Anda di halaman 1dari 146

Konsep Berpikir

Dari Sistematika Filsafat hingga Logika Matematika

revisi 1.0 (2013)

Sunkar E. Gautama
1

Paradoks Softbook Publisher

Judul buku

: Konsep Berpikir Dari Sistematika Filsafat hingga Logika Matematika Edisi/revisi : 1.0 Penulis : Sunkar E. Gautama Penyunting : Aldytia G. Sukma Tahun terbit : 2013 Gambar sampul : Penrose Staircase by Diganta Saha source: http://www-vrl.umich.edu/intro/ Penerbit (cetak) : SAHABAT.com
Penerbit online Paradoks Softbook Publisher Kritik, saran, koreksi, dan pertanyaan: http://paradoks77.blogspot.com skaga_01@yahoo.co.id

Free: Buku ini ditujukan untuk disebarkan secara cuma-cuma demi dunia pendidikan di Indonesia. Tiap orang berhak untuk mencetak atau mengutipnya Dilarang keras mengomersialkan buku ini tanpa izin penerbit!

1 13 3

Kata Pengantar
Akhirnya buku berjudul Konsep Berpikir ini rampung jua setelah berbulan-bulan dikerjakan dengan perhatian yang tidak penuh. Buku ini disusun sebagai panduan pelengkap dalam metodologi berpikir, sistematika filsafat, kerangka berpikir ilmiah, maupun sekedar bacaan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai konsep dan cara berpikir. Buku ini memuat sedikit pengantar sistematik filsafat, dasar logika matematika, dan pembahasan berbagai masalah matematis, fisis, maupun sosial secara ringkas. Oleh karena itu, buku ini bukanlah buku yang lengkap, tetapi cukup baik untuk mulai mengantarkan Anda pada sistematika filsafat atau membuat Anda dapat berpikir lebih kritis terhadap kehidupan. Atas terselesaikannya buku ini, penulis berterima kasih kepada Aldytia, yang dengan senang hati mau menyunting naskah buku ini, memberikan koreksi dan masukan yang berharga, saudara Surachman B. dan Ariansyah Yoko yang masih setia menjadi teman diskusi, serta segala hal lainnya yang, dengan atau tanpa penulis sadari telah mendukung terciptanya buku ini. Untuk edisi cetak ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada saudara Hendry dan percetakannya SAHABAT.com yang bersedia membantu membuat edisi cetak buku ini. Semoga kalian semua diliputi kebahagiaan.

Bagaimanapun, buku ini pastilah masih menyimpan kesalahan baik teknis maupun non teknis, untuk itu penulis dengan rendah diri meminta maaf dan memohon kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata dari saya, terima kasih telah membaca kata pengantar ini dan selamat melanjutkan bacaan Anda. Makassar, Maret 2013 penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar Daftar Isi 1. Pendahuluan 1.1. Pengertian Filsafat 1.2. Dasar Sistematika Filsafat 1.3. Pengetahuan, Ilmu, dan Sains 2. Proses Berpikir 2.1. Definisi Berpikir 2.2. Konsep Berpikir 2.2.1. Entitas 2.2.2. Definisi dan Deskripsi 2.2.3. Himpunan dan Hirarki 2.2.4. Analogi 2.2.5. Dualisme dan Dikotomi 2.2.6. Kekeliruan (Fallacy) 2.3. Perangkat Berpikir 2.4. Berpikir Ilmiah 3. Logika Matematika 3.1. Proposisi dan Operator Logika 3.1.1. Proposisi 3.1.2. Operator Logika 3.2. Implikasi dan Biimplikasi 3.3. Quantifier 3.4. Ekuivalen, Tautologi, dan Kontradiksi 3.5. Pengambilan Kesimpulan

5 7 9 18 30 33 34 34 35 40 42 47 50 53 62 65 65 69 80 90 92 100

4. Pemecahan Masalah 4.1. Metode Berpikir 4.2. Kalkulus Diferensial 4.3. Paradoks 4.4. Alam Semesta adalah Masalah 5. Penutup 5.1. Aksiologi: Untuk Apa Kita Berpikir? 5.2. Pluralisme dan Berpikiran Terbuka 5.3. Cinta akan Kebijaksanaan Glosarium

108 112 116 121 125 132 135 139

Bab 1 PENDAHULUAN

1. Pengertian Filsafat
Secara harfiah Filsafat berasal dari Bahasa Arab falsafah yang berasal dari kata Yunani philosophia. Philo berarti suka atau cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Jadi philosophia berarti suka akan kebijaksanaan. Filosofi memiliki makna yang serupa dengan filsafat, yang berasal langsung dari kata philosophia. Menurut para filsuf 1. Plato (427 SM 318 SM)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mencari kebenaran yang asli.
2. Aristoteles (382 SM 322 SM)

Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmuilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
3. Al Farabi (870 950)

Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang bagaimana hakikat yang sebenarnya dari alam maujud.
4. Rene Descartes (1590 1650) 9

Filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
5. Immanuel Kant (1724 1804)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan, yang tercakup di dalamnya empat persoalan yakni metafisika, etika, agama, dan antropologi.
6. Stephen Hawking (1942 )

Filosofi sudah mati. Filosofi sudah tidak mengimbangi kemajuan terkini dalam sains, terutama fisika [sekedar gurauan].
Dari definisi-definisi di atas, dapat kita rumuskan filsafat sebagai ilmu yang mendalami segala sesuatu dengan [amat] mendalam mengenai Tuhan, alam semesta, dan manusia. Ilmu filsafat berupaya untuk menjangkau hakikat dari segala sesuatu selagi masih dapat dicapai oleh akal manusia. Dengan mengupas hakikat dari segala sesuatu itu sedalamdalamnya, tentunya diharapkan manusia dapat mengambil manfaat dan pembelajaran untuk kepentingan ke depannya. Meskipun demikian, sebenarnya terdapat beberapa tantangan dalam filsafat yakni: 1. Kajian filsafat yang demikian mendalam sering menjadi sebuah omong kosong (retorika yang tak berbuah). Ini bukanlah kesalahan filsafat, melainkan kekeliruan orang yang berfilsafat. 10

Misalkan bagaimana kita mengkaji hakikat dari suatu benda, mengapa benda itu disebut sebagai kursi? Sampai kapan papan kayu berkaki itu disebut kursi, bukan meja, dan sampai kapan tumpukan batu itu disebut bangku, bukan pagar? Meninjau terlalu mendalam tentang suatu hal hanya akan menghabiskan waktu alih-alih terus memberikan pengetahuan pada kita. Ibarat konsumsi vitamin C untuk manusia ialah sekitar 1000 mg per hari. Mengkonsumsi vitamin C sehari lebih dari 1000 mg tidak akan membuat regenerasi sel-sel kita menjadi lebih cepat lagi, malah akan menjadi mubazir karena kelebihan vitamin C setiap harinya akan dibuang oleh ginjal. Jadi, salah satu tantangan mempelajari filsafat ialah mengetahui sampai di mana kita merasa harus berhenti, sampai di mana kita merasa kajian kita sudah optimal, mengkaji lebih jauh tidak akan memberikan hasil lebih lagi. Jika kita tidak berhasil membatasi diri kita, maka kita hanya akan berkutat pada dunia teorema semata dan mungkin saja takkan pernah membuahkan karya dalam hidup! 2. Kajian filsafat tentang Tuhan, sampai batas tertentu, nyata-nyatanya dapat bertentangan dalam [sebagian besar] agama. Kebanyakan agama tidak membolehkan mempertanyakan kebenaran sesuatu yang sudah tertuliskan dalam kitab suci atau diriwayatkan oleh nabi. Praktis, bahan-bahan yang dapat dikaji hanyalah hal-hal yang memang 11

hanya disebutkan tetapi tidak dijelaskan dalam literatur agama. Hal-hal yang dapat dikaji ini pun tidak dapat kita kaji secara mendalam, karena pengkajian secara mendalam akan melibatkan banyak hal yang mungkin tabu untuk diusik. Jadi, kajian filsafat mengenai Tuhan terbentur pada prinsip kebanyakan agama yakni: Terima saja apa adanya seperti yang telah dituliskan, tidak perlu mempertanyakan kebenarannyaitu sudah pasti benar. Dengan demikian hanya orang religius yang bukan penganut agama tertentulah yang masih dapat mengkaji hakikat Tuhan sampai sedalam kemampuan akalnya. 3. Kajian yang demikian mendalam terhadap materi abstrak menjadikan filsafat sebagai ilmu tidak pasti. Hal ini disebabkan oleh munculnya aliranaliran atau mazhab-mazhab dalam filsafat akibat pandangan-pandangan yang berbeda mengenai suatu hal yang mendasar. Lalu, aliran-aliran ini kemudian tumbuh seolah menjadi rival karena yakin bahwa ialah yang benar, kemudian membuat sistematika filsafatnya sendiri-sendiri. Padahal, kebenaran pastilah cuma satu untuk setiap hal, sehingga filsafat agak kehilangan artinya sebagai ilmu yang berupaya mencari kebenaran yang asli dengan hadirnya jati diri ini. 4. Tuntutan kehidupan di zaman modern ini membuat manusia berinovasi dalam menciptakan teknologi. Riset-riset dilakukan berdasarkan teoriteori ilmu alam untuk menghasilkan produk12

produk yang dapat membantu kemudahan hidup manusia. Para ilmuwan mendapatkan pengetahuan baru dalam bidang material, partikel elementer, inflasi alam semesta, penerowongan kuantum, dan lain-lain serta bersama para perekayasawan menciptakan pemercepat atom, bom atom, superkonduktor, nano-material, komputer, bahasa C++, monitor LED, MRI, pesawat hypersonic, vaksin, beras transgenik, kloning, dan lainnya. Di sisi lain, filsuf tulen hanya akan terlibat dalam diskusi maupun debat-debat yang tidak membawa banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Jelaslah kita lihat belakangan ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Kini filsafat klasik seolah pisau silet yang sudah ketinggalan zaman. Filsafat tidak dapat menjelaskan perilaku penerowongan kuantum pada elektron, filsafat tidak mampu menjelaskan pemuluran waktu pada kerangka yang bergerak, dan filsafat tidak membantu saat kita mengirim lagu antar ponsel dengan sinyal bluetooth. Meskipun terlihat jelas bahwa filsafat klasik kini telah menjadi sangat kuno, tidak berarti tidak ada hal berguna yang tertinggal dari filsafat. Hal itu ialah sistematika berpikir. Apakah itu berarti kita masih akan mendalami sedikit dari filsafat yang berguna itu? Tidak juga, kita hanya mengambil kerangka dan tujuan dari sistematika berpikirnya filsafat itu. Metodenya 13

sendiri bukan seutuhnya berasal dari kajian filsafat klasik, karena metode kita ialah logika matematika. Meskipun demikian, tak bisa dipungkiri dasar-dasar logika matematika berawal dari kajian filsafat mengenai sistematika bepikir. Tapi kita tak akan menggunakan versi lama itu, kini kita akan belajar berpikir dengan logika matematika, sesuatu yang lebih mumpuni dibanding logika ala filsafat klasik. Filsafat, kata para filsuf pada zamannya, adalah ilmu dari segala ilmu, ilmu yang berusaha mencari kebenaran yang asli. Sebaliknya logika matematika tidak menawarkan kebenaran yang asli atau kebenaran yang hakiki. Logika matematika menawarkan cara berpikir yang benar dan efisien untuk memperoleh solusi yang kita harapkan sebagai suatu kebenaran. Matematika tidak cuma menawarkan algoritma-algoritma yang lengkap untuk memecahkan masalah, tetapi juga menawarkan banyak pilihan jalan penyelesaian dengan perangkat aturan yang jelas dan dapat dibuktikan kesahihannya. Berikut ini beberapa persoalan logika yang mungkin membuat Anda kebingungan. 1. Mobil A berjalan dari terminal X ke terminal Y yang berjarak 35 km dengan kelajuan 30 km/jam. Di saat yang bersamaan, mobil B berjalan dari terminal Y menuju terminal X dengan kecepatan 40 km/jam. Di saat itu juga seekor lalat terbang dari mobil A saat di terminal X menuju mobil B. 14

Saat lalat sampai di mobil B ia segera balik lagi terbang ke mobil A dan begitu seterusnya, lalat terbang bolak-balik hingga pada akhirnya ia mati terjepit saat mobil A dan mobil B bertabrakan. Andaikan lalat selalu terbang dengan kecepatan tetap, 50 km/jam (abaikan selang singkat saat lalat berbalik), berapakah total lintasan yang ditempuh oleh lalat dari pertama ia terbang di terminal X hingga ia tewas terjepit? 2. Terdapat sepuluh dompet yang masing-masing hanya berisi sepuluh koin. Sembilan dari sepuluh dompet itu berisikan koin-koin asli yang beratnya 10 gram per koin. Adapun dompet terakhir berisi koin-koin palsu yang sangat mirip dengan aslinya, kecuali beratnya hanya 9 gram per koin. Bagaimanakah cara mengetahui dompet mana yang berisi koin-koin palsu hanya dengan menimbang sekali saja? 3. Sukri berniat mengunjungi juru kunci Gunung Bawakaraeng untuk meminta petunjuk. Di sekitar kaki Gunung Bawakaraeng tinggallah dua orang bersaudara kembar yang bertani di sana. Seluruh penduduk sekitar tahu bahwa sang kakak selalu berkata jujur sedangkan sang adik selalu berkata bohong. Dalam perjalanannya mencari rumah juru kunci Gunung Bawakaraeng, Sukri tersesat dan bertemu salah satu dari dua bersaudara itu (Sukri tak tahu itu sang adik atau sang kakak). Baru saja mau bertanya tentang rumah juru kunci, orang itu keburu memberi syarat bahwa ia hanya akan 15

4.

5.

6.

7.

8.

menjawab satu pertanyaan saja. Seperti apakah pertanyaan Sukri agar orang itu (baik dia si jujur atau si pembohong) akan selalu menjawab jalan menuju rumah juru kunci Gunung Bawakaraeng yang benar? Apakah pernyataan Jika kalimat ini benar, maka Matahari terbitnya di barat bernilai benar atau salah?1 Saya tahu kamu tidak tahu kalau saya tahu ternyata kamu tidak ingat hari ulangtahunku. Apa inti dari kalimat di atas? Anda diberi tiga gelas berkapasitas 800 mL, 500 mL, dan 300 mL tanpa skala ukuran. Pada gelas 800 mL berisi 800 mL jus jeruk. Bagaimana cara membagi jus jeruk itu ke dalam dua gelas tepat sama banyak (400 mL)? Pak Boker ingin menuju kota Pare-Pare dari kota makassar dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Ternyata, tepat saat menempuh setengah perjalanan kecepatan rata-ratanya ialah 30 km/jam. Berapakah kecepatan rata-rata yang diperlukan pada setengah perjalanan berikutnya agar target kecepatan rata-rata 60 km/jam dari Makassar ke Pare-Pare itu terpenuhi? Rukun Islam terdiri dari iman, mendirikan sholat, berzakat, berpuasa, dan berhaji bila mampu. Dalam hidupnya Kakek Ramli telah menjalankan iman, sholat, zakat, dan puasa, tetapi tidak pernah

Problem ini dikenal sebagai Curry Paradox.

16

naik haji karena memang tak pernah mampu secara ekonomi dalam hidupnya. Saat kakek Ramli wafat, apakah ia telah menjalankan semua rukun Islam, ataukah ia cuma menjalankan empat yang pertama dan yang ke-lima tidak berlaku bagi kakek Ramli? Dalam buku ini saya akan memberikan petunjuk untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan di atas, sambil membimbing Anda dalam proses pemecahan masalah secara logis dan ilmiah. Dalam buku ini saya akan mencoba merubah pandangan Anda mengenai pola pikir ilmiah yang rumit. Dalam buku ini saya ingin menunjukkan mengapa di zaman ini masih banyak orang (dimaksudkan yang berjurusan eksakta) yang menggandrungi retorika filsafat ialah karena ketidakmampuannya berpikir abstrak (berpikir tanpa mengetahui perangkatperangkat pikir apa yang diperlukan) dan harapan kosongnya untuk memahami dunia hanya dengan menghapalkan metode-metode dan pandanganpandangan orang lain yang hidup ratusan tahun yang lalu.

17

2. Dasar Sistematika Filsafat


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa objek kajian filsafat ialah Tuhan, alam dan manusia. Dari hal itu, kajian filsafat dibagi-bagi secara sistematis menjadi oleh para filsuf antara lain: 1. Menurut Plato, filsafat dapat dibagi menjadi tiga macam cabang yakni dialektika, fisika, dan etika. 2. Menurut Aristoteles, filsafat dapat dibagi menjadi logika, filsafat teoritis (fisika, matematika, dan metafisika), filsafat praktis (etika, ekonomi, dan politik), dan filsafat poetika. Saat ini, setelah berkembangnya ilmu pengetahuan alam dan antropologi sehingga sulit lagi untuk menggolongkannya sebagai anak dari filsafat. Untuk itu kajian filsafat dapat kita sederhanakan menjadi: a. b. c. d. Logika Metafisika dan ontologi Epistemologi Aksiologi (etika dan estetika)

Metafisika dan Ontologi Metafisika dan ontologi pada awalnya ialah sama, yakni cabang filsafat yang berusaha menjelaskan hakikat dari keberadaan dan alam semesta sampai 18

pada akar-akarnya. Pada perkembangan selanjutnya, terdapat perbedaan objek kajian antara metafisika dan ontologi. Kajian ontologi ialah penelusuran hakikat dari objek fisik, sedangkan metafisika menulusuri hakikat dari objek nonfisik (meta = setelah, di luar). Bagaimana pun, metafisik tetap berangkat dari penginderaan terhadap objek alam yang kemudian berkembang dalam pikiran dan imajinasi manusia. Penelusuran mengenai keberadaan pastilah mengkaji segala yang ada. Sesuatu yang memiliki keberadaan unik dan berbeda disebut entitas. Entitas tidak harus dalam bentuk fisik, ia bisa saja berupa benda/materi, konsep, fenomena, atau tempat. Tentunya entitas itu pastilah memiliki sesuatu, yang membuat dirinya bersifat unik. Untuk memahami hakikat mendasar dari entitas, kita perlu mengidentifikasi hakikat dari apa yang ingin kita kaji itu. Untuk itu, perlu ditelaah konsep dasar dari keberadaan (entitas) dan sifat-sifatnya yakni substansi, esensi, dan aksiden.

Substansi, Esensi, dan Aksiden Substansi adalah konsep yang sangat penting dalam filsafat, tetapi substansi bukanlah suatu konsep yang jelas apa lagi terang-benderang maknanya. Filsuf yang satu mendefiniskan substansi secara berbeda

19

dengan filsuf lain. Untuk itu, kita akan bahas dengan cukup panjang mengenai substansi.

Substansi pra-Aristoteles Sebelum masa aristoteles, substansi merujuk sebagai elemen (materi fisis) yang menyusun suatu hal, misalkan substansi dari panci adalah aluminium. Thales menyatakan segala sesuatu berasal dari air, Anaximenes menyatakan segala sesuatu berasal dari udara, dan menurut Anaximander, unsur dasar di alam ini ialah api, air, tanah, dan udara (seperti Avatar). Demokritos mengajukan pandangan bahwa semua yang ada tersusun dari atom, yakni partikel terkecil yang tak dapat dibagi lagi. Substansi menurut Aristoteles Dalam bukunya Categories, Aristoteles memberikan definisi mengenai substansi yakni: 1. Primary substance: merujuk pada individu (substansi individu) 2. Secondary substance: merujuk pada sesuatu yang melekat pada individu itu. Aristoteles memberikan penjelasan, misalkan X ialah seekor anjing gemuk berwarna cokelat yang bernama Fido, maka substansi primer dari X adala si Fido itu sendiri, sedangkan substansi sekundernya 20

adalah anjing. Penjelasan Aristoteles ini masih menimbulkan pertanyaan, mengapa substansi sekunder dari X mesti anjing, bukan makhluk berwarna cokelat, bukan karnivora, atau binatang? Aristoteles menganalisis substansi sebagai suatu bentuk (form) dan materi (matter), form adalah what kind of thing the object is dan matter sebagai what it is made of. Aristoteles mengetahui ada tiga kandidat untuk substansi yakni materi [materi menurut aristoteles tidak harus berupa materi fisis], bentuk, dan komposisi. Masih menurut Aristoteles, substansi ialah hakikat dari entitas, segala sifatnya yang awet, independen, dan identik. Awet artinya bertahan sepanjang waktu, sampai entitas itu benar-benar musnah. Independen berarti dapat berdiri sendiri, terpisah, tidak bergantung pada entitas lain. Adapun identik artinya substansi itu memiliki identitas, misalkan sepatu saya dan sepatu Anda pastilah memiliki substansi yang sama sehingga keduanya dapat disebut sebagai sepatu. Jika kita mendefinisikan substansi sebagai apa yang ada dalam suatu entitas, yang membuat entitas itu berbeda dari entitas lain, nampaknya kita harus menyingkirkan materi dari kandidat substansi. Misalkan 2 atom helium dan 1 atom berilium. Keduanya memiliki 4 proton, 4 neutron, dan 4 elektron. Lalu mengapa keduanya jelas-jelas berbeda? 21

Jika ditinjau dalam ilmu fisika, perbedaan sifat fisis dan kimia helium dan berilium disebabkan hanya karena perbedaan konfigurasi/susunan proton, neutron, dan elektron penyusunnya. Jika ditinjau dalam kebanyakan kasus di alam, nampaknya semua materi yang akrab dengan kita tersusun cuma dari proton, elektron, dan neutron itu. Jadi di sinilah substansi materiil kehilangan maknanya, karena substansi itu cuma tiga sub-atom ini (tidak ada yang unik), dan ternyata subatom yang serupa dengan kuantitas yang sama dapat membentuk dua substansi yang berbeda. Jadi, jika kita mendefinisikan substansi sebagai hakikat dari sesuatu, maka nampak bahwa substansi bukan apa-apa selain sekumpulan sifat saja. Konklusi Dari penjelasan di atas, dapat kita tuliskan setidaknya dua definisi substansi yakni: 1) Substansi ialah materi/zat/partikel yang menyusun sesuatu. 2) Hakikat dari sesuatu; yakni sekumpulan sifat-sifat yang dimiliki objek itu yang membedakannya dengan benda lain. Definisi pertama bersifat fisis, sehingga disebut juga definisi ontologis, sedangkan definisi ke-dua disebut juga definisi substansi secara metafisis.

