Anda di halaman 1dari 26

Perbandingan Desain

Perkerasan Jalan Lentur


Menggunakan Metode
AASHTO 1993 dan Metode
Bina Marga 2013 pada Jalan
Desa Selorejo Kecamatan Dau
Kabupaten Malang

Oleh :
ILHAM SATRIA UTAMA
160523602107
Lokasi Penelitian
JALAN DESA SELOREJO, KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG

Desa Selorejo merupakan desa yang yang terdapat banyak tempat wisata. Selain itu juga terdapat lahan pertanian yang sangat
luas dan hasil pertanian yang melimpah. Luas perkebunan 238,277 ha, luas sawah 6,7 ha, luas hutan lindung 1383,8 ha, luas
hutan produksi 675,1 ha, dan luas hutan rakyat 7,8 ha. Semua daerah ini terdiri dari berbagai jenis tanah pertanian, ladang, dan
peternakan. Karena banyak peluang wisata alamnya, desa ini disebut sebagai "Desa Wisata". Wisata andalan kawasan ini adalah
wisata petik buah jeruk dan wisata berkemah Bedengan. Selain itu, ada wisata religi, area sirkuit, dan wisata air terjun yang tak
kalah mempesona.
(Kabupaten Malang, 2020)
Latar Belakang
Masalah
• Terdapat beberapa ruas jalan yang belum
dilapisi aspal. Akses jalan untuk menuju
daerah perkemahan Bedengan, yang justru
menjadi tempat wisata unggulan, masih
belum dilapisi oleh aspal dan masih berupa
tanah biasa dan bebatuan.

• Terhambatnya arus lalu lintas akibat banyak


permukaan jalan yang mengalami
kerusakan.
Rumusan Masalah

1 2 3

Berapa ketebalan kontruksi Berapa ketebalan kontruksi Bagaimana perbandingan


lapisan perkerasan lentur lapisan perkerasan lentur perencanaan tebal perkerasan
yang sesuai untuk Jalan Desa yang sesuai untuk Jalan lentur di jalan Desa Selorejo
Selorejo dengan Metode Desa Selorejo dengan menhgunakan Metode Bina
Bina Marga 2013? Metode AASHTO 1993? Marga 2013 dan Metode
AASHTO 1993?
Batasan Masalah
1
Penelitian dilakukan di ruas Jalan Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang

2 Desain perkerasan lentur ini mengacu pada tata cara perencanaan tebal
perkerasan lentur yang ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Direktorat
Jendral Bina Marga tahun 2013 dan AASHTO 1993

3 Penelitian ini dilakukan berdasarkan data primer yang diperoleh dari studi
lapangan oleh peneliti, meliputi data Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR), data
CBR tanah dasar, dan data geometrik jalan

4
Tidak dilakukan perencanaan saluran drainase, overlay, dan perhitungan
anggaran biaya
Tujuan Penelitian

1 2

Merencanakan tebal perkerasan Membandingkan hasil tebal


lentur Jalan Desa Selorejo perkerasan lentur
menggunakan Metode Bina menggunakan metode Bina
Marga 2013 dan Metode Marga 2013 dan metode
AASHTO 1993 AASHTO 1993
Manfaat Penelitian
Bagi Jurusan
Bagi Mahasiswa Bagi Universitas
Teknik Sipil Negeri Malang
Mahasisa dapat merencanakan
struktur jalan dengan perkerasan
lentur menggunakan Metode Bina Penelitian ini dapat dijadikan
Penelitian ini dapat menjadi
Marga 2013 dan metode AASHTO tambahan rujukan yang ada pada
rujukan dalam pengembangan
1993, mrngetahui dan menjelaskan perpustakaan jurusan untuk
teknologi perkerasan jalan
hasil data dari parameter dari penelitian mengenai perkerasan
selanjutnya
kedua metode yang digunakan, jalan selanjutnya
selain itu juga dapat memberi
masuksn dan rujukan bagi
mahasiswa lain
Rancangan
Penelitian
• Tahap awal adalah mencari rujukan
penelitian sebelumnya yang terdapat pada
jurnal, internet, buku, dan sumber-sumber
yang lain.
• Menenentukan lokasi dan waktu penelitian
• Mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penelitian
• Menganalisis data penelitian
• Menyimpulkan hasil analisis
Diagram Alir Penelitian
Pengumpulan Data Penelitian

Data Primer Data Sekunder

Pada penelitian ini data Pengumpulan data sekunder ini


primer yang digunakan dilakukan dengan cara studi
leteratur dan pengumpulan data
adalah data CBR tanah yang
secara langsung menggunakan
yang diperoleh dari uji
jurnal-jurnal dan buku yang
DCPT dan lalu lintas harian
digunakan sebagai rujukan
(LHR).
dalam menganalisa.
Analisi Data Penelitian
• CBR, digunakan untuk mengetahui daya dukung tanah
• LHR, untuk menghitung repetisi sumbu kendaraan dan
analisia kemampuan jalan dalam menerima beban
kendaraan
• Pertumbuhan data lalu lintas yang dianalisa
berdasarkan peningkatan kendaraan bermotor tiap
tahunnya
Perencanaan Penelitian
• PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA
2013
PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN DENGAN
METODE BINA MARGA 2013

