Anda di halaman 1dari 25

Infeksi Pada Manula

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkan-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Infeksi Pada Lansia. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Noer Saelan Tadjudin, Sp. KJ, dr Mulyani, dan dr Suryani yang telah memberikan bimbingannya selama siklus Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik di panti Werdha Kristen Hana di Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012 Dalam menyusun karya tulis ini, penulis berdasarkan studi pustaka terhadap beberapa literatur. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca yang ingin lebih memahami tentang infeksi pada manula.

Jakarta, 23 Mei 2012

Penulis

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 1

Infeksi Pada Manula

BAB I PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya umur harapan hidup, jumlah kelompok usia lanjut akan makin banyak, yang menyebabkan tingginya penyakit degeneratif, kardiovaskuler, kanker, dan penyakit non infektif lainnya. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit infeksi juga makin meningkat. Hal ini antara lain disebabkan karena pada usia lanjut pertahanan terhadap infeksi terganggu atau dapat dikatakan menurun(Hadi Martano, 1996). Infeksi merupakan penyebab kematian yang paling sering pada umat manusia, hingga saat digunakannya antibiotika dan pencegahan dengan imunisasi aktif maupun pasif di era masyarakat modern. Penyakit infeksi mempunyai kontribusi besar terhadap angka kematian penderita sampai akhir abad 20 pada populasi umum, kemudian menurun setelah ditemukan antibiotik dan teknik pencegahan penyakit. Meskipun demikian, prevalensi infeksi sebagai penyebab morbiditas dam mortalitas tetap tinggi pada populasi lanjut usia(Yoshikawa, 1985,1986) Infeksi pada usia lanjut merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas nomor 2 setelah penyakit kardiovaskuler. Hal ini terjadi akibat beberapa hal antara lain : Adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak. Menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi. Menurunnya daya komunikasi usila sehingga sulit/jarang mengeluh. Sulit mengenali tanda infeksi secara dini. Oleh karena banyaknya faktor penyebab infeksi pada lansia dan angka mortalitas yang tinggi maka perlu tindakan cepat dalam menangani infeksi pada lansia berupa deteksi dini tandatanda infeksi yang terkadang samar-samar terlihat dan memulai terapi empirik infeksi tersebut sambil menunggu pemeriksaan penunjang untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 2

Infeksi Pada Manula

BAB II INFEKSI PADA LANSIA

Infeksi berarti terjadi keberadaan mikro-organisme di dalam jaringan tubuh penderita dan mengalami replikasi. Jadi infeksi merupakan proses interaksi antara kuman(agent), pejamu(host), dan lingkungan. 2.1 PREDISPOSISI PENYAKIT INFEKSI PADA USIA LANJUT Faktor predisposisi pda usia lanjut yang memudahkan terjadinya infeksi antara lain : Faktor intrinsik penderita usia lanjut akibat proses penuaan antara lain : o Pada kulit terjadi penipisan dermis dan penurunan vaskularisasi pada kulit yang dapat meningkatkan resiko terjadinya selulitis dan infeksi pada dekubitus. o Pada saluran napas, terjadi penurunan fungsi dan jumlah mukosilia serta penurunan reflek batuk memudahkan terjadinya pneumonia. o Perubahan pada peristaltik usus yang cenderung melambat dan atrofi dari vili usus serta menurunnya imunitas menyebabkan lansia mudah terkena gastroenteritis akut baik yang ditularkan melalui air maupun makanan yang tercemar. o Pada saluran kemih, terjadi pengosongan vesika urinaria yang tidak sempurna dan penurunan keasaman urin, memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih. o Terjadi penurunan imunitas seluler akibat penuaan pada thymus, produksi sel T menurun, respon proliferasi sel T terhadap antigen menurun, dan terjadi penurunan aktivitas sel T-helper dan sel T sitotoksik yang mengakibatkan supresi imunitas. o Berbagai penyakit kronis seperti DM, PJK, PPOK, gagal hati, dan gagal ginjal yang diderita seorang usia lanjut juga sangat mempengaruhi daya tahan tubuh

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 3

Infeksi Pada Manula

terhadap infeksi, dimana akan menghasilkan tampilan klinik ataupun pengobatan yang jauh berbeda antara usia lanjut dan dewasa muda. o Kondisi ko-morbid lain berupa penurunan fungsional seperti napsu makan berkurang, kesadaran menurun, jatuh berulang, inkontinensia sering menjadi faktor pemicu sekaligus faktor resiko terjadinya infeksi dan penurunan daya tahan. Faktor kuman o Jumlah kuman yang masuk dan bereplikasi o Virulensi kuman Faktor lingkungan o Apakah infeksi terjadi/didapat di masyarakat, rumah sakit, atau panti werda.

Gambar 1. Interaksi beberapa faktor predisposisi infeksi pada usia lanjut

Lansia Kuman Imunitas Fisiologis Jumlah virulensi

Nutrisi

Proses patologis Lingkungan : Masyarakat Rumah sakit Panti werda

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 4

Infeksi Pada Manula

2.2 MANIFESTASI INFEKSI PADA USIA LANJUT Seperti juga berbagai penyakit pada usia lanjut lain, manifestasi infeksi pada usia lanjut sering tidak khas, beberapa hal perlu diperhatikan seperti berikut ini : Demam : seringkali tidak mencolok. Bahkan ditemukan hipotermia pada 20% penderita. Hal ini disebabkan penurunan metabolisme basal pada orang tua sehingga suhu basal menurun. Selain itu, faktor lain yaitu menurunnya respon berbagai sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF terhadap berbagai pirogen. Ketiadaan demam selain menyulitkan diagnosis, juga menunjukkan prognosis yang jelek, karena demam itu sendiri menunjukkan adanya kemampuan tubuh dalam melawan infeksi. Norman dan yoshikawa(1996) mengusulkan kriteria baru untuk suhu pada usia lanjut sebagai berikut : 1. Peningkatan suhu tubuh 2F yang menetap dari suhu normal 2. Temperatur oral 37,2C setelah pengukuran berulang 3. Temperatur rektal 37,5C pada pengukuran berulang

Gejala tidak khas Gejala seperti yang digambarkan pada penderita muda seringkali tidak terdapat bahkan berubah. Gejala nyeri yang khas pada apendiksitis akut, kolesistitis akut, meningitis, dan lain-lain sering tidak dijumpai. Batuk pada pneumonia sering tidak muncul(menurunnya reflek batuk). Gejala infeksi yang sering dijumpai berupa penurunan kesadaran, inkontinensia, jatuh, anoreksia, ataupun malaise.

Gejala akibat penyakit penyerta Sering menutupi, mengacaukan, bahkan menghilangkan gejala khas akibat penyakit utamanya, padahal pada penderita lansia penyakit ko-morbid ini sering dan banyak terdapat.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 5

Infeksi Pada Manula

2.3 BERBAGAI INFEKSI PADA USIA LANJUT beberapa infeksi yang sering ditemui pada lansia akan memberikan gambaran yang khas dan perlu diperhatikan adalah seperti tercantum pada tabel. Tabel 1. Beberapa infeksi penting pada usia lanjut jenis infeksi Pneumonia catatan Infeksi lansia dengan angka mortalitas tertinggi(the old men;s friend) Infeksi saluran kemih Infeksi intra abdominal Penyebab sepsis terbesar pada lansia Gangren apendiks dan vesika felea terbanyak pada lansia, divertikulitis terutama pada lansia Infeksi jaringan lunak Dekubitus dan luka pasca operasi tersering terjadi pada lansia Sepsis/bakteremia Endokarditis infektif Tuberkulosis Mengakibatkan 60% kematian Prevalensi meningkat pada lansia Meningkat mencolok pada lansia, termasuk yang berada di panti werdha Artritis septika Adanya penyakit sendi yang mendahului menyebabkan peningkatan resiko pada lansia Tetanus Herpes zoster 60% kasus tetanus tetanus terjadi pada lansia Post herpetic neuralgia sering timbul pertama pada usia lanjut

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 6

Infeksi Pada Manula

Tabel 2. Kuman penyebab pada beberapa infeksi lansia dibandingkan pada dewasa muda Jenis penyakit Kuman penyebab pada usia muda Pneumonia di masyarakat Str. Pneumonia Kuman penyebab pada lansia Str.pneumonia, H. Influenza, staf. Aureus, batang gram(-) ISK E.Coli E.coli, proteus sp, klabsiela sp, batang gram(-) Meningitis Endokarditis infeksiosa Virus, Str. Pneumonia Str. Viridans Batang gram(-) Enterokokus, str.pneumonia, str.viridans Sepsis Gram negatif, str. aureus Gram(-), Msubkutis, str.aureus, streptokoki

A. Infeksi saluran kemih Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40-60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %, sedangkan pada usia sama atau di atas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20 %. Infeksi saluran kemih dapat mengenal baik laki-laki maupun wanita dari semua umur, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5-15%.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 7

Infeksi Pada Manula

Penyebab utama prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena: Sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih kurang efektif. Mobilitas menurun. Pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral. Adanya hambatan pada aliran urin. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.

Bermacam-macam mikroorganisme dapat menyebabkan ISK. Mikroorganisme yang paling sering adalah bakteri aerob. Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba lain, karena itu urin dalam ginjal dan buli-buli biasanya steril. Walaupun demikian uretra bagian bawah terutama pada wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin kurang pada bagian yang mendekati kandung kemih. Selain bakteri aerob, ISK juga dapat disebabkan oleh virus, ragi, dan jamur.

Penyebab terbanyak adalah Gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari Gram-negatif ternyata E.Coli menduduki tempat teratas, yang kemudian diikuti oleh Proteus, Klebsiela, Enterobacter, dan Pseudomonas. Virus juga sering ditemukan pada urin tanpa ada gejala ISK akut. Adenovirus tipe 11 dan 12 diduga sebagai penyebab sistitis hemoragik. jamur yang paling sering ialah Candida albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen. Gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala. Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan. Nyeri suprapubik dan daerah pelvis juga ditemukan.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 8

Infeksi Pada Manula

Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung urin lebih dari 500 ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing. Stranguria, tenesmus, nokturia, sering juga ditemukan enuresis nokturnal sekunder, prostatismus, nyeri uretra, kolik ureter dan ginjal. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik. Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang.

B. Pneumonia

Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 9

Infeksi Pada Manula

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi: Gejala Mayor: 1.batuk 2.sputum produktif 3.demam (suhu>37,80c) Gejala Minor: 1. sesak napas 2. nyeri dada 3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik 4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadangkadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut.

C. Diare akut pada lansia Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut adalah pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 10

Infeksi Pada Manula

banyak dari normal, berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Diare akut merupakan keluhan yang sering ditemukan pada orang dewasa. Kematian yang terjadi kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare pada anakanak atau usia lanjut, dimana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang-berat.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 11

Infeksi Pada Manula

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sbb: 1. Osmolaritas intaluminal yang meninggi, disebut diare osmotic. Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misalnya pada defesiensi disararidase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.

2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik. Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dalam usus, dan menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat, dll).

3. Motilitas dan waktu transit usus abnormal. Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca vagotomi, hipertiroid.

4. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik. Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis ulseratif dan penyakit Crohn).

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 12

Infeksi Pada Manula

5. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi. Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Yang berperan pada terjadinya diare akut karena infeksi yaitu faktor pejamu (host) dan faktor kausal (agent). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut. Terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna, antara lain: keasaman lambung, motilitas usus imunitas, dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus, serta daya lekat kuman. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri/parasit dibagi atas: a. Non-invasif (tidak merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik; misal Vibrio cholera Eltor, Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), dan Clostridium perfringens. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera Eltor, merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus, sehinggga meningkatkan kadar adenosine 3,5-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus. b. Invasif (merusak mukosa). Bakteri yang merusak mukosa dari usus halus antara lain: Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, Clostridium perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 13

Infeksi Pada Manula

sekretorik eksidatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Walau demikian infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis. Penyebab parasit yang sering menyebabkan diare yaitu Entamoeba histolitika dan Giardia lamblia.

D. Infeksi traktus respiratorius Manusia dewasa tua cenderung menderita minimal 1 infeksi saluran napas atas per tahun. Meskipun angka kejadian ISPA lebih rendah pada dewasa tua dibanding dengan usia muda, angka morbiditas dan mortalitas ISPA terutama yang disebabkan oleh virus cenderung meningkat. Penanganan pasien dengan ISPA yang disebabkan oleh virus merupakan masalah karena cenderung susah untuk didiagnosis karena sukar dibedakan penyebabnya antara bakteri dan virus. Influenza A dan B, parainfluenza, coronavirus, dan rinovirus merupakan penyebab ISPA tersering dimana influenza A merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar. Pencegahan influenza merupakan jalan terbaik untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Gejala klasik dari influenza yaitu onset cepat demam, sefalgia, dan mialgia, yang disertai faringitis, batuk nonproduktif, kongesti nasal. Selain itu karakteristik gejala dari influenza yaitu nyeri retro-orbita. Makin bertambahnya usia, gejala influenza juga akan semakin berkurang dimana hanya menyisakan demam, batuk, dan kebingungan. Komplikasi tersering dari influenza pada lansia yaitu pneumonia dan eksaserbasi yang mendasari penyakit paru kronik. Kultur virus dari sediaan swab tenggorok sangat berguna untuk menegakkan diagnosis karena penyebab influenza cenderung sukar dibedakan dari gejala-gejala yang terlihat karena cenderung mirip.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 14

Infeksi Pada Manula

2.4 DIAGNOSIS INFEKSI Seperti telah dijelaskan bahwa penampilan klinis sangat bervariasi dan tidak khas. Oleh karena itu diperlukan kewaspadaan dan kejelian pengasuh, perawat, dan dokter yang merawat penderita, terhadap adanya perubahan yang terjadi baik perubahan fisik, kesadaran, psikis, fungsional, dan kebiasaan sehari-hari. Bila terdapat salah satu perubahan dari yang disebutkan di atas, maka perlu diperlukan penyebab perubahan tersebut adalah infeksi. Asesmen lengkap harus segera dilakukan untuk memastikan apakah terjadi infeksi agar dapat cepat ditangani untuk menghindari mortalitas. Demam yang merupakan gejala utama dari infeksi seringkali tidak mencolok atau bahkan sama sekali tidak terjadi pada lansia. Selain disebabkan menurunnya metabolisme basal pada lansia sehingga menurunkan suhu basal , menurunnya respon berbagai sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF terhadap berbagai pirogen juga berpengaruh. Ketiadaan demam selain menyulitkan diagnosis, juga menunjukkan prognosis yang jelek, karena demam itu sendiri menunjukkan adanya kemampuan tubuh dalam melawan infeksi. Norman dan yoshikawa(1996) mengusulkan kriteria baru untuk suhu pada usia lanjut sebagai berikut : 1. Peningkatan suhu tubuh 2F yang menetap dari suhu normal 2. Temperatur oral 37,2C setelah pengukuran berulang 3. Temperatur rektal 37,5C pada pengukuran berulang