22

Esensi dan Aksiden Menurut Aristoteles, esensi (essence = intisari) adalah atribut atau seperangkat atribut wajib yang menjadi ciri unik dari suatu entitas atau substansi. Dengan demikian, substansi pasti memuat esensi, tetapi esensi belum tentu memuat substansi. Jika suatu substansi kehilangan esensinya, maka substansi itu tidak akan sama lagi, ia akan menjadi entitas yang berbeda. Sebaliknya, aksiden adalah sifatsifat lain yang tidak menjadi syarat perlu suatu entitas. Misalkan sebuah kursi memiliki banyak sifat, antaranya memiliki permukaan yang dapat diduduki. Sifat ini merupakan sifat esensial dari kursi karena kursi yang tak dapat diduduki tak lagi dapat disebut kursi. Sebaliknya, jumlah kaki, bentuk sandaran, dan seterusnya atau terbuat dari kayu, plastik, atau besi merupakan aksiden dari kursi. Aksiden merupakan suatu sifat pelengkap yang tidak menjadi syarat perlu suatu substansi. Identitas-identitas berbeda untuk substansi yang sama pastilah memiliki esensi yang sama, tetapi aksidennya dapat berbeda-beda. Bahkan perubahan aksiden tidak akan membuat esensi ikut berubah. Aksiden sendiri terdiri dari kuantitas, kualitas, relasi, kebiasaan, waktu, ruang, situasi, aksi, dan keinginan. Kesembilan macam aksiden ditambah dengan esensi membentuk suatu substansi. Lain pula halnya dalam filsafat timur, misalkan filsafatnya Ibnu Sina. Menurut Ibnu Sina, segala yang 23

ada, dengan kodratnya masing-masing, disebut sebagai esensi. Esensi sendiri tersusun atas substansi dan aksiden. Substansi adalah sifat-sifat yang merupakan intisari dari suatu esensi, sedangkan aksiden merupakan sifat-sifat lain yang yang tidak mempengaruhi perubahan esensi. Misalkan H2O, dapat berwujud cair dan dapat pula berwujud padat (es). Substansi dari H2O adalah gabungan dua molekul hidrogen dan satu molekul oksigen. Wujud atau fase dari H2O tidak merubah H2O itu menjadi esensi yang lain. Begitu pula dengan jumlah, sebuah molekul H2O, setetes H2O, ataukah segentong H2O memiliki esensi yang sama. Sifat-sifat berbeda antara identitasidentitas yang memiliki esensi yang sama ini disebut aksiden. Dengan demikian dapat kita petakan menurut Aristoteles, esensi dan aksiden ialah properti dari substansi. Sedangkan menurut Ibnu Sina, substansi dan aksiden ialah properti dari esensi. Manakah yang lebih benar bukanlah masalah yang penting, karena sebenarnya ini hanya masalah pemaknaan saja. Meskipun begitu, perbedaan pemaknaan yang tidak dijelaskan dapat membuat perdebatan menjadi tak berujung. Oleh karena itu, baiknya kita memberi rujukan versi manakah pemaknaan substansi dan esensi yang Anda maksud. Dalam buku ini, digunakan terminologi Aristoteles.

24

Idealisme dan Materialisme Mazhab utama filsafat di dunia ini ada dua, yakni idealisme dan materialisme. Di sini, saya tidak bermaksud memberikan penjelasan panjang lebar mengenai idealisme dan materialisme, mengingat saya sendiri tidak merasa memasukkan diri ke dalam salah satu dari keduanya. Idealisme (dari kata idea, ide) ialah pandangan yang menyatakan bahwa elementer dari alam ini sebenarnya hanyalah ide. Materi hanyalah perwujudan dari ide, dengan kata lain materi itu adalah materialisasi dari ide sehingga ide lebih dahulu ada daripada materi. Contohnya rasa sakit, jika anjing dan bangkai anjing yang baru saja mati kita pukul, maka anjing akan melolong kesakitan sedangkan bangkai tidak, padahal keduanya sama-sama materi, bahkan sama-sama menunjukkan luka lebam. Ini berarti terdapat perbedaan antara anjing dan bangkai anjing, yakni roh (yang dianggap bagian dari ide), yang berdiri sendiri (independen) dari materi. Bahkan selanjutnya idealisme berpandangan bahwa materilah yang bergantung terhadap ide. Materialisme (dari kata matter, materi) adalah pandangan yang menyatakan elementer dari alam ini adalah materi. Materialisme sendiri tidak menafikan keberadaan ide, tetapi materialisme berpandangan ide hanyalah perwujudan dari materi dalam kasus-kasus tertentu. Materi adalah segala sebab bagi akibat 25

(bahkan sebagai causa prima). Contohnya, menurut pandangan materialisme, rasa sakit (ide) sebenarnya hanyalah perwujudan dari kondisi tubuh (materi) yang tidak normal. Penjelasan lebih mendalam mengenai idealisme dan materialisme dapat Anda peroleh dalam buku-buku filsafat lain. Saran dari saya, bacalah kesemuanya: buku yang memihak idealisme, materialisme, atau yang bersifat netral. Penting pula untuk membedakan antara idealisme dan materialisme dengan idealistis dan materialistis. Dalam Bahasa Indonesia, materialistis merujuk pada paham hidup yang mengagungkan materi (kekayaan), sedangkan idealistis berasal dari kata ideal (yang juga berasal dari kata idea), yang berarti pandangan untuk menerima paham yang ada di kepalanya sebagai yang paling ideal, dan melaksanakannya sepenuhnya. Seorang idealistis beranggapan hidup akan berjalan sesuai dengan pahamnya secara utuh, dan tidak mempertimbangkan hal-hal praktis yang terjadi (naif). Jadi, seorang penganut materialisme maupun idealisme dapat saja menjadi idealis.

26

Rasionalisme dan Empirisme Jika ditinjau dalam segi epistemologi, perdebatan filsafat sampai pada sumber dan cara memperoleh kebenaran. Dua pandangan besar yang muncul ialah rasionalisme dan empirisme, yang mana terkait erat dengan idealisme dan materialisme. Rasionalisme Rasionalisme berasal dari kata latin ratio yang berarti akal (reason). Tokoh-tokoh yang menganut pandangan rasionalisme antara lain Rene Descartes, Baruch Spinoza, dan Gottfried Leibniz, yang mana dipengaruhi oleh filsuf besar seperti Aristoteles. Rasionalisme berpandangan adanya prinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakui benar oleh rasio manusia. Dari prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia. Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi manusia, dan tidak dijabarkan dari pengalaman. Menurut Aristoteles, kebenaran cukuplah diperoleh dari pemikiran semata, suatu hal yang sesuai dengan rasio manusia sudah cukup untuk diterima sebagai kebenaran dan tidak mesti dicek dengan pengamatan, Paham rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan dan kebenaran manusia adalah rasio (pikiran). Bahkan bagi Descartes, realita sendiri patut diragukan karena ia tidak menemukan pembeda yang jelas antara realita dan mimpi, realita dapat 27

berisi tipu daya terhadap pembuktian kebenara hakiki. Prinsip keragu-raguan Descartes inilah yang dikatakannya sebagai Aku yang sedang ragu-ragu

menandakan bahwa aku sedang berpikir, dan karena aku sedang berpikir maka aku ada (cogito ergo sum).
Kant mengkritik pandangan Descartes yang rapuh itu, satu-satunya yang tidak kita ragukan adalah diri kita sendiri, padahal keraguan itu bersumber dari diri kita.

Empirisme Empirisme berasal dari kata Yunani, emperia yang berarti pengalaman. Tokoh-tokoh penganut empirisme antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume. Menurut pandangan empirisme, sumber pengetahuan manusia adalah pengalaman berdasarkan realita (baik lahiriah maupun batiniah). Thomas Hobbes beranggapan bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Demikian pula jalinan antara pengalaman-pengalaman itu membentuk pengetahuan manusia. Menurut John Locke, akal manusia bersifat pasif saat pengetahuan itu didapat. Akal tidak bisa memperoleh pengetahuan dari dirinya sendiri, meskipun pengetahuan baru bisa diperoleh dari akal dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya yang terkait. Locke mengemukakan pandangannya yang terkenal bahwa akal manusia saat lahir hanyalah seperti kertas putih (tabula rasa), dan kertas putih itu akan berisikan pengalaman28

pengalaman yang kehidupannya.

diperoleh

seseorang

dalam

Dalam perkembangan sains terutama ilmu fisika dan kimia, empirisme adalah dasar/acuan bagi para ilmuwan. Para ilmuwan menolak pandangan rasionalisme yang menyatakan bahwa hukum alam dapat diperoleh dari absolut idea semata, sebab apa yang nampak sesuai dengan rasio belum tentu sesuai dengan realita. Ungkapan Plato mengenai seorang manusia gua yang keluar dari guanya dan menemukan realita di luar gua sangat tepat untuk menggambarkan situasi ini. Perkataan orang itu sekembalinya ia ke guatidak akan dapat diterima oleh rasio kawan-kawannya yang tak pernah meninggalkan gua. Meskipun dasar rasionalisme dalam ilmu pengetahuan sangatlah rapuh, tetapi pandangan aristoteles ini masih bertahan selama hampir dua ribu tahun. Adalah Galileo Galilei, bapak sains modern yang mencoba mematahkan pandangan aristotelian ini dengan membuktikan kebenaran teori Copernikus dengan mengamati langit dan satelitsatelit Jupiter. Ia pula yang mematahkan argumen Aristoteles yang menyatakan bahwa benda berat jatuh lebih cepat daripada benda yang lebih ringan. Pandangan rasionalisme dan empirisme sendiri sebenarnya sangat bervariasi, dan ikut berubah seiring dengan waktu. Oleh sebab itu, pandangan seorang penganut rasionalisme satu

29

dengan yang lain dapat saja berbeda, begitu pula dengan seorang penganut empirisme.

3. Pengetahuan, Ilmu, Sains, dan Matematika


Pengetahuan (knowledge) ialah apa saja yang Anda dapatkan dari pengalaman maupun dari buah pikiran sebelumnya yang diyakini benar. Jadi, pengetahuan tidak berarti sekedar tahu. Tahu tapi tidak diyakini benar namanya bukan pengetahuan. Misalkan Anda tahu gelombang pasang maksimum terjadi dua kali sebulan. Gelombang pasang maksimum memang terjadi dua kali sebulan, yakni saat bulan baru dan bulan purnama. Jadi jika Anda mengetahui tentang gelombang pasang itu, tidak peduli Anda mengatahui atau tidak sebabnya dan mekanisme apa yang terjadi di belakangnya, hal itu tetaplah sebuah pengetahuan bagi Anda. Jika Ambo berpikiran bahwa jika Anda menunjuk pelangi maka jari Anda akan bisulan. Hal ini sama sekali tidak benar bahkan tidak berhubungan sama sekali. Sejak Ambo meyakini itu benar, meskipun kenyataannya tidak benar, hal itu tetap menjadi pengetahuan Ambo (pengetahuan yang salah). Lain halnya jika saya menyatakan ada seratus empat belas buah sunspot di Matahari saat ini, atau 30

pak presiden sedang memakai kolor berwarna biru sore ini. Itu bukanlah pengatahuan bagi saya karena saya cuma menebak-nebak saja dan saya tidak meyakini kebenarannya. Jika pun ternyata benar, maka itu adalah suatu kebetulan. Contoh berikutnya ialah jika kita mengamati pola rambut-rambut kaki yang tumbuh, kita akan mengetahui jika rambutrambut ini dicukur, maka saat rambut itu tumbuh lagi ia akan semakin lebat. Kita tak tahu apakah ini memang benar ataukah cuma sekedar mengandung sedikit nilai kebenaran, tapi memang nyatanya rambut kaki sialan itu nampak lebih lebat sehingga kita cukup yakin. Entah ini karena suatu reaksi kimia, efek cuaca, misteri Ilahi, ataukah mata yang menipu kita, tetapi rambut kaki ini memang nampak lebih lebat jika tumbuh lagi setelah di cukur. Dari pengamatan ini, ialah cukup untuk membuat pengamatan kita digolongkan sebagai pengetahuan. Tidak peduli kita tahu sebabnya atau tidak. Ilmu ialah suatu hiponim dari pengetahuan. Semua ilmu ialah pengetahuan, tapi tidak semua pengetahuan merupakan ilmu. Seperti halnya jika Anda mencret ya berarti Anda buang air besar, tapi tidak berarti jika Anda buang air besar maka itu adalah mencret. Jadi, nampaknya ada satu atau beberapa syarat agar pengetahuan itu dapat digolongkan sebagai ilmu. Syarat-syarat itu antara lain:

31

1. Empiris: dapat dibuktikan berdasarkan pengalaman inderawi, baik secara langsung maupun dengan bantuan instrumen. 2. Objektif; penggalian kebenaran pada objek tanpa melibatkan prasangka/dugaan subjektif. 3. Metodis dan sistematis, menggunakan cara-cara yang baku, sesuai dengan aksioma-aksioma yang berlaku dan memiliki struktur yang padu dan terarah. 4. Universal; kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran yang berlaku umum, dalam batas-batas yang diberikan. Sains yang saya maksudkan di sini ialah s-a-in-s, bukan s-c-i-e-n-c-e. Meskipun kata sains sendiri merupakan kata serapan adaptasi dari kata bahasa Inggris, science, namun terdapat pergeseran makna dalam peralihannya sehingga maknanya tidak persis sama. Science merupakan kata Inggris yang sepadan maknanya dengan ilmu, meskipun dapat juga merujuk secara khusus kepada ilmu alam (natural science). Jadi, science merupakan kata yang memiliki pengertian umum dan pengertian khusus. Adapun sains memiliki arti yang sepadan dengan ilmu alam (natural science). Jadi, sesuatu yang tidak empiris tak dapat digolongkan sebagai ilmu, tapi pengetahuan yang bukan ilmu tidak berarti pasti salah.

32

Bab 2 PROSES BERPIKIR

1. Definisi Berpikir
Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep berpikir dan berpikir ilmiah, baiknya kita menggali terlebih dahulu hakikat berpikir. Saya mendefinisikan berpikir sebagai proses mencari penjelasan dari suatu permasalahan yang didapat dengan cara identifikasi masalah, mencari peristiwa lampau yang memiliki pola serupa, membandingkan (compare), manganalisis, dan berupaya menarik kesimpulan atau memutuskan solusi. Setelah mencari referensi di artikel-artikel lain, tidak banyak yang dapat mendefinisikan berpikir dengan baik. Satu yang menurut saya sangat baik adalah yang diberikan Taqiyuddin an-Nabhani dalam bukunya Hakekat Berpikir. Nabhani mendefinisikan berpikir sebagai pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak yang disertai adanya informasi-informasi terdahulu yang akan digunakan untuk menafsirkan fakta tersebut. Saat kita berpikir, apakah yang lebih dahulu ada, proses berpikir atau apa yang membuat kita berpikir? Tentu saja yang lebih dahulu ada ialah sebab yang membuat kita berpikir, dan sebab itu adalah 33

masalah dan masalah itu adalah fakta. Kita tahu bahwa yang organ tubuh untuk berpikir adalah otak, dan fakta yang menjadi masalah itu adanya di lingkungan. Jadi pastilah informasi dari lingkungan itu masuk ke dalam otak, dan dalam hal ini pelakukanya adalah indera kita. Dengan indera ini kita mengidentifikasi masalah di lingkungan, sehingga selanjutnya dapat kita olah. Hal penting lain ialah, dalam berpikir, kita membutuhkan alat. Alat itu tidak lain adalah konsepkonsep, pengalaman, dan semua informasi yang tersimpan dalam ingatan kita. Setelah semua bahan lengkap, dapatlah kita melakukan proses pemecahan masalah yakni dengan membandingkan, menganalisis, dan menggabungkan informasi tadi untuk menyimpulkan suatu penjelasan atau solusi.

2. Konsep dalam Berpikir


Entitas dan Identitas Entitas ialah sesuatu yang eksis oleh dirinya sendiri (berwujud), baik itu objek fisik maupun abstrak. Suatu entitas dapat saja melekat pada entitas lain, tetapi bukan sebagai suatu hal yang tak dapat dipisahkan. Misalkan apel adalah sebuah entitas fisik yang dapat berdiri sendiri. Apel satu dan apel yang lan adalah entitas yang sama, tetapi memiliki identitas 34

yang berbeda. Masih terdapat banyak perdebatan mengenai batasan dari identitas itu, dalam artian hubungannya dengan entitas. Contoh yang paling sederhana ialah kaitan antara identitas dengan waktu. Apakah Anda saat ini identik dengan Anda setahun ke depan?2 Jika seekor ulat telah berubah menjadi kupukupu, apakah kupu-kupu itu memiliki identitas yang sama dengan ulat tadi? Jika kayu dibakar menjadi abu, apakah abu dan kayu tadi merupakan identitas yang sama? Jika nyala api pada suatu lilin nyaris padam, dan tepat sebelum padam kita berhasil menyalakan sumbu lilin lain, apakah api pada lilin baru merupakan identitas yang sama dengan api yang baru padam tadi?

Definisi Tentunya tidak mungkin pembaca tak memahami apa itu definisi. Yang dimaksudkan dalam bagian ini hanyalah memperjelas mengenai definisi yang baik dan benar. Secara fungsional, definisi ialah satu atau beberapa kalimat berupa penjelasan (ciri atau batasan) tentang suatu objek yang mampu mengantarkan pemikiran seseorang kepada objek yang didefinisikan itu. Jelaslah untuk mengantarkan pikiran seseorang terhadap suatu hal, maka perlu
2

Sebagai rujukan, cobalah cari dan baca tulisan tentang Ship of Theseus Paradox.

35

diberikan penjelasan yang berupa ciri-ciri dan batasan-batasan dari hal tadi. Ciri-ciri dan batasan ini dapat disampaikan dengan beragam cara dan pendekatan. Well, itu adalah definisi dari definisi menurut saya, yang saya tinjau dari segi fungsional. Jadi, agar seseorang dapat mengetahui apa yang ingin kita sampaikan, kita bisa memberikan definisi tentang hal itu. Patut juga diketahui bahwa definisi tidak berarti definisi yang baik. Dalam Bahasa Indonesia, kata definisi hampir sepadan dengan kata peri yang berarti deskripsi, meskipun penggunaan kata peri lebih terbatas semisal dalam perikemanusiaan, pemerian, perihal, tak terperi, dan lain-lain. Jika kita menggunakan gambaran umum definisi, maka dapat kita kategorikan macam definisi itu menjadi: 1) Definisi demonstratif, yakni dengan langsung menunjukkan objek yang didefinisikan. Contoh: Kalimat yang Anda baca ini berbahasa Indonesia. 2) Definisi padanan, yakni memberikan persamaan/padanan kata dari hal yang didefinisikan. Contoh: Biri-biri itu tidak lain ialah domba. 3) Definisi analitik, yaitu definisi yang memberikan penjelasan dalam uraian yang rinci dan sistematis.