DATA LHR
DATA LHR
PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN
PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN
Perencanaan Penelitian
• PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993
PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN DENGAN METODE AASHTO 1993

Perhitungan Angka
Ekivalen Sumbu
Kendaraan
Perhitungan Lalu Lintas
pada Lajur Rencana (W18)

Modulus Ressilient
Tanah Dasar
Serviceability

Reliability
Untuk klasifikasi jalan arteri dapat digunakan
nilai reabilitas (R) sebesar 70%
Standar
Deviasi (Zr)

Nilai R = 70% maka standar deviasi normal (Zr) = -0,524. Nilai


standar deviasi keseluruhan (So) berdasarkan peraturan AASHTO
1993 untuk perkerasan jalan lentur berkisar antara 0,40 – 0,50,
maka nilai (So) diambil 0,45.

Koefisien
Lapisan ()
Modulasi Elastisitas

Menentukan Nilai
Structural Number (SN)
Menghitung Tebal Lapisan Perkeras
PEMBAHASAN

Dalam perencanaan tebal lapis perkerasan jalan, metode Bina Marga 2013 menggunakan nilai CESA
sebagai jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada setiap jalur dengan pertimbangan nilai
VDF dan Traffic Multiplier. Untuk menentukan tebal lapis perkerasan menggunakan metode ini dapat
dikatakan praktis karena, hanya mengikuti prosedur yang sudah ada pada buku pedoman Manual
Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013.

Sedangkan dalam metode AASHTO 1993 diawali dengan menentukan W 18 sebagai parameter utama
untuk menentukan tebal lapis permukaan perkerasan jalan. Kemudian dilanjutkan dengan mengitung
faktor Serviceability, Relialibility, standar deviasi, modulus elastisitas, structural number, dan
kemudian didapat tebal lapisan perkerasan yang ditentukan oleh nomogram yang terdapat pada buku
pedoman AASHTO 1993.

Perbandingan kedua metode tersebut, dalam perencanaan tebal lapis perkerasan jalan, metode Bina
Marga 2013 menggunakan nilai CESA sebagai jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada
setiap jalur dengan pertimbangan nilai VDF dan Traffic Multiplier. Untuk menentukan tebal lapis
perkerasan menggunakan metode ini dapat dikatakan praktis karena, hanya mengikuti prosedur yang
sudah ada pada buku pedoman Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013. Sedangkan
dalam metode AASHTO 1993 diawali dengan menentukan W 18 sebagai parameter utama untuk
menentukan tebal lapis permukaan perkerasan jalan. Kemudian dilanjutkan dengan mengitung faktor
Serviceability, Relialibility, standar deviasi, modulus elastisitas, structural number, dan kemudian
didapat tebal lapisan perkerasan yang ditentukan oleh nomogram yang terdapat pada buku pedoman
AASHTO 1993.
Kesimpulan Saran

1. Hasil perhitungan tebal perkerasan lentur 1. Sebelum melaksanakan pembuatan tugas akhir ini, diharapkan terlebih
dahulu untuk mempelajari kembali ilmu–ilmu yang berkaitan dengan
menggunakan metode AASHTO 1993 Perencanaan Perkerasan lentur.
dihasilkan lapis permukaan HRA dengan 2. Perencanaan tebal perkerasan lentur jalan sangat mempertimbangkan
hasil tebal perkerasan yang didapat dengan faktor-faktor yang ada, seperti
ketebalan 11 cm, lapis pondasi atas dengan pertumbuhan lalu lintas harus dilakukan dengan sebaik mungkin
batu pecah kelas A dengan ketebalan 20 cm, sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan.
3. Untuk perencanaan jalan raya haruslah ditetapkan sedemikian rupa agar
dan lapis pondasi bawah dengan sirtu/pirun jalan yang direncanakan nantinya akan memberikan pelayanan yang baik
kelas A dengan ketebalan 30 cm. terhadap kegiatan lalu lintas sesuai dengan fungsinya.
4. Sebaiknya dalam perencanaan perkerasan jalan harus dirancang sesuai
2. Hasil perhitungan tebal perkerasan lentur dengankebutuhan lalu lintas yang akan dilayani dan harus direncanakan
menggunakan metode Bina Marga 2013 sesuai dengan aturan instansi yang berlaku.
5. Diharapkan perencanaan tebal perkerasan metode Bina Marga 2013 dan
dihasilkan lapis permukaan HRS WC metode AASHTO 1993 dapat dikembangkan lagi pada proyek konstruksi
dengan ketebalan 10 cm, lapis pondasi atas jalan.
6. Untuk penelitian yang lebih lanjut disarankan agar bisa dikembangkan
dengan batu pecah kelas A dengan lagi dengan memilih lokasi studi kasus yang memiliki tingkat lalu lintas
ketebalan 20 cm, dan lapis pondasi bawah tinggi seperti jalan poros antar provinsi yang bisa mempengaruhi hasil
perbandingan antara metode perkerasan.
dengan sirtu/pirun kelas A dengan
ketebalan 30 cm.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai