Anda di halaman 1dari 7

MALIN KUNDANG

Zaman dahulu ada seorang janda


bernama Mande Rubayah yang hidup bersama
anaknya bernama Malin Kundang. Mereka
tinggal di sebuah perkampungan nelayan
Pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat.
Mande Rubayah sangat menyayangi anak
laki-lakinya dan memanjakan Malin Kundang
hingga ia tumbuh jadi anak rajin dan
penurut.Ketika Mande Rubayah sudah tua, ia
hanya bisa bekerja sebagai penjual kue untuk
mencukupi kebutuhan dirinya dan anaknya.
Suatu hari, anak laki-lakinya sakit keras
hingga nyawanya hampir melayang namun
masih bisa diselamatkan karena usaha keras
ibunya.
Saat tumbuh dewasa, Malin Kundang
meminta izin kepada ibunya merantau ke
kota, kebetulan ada kapal besar merapat di
Pantai Air Manis. Ibunya sempat menolak
karena takut terjadi sesuatu pada anak
laki-lakinya dan meminta Malin untuk
menemani ibunya saja. Mande Rubayah
sedih mendengar permintaan Malin yang
ingin mengubah nasib dengan merantau.
Namun Malin meyakinkannya sambil
menggenggam tangan ibunya. Ia tidak
ingin menyia-nyiakan kesempatan saat
kapal besar yang datang satu tahun sekali
di pantai.
• Dalam dongeng Malin Kundang, pada
akhirnya Mande Rubayah mengizinkan Malin
merantau seraya memberikan bekal nasi
berbungkus daun pisang sebanyak tujuh
bungkus untuk bekal di perjalanan. Ibunya
pun mengingatkan untuk cepat kembali sambil
menangis. Doa Mande Rubayah yang tak
putus-putusnya itu, terus dilakukan sampai ia
semakin menua. Tubuhnya mulai dimakan usia
dan jalannya mulai terbungkuk-bungkuk."Ibu
sudah tua, Malin. Kapan kau pulang?" rintih
Mande Rubayah tiap malam. Namun, Malin tak
juga datang mengunjungi ibunya. Nahkoda
kapal yang membawa Malin pun, membawa
kabar kalau Malin sudah menikah dengan
gadis bangsawan.
Keyakinan Mande Rubayah diaminkan dengan
kedatangan kapal megah. Penduduk
perkampungan menyambut gembira kapal itu.
Mereka berkumpul di sekitar kapal itu karena
mengira itu milik sultan atau pangeran.Mande
Rubayah pun turut berdesakan di dekat kapal.
Ia melihat sepasang muda-mudi di anjungan
kapal. Pasangan itu mengenakan baju berkilau
dan tersenyum. Ibu Malin itu, mengetahui
bahwa lelaki muda itu adalah anaknya. Malin
tidak peduli perkataan ibunya. Ia tidak mau
mengakui ibunya karena malu kepada istrinya.
Mande bersujud di kaki Malin dan hendak
memeluk kakinya. Namun, Malin malah
menendangnya.
• Hati Mande Rubayah perih seakan
ditusuk-tusuk. Ia tak menyangka anak laki-
laki kesayangannya, tega kepada ibunya
sendiri. Ia menengadahkan tangan ke langit
dan berdoa dengan hati pilu.“Ya, Tuhan,
kalau memang dia bukan anakku, aku
maafkan perbuatannya tadi. Tapi, kalau
memang dia benar anakku yang bernama
Malin Kundang, aku mohon keadilanmu, ya
Tuhan!” ucapnya pilu sambil menangis.Tiba-
tiba, cuaca di tengah laut yang cerah
berubah menjadi gelap. Hujan lebat turun.
Badai dan petir menghantam kapal Malin
Kundang.
Badai yang datang tiba-tiba itu,
menghancurkan kapal Malin Kundang
hingga berkeping-keping. Puing kapalnya
terbawa sampai ke pantai. Pagi harinya,
terlihat puing kapal Malin Kundang yang
terdampar telah menjadi batu.Tubuh Malin
Kundang pun turut menjadi batu. Ia
dikutuk oleh ibunya karena durhaka. Di
sela-sela batu, ikan teri, ikan belanak,
dan ikan tenggiri berenang. Ikan itu
berasal dari tubuh istri Malin yang mencari
suaminya.

Anda mungkin juga menyukai