36

Contoh: Bintang ialah benda langit yang utamanya terbuat dari gas hidrogen serta memancarkan panas dan radiasi elektromagnetik yang berasal dari reaksi fusi nuklir dalam intinya. 4) Definisi deskriptif, yaitu definisi yang memberikan penjelasan dalam bentuk pemaparan ciri-ciri saja. Jadi, kita berupaya menggambarkan objek yang hendak didefinisikan dengan menggunakan katakata. Contoh: Pisang ialah buah yang tumbuh dalam tandan dari pohon sejenis semak raksasa, berbentuk bulat panjang, agak melengkung, kulitnya tebal namun lunak, jika matang berwarna kuning dan rasanya manis. Oke, sekarang mari kita perhatikan contoh percakapan antara Sukma dan Barbara di bawah ini. Barbara : What is the meaning of kucing in English? : Engg Kucing is

Sukma

Sialnya Sukma tiba-tiba lupa Bahasa Inggris dari kucing. Ia pun terpaksa memutar otak mencari definisi untuk kucing. Sukma Barbara Sukma : Kucing is miaww : Oh a cat! : Ah! Yes, yes Kucing is cat. 37

Jadi di sini Sukma telah berhasil mengantarkan pemikiran Barbara kepada mamalia yang mengeong itu. Ia telah memberikan definisi untuk kucing, dengan caranya sendiri tentunya. Oke, mari kita akui definisi yang diberikan oleh Sukma bukanlah definisi yang baik. Untuk membuat definisi yang baik perlu diperhatikan syarat-syarat berikut ini. 1. Menghindari menggunakan unsur-unsur yang abstrak, apalagi memuat kata yang lebih abstrak daripada kata yang hendak didefinisikan. 2. Tidak memuat makna unsur yang justru hendak didefinisikan (looping). 3. Jelas dan tidak ambigu, sebuah definisi hanya merujuk tepat pada yang hendak didefinisikan itu, sehingga tidak ada dua entitas berbeda yang memiliki definisi yang sama. 4. Seringkas mungkin tetapi tidak lebih ringkas lagi. Untuk melengkapi tujuan dari definisi, biasanya ditambahkan penjelasan berupa contoh atau analogi. Namun demikian, definisi yang baik haruslah cukup jelas dalam kalimat definisi itu sendiri. Sebagai contoh definisi kurang baik, berikut beberapa definisi menurut beberapa sumber yang pernah penulis dengarkan: 1. esensi : sesuatu yang membuat sesuatu itu menjadi sesuatu. 38

2. berpikir : gerak akal dari satu titik ke titik lain3. Silakan terpukau atau bingung membaca definisi di atas. Masih cukup banyak orang yang senang membuat definisi semacam itu. Mungkin sekilas terdengar lebih puitis. Tetapi alih-alih terdengar keren, definisi itu justru kehilangan fungsinya untuk mengantarkan pemikiran seseorang mengenai hal yang dimaksud. Untuk contoh pertama misalnya, sesuatu yang mana yang dimaksud itu? Absurd sekali. Lalu sesuatu yang membuat sesuatu itu menjadi sesuatu ya sesuatu itu, masalahnya sesuatu itu apa? Jadi apa lagi yang akan diperoleh lawan bicara selain kebingungan? Untuk contoh ke-dua, berpikir ialah gerak akal dari satu titik ke titik lain. Masalahnya kata akal sendiri lebih abstrak daripada berpikir. Lalu, bagaimana bisa akal itu bergerak? Dari titik mana? Dan ke titik mana? Coba hampirilah seseorang di jalan lalu katakanlah: Gerak akal dari satu titik ke titik lain, apakah itu? Adakah yang mampu menebak yang Anda maksud ialah berpikir? Oke, saya akan mencoba mendefinisikan esensi dan berpikir dengan kata-kata saya sendiri. esensi : Segala sifat fisik wajib yang melekat pada suatu hal yang menjadi suatu ciri yang unik

Dalam materi kerangka berpikir ilmiah HMI diberikan penjelasan lanjut, meskipun tampak juga kelemahannya.

39

dan membedakan hal itu dengan hal lainnya. berpikir : proses memecahkan suatu permasalahan dengan cara identifikasi masalah/fakta, mencari peristiwa lampau yang memiliki pola serupa, membandingkan (compare), manganalisis, dan berupaya menarik kesimpulan/penjelasan. Ya, meskipun tidak terdengar puitis, tapi saya kira definisi saya di atas lebih mampu membimbing pikiran orang kepada hal yang dinamakan esensi dan berpikir.

Himpunan dan Hirarki Himpunan adalah kumpulan objek-objek (elemen) dengan syarat tertentu. Objek-objek yang memenuhi syarat suatu himpunan dapat kita masukkan ke dalam himpunan tadi, misalkan sapi, kerbau, dan kambing merupakan elemen dari himpunan hewan bertanduk. Terkadang, syarat suatu himpunan tidak perlu diberikan secara eksplisit, kita cukup memberikan elemen-elemen dalam suatu himpunan. Dua atau lebih himpunan dapat digabung (union) atau saling beririsan (intersection). Misalkan himpunan manusia laki-laki digabung dengan 40

himpunan manusia perempuan menjadi himpunan manusia. Secara matematis, gabungan himpunan A dan B ditulis . Adapun irisan himpunan A dan B adalah kelompok elemen-elemen yang merupakan anggota himpunan A sekaligus anggota himpunan B, secara matematis ditulis . Contohnya himpunan bilangan genap dan himpunan bilangan prima beririskan di 2. Dari definisi gabungan dan irisan itu, dapatlah kita temukan hubungan di antara keduanya = + ( Selain itu, dikenal pula himpunan bagian (subset) dan himpunan induk (superset). Jika himpunan A (misalkan himpunan hewan mamalia) merupakan bagian dari himpunan B (misalkan himpunan hewan bertulang belakang), disebut A subset dari B, atau B superset dari A, . Himpunan-himpunan tertentu dapat membentuk hirarki berdasarkan pola subsetsuperset ini, salah satu yang sangat akrab ialah pola umum khusus. Himpunan induk dapat berisikan beberapa himpunan bagian. Himpunan-himpunan bagian ini memiliki semua properti dari himpunan induk, selain memiliki properti lain yang berbeda antara satu himpunan bagian dengan himpunan bagian yang lain. Tentunya himpunan bagian ini dapat menjadi himpunan induk bagi himpunan bagian yang lain. 41

Dengan demikian, semua yang berlaku pada himpunan induk dapat dipastikan berlaku pada himpunanhimpunan bagiannya (spesialisasi), tetapi tidak berarti semua yang berlaku pada satu himpunan bagian berlaku pula pada himpunan induk dan himpunanhimpunan bagian lainnya (generalisasi). Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam melakukan generalisasi. Dalam melakukan generalisasi, kita harus memastikan hal yang digeneralisasikan itu adalah properti berlaku secara umum.

Analogi Analogi ialah salah satu metode berpikir yang paling mendasar, bisa dibilang sebagai salah satu metode berpikir yang paling primitif selain pengambilan kesimpulan secara langsung dari pengamatan. Prinsipnya, analogi ialah membandingkan faktor-faktor dari suatu masalah yang dihadapi dengan faktor-faktor dari masalah/contoh kasus lain yang telah kita ketahui prinsip atau solusinya. Jika ternyata banyak kesamaan faktor antara masalah yang kita hadapi dengan contoh kasus X, maka diambillah kesimpulan solusi dari masalah kita akan serupa dengan solusi dari contoh kasus yang kita jadikan pembanding.

42

Contoh sederhana pengambilan kesimpulan berdasarkan analogi: 1. Kadal terbang memiliki lembaran kulit di sisi tubuhnya untuk membantunya melayang dari pohon ke pohon. Jenis tupai tertentu memiliki lembaran kulit di sisi tubuhnya, maka kesimpulannya tupai itu juga dapat melayang dari pohon ke pohon. 2. Kita tidak punya bukti dinosaurus berdarah dingin atau berdarah panas. Dinosaurus itu reptil, dan semua reptil yang hidup sekarang berdarah dingin. Kesimpulannya dinosaurus berdarah dingin. Analogi sangatlah praktis, dan bisa dikatakan cukup mudah. Tetapi patut diingat analogi yang dangkal kemungkinan tidak tepat. Kekeliruan ini terjadi karena kita salah mengambil contoh kasus yang dijadikan pembanding. Kasus pembanding itu mungkin memiliki faktor-faktor yang serupa dengan masalah kita, tapi faktor-faktor yang serupa itu tidak ada hubungannya dengan konteks masalah (bukan indikator yang benar), kesamaan itu ada di luar konteks masalah. Berikut contoh pengambilan kesimpulan menggunakan analogi yang keliru. 1. Lembaga hukum dan peradilan berupaya menegakkan hukum. Kesimpulannya, semakin banyak lembaga hukum dan peradilannya di suatu negara maka negara itu pasti semakin tertib dan adil. 43

2. Sapi, kambing, dan kerbau punya tanduk, mereka makan dedaunan. Singa, serigala, dan beruang tidak punya tanduk, mereka makan daging. Kuda tidak punya tanduk, kesimpulannya kuda makan daging seperti halnya singa, serigala, dan beruang. 3. Perhatikan gambar perahu layar dan speedboat yang sedang melaju di bawah ini. Apakah ada yang keliru dengan gambar perahu layarnya?

Gambar 2.1. Perahu layar dan speedboat. Pada contoh pertama kekeliruan terjadi karena lembaga hukum berfungsi untuk menegakkan hukum. Jika terlalu banyak lembaga hukum itu malah mengindikasikan tingginya pelanggaran hukum. Kasus yang analog ialah obat berguna untuk menyembuhkan orang sakit, tapi di mana banyak terdapat obat, tidak berarti di situ banyak orang sehat, malah besar kemungkinan di situ terdapat orang sakit.

44

Pada contoh ke-dua kita salah memilih faktor yang termasuk dalam indikator permasalahan. Permasalahan pada contoh ke-dua ialah makanan, sehingga tanduk bukanlah faktor yang cocok digunakan sebagai indikator dalam pemilihan kasus yang analog. Jadi, meskipun benar dalam hal kepemilikan tanduk kuda lebih menyerupai singa dan serigala, tetapi kita tak dapat menggeneralisasikan makanan singa dan serigala sebagai makanan kuda karena tanduk tak ada hubungannya dengan makanan. Faktor yang lebih cocok digunakan sebagai indikator ialah bentuk gigi dan kuku/cakar, karena kuku digunakan untuk memperoleh makanan dan gigi digunakan untuk mengoyak atau mengunyah makanan. Jika kita menggunakan kuku dan gigi sebagai indikator, maka kuda jelas lebih menyerupai kambing dan kerbau. Jadi, kesimpulannya kuda memakan dedaunan, dan kenyataannya pun demikian. Pada contoh ke-tiga saya cukup yakin Anda tidak akan menemukan kejanggalan kecuali Anda seorang pelaut atau sudah akrab dengan perahu. Nyatanya, bendera dari perahu layar itu mengarah ke depan (jika perahu bergerak ke arah depan), bukan ke belakang. Hal ini disebabkan perahu layar bergerak maju jika angin menghembuskannya dari belakang ke depan, yang berarti meniup bendera ke depan. Jadi arah bendera pada perahu layar tidak analog dengan arah bendera pada speedboat atau kendaraan lain yang digerakkan oleh mesin. 45

Generalisasi Generalisasi merupakan hal yang sangat penting dan riskan dalam analogi. Secara umum, generalisasi ialah menganggap sifat-sifat yang melekat pada suatu hal juga dimiliki oleh hal lain yang merupakan hiperterm (hal yang lebih umum) dari hal tadi. Generalisasi melibatkan teori himpunan tentang subset superset dan pemahaman mengenai sifat esensial dan aksidensial dari suatu substansi. Misal substansi yang ditinjau adalah hewan, maka himpunan hewan dapat merangkum subset/himpunan bagian moluska, arthropoda, chordata 4 , dan lain-lain. Sifat-sifat perlu bagi substansi yang ditinjau menjadi esensi bagi subsetsubset yang terkandung di dalam set hewan. Atau dalam alur terbalik, subset-subset tadi dapat digolongkan dalam superset hewan karena memiliki syarat himpunan (esensi hewan, antara lain bertumbuh, memerlukan makanan, bernafas, berkembang biak, dan melakukan metabolisme. Selanjutnya, sifat-sifat lain dari tiap-tiap subset yang saling berbeda antara subset satu dengan subset lainnya kita sebut aksiden dari himpunan hewan seperti tak bertulang sejati (moluska), anggota gerak

Divisi dari kingdom animalia yang berisikan hewan-hewan yang memiliki sumbu tubuh (notochord) pada arah anterior posterior, semisal tulang belakang atau bentuk serupa yang lebih sederhana. Vertebrata termasuk dalam divisi ini.

46

berbuku-buku (arthropoda), dan memiliki sumbu tubuh (chordata). Namun, jika kita tinjau chordata sebagai substansi, maka yang tadi merupakan aksiden bagi hewan dapat menjadi esensi bagi chordata, semisal memiliki sumbu tubuh. Dengan demikian diperoleh hasil bahwa esensi dari suatu himpunan pastilah menjadi esensi bagi subset-subsetnya, namun tidak berarti semua esensi dari suatu subset juga merupakan esensi bagi himpunan induknya. Hal inilah yang perlu diperhatikan dalam generalisasi dalam beranalogi. Patut diperhatikan apakah sifat yang digeneralisasikan itu merupakan esensi dari himpunan induk ataukah bukan.

Dualisme dan Dikotomi Dualisme merupakan paham bahwa setiap hal di dunia ini tercipta secara berpasang-pasangan yang saling berlawanan. Baik-buruk, benar-salah, hitamputih, panas-dingin, terang-gelap, panjang-pendek, kaya-miskin, feminim-maskulin, pintar-bodoh, dan sebagainya. Ada pun dikotomi merupakan pengklasifikasian menjadi dua entitas yang berlawanan. Jadi jelaslah dualisme pasti berwujud dikotomi, tetapi menggunakan dikotomi tidak berarti harus menganut paham dualisme.

47

Dikotomi dibuat oleh manusia untuk mempermudah pemahaman tentang dua hal yang saling berlawanan. Namun dua hal yang saling berlawanan belum tentu adalah dua terma berbeda yang memang saling berlawanan. Contohnya ialah panas-dingin. Sepintas terlihat panas dan dingin saling berlawanan, masalahnya kita tidak punya batas yang jelas antara panas dan dingin. Padahal, jika panas dan dingin merupakan suatu elementer yang berbeda dan saling berlawanan, pastilah sangat mudah membedakan antara keduanya. Sekarang kita tahu bahwa panas dan dingin hanyalah persepsi kita terhadap banyak atau sedikitnya kalor dalam suatu benda. Makin banyak kalor yang dikandung suatu zat, makin panaslah ia, sehingga tidak ada batas yang jelas antara panas dan dingin. Untuk membuktikan bahwa panas dan dingin hanyalah persepsi, Anda dapat mengulang eksperimen yang diajarkan saat SD dulu, yakni dengan merendam tangan kanan ke air panas dan tangan kiri ke air es selama tiga hingga lima menit, lalu kedua tangan dicelupkan bersamaan dalam air bersuhu kamar. Tangan yang telah direndam di air panas akan menanggapi penurunan suhu sebagai rasa dingin, sedangkan tangan yang telah direndam di air es akan menanggapi kenaikan suhu sebagai rasa panas. Jadi, meskipun kedua tangan dicelupkan ke dalam air bersuhu sama, tangan kanan Anda akan merasakan dingin dan tangan kiri Anda akan merasakan panas. 48

Jadi, kebanyakan kualitas yang tampak hanyalah sebuah persepsi dari kuantitas yang berbeda dari suatu elementer. Hal yang sama berlaku untuk pasangan gelap-terang, panjang-pendek, pintar-bodoh, dan lainnya. Untuk kasus gelap-terang, elementernya ialah cahaya/foton. Untuk kasus panjang-pendek, elementernya ialah dimensi panjang (pendek hanyalah berarti kurang panjang). Untuk kasus pintar-bodoh, elementernya ialah pengetahuan. Tetapi patut diperhatikan, terdapat pula pandangan yang menyatakan semua kualitas hanyalah persepsi dari kuantitas elementernya. Pandangan ini betul, tetapi tidak selalu terbukti benar. Salah satu contoh untuk membantah pandangan ini ialah adanya kondisi netral. Contoh yang paling populer ialah pasangan baikburuk. Apakah elementer dari pasangan baik-buruk? Kebanyakan orang yang menganut pandangan antidualisme mengatakan elementernya ialah kebaikan. Kejahatan atau keburukan hanyalah ketiadaan dari kebaikan. Kualitas hanyalah persepsi. Tetapi, ada satu contoh yang tak sesuai dengan pandangan di atas, ambillah contoh perilaku Acok, Boneng, dan Choky. Asumsikan pada suatu hari Acok hanya melakukan kebaikan saja, Boneng cuma tidurantidak melakukan apa-apa seharian penuh, dan Choky hanya melakukan tindakan-tindakan zalim saja. Jelaslah hanya Acok yang melakukan tindakan baik, Boneng dan Choky sama sekali tidak. Jika baik dan jahat hanyalah persepsi dari kadar kebaikan, 49

maka jelaslah pada hari itu Acok merupakan orang baik sedangkan Boneng dan Choky sama jahatnya (karena sama-sama tidak melakukan kebaikan). Padahal menurut logika kita tidak mungkin Boneng sama jahatnya dengan Choky. Kita dapat menyebut Boneng bersifat netral, tidak melakukan kebaikan dan tidak pula melakukan kejahatan. Jika baik-jahat merupakan kadar dari suatu elementer, maka keadaan kadar nol (tidak memiliki kadar sama sekali) pastilah berada pada salah satu terminal, bukan bersifat netral atau berada di tengah-tengah terminal. Jadi, di sini kita telah mencoba membuktikan bahwa beberapa hal ternyata tidak bisa dianggap sebagai persepsi dari kuantitas elementer saja. Beberapa hal nampak seperti memang diciptakan sebagai dualitas. Pandangan akhir tetaplah menjadi hak Anda untuk menentukannya sendiri.

Kekeliruan (Fallacy) Kekeliruan ialah kesalahan pengambilan kesimpulan, membuat kesimpulan yang tidak benar. Pada pembahasan tentang analogi telah diberikan beberapa contoh mengenai kesalahan dalam menarik kesimpulan, inilah yang disebut sebagai kekeliruan. Ada dua hal yang dapat membuat kita salah mengambil kesimpulan yaitu:

50

1. Kesalahan mengidentifikasi masalah (semisal kesalahan merumuskan premis/pernyataan). 2. Kesalahan dalam proses pemecahan masalah. Kedua hal di atas terjadi akibat minimnya pengetahuan/pengalaman atau karena kita kurang teliti. Kekeliruan dapat saja disadari keberadaannya akibat adanya ketidaklogisan dari kesimpulan yang keliru itu. Ketidaklogisan ini dapat berupa ketidakkonsistenan atau paradoks. Contoh kekeliruan dalam menarik kesimpulan: 1. Kuda itu hewan, kucing itu bukan kuda. Jadi, kucing itu bukan hewan. 2. Api yang berwarna biru lebih panas daripada api yang berwarna merah dan kuning. Api kompor gas berwarna biru sedangkan Matahari berwarna kuning. Artinya akan terasa lebih panas jika berdiri 10 meter di depan kompor gas dibanding jika berdiri 10 meter di depan Matahari. 3. Di sebuah jalan di kota X, terlihat air yang ditumpahkan mengalir dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi. Sepertinya di jalan ini hukum gravitasi Newton tidak berlaku. Untuk contoh pertama, kesalahannya terletak pada proses penalaran dan pengambilan keputusan yang tidak valid. Kuda dan kucing tidak setara dengan hewan, sebab hewan merupakan hipernim (lebih umum) dari kuda dan kucing. Dalam bahasa 51

matematik, hewan disebut superset dari kuda, dengan kata lain kuda termasuk elemen dalam hewan dan terdapat elemen-elemen lain yang juga termuat dalam himpunan hewan. Jadi, tidak berarti bila bukan kuda berarti bukan hewan. Untuk contoh ke-dua, kekeliruannya terdapat dalam penalaran. Meskipun api kompor gas lebih panas daripada permukaan Matahari, tetapi daya atau energi dari api kompor gas sangat jauh lebih kecil daripada Matahari. Akibatnya, semakin jauh dari sumber panas, suhu lingkungan di sekitar api kompor gas menurun jauh lebih cepat dibanding suhu lingkungan di sekitar Matahari. Berdasarkan persamaan Stefan-Boltzmann, = 4 2 4 Nampak bahwa perubahan suhu terhadap
1

jarak,

4 64

3/2 .

Jika

dihitung,

akan

diperoleh hasil yang sesuai dengan kenyataan bahwa Matahari pada jarak seratusan juka kilometer lebih panas dari pada api kompor gas dari jarak sepuluh meter. Untuk contoh ke-tiga, hal yang menarik ialah ada banyak kekeliruan di situ. Yang pertama, hukum gravitasi Newton menyatakan benda bermassa akan saling tarik-menarik. Implikasinya, benda-benda di dekat permukaan Bumi akan tertarik ke arah pusat massa Bumi (ke arah bawah). Jadi manakah yang lebih 52

dapat dipercaya untuk mengetahui arah bawah, hukum gravitasi ataukah pengelihatan? Saat tukang memasang ubin, apakah yang mereka andalkan agar ubin terpasang lurus? Apakah mengandalkan penglihatan langsung untuk mengetahui kemiringan lantai ataukah menggunakan waterpass? Jadi sangat jelas, jika air nampak mengalir ke daerah yang lebih tinggi, maka berarti bukan hukum gravitasi yang salah melainkan pengelihatan kita yang salah (ilusi optik). Lagi pula, seandainya hukum Newton memang tidak berlaku di daerah itualih-alih airnya mengalir ke tempat lebih tinggiair, Anda, dan mobil Andalah yang akan naik mengambang ke udara.

3. Perangkat Berpikir
Pengetahuan ialah hal-hal apa saja yang pernah terekam dan tersimpan dalam ingatan manusia, baik itu melalui pengalaman, ilham, atau hasil pemikiran sebelumnya. Logika atau penalaran ialah proses memecahkan permasalahan baru dengan menggunakan pengetahuan sebagai modalnya dan metodologi berpikir sebagai langkahnya. Metodologi berpikir dapat kita golongkan yaitu: 1. metode deduksi (analisis) 2. metode induksi (sintetis) 53

Sistematika, aturan, dan klasifikasi ialah polapola atau teori baku yang dibuat untuk memudahkan pengambilan kesimpulan tanpa perlu menggunakan penalaran yang mendalam. Misalkan dengan penalaran yang mendalam, kita mengambil kesimpulan dari persoalan hubungan antara harga dan permintaan-penawaran. Bila jumlah barang yang ditawarkan terbatas sedangkan permintaan konsumen tinggi (banyak masyarakat yang membutuhkannya), maka para penjual akan menjual barangnya dengan harga yang lebih mahal karena toh meski mahal sedikit tetap saja dagangannya akan laku karena bagaimanapun konsumen memerlukan barang itu dan tidak banyak yang menawarkannya sehingga mereka tetap akan membelinya (tidak punya pilihan lain). Bila jumlah barang yang ditawarkan melimpah sedangkan permintaan konsumen rendah (masyarakat tak terlalu membutuhkannya), maka para penjual terpaksa menurunkan harga barangnya agar konsumen yang awalnya tidak ingin membeli (karena tidak terlalu butuh) pada akhirnya terpancing untuk membeli karena toh harganya tidak seberapa. Selain itu penjual juga menurunkan harga barang agar cenderung lebih rendah daripada harga yang ditawarkan pedagang lain (pesaing) yang juga banyak menjual barang serupa supaya konsumen lebih memilih membeli darinya.

54

Jadi, dari penalaran mendalam di atas, diperoleh hukum permintaan dan penawaran: Harga berbanding lurus dengan permintaan dan berbanding terbalik dengan penawaran (ceteris paribus5). Dengan hukum permintaan dan penawaran, jika kita menemukan suatu kasus, misalkan memprediksi harga cabai menjelang lebaran, maka berdasarkan hukum permintaan dengan mudah diketahui harga cabai akan naik karena banyak orang membutuhkan cabai (permintaan tinggi) menjelang lebaran. Jadi hukum ini bersifat praktis, sudah terpola: jika ini maka itusehingga kita tak perlu lagi melakukan penalaran yang mendalam. Kita cukup melakukan penalaran mendalam sekali saja dalam tiap model kasus, yakni untuk menemukan hukum (atau membuktikan yang sudah ada) atau pola yang berlaku dalam kasus sejenis. Bagi beberapa orang, mereka lebih suka menganalisis dan menalarkan suatu fenomena secara mendalam alih-alih hanya menggunakan pola atau aturan kompleks yang sudah tersusun (formulasi), tentunya terkecuali jika pemecahan dari suatu masalah itu perlu diperoleh dengan segera. Pun bila demikian, setelah selesai mendapatkan pemecahan masalah menggunakan aturan itu, setelah lewat
5

Jika faktor-faktor lainnya tetap atau dianggap tetap.

55

tuntutannya, mereka akan kembali memikirkan persoalan tadi dengan penalaran mendalam, yang memberikan kesenangan bagi orang-orang semacam itu. Orang-orang yang seperti itu ialah pemikir tulen, yang senang menjungkirbalikkan logikanya, berpikir siang-malam demi memuaskan dahaganya. Buku ini dibuat dengan harapan Anda memilikimeskipun hanya sedikit sajasifat-sifat pemikir seperti itu. Janganlah hanya mengandalkan formula siap pakai untuk memecahkan masalah. Setidaknya, sekali Anda telah berpikir secara mendalam untuk membuktikan bahwa aturan itu memang benar. Jika Anda telah berhasil membuktikan aturan itu benar (dengan demikian Anda telah memahami aturan itu), maka dalam persoalan lain yang sejenis Anda dapat langsung menemukan solusinya dengan aturan tadi tanpa ada perasaan ragu. Berikut ini kelemahan dari memecahkan masalah hanya dengan menggunakan formula tanpa pernah membuktikan kebenaran formula itu sendiri. 1. Kita sebenarnya tidak mengerti solusi dari suatu permasalahan, kita hanya sekedar tahu permasalahan ini solusinya ialah itu. 2. Seandainya formula atau pola itu keliru, maka kita juga akan keliru. Dengan demikian kita menempatkan diri sendiri dalam posisi yang menawarkan diri untuk dibodohi oleh orang lain. 3. Pada permasalahan yang cukup kompleks, terkadang ada suatu faktor yang tidak 56

diperhitungkan oleh formula yang dikenal (di luar batasan kesahihannya), sehingga untuk memperoleh solusinya formula tadi harus dimodifikasi atau digeneralisasi. Jika kita tak menganalisis masalah itu, maka kita tidak akan mengetahui hal ini sehingga pemecahan yang kita peroleh dari aturan baku tadi menjadi tidak atau kurang tepat. Sebagai contoh, kita semua tahu bahwa semua bilangan jika dipangkatkan nol hasilnya adalah satu. Yang membedakan adalah beberapa orang tahu apa dan beberapa orang yang lain tahu bagaimana. Oke, di sini akan saya buktikan mengapa sembarang bilangan jika dipangkatkan nol hasilnya selalu satu. 0 = Mengingat pemangkatan x adalah perkalian berulang sebanyak x, maka pengurangan pangkat sebesar y berarti kita perlu membaginya berulang sebanyak y. = =1

Saya tidak mengatakan bahwa pola dan formula-formula itu tidak penting, malah saya menegaskan bahwa mereka itu sangat penting. Tetapi alangkah bijaknya, di saat tidak begitu sibuk, kita berusaha menganalisis suatu persoalan secara mendalam, dengan menggunakan aturan-aturan 57

baku/dasar, dan meminimalkan penggunaan formula jadi siap pakai. Untuk itu dirasa perlu untuk membahas sedikit pola-pola dan aturan-aturan baku berdasarkan tingkat kepercayaannya. 1. Aksioma Aksioma merupakan suatu hal yang tak perlu diragukan kebenarannya karena jelas pada dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan aksioma ialah kebenaran definitif. Contoh: 1 + 1 = 2. Kebenaran definitif maksudnya 1 + 1 ialah suatu bilangan yang nilainya setara dengan 1 lalu diberi lagi 1. Nah, kita sepakat jumlah itu diberi nama 2. Jarak antara semua titik di keliling lingkaran ke pusatnya pastilah sama, karena jika tidak sama namanya bukan lingkaran. 2. Teorema Teorema bukanlah suatu kebenaran definitif, tetapi kebenarannya telah terbukti secara matematis dan selalu sesuai dengan realita sehingga tidak ada keraguan mengenai kebenarannya. Teorema merupakan implikasi langsung dari beberapa aksioma. Contoh: Teorema Pythagoras, yang menyatakan kuadrat panjang sisi miring suatu segitiga siku-

58

siku 6 sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi lainnya. Pusat suatu segiempat pasti berada pada perpotongan diagonal-diagonalnya. 3. Hukum (law) Hukum ialah suatu pola kebenaran yang logis dan telah terbukti kebenarannya secara empiris sampai dengan lingkup yang dimaksudkan oleh hukum tadi dan tidak ada penjelasan lain yang sesuai dengan realita. Contoh: Hukum gravitasi Newton merumuskan gaya gravitasi bergantung antara dua benda sebanding dengan perkalian massa kedua benda dibagi dengan kuadrat jaraknya. Hal ini telah terbukti berkali-kali dalam percobaan menggunakan sembarang materi dalam keadaan apa pun yang dibatasi oleh hukumnya sendiri (dalam kasus hukum gravitasi Newton, hukum ini hanya berlaku untuk keadaan non-relativistik). Hukum permintaan dan penawaran juga termasuk hukum karena telah berkali-kali dibuktikan kebenarannya dalam realita dan tidak pernah ditemukan hukum ini tak berlaku dalam batasan hukumnya (yakni ceteris paribus). 4. Teori Teori hampir serupa dengan hukum, tetapi kepercayaannya lebih lemah. Meskipun teori
6

Dimaksudkan segitiga planar (datar).

59

sudah dibuktikan secara parsial cocok dengan kenyataan, tetapi masih dimungkinkan adanya penjelasan lain yang juga dapat sesuai dengan kenyataan. Terkadang, perbedaan antara hukum dan teori sangatlah tipis. Contoh: Teori Big Bang memberikan hasil yang sesuai dengan data-data yang kita peroleh dari alam semesta masa kini. Teori ini juga memberikan mekanisme evolusi alam semesta yang sangat masuk akal. Tapi bagaimanapun, karena kita tak bisa mengulangi percobaan membuat alam semesta, kita belum dapat memastikan bahwa kenyataannya memang seperti teori Big Bang. 5. Hipotesa Hipotesa ialah kebenaran yang paling rendah tingkat kepercayaannya. Syarat bagi hipotesa ialah dapat menjelaskan, tetapi belum terbukti kebenarannya melalui percobaan nyata. Patut diingat yang nampak logis belum tentu kenyataan. Contoh: Prinsip many-worlds interpretation 7 merupakan hipotesa untuk aturan yang berlaku bagi perjalanan waktu. Prinsip ini logis (tidak menimbulkan pertentangan dengan kenyataan dan dirinya sendiri), namun belum dapat dibuktikan kebenarannya dalam eksperimen.
7

Hipotesis yang menyatakan terdapat tak hingga banyaknya alam semesta parallel (alam semesta yang memiliki sejarahnya sendirisendiri).

60

Nah, sekarang kita akan membahas aturanaturan baku dalam logika. Beberapa yang fundamental saya rangkumkan di bawah ini. 1. Hukum identitas Suatu identitas yang paling sederhana (makna sempit) dari suatu objek adalah objek itu sendiri pada waktu yang sama. 2. Hukum kausalitas Semua hal akan menjadi sebab bagi hal lain dan tak ada hal yang tidak terlahir dari suatu akibat. 3. Hukum kontradiksi Ptolomeus Hukum kontradiksi Ptolomeus menyatakan bahwa kebenaran pada suatu identitas tidak mungkin saling kontradiksi. Misalkan jumlah kaki meja belajar saya, pada saat yang sama, tidak mungkin empat sekaligus bukan empat. Jumlah kaki meja belajar saya pastilah empat saja atau bukan empat saja pada saat yang sama. Contoh lain tidak mungkin suatu benda basah disaat yang sama ia tidak basah. Masih banyak aturan-aturan/konsep-konsep klasik tentang dasar berpikir. Untuk sementara ketiga itu yang dianggap penting. Selebihnya Anda dapat mencarinya pada buku-buku lain.

61

4. Berpikir Ilmiah
Telah dijabarkan pada bab 1 mengenai posisi ilmu dalam pengetahuan dan pada bab 2 mengenai berpikir. Pengetahuan adalah hasil dari pengalaman dan proses berpikir, dari yang tersederhana (misalnya menghubungkan benda dan namanya) hingga yang paling rumit. Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dari metode berpikir khusus yang disebut metode berpikir ilmiah. Metode berpikir ilmiah adalah metode yang sangat baik namun terbatas. Yang dimaksud dengan terbatas di sini adalah berpikir ilmiah tidak dapat digunakan untuk hal-hal yang tidak memenuhi syarat utama ilmu, yakni empiris. Tetapi untuk hal-hal yang empiris, metode berpikir ilmiah memberikan penawaran yang baik dalam memecahkan suatu permasalahan. Dasar berpikir ilmiah ialah menganggap permasalahan sebagai objek yang akan diteliti dalam laboratorium. Kita harus meninggalkan opini-opini dan prasangka yang kita punyai terhadap objek itu, lalu melaksanakan pembedahan, penggabungan, dan mengukur hasil-hasilnya. Setelah itu dapat ditarik kesimpulan menggunakan metode-metode yang telah disinggung sebelumnya sebagai solusi dari permasalahan. Dapat dirangkumkan beberapa ciri berpikir ilmiah ialah sebagai berikut:

62

1. Objektif, bebas dari opini dan prasangka, menggunakan data yang faktual. 2. Rasional, menggunakan metode analisis yang valid dan logis. 3. Kritis, berpandangan terbuka tetapi tetap skeptis, tidak menerima kebenaran suatu pendapat yang belum teruji kebenarannya. 4. Sistematis, berdasarkan langkah-langkah yang terarah, terencana, dan terukur. 5. Universal, berlaku umum serta dapat diuji ulang untuk membuktikan kebenarannya. Sangat banyak buku maupun artikel-artikel yang membahas kerangka berpikir ilmiah secara lengkap, oleh sebab itu penjelasan lanjut mengenai kerangka berpikir ilmiah tidak akan dibahas di sini. Namun, di sini akan diperjelas kembali bahwa metode berpikir ilmiah hanya dijamin ampuh untuk hal-hal yang ilmiah, hal-hal yang empiris. Pengertian empiris sebagai dapat diindera jangan diterjemahkan secara sempit sebagai dapat diindera secara langsung. Sebagian orang meremehkan konsep berpikir ilmiah yang berbasis inderawi dengan dalih indera sangat terbatas kemampuannya dan dapat menciptakan ilusi, seperti dispersi pensil yang sebagian dicelup ke dalam air atau ilusi terhadap panas. Kita dapat membuat rumus dispersi dengan mencoba kemiringan pensil yang berbeda-beda dan menghitung sudut biasnya. Begitu pula kita dapat membuat termometer untuk mengukur suhu, dengan skala yang mudah dibaca 63

dengan mata. Instrumen dapat membantu indera kita untuk mengukur fenomena fisis dengan cermat. Pada kenyataannya, nampaknya dunia ini tidak hanya berisi objek-objek fisis, ataukah ada objek-objek fisis yang belum dapat diempiriskan. Untuk itu, metode berpikir ilmiah tidak menjamin memberikan hasil yang baik. Untuk itu pula kita harus dapat memisahkan antara pengetahuan yang merupakan ilmu dan pengetahuan yang bukan merupakan ilmu sehingga tidak keliru dalam penggunaan metode berpikir.

64

Bab 3 LOGIKA MATEMATIKA

1. Proposisi dan Operator Logika


Proposisi
Proposisi ialah pernyataan yang hanya dapat bernilai benar dan salah, tidak mungkin keduanya (benar tetapi juga salah) dan tidak mungkin juga bukan keduanya (tidak benar juga tidak salah). Oleh karena itu berlaku dikotomi untuk kebenaran suatu proposisi, yakni nilai 1 untuk nilai benar serta nilai 0 untuk nilai salah. Contoh pernyataan yang merupakan proposisi antara lain: 1. Sukarno ialah presiden pertama Republik Inonesia. 2. Asia ialah benua terkecil di dunia. 3. Diameter Bumi di katulistiwanya ialah (12.756,3 0,1) km. 4. Penemu bola lampu pijar ialah Rene Descartes. Contoh pernyataan yang bukan proposisi ialah: 1. Sayur pare rasanya sangat tidak enak. 2. Pulau Lombok lebih indah daripada Pulau Bali. 3. Rina lebih cantik daripada Rani. 65

4. Sidik itu tampan. Pada kalimat proposisi, nilai kebenarannya hanya mungkin benar (seperti nomor 1 dan 3) atau salah (seperti nomor 2 dan 4 . Sedangkan pada pernyataan yang bukan proposisi, hanya berupa opini yang kebenarannya sangat subjektif. Bagaimanapun, sering sebuah kalimat tidaklah jelas merupakan proposisi atau bukan. Misalnya, Ruangan ini kotor adalah sebuah opini, bukan proposisi. Tiap-tiap orang dapat setuju atau tidak setuju tentang kebenarannya. Tetapi jika kita mengatakan Anjungan Pantai Losari kotor sekali setelah konser musik, meskipun kalimat ini juga merupakan opini, namun semua orang waras akan menyetujui kebenarannya. Contoh lain, pernyataan Jejari Matahari ialah 6,9 105 km ialah suatu proposisi yang bernilai benar. Tapi toh ternyata masih ada kelompok yang mengklaim jejari Matahari hanyalah beberapa kilometer dan tergantung di langit tidak jauh dari Bumi. Jadi apakah pernyataan itu tidak sah lagi digolongkan sebagai proposisi? Berikut ini contoh populer dari filsuf John W. Carrol yang dikutip oleh Stephen Hawking dalam bukunya The Grand Design: 1. Semua bola emas garis tengahnya lebih pendek daripada satu mil.

66

2. Semua bola uranium-235 garis tengahnya lebih pendek daripada satu mil. Pengamatan kita di dunia, dan dari apa yang kita ketahui dalam sejarah, tidak pernah ada bola emas yang garis tengahnya lebih besar daripada satu mil. Jadi kita dapat cukup yakin tidak akan pernah ada bola emas yang garis tengahnya lebih dari satu mil. Tetapi bagaimanapun, kita tak punya alasan untuk mengatakan tidak bisa ada bola emas yang garis tengahnya lebih besar daripada satu mil. Agak berbeda halnya dengan kalimat ke-dua. Semua bola uranium-235 garis tengahnya lebih pendek daripada satu mil dapat dianggap hukum (yang jelas nilai kebenarannya) karena berdasarkan apa yang diketahui dalam fisika nuklir, kalau ada bola uranium-235 yang garis tengahnya lebih panjang dari 15 cm, maka bola itu akan hancur sendiri dalam ledakan nuklir. Jadi kita dapat yakin tidak ada bola uranium-235 yang garis tengahnya lebih besar daripada satu mil dan tidak akan bisa ada. Contoh lainnya ialah pernyataan:

Tuhan itu tidak ada.


Dari pengalaman sehari-hari, kalau mau jujur, toh kita tak pernah berhasil membuktikan keberadaan Tuhan secara ilmiah. Jadi, Tuhan itu tidak terbukti eksis. Tetapi masalahnya, Tuhan tidak terbukti eksis merupakan pernyataan yang berbeda dengan Tuhan 67

terbukti tidak eksis. Jadi meskipun kita tidak bisa membuktikan bahwa Tuhan itu eksis secara ilmiah, tidak berarti kita telah membuktikan bahwa Tuhan itu tidak eksis. Contoh lain yang setara

Ada jenis kadal yang dapat menyemburkan api.


Dari pengalaman dan sejarah yang dapat dipercaya, tidak terbukti ada kadal yang bisa menyemburkan api layaknya naga. Tapi siapa yang bisa memastikan di seluruh penjuru alam semesta ini tidak ada kadal yang bisa menyemburkan api? Pernyataan tidak terbukti ada kadal yang bisa menyemburkan api tidaklah setara dengan pernyataan terbukti tidak ada kadal yang bisa menyemburkan api. Dari pemaparan di atas, jelaslah terlihat kerumitan dalam sains bahwa nilai kebenaran untuk pernyataan sehari-hari, hipotesis, teori, dan hukum fisika itu berbeda tingkatannya. Untuk menghindari hal ini (lebih tepatnya mengelak), untuk penjelasan berikutnya kita akan selalu mengambil kondisi ideal untuk penentuan kebenaran suatu proposisi, kecuali diberikan penjelasan lain.

68

Operator Logika
Operator logika terdiri atas ingkaran/negasi (NOT) dan perangkai logika. Perangkai logika ialah hubungan logis antara dua terma/premis/syarat/klausa. Secara umum terdapat dua macam dasar perangkai logika, yakni konjungsi (AND) dan disjungsi inklusif (OR), Selain itu, dikenal pula disjungsi ekslusif (XOR). Disjungsi inklusif sering disebut disjungsi saja. Negasi Negasi atau ingkaran dari suatu pernyataan ialah pernyataan yang setara dengan tidak terpenuhinya pernyataan pertama. Bisa dikatakan ingkaran ialah keadaan tak terpenuhi dari suatu pernyataan. Jadi bila suatu pernyataan bernilai benar maka ingkarannya bernilai salah, sedangkan bila suatu pernyataan bernilai salah, maka ingkarannya bernilai benar. Patut diingat bahwa ingkaran tidak sama dengan lawan, meskipun mereka berkaitan. Contoh pada pernyataan.

A = Anto memakai baju berwarna putih. B = Hujan turun.


Lawan dari pernyataan B ialah misalkan Anto memakai baju berwarna hitam, sedangkan ingkaran dari A (ditulis A atau ~ ialah Anto tidak 69

memakai baju berwarna putih. Jadi, ingkaran bersifat


lebih umum daripada lawan suatu pernyataan. Anto tidak memakai baju berwarna putih bisa saja karena ia memakai baju berwarna hitam (kondisi lawan), tetapi bisa juga karena ia memakai baju berwarna kuning, biru, atau malah tidak memakai baju. Lawan dari pernyataan B ialah Hujan naik, sedangkan ingkaran dari B ialah Hujan tidak turun. Jelas bahwa lawan dari pernyataan B tidak logis.

Ingkaran dari suatu Ingkaran Misalkan diberikan suatu pernyataan A, = Kekuasaan presiden terbatas. = Kekuasaan presiden tidak terbatas. () = Kekuasaan presiden tidak tak terbatas. Perhatikanlah pernyataan () yang berbunyi Kekuasaan presiden tidak tak terbatas memiliki arti yang sama dengan pernyataan yang berbunyi Kekuasaan presiden terbatas. Jadi dapat dituliskan ( = Dalam matematika kita cukup akrab dengan pola ini, yakni negatif dikalikan dengan negatif hasilnya akan positif. Bagaimana hal ini bisa terjadi? 70

Jika X pernyataan dengan sebuah kemungkinan, maka X ialah pernyataan dengan banyak kemungkinan. Jika (X) = X, bagaimana bisa (X) kembali hanya memiliki satu kemungkinan? Kita ambil contoh dengan kondisi seideal mungkin. Keadaan: Hanya ada tujuh benua di Bumi ini, yakni Asia, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika, Australia, dan Antartika. Parto terlahir di salah satu benua di muka Bumi ini.

X
X

= Parto lahir di Benua Asia. = Parto tidak lahir di Benua Asia.

Parto tidak lahir di Benua Asia setara dengan Parto

lahir di Benua Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika, Australia, atau Antartika. Dengan demikian, negasi dari X ialah:
(X) = Parto tidak tak terlahir di Benua Asia.

Parto tidak tak terlahir di Benua Asia setara dengan Parto tidak lahir di Benua Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika, Australia, atau Antartika. Mengingat selain Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika, Australia, dan Antartika tinggal Benua Asia yang tersisa, maka pastilah Parto terlahir di benua Asia. (X) = Parto terlahir di Benua Asia. = X

71

Konjungsi dan Disjungsi Konjungsi dan disjungsi merupakan logika keadaan bersyarat majemuk (lebih dari satu syarat). Jika syarat-syarat itu harus dipatuhi semuanya (kita kenal sebagai syarat), maka hubungannya ialah konjungsi. Sedangkan jika satu saja syarat yang harus dipenuhi (boleh lebih tentunya) maka hubungannya ialah disjungsi (syarat semacam ini lebih dikenal sebagai kriteria). Hubungan konjungsi ditandai dengan perangkai dan sedangkan disjungsi ditandai dengan perangkai atau. Dalam logika matematika, digunakan simbol " " untuk mengganti kata dan, serta digunakan simbol " " untuk mengganti kata atau. Misalkan dinamakan

A = saya mau makan burger B = saya mau minum soda


Maka rangkaian konjungtif dari kedua klausa di atas menjadi:

Saya mau makan burger dan minum soda.


Dapat dinotasikan sebagai . Sedangkan rangkaian disjungtif dari kedua klausa tadi menjadi:

Saya mau makan burger atau minum soda.


Dapat dinotasikan sebagai . 72

Nilai Kebenaran Konjungsi dan Disjungsi Misalkan suatu pernyataan bersyarat majemuk dengan perangkai konjungsi.

Anda bisa mendaftar dalam kompetisi ini jika Anda mahasiswa dan belum pernah menang dalam kompetisi ini sebelumnya.
Kita pahami bahwa Anda bisa mendaftar dalam kompetisi jika Anda memenuhi kedua syarat yang diberikan, yakni jika: a. Anda mahasiswa, Anda juga belum pernah memenangkan kompetisi yang sama pada tahuntahun sebelumnya. Dan Anda tidak bisa mendaftarkan diri dalam kompetisi itu jika: b. Anda mahasiswa tapi sudah pernah memenangkan kompetisi yang sama pada tahun sebelumnya. c. Anda belum pernah memenangkan kompetisi yang sama pada tahun sebelumnya tetapi Anda bukan mahasiswa. d. Anda sudah pernah memenangkan kompetisi yang sama pada tahun sebelumnya serta Anda juga bukan mahasiswa (bukan mahasiswa lagi misalnya). Nah, sekarang diberikan pernyataan bersyarat majemuk dengan perangkai konjungsi. 73

Anda bisa mengikuti babak perempat-final ini bila Anda lulus dari babak penyisihan atau mendapatkan undangan dari pihak penyelenggara.
Dari kalimat di atas dapat kita pahami bahwa kita dapat mengikuti babak perempat-final jika: a. Tidak punya undangan, tapi lulus dari babak penyisihan. b. Tidak lulus babak penyisihan, tapi punya undangan. c. Lulus babak penyisihan sekaligus memiliki undangan. Dan kita tak dapat mengikuti babak perempat-final jika: d. Kita tidak punya undangan dan juga tidak lulus babak penyisihan. Dapat kita gambarkan kebenaran pernyataan yang terdiri dari dua syarat dengan perangkai konjungsi dan disjungsi dalam bentuk tabel kebenaran (ingat 1 berarti benar dan 0 berarti salah . 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0

74

Bandingkan untuk konjungsi dua syarat, dari empat kemungkinan yang ada, hanya satu kemungkinan Anda memenuhi aturan. Sedangkan untuk disjungsi dua syarat, dari empat kemungkinan yang ada, ada tiga kemungkinan Anda memenuhi aturan. Untuk syarat yang jumlahnya lebih dari dua, alih-alih menggunakan lebih dari satu tanda dan atau atau, digunakan tanda koma. Contohnya:

Ibu membeli beras, gula, dan mi instan di pasar.


Tanda koma di atas berarti dan, sehingga kalimat di atas setara dengan Ibu membeli beras dan gula dan mi instan di pasar. Agar kalimat tadi bernilai benar, maka ketiga syaratnya harus terpenuhi, yakni membeli beras, membeli gula, dan membelimi instan.

Siswa yang mendapat nilai rapor bagus ialah siswa yang cerdas, tekun, atau orangtuanya kaya.
Tanda koma di atas berarti atau, sehingga kalimat di atas setara dengan Siswa yang mendapat nilai rapor bagus ialah siswa yang cerdas atau tekun atau orangtuanya kaya. Agar kalimat kedua ini bernilai benar, maka setidaknya paling sedikit satu syarat harus dipenuhi. Misalkan cerdas = syarat A, tekun = syarat B, dan orangtua kaya = syarat C. Beberapa kombinasi syarat yang mungkin:

75

1 1 1 1

1 1 0 0

1 0 1 0

1 1 1 1

0 0 0 0

1 1 0 0

1 0 1 0

1 1 1 0

Sedangkan untuk konjungsi tiga syarat berikut contohnya.

Untuk membuat minuman kopi panas diperlukan air panas, kopi, dan gula.
Jika kita simbolkan A = ada air panas, B = ada kopi, dan C = ada gula. Maka minuman kopi bisa dibuat jika A, B, dan C semuanya terpenuhi. Kalau salah satunya saja tidak terpenuhi, maka minuman kopi panas tidak bisa dibuat. 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0

76

Disjungsi Ekslusif Disjungsi ekslusif bukanlah operator dasar dalam logika matematika, karena disjungsi ekslusif dapat disusun dari tiga perangkai dasar negasi, perangkai dan, dan perangkai tidak. Disjungsi ekslusif bernilai benar jika hanya salah satu dari dua terma bernilai benar, tidak keduanya dan tidak pula bukan keduanya. Berikut tabel kebenaran untuk XOR. 1 1 0 0 1 0 1 0 (, ) 0 1 1 0

Dalam bahasa verbal, terdapat keambiguan mengenai kata atau, apakah yang dimaksud disjungsi inklusif atau disjungsi ekslusif. Secara umum, atau merujuk pada disjungsi inklusif, meski untuk hal-hal yang sensitif digunakan frase dan/atau untuk mempertegas bahwa yang dimaksud adalah disjungsi inklusif. Sebagai latihan, cobalah buktikan bahwa XOR setara dengan ( ( )8.

Bentuk logika matematik yang hanya memuat operator AND, OR, atau NOT disebut bentuk normal.

77

Ingkaran dari Pernyataan Berperangkai Jika suatu pernyataan X berperangkai dan, maka negasi dari X berperangkai atau. Demikian pula jika pernyataan Y berperangkai atau, maka negasi dari Y berperangkai dan.

A B
1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0

1 1 1 0

( ( 0 0 0 1

( ( 0 1 1 1

( 0 1 1 1

( 0 0 0 1

Dari tabel di atas diperoleh bukti bahwa: 1. ( ( ( 2. ( ( ( Kedua identitas di atas dikenal sebagai hukum de Morgan. Contoh: 1.a. Tidak boleh makan atau minum di dalam

perpustakaan.
( setara dengan 1.b. Tidak boleh makan dan tidak boleh minum di

dalam perpustakaan.
78

( ( 2.a. Jangan (tidak) menyalakan kipas angin dan memasukkan jarimu ke bilah kipas. ( setara dengan 2.b. Jangan menyalakan kipas angin atau jangan memasukkan jarimu ke bilah kipas. ( ( Jadi, jika Anda memiliki perpustakaan di rumah dan Anda tidak ingin para tamu makan dalam perpustakan dan Anda juga tak ingin mereka minum di dalam sana, pastikan Anda memasang peringatan:

Dilarang Makan atau Minum dalam ruangan ini!


bukan:

Dilarang Makan dan Minum dalam ruangan ini!


Sebagai contoh kasus, misalkan Andri dituduh merampok dan membunuh Budi. Dan sebenarnya Andri memang membunuh Budi karena dendam, tetapi tidak mencuri apa pun dari Budi. Dalam pengadilan Andri bersumpah: Saya bersumpah merampok Budi.

tidak membunuh

dan

Apakah Andri bersumpah palsu? 79

2. Implikasi dan Biimplikasi


Implikasi Implikasi dan biimplikasi merupakan suatu operator logika yang menunjukkan keadaan bersyarat 9 . Sebenarnya kita telah banyak menyebutnya dalam contoh-contoh terdahulu. Implikasi ditandai dengan penanda verbal jika [sebab], maka [akibat] atau if [antecedent], then [consequent] atau simbol [] [ ] . Implikasi menunjukkan hubungan sebab yang menghasilkan akibat. Misalkan Jika X maka Y, bila terjadi X maka pastilah terjadi Y. Agar lebih melekat dalam pemahaman Anda, mari kita ambil contoh dalam kehidupan sehari-hari.

Jika kain disiram air, maka kainnya menjadi basah.


Kita berikan simbol X = kain disiram air dan Y = kain menjadi basah. Jadi kalimat di atas dapat dituliskan dalam notasi . Dari pernyataan ini dapat dianalisis: 1. Jika kain disiram air ( = 1 , kainnya akan basah ( = 1 . Hal ini masuk akal. 2. Jika kain disiram air ( = 1 , kainnya tidak basah ( = 0 . Hal ini tidak masuk akal.
9

Bentuk atomik dari implikasi ialah . Ancaman Jika masih mau hidup maka serahkan dompetmu! setara dengan Mau mati atau mau serahkan dompetmu?.

80

3. Jika kain tidak disiram air ( = 0 , kainnya basah ( = 1 . Hal ini mungkin saja dikarenakan sebabsebab lain (misalnya kainnya direndam air atau kehujanan). 4. Jika kain tidak disiram air ( = 0 , kainnya tidak basah ( = 0 . Hal ini mungkin saja jika sebab lain tidak muncul (kainnya tidak direndam, tidak kehujanan, dsb). Dari analisis di atas diperoleh sebuah pernyataan implikasi hanya akan bernilai benar (masuk akal, mungkin) bila kejadiaan seperti pada poin 1, 3, dan 4. Sedangkan pernyataan implikasi bernilai salah (tidak mungkin terjadi) bila kejadiannya seperti pada poin 2. Dapat kita buat tabel kebenarannya. 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1

Hal ini menunjukkan dalam implikasi tidak dikenal yang namanya sebab tunggal. Misalkan peristiwa telur ayam menjadi matang sebagai akibat. Sebabnya yang dapat membuat peristiwa itu terjadi ada banyak, lebih dari satu. Misalnya jika telur digoreng, direbus, dikukus, dan sebagainya. Satu saja sebab terjadi sudah cukup membuat akibat terjadi. Kita dapat menganalogikannya dengan rangkaian paralel. 81

Gambar 3.1. Analogi rangkaian listrik dalam implikasi.

X = sakelar X tertutup, Y = sakelar Y tertutup, Z = sakelar Z tertutup. A = lampu A menyala


Misalkan sistem seperti pada gambar di atas. Bila sakelar X tertutup, menyebabkan lampu A menyala. Hal ini memenuhi implikasi . Jadi jika X terjadi maka A pasti terjadi. Tetapi kebalikannya, jika tidak setara dengan . Karena bila A terjadi belum tentu itu karena X, bisa saja karena sebab lain yakni Y dan Z. Jika A maka B tidak berarti jika B maka A. Dari tabel kebenaran implikasi dapat pula kita tarik beberapa kesimpulan yang bisa dijadikan teknik penarikan kesimpulan yakni: 82

1. jika bernilai benar, dan A bernilai benar, maka pastilah B juga bernilai benar (perhatikan tabel kebenaran dari implikasi pada baris pertama). Dengan kata lain agar implikasi bernilai benar bila A bernilai benar maka B harus bernilai benar. Konsep seperti ini disebut modus Ponens. 2. jika bernilai benar, dan B bernilai salah, maka pastilah A juga bernilai salah (perhatikan tabel kebenaran dari implikasi pada baris terakhir)*. Dengan kata lain agar implikasi bernilai benar bila B bernilai salah maka A harus bernilai salah. Konsep seperti ini disebut modus Tollens. Perhatikan bahwa pernyataan (*) dapat dituliskan dalam notasi [( ] Kita akan membuktikan bahwa modus Tollens itu konsisten dengan pembuktian terbalik.

_________

_________

83

1. Agar argumen dalam kurung siku bernilai benar (dipenuhi) maka dan harus bernilai benar. Ingat bahwa Konjungsi bernilai benar jika dan hanya jika semua argumennya bernilai benar. 2. Mengingat nilai kebenaran [( ] pasti sama dengan nilai kebenaran ( , yakni 1, maka argumen di atas dapat kita reduksi menjadi: ( Tanpa merubah nilai kebenarannya. 3. Semenjak bernilai benar (1), maka pastilah bernilai salah (0). Jika kita substitusikan nilai B, ( 0 4. Jika bernilai 0, maka bernilai 1. (0 0 1 1 1; bernilai benar dalam implikasi. Dan bila bernilai 1, maka bernilai 0. (1 0 0 0 0; juga bernilai benar. 5. Jadi nampak bahwa modus Tollens selalu bernilai benar. Dengan demikian modus Tollens dikatakan konsisten dengan logika.

Biimplikasi Jika implikasi berbentuk seperti pemetaan fungsi (tiap elemen dari daerah asal (sebab) hanya terpetakan sekali di daerah hasil (akibat)), maka bentuk biimplikasi merupakan pemetaan satu satu. Biimplikasi dinotasikan dengan , menyatakan 84

jika A maka B, dan jika B maka A. Secara verbal dapat diringkas sebagai B terjadi jika dan hanya jika A terjadi.

Gambar 3.2. Analogi rangkaian listrik dalam biimplikasi. Pada ilustrasi di atas, Y = sakelar tertutup dan A = lampu menyala. Dapat kita berikan hubungan biimplikasi , Lampu A menyala jika dan hanya jika sakelar Y tertutup. Jika sakelar Y tertutup pasti lampu A menyala, sebaliknya bila lampu A menyala pasti sakelar Y tertutup. Jadi biimplikasi menunjukkan sebab tunggal, sehingga berlaku sifat simetris . Berikut ini tabel kebenaran dari biimplikasi. 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1

85

Sebenarnya sangat jarang ada hukum alam yang berbentuk biimplikasi, karena kebanyakan besaran fisis tidak bergantung hanya terhadap satu faktor. Contoh sederhana ialah hukum gravitasi Newton yang berbentuk = 2

Jadi, gaya gravitasi muncul akibat tiga faktor, yakni massa benda-1, massa benda-2, dan jarak kedua benda. Contoh lainnya ialah kecepatan yang didefinisikan sebagai = perubahan posisi = perubahan waktu

Jadi, kecepatan bergantung terhadap dua faktor (atau setidaknya kita menganggapnya begitu dalam mekanika klasik). Untuk melihat adanya hukum alam yang bersifat biimplikasi, Anda perlu menemukan hukum alam yang persamaannya berbentuk: = konstanta Terlepas dari apakah A dan b itu. Sampai saat ini saya tidak dapat menemukan hukum alam yang berbentuk seperti itu kecuali b adalah bentuk lain (yang sebenarnya sama) dari A. Ataukah dalam teori matematika hal ini dapat muncul dari suatu pendefinisian matematis, semisal: 86

Sebuah segitiga datar disebut segitiga siku-siku jika dan hanya jika salah satu sudut segitiga itu besarnya 90.
Perhatikanlah bila salah satu sudut suatu segitiga datar 90, maka ia pasti segitiga siku-siku. Hal sebaliknya pun berlaku, bila segitiga itu segitiga sikusiku maka pastilah salah satu sudutnya sebesar 90. Hal ini sama sekali tidak luar biasa karena biimplikasi ini hanya menyangkut sebuah entitas dan definisinya, atau sebuah syarat dan penamaan bila syarat itu terpenuhi. Ini adalah sebuah kebenaran definitif dalam matematika tidak mungkin keliru karena kita sendiri yang menyepakatinya begitu. Bahkan Yang Maha Kuasa pun tak kan bisa melanggar kebenaran definitif dari matematika. Sang omnipotence sendiri tidak akan mungkin mampu menciptakan segitiga siku-siku yang tidak memiliki sudut 90, karena semenjak segitiga itu tidak memiliki sudut 90 maka segitiga itu jelas bukan segitiga siku-siku. Patut pula diingat bahwa biimplikasi Bernilai sama dengan
( (

87

Ingkaran dari Pernyataan Implikasi dan Biimplikasi Perhatikan contoh implikasi berikut.

Jika ditendang, maka bola sepak itu akan meluncur.


Yang memiliki makna: 1. Jika bola ditendang ia pasti meluncur. 2. Jika bola tidak ditendang ia bisa saja tidak meluncur atau meluncur karena sebab lain. Negasi dari implikasi di atas ialah:

Tidak benar bahwa jika bola sepak ditendang maka bola itu akan meluncur.
Negasi ini dapat dinyatakan dengan argumen bola sepak ditendang dan bola itu tidak meluncur Coba perhatikan tabel berikut.
(

1 1 0 0

1 0 1 0

0 0 1 1

0 1 0 1

1 0 1 1

0 1 0 0

0 1 1 1

1 1 0 1

Pola argumen yang berbentuk Tidak benar jika A maka B secara verbal setara dengan Jika A, maka tidak benar terjadi B, meskipun jika dilihat nilai kebenaran implikasi ( berbeda dengan . 88

Kita coba mengambil contoh lain,

Jika siswa kurang mampu atau berprestasi, maka ia berhak memperoleh beasiswa.
Dinotasikan ( , dengan A = kurang mampu, B = berprestasi, dan C = berhak memperoleh beasiswa. Untuk menyangkal pernyataan di atas, perlu dibuktikan ada siswa yang berprestasi atau kurang mampu yang tidak berhak memperoleh beasiswa. Pada biimplikasi, kita ambil contoh

Jika dan hanya jika diameter suatu lingkaran sama dengan D, maka kelilingnya pasti sama dengan .
Untuk menyangkal pernyataan ini, maka perlu dibuktikan ada lingkaran berdiameter D yang kelilingnya bukan , atau lingkaran yang memiliki kelilingnya tetapi diameternya bukan D. (
(

1 1 0 0

1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 Dapat dilihat bahwa dan .

1 0 0 1 (

0 0 1 1 1 1 0 0 sama saja dengan

0 1 1 0

89

3. Quantifier
Operator kuantitas atau quantifier tidak menunjukkan nilai kualitas suatu kebenaran (benar atau salah), melainkan kuantitasnya. Terdapat dua jenis operator kuantitas, yakni: a. Operator semua (for all), disimbolkan . b. Operator ada (there exist), disimbolkan . Operator semua bersifat universal, yakni mencakup semua yang ada, tidak ada yang tidak. Sebaliknya operator ada bersifat partikular, mencakup semua atau cuma sebagian, yang jelas di antaranya ada yang termasuk. Contohnya, pernyataan semua manusia pasti akan mati. Kita berikan simbol = manusia

( = pasti akan mati Pernyataan di atas dapat ditulis dalam notasi ( ( . Contoh lainnya, misalkan = bilangan, ( = " adalah bilangan prima, dan ( = " adalah bilangan riil, maka dapat dibuat pernyataan: 1. Ada bilangan yang merupakan bilangan prima. Dapat dituliskan dalam notasi ( ( .

90

2. Semua bilangan prima ialah bilangan riil yang setara dengan jika x bilangan prima, maka x ialah bilangan riil. Dapat dituliskan dalam notasi ( ( ( . Ingkaran bagi Pernyataan Berkuantitas Perhatikan contoh pernyataan di bawah ini. (1) Seluruh anggota DPR RI saat ini bersih dari korupsi. ( ( (2) Ada siswa SMA Kejar Impian yang tidak lulus ujian nasional tahun ini. ( ( Untuk menyanggah pernyataan (1), maka perlu membuktikan ada anggota DPR RI saat ini yang korup. Satu saja anggota DPR yang ternyata korup, maka kita telah menumbangkan pernyataan (1), inilah ingkaran dari pernyataan (1). Dapat kita simpulkan negasi dari pernyataan berbentuk ( ( ialah ( ( . Dengan kata lain ( ( ( (

Untuk menyanggah pernyataan (2), kita harus dapat membuktikan bahwa semua siswa SMA Kejar Harapan lulus ujian nasional tahun ini. Jika semuanya terbukti lulus, maka jelas tidak ada yang tidak lulus. Inilah ingkaran dari pernyataan (2). ( ( 91 ( (

4. Ekuivalen, Tautologi dan Kontradiksi


Tautologi Suatu proposisi disebut tautologi bila apapun nilai-nilai inputnya tidak akan merubah nilai output, yakni tetap bernilai benar. Contoh: Jika ia punya anak, maka anaknya pasti lakilaki atau bukan laki-laki. Pola: ( 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 ( 1 1 1 1

Jika Abdul punya anak, tidak mungkin anaknya bukan laki-laki bukan pula bukan laki-laki.

Kontradiksi Prinsip kontradiksi ialah tidak mungkin X benar jika X juga benar [secara bersamaan]. Dengan begitu pernyataan yang memuat kontradiksi akan selalu bernilai salah. Dengan demikian, apapun nilai input yang dimasukkan, outputnya selalu bernilai 0 (kemustahilan untuk terjadi) 92

Contoh: Saya akan belajar hanya jika suasana hening dan ada konser di belakang rumah. Kita tahu jelas jika ada konser (B), maka suasana pasti tidak hening (A) Pola ( Jadi pernyataan di atas setara dengan Saya akan belajar hanya jika suasana hening dan ribut [sekaligus] yang jelas tak akan mungkin terjadi. Kesimpulannya: bagaimanapun, saya tidak akan belajar (-C) 1 0 0 1 0 0 ( 0 0

Hukum Ekuivalensi A dan B disebut ekuivalen secara logis jika tautologi. Ingat biimplikasi bernilai benar jika nilai kebenaran A sama dengan nilai kebenaran B. Artinya, jika tautologi (bernilai benar untuk segala kombinasi keadaan) maka jelaslah A bernilai benar jika dan hanya jika B benar. Bentuk ekuivalen yang mendasar antara lain: 1. 2. ( 3. ( ( ( ( ( ( 93

4. ( 5. ( ) 6. ( ( ( 7. ( ( ( ( ( ( ( ( (

Hukum Kontradiksi Hukum kontradiksi sebenarnya berasal dari logika filsafat yang sudah dikembangkan dalam logika matematika, yakni ingkaran. Tetapi sebagai pembanding, maka saya tuliskan terlebih dahulu di sini. Dalam kontradiksi, terdapat dua komponen yang penting yakni: a. kualitas (ya dan tidak) b. kuantitas (seluruhnya atau sebagian) Dari kombinasi kedua faktor di atas dapat diperoleh empat kombinasi yakni seluruhnya ya, seluruhnya tidak, sebagian ya, dan sebagian tidak. Misalkan diberikan contoh kasus.

94

(a) Seluruh maba Fisika mengikuti prosesi pengkaderan. (b) Seluruh maba Fisika tidak mengikuti pengkaderan. (c) Sebagian maba Fisika mengikuti prosesi pengkaderan. (d) Sebagian maba Fisika tidak mengikuti prosesi pengkaderan. Pasangan kontradiksi yang mungkin terbentuk ialah: a. Kontradiktoris, yakni pertentangan pada kualitas dan kuantitas. b. Kontrair, yakni pertentangan pada kualitas saja dan kuantitasnya universal. c. Sub-kontrair, yakni pertentangan pada kualitas saja dan kuantitasnya partikulir. d. Sub-alternasi, yakni pertentangan pada kuantitas saja. Hukum-hukum yang berlaku ialah: a. Kontradiktoris Contohnya pasangan kontradiksi antara (a) dan (d). Sifat kontradiktoris ialah salah satu premis harus benar dan yang lainnya salah. b. Kontrair Contohnya pasangan kontradiksi antara (a) dan (b). Sifat kontrair ialah salah satu atau kedua premis harus salah (bisa salah satunya salah, bisa

95

juga keduanya salah, namun tak mungkin keduanya benar). c. Sub-kontrair Contohnya pasangan kontradiksi antara (c) dan (d). Sifat sub-kontrair ialah salah satu atau kedua premis harus benar (bisa salah satunya benar, bisa juga keduanya benar, namun tak mungkin keduanya salah). d. Sub-alternasi Contohnya pasangan kontradiksi antara (a) dan (c) atau (b) dan (d). sifat sub-alternasi ialah salah satu atau kedua premis dapat bersifat benar (bisa keduanya benar, keduanya salah, atau salah satu benar). Penjelasan pada contoh: Untuk kontradiktoris, perhatikan premis (a) dan (d), yakni seluruh maba Fisika mengikuti prosesi pengkaderan dan sebagian maba Fisika tidak mengikuti pengkaderan. Jelas pada pembahasan mengenai operator kuantitas, kedua premis itu merupakan pasangan negasi. Jadi jika seluruh maba Fisika mengikuti prosesi pengkaderan, otomatis tak ada yang tidak mengikuti pengkaderan. Jadi, tak mungkin kedua premis itu benar dan tak mungkin juga keduanya salah. Tepat salah satunya haruslah benar. Untuk kontrair, perhatikan premis (a) dan (b), yakni seluruh maba Fisika mengikuti prosesi pengkaderan dan seluruh maba Fisika tidak 96

mengikuti prosesi pengkaderan. Jelaslah bila (a) benar otomatis (b) menjadi tidak benar, begitu pula sebaliknya. Dalam kasus ini, jika keadaannya ialah premis (c), sebagian maba Fisika yang mengikuti prosesi pengkaderan [berlaku juga untuk premis (d)], maka kedua premis, (a) dan (b) menjadi salah. Untuk sub-kontrair, perhatikan premis (c) dan (d), yakni sebagian maba Fisika mengikuti pengkaderan dan sebagian maba Fisika tidak mengikuti pengkaderan. Kedua premis ini dapat bernilai benar bersamaan jika sebagian ikut prosesi dan sebagian lagi tidak, bisa salah satunya saja yang benar, tetapi mustahil kedua premis ini salah bersamaan. Untuk sub alternasi, perhatikan premis (a) dan (c), yakni seluruh maba Fisika mengikuti prosesi pengkaderan dan sebagian maba Fisika mengikuti prosesi pengkaderan. Jika (a) benar, otomatis (c) juga benar dan jika (c) benar mungkin saja (a) benar. Jadi tidak terdapat pertentangan yang bermakna di sini. Hal yang sama berlaku untuk premis (b) dan (d). Sekarang kita akan mencoba membandingkan antara negasi/ingkaran dan kontradiksi/lawan. Quantifier dalam logika matematika adalah semua dan ada, sedangkan dalam logika filsafat adalah semua dan sebagian. Semua adalah lawan dari sebagian, sehingga menurut hukum kontradiksi Ptolomeus keduanya tidak mungkin benar pada kasus dan saat yang sama. 97

Sebaliknya semua dan ada jika dihubungkan dengan suatu kualitas akan menjadi pasangan ingkaran. Ada bisa berarti sebagian bisa juga berarti semua.

Lawan ialah subset dari ingkaran. Contohnya lawan dari kering adalah basah, sedangkan ingkaran dari kering adalah tidak kering, yang dalam pemahaman sehari-hari berarti basah. Jadi dalam dikotomi, lawan dan ingkaran menjadi setara. Tetapi pada banyak kasus dikotomi tidak berlaku. Misalkan lawan dari siswa adalah guru, sedangkan ingkaran dari siswa ialah bukan siswabisa guru, petani, atau yang lain. Jadi dalam hal ini jelas lawan ialah subset dari ingkaran.
Pada kebanyakan kasus, lawan dari suatu pernyataan sulit dientukan, bahkan tidak logis. Misalkan proposisi hujan turun, apakah lawannya? Hujan naik? Panas turun? Ataukah panas naik? Lain halnya jika kita menentukan ingkaran dari proposisi di atas, kita peroleh hujan tidak turun ataukah bukan hujan yang turun, yang keduanya ekuivalen. Contoh lain ialah lawan dari siswa adalah guru, lalu bagaimana jika ada guru yang juga merupakan siswa (tentunya ini hal yang lumrah)? Jika kita menggunakan ingkaran, maka hal ini menjadi praktis dan tidak membingungkan. Bukan siswa ya berarti bukan siswa. Guru tadi, semenjak ia juga siswa, maka ia tidak termasuk dalam pengecualian.

98

Demikian pula halnya dalam memberikan bantahan dari suatu argumen (antitesa), kita tak perlu repot menentukan lawan dari proposisi dalam argumen tadi (yang bisa jadi tidak logis), kita cukup memberikan ingkarannya saja. Misalkan pada contoh proposisi Semua anak kandung Pak Anto Susanto laki-laki, maka ingkarannya ialah Ada anak kandung Pak Anto Susanto yang perempuan, selesai. Apakah hanya sebagian anaknya yang perempuan ataukah semuanya perempuan yang jelas kita telah memberikan bantahan dari proposisi di atas. Jadi, ingkaran/negasi ini telah merangkumkan kontradiktoris, kontrair, sub-kontrair, dan subalternasi.

99

5. Pengambilan Kesimpulan
Kita dapat menarik suatu kesimpulan dari dua pernyataan yang saling berkaitan, yang mana keduanya telah jelas bernilai benar. Pernyataanpernyataan ini disebut premis mayor (premis yang memuat predikat kesimpulan) dan premis minor (premis yang memuat subjek kesimpulan). Silogisme Silogisme ialah metode penarikan kesimpulan dari dua pernyataan yang disebut premis mayor dan premis minor. Agar ada sesuatu yang bisa disimpulkan, maka haruslah ada keterkaitan antara premis mayor dan premis minor. Keterkaitan yang dimaksud ialah unsur yang sama (sederhananya, premis mayor dan premis minor memberikan informasi berbeda dari satu hal yang sama). Unsur yang terdapat dalam premis mayor dan premis minor ini disebut medium. S = subjek P = predikat M = medium (unsur yang sama yang terdapat pada kedua premis)

100

Berikut keempat bentuk dasar silogisme:

M
(1) S

P M P

P M
(2) S

M
(3) M

P S P

P M
(4) M

M P

S P

Dalam menarik kesimpulan menggunakan silogisme, penting untuk mencermati quantifier dari premis mayor dan premis minor (yang kadang tak dituliskan secara eksplisit), apakah bersifat universal ataukah partikular.

M P Semua mamalia menyusui. S M Kuda ialah mamalia. S P Semua kuda menyusui. Semua ikan hidup di air. Semua udang hidup di air. Semua ikan dan udang hidup di air

P M S M S P

M M S

P Semua bintang memancarkan radiasi termal. S Semua bintang memancarkan gelombang EM . P Semua bintang memancarkan radiasi termal dan gelombang EM .

101

P M M S S P

Semua siswa mengenakan seragam. Semua yang mengenakan seragam terlihat rapi. Sebagian yang terlihat rapi itu adalah siswa.

Kasus Satu Premis Berimplikasi Kasus 1: a. Jika cuaca buruk, maka pesawat dilarang terbang. b. Cuaca tidak buruk. Dari kedua premis di atas, kita tidak dapat menyimpulkan apa-apa. Kita tak bisa menyatakan karena cuaca tidak buruk maka pesawat boleh terbang sebab meskipun cuaca tidak buruk, pesawat tetap tidak boleh terbang jika landasan pacunya rusak. Jadi, tidak ada kesimpulan yang dapat diambil jika argumen-argumennya berbentuk i) ii) Kasus 2: Sekarang contohnya seperti berikut ini a. Jika cuaca buruk, maka pesawat dilarang terbang. b. Pesawat dilarang terbang. Kedua premis di atas berbentuk, 102

i) ii) Dari kedua argumen itu juga tidak dapat ditarik kesimpulan. Pesawat dilarang terbang bisa saja karena cuaca buruk, tetapi bisa saja karena sebab lain yang tak bisa kita ketahui jika tidak dipastikan. Kasus 3: Berikutnya contoh seperti berikut ini. a. Jika cuaca buruk, maka pesawat dilarang terbang. b. Cuaca buruk. Kedua premis di atas berbentuk, i) ii) Dari kedua argumen di atas, berdasarkan modus Ponens dapat kita tarik kesimpulan: Kesimpulan : Pesawat dilarang terbang (B). Kasus 4: Terakhir, untuk contoh berbentuk seperti: a. Jika cuaca buruk, maka pesawat dilarang terbang. b. Pesawat tidak dilarang terbang. Kedua premis di atas berbentuk,

103

i) ii) Dari kedua argumen di atas dapatlah kita tarik kesimpulan berdasarkan modus Tollens: Kesimpulan : Cuaca tidak buruk (A). Logikanya ialah karena pesawat tidak dilarang terbang, maka pastilah cuaca tidak buruk karena bila cuaca buruk pesawat tidak boleh terbang.

Kasus Kedua Premis Berimplikasi

AB (1) B C AC
AB
(3)

AB (2) A C A (B C)

CB ( A C) C

AB (4) C A C B 10

Contoh: Kasus (1) a. Jika suatu hewan menyusui, maka hewan itu mamalia.
10

Kasus (1) dan (4) sebenarnya sama saja.

104

b. Jika suatu hewan mamalia, maka ia berdarah panas. Kesimpulan: Jika suatu hewan menyusui, maka ia berdarah panas. Kasus (2) a. Jika diberi jeruk nipis, sambal menjadi lebih asam. b. Jika diberi jeruk nipis, sambal menjadi lebih awet. Kesimpulan: Jika diberi jeruk nipis, sambal menjadi lebih asam dan lebih awet. Kasus (3) a. Jika lulus SNMPTN, pendaftar berhak menjadi mahasiswa. b. Jika lulus seleksi PMDK, pendaftar berhak menjadi mahasiswa. Kesimpulan: Jika lulus SNMPTN atau lulus seleksi PMDK, pendaftar berhak menjadi mahasiswa. Kasus (4) a. Jika Anto punya pencaharian, maka ia bukan pengangguran. b. Jika Anto pns, maka ia punya pencaharian. Kesimpulan: Jika pencaharian. Anto pns, maka ia punya

105

Kasus untuk Biimplikasi

AB (1) B C AC

AB (2) A C BC

(ingat pada biimplikasi ( ( ). Jelaslah tidak terdapat kerumitan pada biimplikasi, sebab dua hal yang berimplikasi pastilah ekuivalen. Contoh: 1) 2 = jika dan hanya jika = . 2) Bulan terbit saat Matahari terbenam jika dan hanya jika saat bulan baru. 3) Suatu bilangan disebut bilangan genap jika dan hanya jika bilangan itu habis dibagi dengan 2.

106

Latihan:

1. Buktikanlah bahwa ( ) tautologi! 2. Diberikan premis-premis a) Jika saya lapar maka saya makan. b) Jika saya makan maka saya kenyang. Apakah kesimpulan dari kedua premis di atas? 3. Diberikan dua pernyataan a) Aldy mengulang matakuliah komputasi atau biologi. b) Tidak benar bahwa Aldy mengulang matakuliah komputasi dan biologi. Apakah kedua pernyataan di atas sama maknanya? Buktikanlah! 4. Ratna berkata bahwa semua pengurus OSIS SMA Tunas Bambu periode ini merupakan anggota pramuka. Patrick menyanggah, Ah, kamu salah, buktinya Yoko dan Yuma yang anggota pramuka tidak masuk pengurus OSIS. Apa pendapat Anda mengenai sanggahan Patrick? 5. Jika hari tidak hujan bila Andi menggunakan seragam

dan berangkat ke sekolah, maka Andi tidak bersekolah saat hujan.


Cari dan buktikan apakah pernyataan di atas bernilai logis atau tidak! 107

Bab 4 PEMECAHAN MASALAH

1. Metode Bepikir
Sampailah kita pada bab mengenai pemecahan masalah. Pada bab ini, akan kita gunakan semua perkakas yang telah dipaparkan pada ketiga bab sebelumnya. Metode berasal dari kata Latin, methodos yang berarti peneitian, hipotesa ilmiah, atau uraian ilmiah. Jadi, dapat dikatakan metode adalah cara kerja sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan. Metode berpikir meliputi identifikasi masalah dan penalaran masalah tadi melalui proses argumentasi yang menggunakan perangkat-perangkat logika tersistematis. Secara umum, metode berpikir terbagi menjadi dua, yakni metode deduktif dan metode induktif. Metode Deduktif Metode berpikir secara deduktif (umum khusus) melibatkan pemecahan/pembagian masalah umum menjadi masalah-masalah yang lebih kecil, kemudian memahami pola antara masalah-masalah kecil tadi untuk mengambil kesimpulan. Metode ini disebut pula metode analitik (analyein = memisahkan), 108

memisahkan suatu masalah rumit menjadi masalahmasalah sederhana. Bahkan menurut Russel, pemecahan ini dapat sampai ke skala logika terkecil, yang disebut atom logika. Metode deduktif adalah metode yang umum dipakai untuk memecahkan suatu masalah yang teridentifikasi dengan jelas, mencari solusi, atau pembuktian analitik, seperti metode reductio ad absurdum. Contoh metode deduktif: 1. Semua benda fisik memiliki massa. 1.1. Udara dapat dikurung dalam balon. 1.2. Benda yang tak dapat menembus benda fisik pastilah benda fisik juga. 1.3. Udara adalah benda fisik. 2. Udara adalah benda fisik. 3. Kesimpulan: udara memiliki massa. Metode reductio ad absurdum (reductio = menyusutkan, membagi, absurdum = kemustahilan) adalah metode pembuktian kebenaran suatu argumen dengan cara membuktikan bahwa sangkalan dari argumen tadi adalah keliru atau mustahil, atau metode membuktikan suatu argumen keliru dengan cara menunjukkan akan muncul kejanggalan, ketidaklogisan, atau kontradiksi jika argumen tadi diterima. Metode ini sering digunakan oleh Euclid untuk membuktikan teorema-teorema geometrinya. 109

Berikut contoh penggunaan metode reductio ad absurdum untuk membuktikan suatu argumen itu benar. Batu pastilah memiliki berat, sebab jika tidak maka ia akan melayang di udara. Atmosfer pastilah ikut berotasi dengan Bumi, sebab jika tidak maka udara akan bertiup secepat perputaran Bumi (1.670 km/jam di khatulistiwa) akibat efek relatif. Dan berikut contoh penggunaannya untuk membuktikan suatu argumen keliru. Tidak mungkin ada bilangan rasional positif yang terkecil, sebab jika ada, maka bilangan tadi dapat dibagi dua, yang mana bernilai lebih kecil. Tidaklah mungkin tiada yang mustahil di semesta ini, sebab jika semua mungkin, maka mungkin pula semuanya itu mustahil.

