebut juga mengikuti ketentuan waris menurut hukum Islam, atau pada saat meninggal
dunia, pewaris beragama Islam.
 Jika perkawinan dilangsungkan menurut hukum BW dan dicatatkan di Kantor Catatan Sipil, maka
ketentuan mewaris adalah sesuai ketentuan mewaris dalam BW.
 Jika perkawinan dilakukan menurut hukum adat, maka ketentuan mewaris dari perkawinan tersebut
juga mengikuti ketentuan hukum adat yang berlaku bagi pewaris yang meninggal dunia.
Bagaimana terjadinya pewarisan? 5

Ab Intestato
Pewarisan berdasarkan
hukum/undang2

Ahli Waris

Testamenter
Pewarisan berdasarkan wasiat
Apa yang diwariskan? 6

 Menurut Hukum Waris Islam, yang  Menurut Hukum Waris BW, yang
diwariskan adalah harta kekayaan yang diwariskan adalah segala hak dan
ditinggalkan oleh pewaris, tidak termasuk kewajiban pewaris.
kewajiban.  Pasal 833 BW, yang diwariskan adalah
 Pasal 175 (2) KHI, tanggung jawab ahli segala barang, segala hak dan segala
waris terhadap utang atau kewajiban piutang.
pewaris hanya terbatas pada jumlah atau  Pasal 1100 BW, para ahli waris yang
nilai harta peninggalannya.
sudah menerima suatu warisan
diwajibkan dalam hal pembayaran utang,
hibah wasiat dan lain2 beban, memikul
bagian yang seimbang dengan apa yang
diterima masing2 dari warisan.
Alur Warisan:
7
Islam: BW: Dibagi
Dibagi Aktiva
Aktiva dan Pasiva setelah berikut
(Termasuk Harta dikurangi pasiva
Bersama jika ada) kewajiban

Harta Boedel Harta Ahli


Seseorang Waris Waris

Dapat
Meninggal menjadi
subjek
dunia tersendiri
Perbedaan Hukum Waris Islam dan BW
8
ISLAM: BW:
 Pewarisan tidak berdasarkan golongan ahli waris. Warisan dapat  Pewarisan berdasarkan golongan ahli waris, dimana ahli waris
diterima meskipun para ahli waris berasal dari golongan dan derajat golongan pertama dapat menghalangi ahli waris golongan kedua dst
yang berbeda.
 Orang tua masuk dalam golongan kedua yang terhalang oleh
 Orang tua, isteri/suami dan anak tidak terhalang oleh siapapun isteri/suami dan anak yang masuk dalam golongan pertama
 Anak luar nikah bukan ahli waris  Anak luar nikah yang diakui sebagai ahli waris
 Anak angkat bukan ahli waris (tapi dalam pasal 209 (2) KHI dapat  Anak angkat (khusus golongan Tiionghoa) sebagai ahli waris
diberi warisan berdasarkan wasiat wajibah sebanyak2nya 1/3 harta
warisan orang tua angkatnya)
 Dikenal adanya pergantian tempat mewaris (plaatvervulling)

 Tidak dikenal adanya pergantian tempat mewaris (tapi dalam pasal


 Ada pilihan untuk menolak warisan
185 KHI dimungkin kecuali mereka yang disebut dlm pasal 173  Ada legitime portie (hak mutlak) bagi ahli waris ab instestato yaitu
KHI) ½ jika sendiri, 2/3 jika berdua dan ¾ jika tiga orang atau lebih.
 Tidak dikenal penolakan warisan
 Ada pembatasan terhadap besaran wasiat maksimal 1/3 dari harta
warisan
Penggolongan Ahli Waris menurut Hukum Islam 9

1. Dzawil Furudl yaitu golongan ahli waris yang menerima bagian haknya tertentu, yaitu
2/3, 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, atau 1/8.
2. `Ashabah yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tidak tertentu, tetapi
mendapatkan sisa dari Dzawil Furudl atau mendapatkan semuanya jika tidak ada
Dzawil furudl.
3. Dzawil Arham yaitu golongan ahli waris yang mempunyai hubungan family dengan
pewaris, yang tidak termasuk golongan Dzawil Furudl dan `Ashabah.
Penggolongan Ahli Waris menurut BW 10

1. Golongan Pertama: suami/isteri dan anak dan penggantinya, tanpa membedakan jenis
kelamin.
2. Golongan Kedua: orang tua, saudara dan keturunannya sampai dengan derajat keenam,
kecuali karena pergantian tempat. Bagian orang tua tidak kurang dari ¼ dari warisan.
3. Golongan Ketiga: Kakek dan Nenek (baik dari garis ayah atau ibu) serta leluhur
selanjutnya. Disini tidak ada pergantian tempat. Pembagian pada golongan ini akan terjadi
kloving.
4. Golongan Keempat: Keluarga sedarah garis ke samping yang lebih jauh (paman, bibi).
Disini ada pergantian tempat. Pembagian lebih didahulukan yang dekat derajatnya.

Kesemua dengan pembagian yang sama besarnya, kecuali untuk orang tua minimal mendapat ¼
bagian (pasal 854 dan 855 BW)
Hak Mewaris Anak Luar Nikah yang diakui 11
menurut BW

1. Jika mewaris Bersama dengan Golongan Pertama: maka akan mendapat 1/3 dari
bagiannya seandainya ia anak sah.
2. Jika mewaris Bersama dengan Golongan Kedua: maka akan mendapat ½ dari
bagiannya seandainya ia anak sah.
3. Jika mewaris Bersama dengan Golongan Ketiga: maka akan mendapat 3/4 dari
bagiannya seandainya ia anak sah.
Anak Angkat, apa menerima warisan? 12

 Menurut Hukum Waris Islam, anak angkat  Di dalam system BW, tidak dikenal anak angkat.
tidak mendapat warisan dari orang tua Karena itu untuk orang2 Tionghoa diadakan
angkatnya. peraturan tersendiri dalam Staatsblad 1917-129
mengenai Adopsi.
 Tetapi dalam pasal 209 (2) KHI ditentukan,
terhadap anak angkat yang tidak menerima
 Menurut hukum adat Tionghoa, anak2 luar nikah
warisan diberi wasiat wajibah sebanyak- dianggap sebagai anak sah asal saja diakui oleh
ayahnya; anak2 demikian memakai nama
banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua
keluarga ayahnya dan ikut mewaris Bersama
angkatnya.
isteri utama untuk bagian yang sama.
 Ordonansi 1917 tersebut menimbukan akibat
hukum lain dari adopsi yaitu apabila suami-isteri
mengadopsi seorang anak maka anak itu
dianggap terlahir dari perkawinan mereka.
Dianggap sebagai anak sah mereka dan mewaris
dari mereka.
Penggolongan Penduduk, apakah masih berlaku? 13

 Berdasarkan UUD 1945 dan UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan,


penggolongan penduduk seperti pada masa Hindia Belanda sudah tidak dapat diberlakukan
lagi di Indonesia.
 Dalam UUD 1945, jika merujuk kepada pasal 26, 27 (1) dan 28 (2), penggolongan penduduk
bertentangan dengan pasal2 tersebut.
 UU No. 12 tahun 2006 dibuat berdasarkan salah satu asas yaitu Asas Nondiskriminatif
yaitu asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal yang berhubungan dengan
warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender. Hal ini dapat
dibaca dibagian penjelasan UU No. 12 thun 2006.
WASIAT 14

 Wasiat adalah sebagai salah satu cara memperoleh warisan.


 Pasal 171 f KHI: Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau
Lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
 Pasal 874 BW: Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan
sekalian ahli warisnya menurut udang2, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak
diambil sesuatu ketetapan yang sah.
 Pasal 875 BW: Wasiat atau testamen adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang
tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya
dapat dicabut kembali.
Bentuk Wasiat 15

1. Wasiat olografis (olografis testament), yaitu suatu wasiat yang ditulis dengan tangan orang yang yang akan
meninggalkan warisan itu sendiri (eigen handing) dan harus diserahkan pada notaris untuk disimpan (Pasal
932 ayat 1 dan 2 BW). Penyerahan ini harus dibuatkan akta yang disebut akta penyimpanan (akta van depot)
yang ditandatangani oleh pembuat wasiat, notaris dan 2 orang saksi yang menghadiri peristiwa tersebut.
Penyerahan kepada notaris dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup (dalam amplop), jika tertutup maka
pembukaan wasiat tersebut dilakukan oleh Balai harta peninggalan (BHP) dan dibuat proses verbal.
2. Wasiat umum (Openbare testament), dibuat oleh notaris (Pasal 938 dan 939 ayat (1) BW). Orang yang
akan meninggalkan warisan menghadap kepada notaris dan menyatakan kehendaknya. Notaris tersebut akan
menulis kehendak pemberi wasiat dengan dihadiri oleh 2 orang saksi. Bentuk ini paling banyak dan baik
karena notaris dapat mengawasi isinya dan memberikan nasehat-nasehat tentang isinya.
3. Wasiat Rahasia, dibuat oleh pemberinya atau orang lain kemudian ditandatangani pewaris, dan harus
diserahkan sendiri kepada notaris dengan 4 orang saksi, dalam keadaan tertutup dan disegel (Pasal 940 BW).
Jenis Wasiat 16

1. Erfstelling.
Wasiat yang berisi erfstelling atau wasiat pengangkatan waris, yaitu wasiat dengan mana
orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau lebih, seluruh atau sebagian (1/2 atau
1/3, dll) dari harta kekayaannya, kalau ia meninggal dunia. Orang yang ditunjuk (diangkat)
tersebut disebut testamentaire erfgenaam, yang berarti ahli waris menurut wasiat dan sama halnya
dengan seorang ahli waris menurut Undang-undang, atau berdasarkan atau di bawah titel umum
(onder algemene titel).
2. Legaat.
Wasiat yang berisi hibah (legaat), yaitu suatu pemberian kepada seorang atau
beberapa orang berupa satu atau beberapa benda tertentu, barang-barang dari jenis tertentu
misalnya: seluruh benda bergerak, hak pakai hasil (vruchtgebruik), misalnya seluruh atau sebagian
dari warisan, sesuatu hak lain terhadap boedel misalnya: memberi satu atau beberapa benda
tertentu dari boedel. Orang yang menerima legaat disebut legataris. ia bukan ahli waris, sehingga
ia tidak menggantikan hak dan kewajiban si meninggal, tidak diwajibkan membayar hutang-
hutangnya, dan legataris mendapat warisan di bawah titel khusus.
Permohonan Surat Keterangan Wasiat 17

1. Diajukan kepada Pusat Daftar Wasiat oleh ahli waris (ab intestato)
2. Melampirkan dokumen: -Akta
Kematian -Surat
Keterangan Ahli Waris -Dokumen
pendukung lain
3. Jika dilakukan oleh Notaris atau bukan ahli waris, wajib
melampirkan Surat Kuasa Khusus dari ahli waris
Pelaksanaan Wasiat dan Pembagian Waris (1) 18

 Pelaksanaan wasiat untuk ahli waris testamenter dilakukan bersamaan dengan pembagian
waris untuk ahli waris ab intestato.
 PP 24/1997 Pasal 42 (4): Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan
hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan
bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang
penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat
tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.
 PMA 3/1997 Pasal 111 (2): Apabila pada waktu permohonan pendaftaran peralihan sudah
ada putusan pengadilan atau penetapan hakim/Ketua Pengadilan atau akta mengenai
pembagian waris sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997, maka putusan/penetapan atau akta tersebut juga dilampirkan pada
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pelaksanaan Wasiat dan Pembagian Waris (2) 19

PMA 3/1997 Pasal 112 (1): Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat, maka:
a. jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan sudah tertentu, maka
pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah dengan melampirkan:
1) sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah
yang dihibahkan belum terdaftar, bukti pemilikan tanah atas nama pemberi hibah sebagaimana dimaksud Pasal 24
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
2) surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pemberi hibah wasiat tersebut waktu
meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang;
3) a) Putusan Pengadilan atau Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai pembagian harta waris yang memuat
penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah
wasiatkan kepada pemohon, atau
b) Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan
dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada Pelaksana Wasiat tersebut, atau
c) akta pembagian waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon.
Teknis Pelaksanaan Wasiat dan Pembagian Waris (3) 20
1. Ditentukan terlebih dahulu siapa ahli waris, baik ahli waris ab intestato maupun ahli waris
testamenter (jika ada), yang dibuktikan dengan surat keterangan ahli waris. Dalam SKAW tidak
perlu dicantumkan bagian masing2 ahli waris.
2. Ditentukan bagian masing2 ahli waris, baik untuk ahli waris ab intestato dan testamenter.
3. Ditetapkan harta yang ditinggalkan dan nilainya masing2 (baik harta pribadi maupun harta Bersama
jika ada). Selanjutnya dipilah, mana yang masuk sebagai harta pribadi dan mana yang masuk
sebagai harta Bersama.
4. Ditetapkan kewajiban yang harus diselesaikan oleh pewaris dan biaya2 untuk pengobatan dan
penguburan.
5. Diselesaikan terlebih dahulu semua kewajiban pewaris. Selanjutnya dilaksanakan testamenter (legat)
jika ada. Setelah dilaksanakan kewajiban dan legat, baru dilakukan pembagian atas sisa harta
peninggalan kepada ahli waris ab intestato dan ahli waris testamenter erfstelling.
6. Poin 1 s/d 5 dirangkum dalam satu dokumen pembagian waris.
21
Terima kasih

taufik sh
notaris jakarta selatan
0811673617
ntaufiksh@gmail.com

WEBINAR OLEH PP-INI:


“PROBLEMATIKA DAN PENERAPAN KEWARISAN ISLAM DALAM PRAKTIK KENOTARIATAN DI INDONESIA”

ZOOM, 8 MARET 2022

Anda mungkin juga menyukai