Metode Induktif Metode induktif merupakan metode berpikir dengan menggabungkan unit-unit masalah yang dapat kita peroleh, menjalin hubungan di antaranya, kemudian menarik kesimpulan sebagai solusi pemecahan umum dari masalah-masalah tadi. Metode ini disebut pula dengan metode sintesis (syntithenai = 110

menempatkan, yang kemudian sering digunakan untuk proses menggabungkan unsur-unsur berbeda untuk memperoleh unsur baru.), menempatkan kombinasi konsep-konsep dan merangkaikannya untuk memperoleh kebenaran yang bersifat lebih umum. Dalam konsep triad dari Hegel, metode ini berupa penalaran antara tesis dan antitesis untuk mendapatkan kebenaran yang lebih tinggi, sintesis. Selanjutnya, sintesis ini dapat saja kembali menjadi tesis, dan alur pemikiran pun berulang. Metode induktif adalah metode yang umum dipakai untuk mengidentifikasikan masalah yang belum jelas, menemukan teori baru, atau dalam pembuktian terbalik. Contoh metode induktif: 1. Makin dekat kita ke sumber panas, maka akan terasa lebih panas. 2. Bumi paling dekat ke Matahari pada bulan Desember dan paling jauh dari Matahari pada bulan Juni. 3. Akibat kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap bidang edarnya, Matahari berada di garis balik utara pada bulan Juni dan di garis balik selatan pada bulan Desember. 4. Makin kecil sudut Matahari dari atas kepala maka akan terasa makin panas.

111

Kesimpulan: Musim dingin di kutub selatan lebih dingin daripada musim dingin di kutub utara dan musim panas di kutub selatan lebih panas daripada musim panas di kutub utara. Dapat kita lihat bahwa metode deduktif cenderung bersifat apriori, sedangkan metode induktif cenderung bersifat aposteriori.

2. Problem Matematika
Salah satu konsep penting dalam pemecahan masalah ialah dengan melakukan analisa. Analisa berarti kita memecah masalah-masalah rumit yang tak kita ketahui metode pemecahannya menjadi masalahmasalah kecil yang dapat kita pecahkan menggunakan aturan-aturan yang telah dikenal dengan baik. Dalam buku ini penulis tak bermaksud membahas matematika secara mendalam, tetapi di sini kita akan sedikit membahas problem geometri dan konsep integral sebagai contoh pemecahan masalah secara analitis. Di sini kita akan mencoba mencari luas suatu trapesium seperti pada gambar 4.1. Asumsikan bahwa kita belum tahu rumus untuk menghitung luas trapesium (toh sebagian dari yang tahu pun belum pernah membuktikannya), yang kita ketahui hanya rumus yang lebih dasar yakni rumus luas segiempat 112

(definitif) dan segitiga (yang dapat diperoleh dari pemecahan segiempat secara diagonal). Untuk itu, kita perlu memecah trapesium itu menjadi tiga, seperti pada gambar di kanan.

Gambar 4.1. Menghitung luas trapesium. Kita simbolkan alas segitiga I dan III dengan a dan b, sehingga 2 = + 1 + . Luas tiap-tiap fragmen ialah: Fragmen I: I =
. 2 2

Fragmen II: II = 1 Fragmen III: III =

Sehingga diperoleh luas trapesium sama dengan jumlah luasan ketiga segmen, = I + II + III .

= =

2 2

+ 1 + + 1 +

2 ( 2 1 2 2 2

+ 1 + 2

1 2

2 =

1 + 2 2

113

Jadi, diperoleh rumus luas trapesium dengan dua rusuk sejajar tidak bergantung terhadap perbandingan nilai a dan b. Nah, sekarang kita akan mendekatkan diri pada konsep integral luasan. Misalkan terdapat suatu luasan yang dibentuk oleh kurva =
2 , 2

sumbu-X,

garis x = 0, dan garis x = 3. Bagaimana cara kita menghitung daerah itu, sedangkan kita hanya mempunyai rumus untuk menghitung luas bendabenda beraturan? Ya! Caranya ialah dengan memecah luasan nggak karuan itu sampai menjadi bentuk yang sederhana, yang akrab oleh kita, yang telah kita ketahui formulanya.

Gambar 4.2. Luas daerah di bawah kurva =

2 . 2

Dengan membagi daerah tadi menjadi tiga segmen dalam selang 0 1, 1 2, dan 2 3, diperoleh bentuk tiap segmen menyerupai segitiga dan trapesium. Makin banyak segmen yang dibuat, maka 114

bentuk tiap-tiap segmen akan semakin menyerupai trapesium, sehingga total luas segmen akan semakin mendekati luas daerah di bawah kurva (daerah yang ingin dicari luasnya). Jika dipilih pembagian menjadi tiga segmen saja (lebar tiap segmen = 1), maka diperoleh tinggi pada titik x = 0, ialah pada x = 2 ialah
22 2 02 2

= 0 , pada x = 1 ialah

= 2, dan pada x = 3

12 2 32 ialah 2

= 0,5, = 4,5.

Dengan menggunakan perumusan luas trapesium yang diperoleh sebelumnya, maka luas daerah di bawah kurva ialah: = 0,5 1 (0,5 + 2 1 (2 + 4,5 1 + + = 4,75 2 2 2

Jadi, luas daerah yang ditanyakan adalah sekitar 4,75 satuan luas. Mengapa sekitar? Ya karena dalam penyelesaiannya kita melakukan pendekatan luasan tiap segmen sebagai trapesium (perhatikan luas sebenarnya pastilah lebih kecil daripada luas pendekatan ini). Jika jumlah segmen diperbanyak, akan diperoleh hasil yang semakin teliti, hingga nilai luas sebenarnya yakni 4,5 satuan luas dapat diperoleh.

115

3. Paradoks
Paradoks ialah suatu pernyataan atau proposisi yang menyatakan (atau nampaknya menyatakan) pemikiran dari premis yang dapat diterima, berujung pada kesimpulan yang terlihat tidak logis atau kontradiksi dengan dirinya sendiri (Oxford Dictionary). Paradoks dapat juga didefinisikan sebagai argumen yang nampaknya menurunkan kesimpulan yang kontradiktif melalui deduksi yang valid dari premis yang dapat diterima (MerriamWebster). Jadi, dapat kita nyatakan paradoks muncul dari suatu argumen yang diterima kebenarannya, kemudian setelah dilakukan deduksi yang valid dari argumen tadi akan muncul kesimpulan yang (nampak) tidak logis (kontra-intuitif) atau kontradiktif. Hal yang membuat paradoks nampak istimewa dari problem lainnya ialah bagaimana bisa argumen yang benar, diturunkan secara benar pula, menghasilkan kesimpulan yang kontra-intuitif. Paradoks dapat muncul dari segala disiplin ilmu, baik matematika, ilmu alam, ilmu sosial, verbal, visual, hingga logika itu sendiri. Sebagian besar paradoks yang dikenal telah terpecahkan, sedangkan sebagian lainnya tetap tak terpecahkan. Pemecahan paradoks akan berujung pada tiga macam kemungkinan yakni: a. Argumen awalyang nampaknya dapat diterima kebenarannya, sebenarnya keliru, ataukah tidak 116

mungkin terjadi dalam kenyataan. Contohnya Aristoteles Cycle Paradox. b. Ada kekeliruan dalam metode menurunkan kesimpulan yang paradoks itu dari argumen awal. Contohnya Missing Square Puzzle dan Twin Paradox. c. Kesimpulan yang kontra intuitif itulah realita yang sebenarnya. Contohnya Monty Hall Paradox. Paradoks merupakan bukti bahwa apa yang kita anggap logis dapat saja keliru dan apa yang nampaknya kontra-intuitif dapat saja nyata. Paradoks juga menunjukkan kemungkinan kesalahan metode deduksi yang nampaknya sudah benar, membuat kita merasa was-was tentang deduksi-deduksi yang lain. Sebagai contoh, dalam buku ini akan dipaparkan tentang Missing Square Puzzle dan Monty Hall Paradox. Contoh lainnya (beserta pemecahannya) dapat Anda temukan di Wikipedia atau di blog saya. Gambar 4.3. Missing square puzzle. Perhatikan kedua bangun tersusun dari elemen yang sama, tetapi luas totalnya nampak berbeda.

117

Oke, pertama akan kita bahas tentang Missing Square Puzzle. Cobalah perhatikan kedua segitiga pada gambar di atas. Pada gambar diberikan dua bangun (atas dan bawah) dengan panjang alas dan tinggi yang sama. Keduanya tersusun dari empat segmen yang sama persis, dua segitiga kecil dan dua bangun letter L tetapi pada bangun di bawah ada petak yang hilang. Kita coba analisis, luas segitiga pada gambar atas ialah 32,5 satuan, tetapi pada segitiga pada gambar bawah ada satu petak yang hilang, padahal mereka tersusun dari segmen-segmen yang sama persis! Ke mana hilangnya satu petak itu? Untuk memecahkan problem ini, Anda perlu melakukan pengamatan dan analisis yang teliti. Kuncinya ialah menghitung luas total segmen-segmen penyusun kedua segitiga itu. Sekarang kita beralih ke Monty Hall Paradox. Paradoks ini mengenai kuis tebak hadiah di Amerika di mana pembawa acaranya bernama Monty Hall, kurang-lebih serupa dengan kuis Superdeal 2 Milyar yang pernah tayang di salah satu stasiun TV nasional. Nah, pada paradoks ini diberikan suatu kondisi di mana terdapat tiga pintu yang di baliknya berisi hadiah. Salah satu pintu berisi mobil mewah, sedangkan dua yang lainnya berisi kambing. Anda diberikan kesempatan untuk memilih salah satu pintu yang berisi hadiah Anda. Setelah Anda memilih pintu Anda, sang host kemudian membuka salah satu pintu 118

yang berisi kambing, lalu menawarkan Anda untuk memilih lagi: tetap pada pintu yang dipilih pertama atau pindah ke pintu satunya lagi yang belum terbuka. Untuk peluang mendapatkan mobil yang lebih tinggi, apakah pilihan Anda? Sebagian besar orang beranggapan bahwa peluang mendapatkan mobil sama saja ketika tetap pada pilihan pertama atau pindah pada pintu yang lain (50:50), mengingat hadiah yang tersisa adalah satu mobil dan satu kambing. Tetapi kenyataannya, jika Anda memilih untuk beralih pilihan, maka peluang Anda mendapatkan mobil mewah menjadi 67%, dan peluang mendapatkan mobil jika tetap pada pilihan pertama ialah 33%. Lho, kok bisa begitu? Nampak kontra-intuitif?

Gambar 4.4. Ilustrasi paradoks Monty Hall. Ya, saat ketiga pintu tertutup, maka peluang suatu pintu berisi mobil masing-masing ialah 33%. Ketika Anda memilih satu pintu (sebut pintu 1), maka peluang pintu Anda berisi mobil ialah 33%, dan peluang pintu yang tidak Anda pilih (pintu 2 dan 3) berisi mobil masing-masingjuga 33%, sehingga 119

totalnya 67%. Ketika pintu 3 yang berisi kambing dibuka, maka peluang pintu 3 berisi mobil runtuh menjadi nol, sehingga meningkatkan peluang pintu 2 berisi mobil menjadi 67%. Mungkin beberapa dari Anda tetap tidak percaya, untuk itu akan saya berikan contoh yang lebih ekstrim. Saya menunjukkan seratus kartu yang tertutup, di satu di antaranya ialah kartu joker (saya tahu yang mana kartu joker itu). Saya meminta Anda untuk memilih satu kartu untuk mendapatkan joker. Setelah Anda memilih satu kartu (tidak dibuka), tersisa 99 kartu yang tidak terpilih dan saya membuka 98 di antaranya yang bukan joker. Kini tersisa dua kartu, satu yang Anda pilih sebelumnya dan satu yang tidak Anda pilih. Manakah yang paling besar kemungkinannya merupakan kartu joker? Secara matematis, peluang kartu yang Anda pilih merupakan joker ialah 1%, sedangkan peluang kartu satunya lagi ialah 99%. Suatu langkah bodoh bila Anda tidak mengganti pilihan Anda. Oke, sebagai bonus, saya akan memberikan suatu deret matematika, = 1 2 + 4 8 + 16 , seterusnya sampai tak hingga. Pertanyaannya adalah, berapakah nilai dari S ? Ternyata jumlahan dari deret tadi ialah 1/3! Lho, bagaimana mungkin jumlahan dari deret yang hanya berisi bilangan bulat bisa jadi pecahan? Tidak percaya? Mari kita buktikan. = 1 2 + 4 8 + 16 120

2 = 2 + 4 8 + 16 32 + Perhatikan bahwa 2 tidak lain ialah 1, sehingga bila dipersamakan, 2 = 1 3 = 1 = 1/3 Nah, terbukti kan? Atau

4. Alam Semesta adalah Masalah


Kita hidup di dunia ini dan kita selalu dilanda masalah, baik masalah kecil yang nyaris tak membebani sama sekali hingga yang sangat pelik, dari yang tidak begitu penting untuk dipecahkan hingga yang menyangkut hidup-matinya kita. Mengapa kita manusia, dan beberapa hewan lainnya, nampak selalu dilanda masalah, sedangkan Gunung Bawakaraeng nampak tenang-tenang saja berdiri di sana? Saya menganggap bahwa alam semesta ini adalah masalah, lebih tepatnya sumber dari segala masalah. Tapi alam semesta bukanlah satu-satunya faktor, ada satu faktor lain dan tanpa kedua faktor itu maka masalah takkan muncul. Faktor yang membuat hewan cerdas seperti manusia selalu dirundung masalah ialah karena ketidakpuasan. Dari repotnya menggosok gigi sebelum 121

tidur, spp yang tidak pernah tiba-tiba saja terbayar tanpa sepengetahuan kita, kisah asmara yang tidak sesuai dengan harapan, hingga ketidakpuasan kita terhadap penjelasan dosen mengenai pertambahan entropi dua sistem terisolasi yang digabungkan. Dari masalah itu, sering muncullah rasa takut. Mengapa kita merasa takut? Kita merasa takut karena keidakpastianketidakpastian ending dari masalah, dan karena dunia ini penuh dengan hal-hal yang tidak pasti, maka kita selalu merasa takut. Saat kecil kita takut ke kamar mandi saat kebelet tengah malam, siapa yang menjamin sesosok pocong tidak akan muncul di balik pintu kamar mandi? Kita takut melawan penjahat yang bersenjata, siapa yang jamin kita bisa merobohkannya sebelum pisau penjahat itu menancap di tubuh? Kita takut melawan pihak dominan dan berkuasa, siapa yang jamin kita bisa selamat atau tidak dikucilkan? Tetapi kita tidak perlu takut untuk mencari kebenaran semesta, hukumhukum yang mengatur dari jagat terkecil hingga jagat terbesar. Permasalahan ini tidak akan menimbulkan rasa takut, malah menjadi kekaguman terhadap keagungan semesta ini. Yah, meskipun jika dibawa ke ranah lain boleh jadi berbeda. Setelah terbiasa memecahkan masalah-masalah yang aman, kita bisa melakukan gebrakan. Dengan begitu, jika tak ada hal pelik dalam hidup, baiknya kita mencari-cari masalah alih-alih menghabiskan banyak waktu untuk bermalas-malasan 122

tanpa hasil. Einstein pernah berujar, Hal yang paling tak dapat dimengerti dari alam semesta ialah bahwa ia dapat dimengerti. Ya, alam semseta dapat dimengerti, dan jika alam semesta mengizinkan kita untuk mengerti dirinya, mengapa kita tak mencoba? Anda tidak hanya bisa memikirkan permasalahan-permasalahan matematika dan alam, permasalahan sosial, politik, sampai sejarah pun menarik untuk disantap. Yang diperlukan pertama ialah kepekaan terhadap masalah dan rasa penasaran untuk memecahkan suatu masalah. Kalau kedua tadi tidak dipunyai, maka segala metode berpikir yang telah diulas dalam buku ini tiada gunanya.

Latihan: 1. Perhatikan pernyataan berikut ini: 1) Semua Pap adalah Pip 3) Semua Pup adalah Pep 2) Semua Pip adalah Pup 4) Semua Pep adalah Pop Jika keempat pernyataan di atas benar, berilah tanda pada kesimpulan yang keliru. Semua Pap adalah Pep Semua Pip adalah Pop Semua Pup adalah Pap Semua Pop adalah Pep 2. Terdapat dua golongan di suatu desa, yakni golongan kesatria yang selalu berkata jujur dan golongan 123

penjarah yang selalu berkata bohong. Jika A mengatakan B adalah seorang kesatria dan B mengatakan Kami dari golongan yang berbeda. Maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah a. A kesatria dan B penjarah b. A penjarah dan B kesatria c. A dan B penjarah d. A dan B kesatria e. tak dapat diperoleh kepastian 3. Pada suatu kejuaraan bulu tangkis, tim X akan berhadapan dengan tim Y. Pertandingan terdiri dari lima partai, tim mana yang memenangkan partai lebih banyak akan menjadi pemenangnya. Di atas kertas, tim X memiliki pemain dengan peringkat lebih baik, yakni peringkat 1, 3, 7, 9, dan 11. Sebaliknya tim Y memiliki pemain dangan peringkat 4, 5, 10, 13, dan 21. Apakah tim Y memiliki peluang untuk memenangkan pertandingan? Bagaimana? 4. Pilihlah jawaban yang benar. a. Memilih opsi b e. memilih opsi a, c, dan d b. Memilih opsi e f. semua opsi salah c. Tidak memilih opsi a g. opsi a. b, c, dan f salah d. Tidak memilih opsi e 5. Saya menantang Anda untuk tidak menerima tantangan saya. Bagaimana cara Anda untuk memenangkan tantangan saya?

124

Bab 5 PENUTUP

1. Aksiologi
Kita telah cukup panjang membahas mengenai proses berpikir dan buah pemikiran. Akhirnya kita sampai pada pertanyaan sakral: untuk apa itu semua? Untuk apa kita berpikir? Jawabnya adalah untuk kehidupan yang lebih baik. Untuk hidup lebih bahagia. Aksiologi merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas tentang penggunaan dari ilmu, apa gunanya ilmu yang kita punya itu. Aksiologi berasal dari kata Latin, axio yang berarti nilai dan logos yang berarti kajian. Bagaimana penerapan ilmu itu dinilai, baik-buruk, indah-jelek. Berbicara tentang nilai semacam itu jelaslah bukan suatu topik matematika yang bagus, karena pemahaman tentang nilai itu dapat berbeda antara penilai satu dengan penilai yang lain. Nah, kajian mengenai hakikat nilai itulah yang disebut aksiologi. Ada beberapa karakteristik dari nilai, yaitu: 1. Nilai objektif atau subjektif. Suatu nilai dikatakan objektif jika tidak bergantung terhadap perbedaan subjek yang menilai, sedangkan dikatakan nilai subjektif jika 125

maknanya bergantung terhadap subjek yang menilai. 2. Nilai absolut atau berubah. Nilai dikatakan absolut jika persepsi subjek terhadap objek tidak berubah, abadi (setidaknya selama kehidupan masih ada), sedangkan nilai disebut berubah jika persepsi subjek dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Permasalahan mengenai nilai ini dapat dibagi berdasarkan nilai baik-buruknya (etika) dan berdasarkan keindahannya (estetika). Etika Etika berasal dari kata Latin, ethos, yang berarti karakter. Etika merupakan cabang filsafat yang mengkaji perilaku manusia. Tomas Paul dan Linda Elder mendefinisikan etika sebagai konsep-konsep dan prinsip yang memandu kita untuk menentukan perbuatan apa yang dapat menolong atau melukai makhluk berperasaan. Jadi, konsep etika erat kaitannya dengan moral. Etika sendiri berasal dari beberapa sumber, antara lain yaitu: 1. Fitrah manusia, baik sebagai hewan maupun kelebihannya sebagai makhluk yang berpikir. 2. Adat dan pemahaman tentang kebiasaan yang berkembang dan dipertahankan dalam masyarakat setempat. 126

3. Doktrin atau paham dari suatu kepercayaan, seperti agama, aliran filsafat, dan lain-lain. Sumber etika yang paling utama ialah fitrah manusia, nilai baik-buruk yang tertanam dalam pikiran manusia sejak dilahirkan. Karena begitu abstraknya sumber ini, sering kita tidak dapat membedakan hal-hal mana yang dapat menolong makhluk lain dan mana yang dapat melukai perasaannya. Sumber yang ke-dua ialah adat pemahaman tentang kebiasaan dalam masyarakat. Nilai-nilai dari sumber ini bersifat unik, dapat berbeda antara satu kelompok dan kelompok lain. Misalkan dalam budaya masyarakat tertentu bersendawa setelah makan itu sangat tidak sopan, sedangkan budaya masyarakat lain menganggap itu adalah hal yang biasa. Penilaian dua orang terhadap suatu tindakan dapat saja bertentangan, karena orang cenderung mengambil referensi dari perilaku masyarakat sekitar. Sumber yang ke-tiga adalah doktrin agama dan paham kepercayaan yang dianut. Bahkan dua orang yang memiliki agama yang sama pun dapat berbeda pandangan mengenai suatu hal. Misalkan bagi umat muslim radikal, mendengar musik pop itu bukanlah hal yang baik, sedangkan bagi umat beragama lain, bahkan bagi penganut Islam yang lebih moderat atau liberal, mendengar musik pop itu sah-sah saja selagi tidak mendatangkan kerugian bagi diri sendiri dan 127

orang lain (misalnya memutar musik dengan keras di perpustakaan dapat mengakibatkan kita ditegur dan membuat orang lain jengkel). Tentunya diperlukan metode untuk mengetahui hal-hal mana saja yang dapat menolong manusia dan hal-hal mana saja yang dapat melukainya. Metode pertama ialah dengan eksperimen bertukar posisi. Tentunya eksperimen yang dimaksud adalah eksperimen angan-angan. Bila kita hendak melakukan sesuatu pada orang lain, cobalah bayangkan bila orang lainlah yang melakukan hal yang sama pada diri kita. Metode ke-dua ialah mengamati dan mempelajari. Jika kita melakukan suatu tindakan pada makhluk lain, amatilah tanggapannya, dan pelajari. Misalkan jika kita melempari kucing dengan batu, alih-alih mengeong dengan gembira menghampiri kita, kucing itu akan mengerang dan kabur. Kita dapat mengamati bahwa kucing juga tidak suka disakiti, maka kita belajar bahwa melempari kucing (atau semacamnya seperti menginjak kecoa dan menembak cicak dengan karet gelang) bukanlah hal yang baik.

Estetika Secara etimologi, estetika berasal dari kata Latin, aisthetikos yang berarti keindahan, perasaan. Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji

128

nilai-nilai dalam kreasi dan seni serta hubungannya dalam kehidupan manusia. Keindahan setidaknya dapat kita bagi menjadi keindahan individual dan harmoni atau keselarasan. Keindahan individual menyangkut persepsi kita mengenai indah tidaknya suatu hal, sedangkan harmoni menyangkut kesesuaiaan objek-objek yang dikumpulkan. Misalkan lukisan yang berisi gambar gelas dan cangkul. Gelas dapat digambar dengan indah, begitu pula dengan cangkul, tetapi seindah apa pun gambar gelas dan cangkulnya lukisan tadi tidak akan terlihat menarik karena tidak ada keselarasan dalam objek-objek penyusunnya.

Aksiologi dan Teknologi Pada masa Aristoteles, pengertian hidup yang lebih baik itu cukup sederhana: tertib, indah, etis, dan bijak dalam bertindak. Sekarang, kehidupan yang lebih baik berhubungan dengan kemudahan beraktivitas, sekarang ilmu itu digunakan untuk perkembangan teknologi. Teknologi tidak dapat dipisahkan dari manfaat, etika, dan estetika. Dengan teknologi terkini kita dapat menyimpan isi buku satu perpustakaan hanya dalam komputer yang seukuran buku. Dengan teknologi kita dapat bercakap dan melihat wajah kawan yang berada di belahan dunia lain. Teknologi menghasilkan rudal balistik dengan hulu ledak nuklir 129

yang memiliki jangkauan hingga ribuan kilometer. Dengan teknologi, selaput dara yang sudah rusak dapat diperbaiki lagi. Teknologi ibarat pedang bermata dua, dapat memberi manfaat dan dapat pula membawa petaka, tergantung niat dan cara kita menggunakannya. Untuk itu saya berikan beberapa kasus yang melibatkan teknologi, etika, dan estetika. Sejak revolusi industri, pabrik-pabrik besar berdiri menghasilkan produk-produk teknologi. Efek sampingnya, dihasilkan limbah produksi yang tentulah harus dibuang. Sebagian limbah ini dibuang di sungai atau laut sehingga mengotori dan mencemari lingkungan. Akibat limbah produksi maupun sampah dari produk yang sudah tak terpakai yang dibuang sembarangan, sungai menjadi kotor dan masyarakat maupun flora-fauna di beberapa tempat mengalami keracunan. Beberapa tahun yang lalu, pemerintah berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir untuk memasok energi listrik yang selama ini tidak cukup, sering terjadi pemadaman listrik di seluruh Indonesia. Pihak pemerintah dan badan peneliti terkait telah mengkaji beberapa daerah yang cocok untuk dijadikan lahan PLTN, tetapi warga di semua daerah yang direncanakan tadi umumnya menolak didirikannya PLTN di kabupaten mereka meskipun PLTN-nya dibangun di daerah yang jauh 130

dari pemukiman. Warga dan pemerintah daerah berdalih PLTN sangat berbahaya, bahkan negara maju seperti AS dan Jepang pun mulai berencana meninggalkan sumber energi nuklir. Padahal, jumlah orang yang mati karena kecelakaan atau penyalahgunaan senjata tajam masih jauh lebih banyak daripada orang yang mati karena kecelakaan atau penyalahgunaan nuklir. Beberapa tahun silam, dunia kedokteran menemukan teknik untuk menjahit kembali selaput dara (himen) yang sudah sobek. Beberapa kalangan menentang operasi ini sebagai sesuatu yang tidak etis dan melawan kodrat. Keperawanan itu bukanlah diukur berdasarkan keutuhan selaput dara saja, tetapi intinya ialah mengenai perempuan yang mampu menjaga kesuciannya. Meskipun selaput dara dijahit hingga utuh pun, keperawanan dalam artian sebenarnya tidaklah akan kembali. Padahal, stigma perawan/tidak perawan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri sehingga (calon) pasien yang mungkin karena kecelakaan, menjadi korban kejahatan, atau kelalaian di masa mudanya telah kehilangan selaput daranya, oleh karena masih hidup dalam stigma perawan-tidak perawan, ia berusaha memperbaiki selaput daranya, dengan niat baik agar tidak mengecewakan sang calon suami dan keluarganya. Sebagai latihan bab ini, silakan berpendapat mengenai kasus-kasus di atas. 131 Anda

2. Berpikiran Terbuka dan Pluralisme


Dari subbab 5.1, telah kita pahami bahwa pemahaman individu mengenai nilai tidak sepenuhnya sama. Umumnya kita sepakat tentang mana yang baik dan yang salah, sebagian lagi kita berbeda pendapat. Merupakan kecenderungan manusia untuk berkumpul bersama orang-orang yang sepandangan pemikiran dengannya. Saat kita masuk ke sekolah yang baru, kita akan mencoba bergaul dengan orang lain sebanyak mungkin. Seiring waktu, kita akan mendapatkan teman-teman yang cocok, klop, dan dengan merekalah kita banyak menghabiskan waktu. Lalu mungkin akan tercipta nama geng sebagai suatu identitas kelompok. Itu manusiawi sekali. Sering, kita menganggap diri kita adalah bagian dari kelompok, bukan berkelompok adalah bagian dari kehidupan kita. Ini mungkin akan menciptakan egoisme kelompok. Jika mujur, mungkin saja paham kelompok tadi akan diberi nama dengan akhiran isme atau sejenisnya, dan tak menutup kemungkinan terjadi pertengkaran antara pihak penganut apelisme dan jerukisme, perihal buah mana yang sebenarnya lebih enak (saya pilih apel). Di dunia ini, di mana orang-orang mengklaim berdiri atas paham filsafat, agama, dan ajaran lain yang menekankan cinta dan kebijaksanaan, tengah berperang atas nama cinta, seteru atas nama kebijaksanaan, dan mendirikan kebenaran melalui 132

tindakan-tindakan yang (nampaknya) tidak benar. Sepertinya kita tidak perlu kebenaran, kita hanya ingin dianggap sebagai yang benar. Kita menghakimi, mungkin lebih pada suka dan tidak suka, alih-alih pada baik-buruk atau benar-salah. Di tengah itu semua, beberapa orang berusaha mengacungkan tangan dan memberi usul tentang pluralisme. Pluralisme Tentunya tidak asing lagi di telinga Anda bahwa pluralisme di Indonesia mendapat tanggapan pro dan kontra. Sebenarnya, akar dari polemik tadi adalah ambiguitas dari kata pluralisme dalam Bahasa Indonesia (atau mungkin ada yang sengaja membuatnya menjadi ambigu?). Untuk itu, di sini kita akan menelusuri definisi dari pluralisme. Secara etimologi, plural = beragam, isme = paham.

A condition or system in which two or more states, groups, principles, source of authority, etc., coexist (Oxford Dictionary). A state of society in which members of diverse ethnic, racial, religious, or social group maintain and develop their traditional culture or special interest within the confines of a common civilization
(Merriam-Webster).

133

Keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya) (KBBI).

Pluralism is a framework of interaction in which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilation (Wikipedia).
Dari pemahaman pluralisme menurut Wikipedia di atas, dapat kita ketahui bahwa pluralisme adalah pandangan untuk saling menghormati dan menoleransi pihak lain, berinteraksi tanpa ada konflik dan tanpa ada asimilasi. Tanpa asimilasi artinya adalah tidak mencampurkan pandangan A dan pandangan B, A ya A dan B ya B, tapi kita harus mendukung kedua pihak berjalan bersama-sama tanpa konflik dalam pergaulan sosial. Saling menghormati tidak harus berarti sepenuhnya membenarkan pandangan kelompok lain. Meskipun demikian, pemahaman pluralisme di Indonesia telah banyak diplintir, beberapa pihak menyamakan pluralisme dengan paham asimilasi. Entah oleh oknum yang senang dengan paham gadogado, ataukah pihak egois yang tidak senang paham lain eksis sehingga memelintir definisi pluralisme menjadi pluralisme-asimilasi, berharap masyarakat terbodohi lalu menolak pluralisme seperti itu, dan menggeneralisasikannya pada definisi pluralisme yang asli. Ujung-ujungnya seseorang menolak pluralisme 134

hanya karena kawannya atau gurunya mengatakan pluralisme itu jahat, mari kita injak tanpa pernah mengetahui arti pluralisme sebenarnya. Well, sebagai penulis, saya pribadi tidak sepakat dengan paham pluralisme-asimilasi menurut saya nyeleneh itu, tapi itu tidak berarti saya menolak pluralisme. Sekedar mengingatkan, falsafah dan semboyan negara kita, Bhineka Tunggal Ika sendiri menyiratkan bahwa negara ini berdiri atas dasar pluralismedalam pengertian yang asli tentunya.

3. Cinta akan Kebijaksanaan


Kita telah membahas mengenai konsep dan seluk-beluk berpikir dari sistematika filsafat, logika matematika, dan metode ilmiah secara ringkas namun saya rasa cukup jelas dalam buku ini. Sebagai penutup, saya akan mengutip salah satu cerita favorit saya. Saya telah berusaha mencari sumber asli dari cerita ini, namun gagal. Sumber paling awal yang saya ketahui memuat cerita ini ialah buku Jadilah Pelita terbitan September 2005. Kisah ini secara khusus membicarakan tentang keberagaman agama, tapi marilah kita memahaminya dalam segala bentuk keberagaman pandangan filosofi dan budaya. Dengan semangat tinggi, saya persembahkan bagi pembaca. 135

Suara yang Paling Indah Seorang tua yang tak berpendidikan tengah mengunjungi suatu kota besar untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dibesarkan di sebuah dusun di pegunungan yang terpencil, bekerja keras membesarkan anak-anaknya, dan kini sedang menikmati kunjungan perdananya ke rumah anakanaknya yang modern. Suatu hari, sewaktu dibawa berkeliling kota, orang tua itu mendengar suara yang menyakitkan telinga. Belum pernah dia mendengar suara yang begitu tidak enak didengar di dusunnya yang sepi. Dia bersikeras mencari sumber bunyi tersebut. Dia mengikuti sumber suara sumbang itu, dan dia tiba di sebuah ruangan di belakang sebuah rumah, di mana seorang anak kecil sedang belajar bermain biola. Ngiiik! Ngoook! berasal dari nada sumbang biola tersebut. Saat dia mengetahui dari putranya bahwa itulah yang dinamakan biola, dia memutuskan untuk tidak akan pernah mau lagi mendengar suara yang mengerikan tersebut. Hari berikutnya, di bagian lain kota, orang tua ini mendengar sebuah suara yang seolah membelaibelai telinga tuanya. Belum pernah dia mendengar melodi yang begitu indah di lembah gunungnya, dia pun mencoba mencari sumber suara tersebut. Ketika 136

sampai ke sumbernya, dia tiba di ruangan depan sebuah rumah, di mana seorang wanita tua, seorang maestro, sedang memainkan sonata dengan biolanya. Seketika, orang tua ini menyadari kekeliruannya. Suara tidak mengenakkan yang didengarnya kemarin bukanlah kesalahan dari biola, bukan pula salah sang anak. Itu hanyalah proses belajar seorang anak yang belum bisa memainkan biolanya dengan baik. Dengan keluguannya, orang tua itu berpikir bahwa mungkin demikian pula halnya dengan agama. Sewaktu kita bertemu dengan seseorang yang menggebu-gebu terhadap kepercayaannya, tidaklah benar untuk menyalahkan agamanya. Itu hanyalah proses belajar seorang pemula yang belum bisa memainkan agamanya dengan baik. Sewaktu kita bertemu dengan seorang bijak, seorang maestro agamanya, itu merupakan pertemuan indah yang menginspirasi kita selama bertahun-tahun, apa pun kepercayaan mereka. Namun ini bukanlah akhir dari cerita. Hari ke-tiga, di bagian lain kota, si orang tua mendengar suara lain yang bahkan melebihi kemerduan dan kejernihan suara sang maestro biola. Suara itu melebhi indahnya suara aliran air pegunungan pada musim semi, melebihi indahnya suara angin musim gugur di sebuah hutan, melebihi 137

merdunya suara burung-burung pegunungan yang berkicau setelah hujan lebat. Bahkan melebihi indahnya keheningan pegunungan sunyi pada suatu malam musim salju. Suara apakah gerangan yang telah menggerakkan hati si orang tua melebihi apa pun itu? Itu adalah suara sebuah orkestra besar yang memainkan sebuah simfoni. Bagi si orang tua, alasan mengapa itulah suara terindah di dunia adalah, pertama, setiap anggota orkestra merupakan maestro alat musiknya masingmasing; dan kedua, mereka telah belajar lebih jauh lagi untuk bisa bermain bersama-sama dalam sebuah harmoni. Mungkin ini sama dengan agama, pikir si orang tua. Marilah kita semua mempelajari hakikat kelembutan agama kita melalui pelajaran-pelajaran kehidupan. Marilah kita semua menjadi maestro cinta kasih di dalam agama kita masing-masing. Lalu, setelah mempelajari agama kita dengan baik, lebih jauh lagi, mari kita belajar untuk bermain, seperti halnya para anggota sebuah orkestra, bersama-sama dengan penganut agama lain dalam sebuah harmoni! Itulah suara yang paling indah.

138

Glosarium

aksiden

: sifat dari suatu hal yang tidak esensial, pelengkap dan dapat bervariasi untuk hal yang sama. : cabang ilmu filsafat yang mempelajari fungsi dan tujuan kajian tentang kebenaran. : pernyataan yang tidak perlu dipertanyakan lagi kebenarannya karena merupakan landasan konsep. : cara berpikir dengan membandingkan dua hal yang memeiliki kesamaan dalam suatu hal yang ditinjau. : metode berpikir dengan memecahmecah suatu masalah untuk dipahami. : bantahan dari antitesis). suatu tesa (jamak:

aksiologi

aksioma

analogi

analisa

antitesa

apriori

: anggapan tanpa mempedulikan pengalaman atau keadaan sebenarnya. : anggapan dengan menggunakan pengalaman sebelumnya sebagai pertimbangan.

aposteriori

139

dualisme

: paham yang menyatakan di dunia ini selalu terdapat pasangan-pasangan dua sifat yang saling berlawanan. : keberadaan, semua objek yang ada baik berwujud fisis maupun nonfisis. : cabang filsafat yang mengkaji sumber dan bagaimana cara kita memperoleh ilmu/kebenaran. : sifat yang merupakan intisari dari suatu hal, sehingga disebut juga sifat wajib (dalam filsafat timur definisi esensi dan substansi saling bertukar). : paham dalam epistemologi yang menyatakan bahwa sumber dari ilmu ialah pengalaman. : kesamaan/kesetaraan nilai. : kodrat: sifat suatu benda yang sudah ada saat ia tercipta sehingga tidak diperoleh atas usahanya sendiri. : suatu kumpulan objek-objek yang memiliki kesamaan, yakni memenuhi syarat/aturan himpunan itu. : hal yang bersifat lebih umum. : hal yang bersifat lebih khusus. 140

entitas

epistemologi

esensi

empirisme

ekuivalen fitrah

himpunan

hipernim hiponim

idealisme

: paham/mazhab dalam filsafat yang menyatakan bahwa akal adalah inti dari keberadaan. : diri yang sama. : hubungan sebab akibat satu arah, sebab menimbulkan akibat. : pertentangan antara dua hal. : Ilmu yang mempelajari tentang nilai kebenaran dan cara berpikir yang benar. : sejalan dengan logika (tidak bertentangan dengan pengetahuan). : cabang ilmu filsafat yang berupaya mengkaji tentang kebenaran (ilmu) baik yang fisis maupun yang non fisis (dalam pengertian khusus metafisika hanya membahas hal-hal di luar alam fisis).

identitas implikasi

kontradiksi logika

logis

metafisika

materialisme : paham/mazhab dalam filsafat yang menyatakan bahwa materi adalah inti dari keberadaan. ontologi : cabang filsafat yang mengkaji mengenai kebenaran dalam alam fisis. : proposisi yang dijadikan landasan dari penarikan suatu kesimpulan dalam

premis

141

logika; suatu pernyataan yang dianggap benar. proposisi : suatu pernyataan yang hanya dapat bernilai benar saja atau salah saja. : paham dalam epistemologi bahwa ilmu dapat diperoleh hanya dengan menggunakan akal (reason). : 1) metode berpikir dengan menggabungkan hal-hal yang kecil menjadi hal yang lebih besar (jamak: sintesis). 2) gabungan konsep dari tesa dan antitesa yang menghasilkan pernyataan baru yang lebih benar. : himpunan yang terkandung (bagian) dari suatu himpunan lain yang dimaksud. : sifat-sifat yang melekat pada suatu entitas yang membuat kita dapat mengenali dan membedakan entitasentitas yang ada. : himpunan induk yang memuat himpunan lain yang dimaksud.

rasionalisme

sintesa

subset

substansi

superset

terma (term) : deskripsi nilai/konsep pokok. tesa : konsep/pernyataan awal tentang suatu hal (jamak: tesis). 142

Daftar Pustaka

Bakry, Hasbullah, Systematik Filsafat, Ab. Sitti Sjamsijah, Solo, 1961 Hawking, Stephen, dan Mlodinow, Leonard, The Grand Design, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010 Malaka, Tan, Madilog, versi pdf, 1943 Penerbit, Jadilah Pelita: Ajaran Universal Buddha, Yayasan Penerbit Karaniya & Ehipassiko Foundation, Jakarta, 2005 Purwanto, H., Indriani, G., dan Dayanti, E., Logika Matematika, P.T. Ercontara Rajawali, Jakarta, 2006 Taqiyuddin an-Nabhani, Hakekat Thariqul Izzah, Bogor, 2008

Berpikir,

Pustaka

Wijaya, Putu, Yel, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001 http://en.wikipedia.org/wiki/Philosophy http://mujib-ennal.blogspot.com/2012/10/aliranrasionalisme-dan-empirisme.html http://oxforddictionaries/com/ http://plato.stanford.edu/entries/substance/ http://www.merriam-webster/com/ 143

144

145

Konsep Berpikir Paradoks Softbook Publisher 2013 146

Anda mungkin juga menyukai