Penilaian dimulai dari anamnesis lengkap baik auto maupun allo-anamnesa, ditanyakan bukan hanya keluhan utama penyakit tetapi juga riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat pengobatan, riwayat perjalanan atau lingkungannya, riwayat makan atau minum sebelumnya dan riwayat kenapa sampai terjadinya infeksi. Yang tak kalah penting adalah riwayat penggunaan prothese seperti katub jantung, prothese sendi/kapsul sendi, lensa tanam, pacu jantung, graft pembuluh darah dan lain-lain.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 15

Infeksi Pada Manula

Pemeriksaan fisik lengkap perlu dilakukan organ-per organ secara teliti, termasuk keadaan gigi, hidung, telinga, dan tenggorokan sampai colok dubur atau vagina pada wanita. Penunjang diagnosis standar yang harus dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi antara lain darah ruitn, urinalisa, feses,foto torak, dan bila terjadi di daerah endemik suatu penyakit maka makan lakukan pemeriksaan terhadap jenis penyakit tersebut misalnya malaria, tifoid, hepatitis, dan lain-lain. Disamping penunjang diagnosis untuk infeksi, perlu dilakukan pemeriksaan lain untuk mencari faktor penyakit ko-morbid atau penurunan fungsi organ seperti gula darah, protein darah, ureum, kreatinin, elektrolit, analisa gas darah bila terdapat sesak napas, EKG dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan. Bila ternyata ada sumber infeksi maka lakukan kultur darah, urin,pus, sekret, sputum sesuai dengan lokasi infeksi untuk mencari mikro-organisme penyebab infeksi. Begitu diagnosis infeksi dibuat, terapi harus segera dimulai.

2.5 PENATALAKSANAAN Terapi infeksi selalu memerlukan anti mikroba yang sesuai dengan penyebab infeksi. Namun pada infeksi virus banyak terdapat virus yang tidak memiliki anti virus, sehingga penatalaksanaannya lebih mengutamakan peningkatan daya tahan tubuh untuk mengeliminasi virus tersebut. Beberapa infeksi virus seperti influenza, pneumonia, hepatitis, meningitis, enterovirus dapat dilakukan pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Berbagai penelitian menunjukan hasil baik dari imunisasi pada usia lanjut untuk pencegahan terhadap infeksi virus, terutama untuk usia lanjut dengan risiko tinggi. Yang termasuk dalam usia lanjut dengan risiko tinggi menurut The National Health and Medical Research Council (NHMRC) Amerika Serikat adalah sebagai berikut: Seluruh induvidu dengan umur >65 tahun Individu dengan asplenia baik fungsional maupun anatomi, termasuk penyakit sickle-cell

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 16

Infeksi Pada Manula

Pasien immunocopromised seperti: HIV(+) sebelum muncul AIDS, nefrosis akut, multiple mieloma, limfoma, pemyakit Hodgkin dan pasien dengan transplantasi organ. Pasien dengan immunocompetent, tetapi menderita penyakit kronik seperti: penyakit jantung kronik, penyakit ginjal kronik, diabetes mellitus, penyakit paru kronik, pecandu alkohol

Orang aborigin dan Torrest Strait Islander dengan umur >50 tahun Pasien dengan kelemahan CSF.

Untuk infeksi bakteri diperlukan terapi antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur. Tetapi bila hasil kultur belum ada, diperlukan terapi empiric yang sesuai dengan lokasi infeksi, lokasi penderita, dan lokasi terjadinya infeksi. Dalam pemberian dosis dan pemilihan jenis antibiotika pelu diingat adanya perubahan fungsi organ akibat proses menua serta komorbid yang ada pada usia lanjut yang akan berakibat pada terjadinya perubahan distribusi obat, metabolisme obat, ekskresi dan interaksi obat. Penuaan telah menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus pada usia 70 tahun, sehingga diperlukan penurunan dosis obat yang diekskresi melalui ginjal. Interaksi beberapa obat dapat meningkatkan toksisitas obat, atau penurunan efektivitas obat. Contohnya makrolid, tetrasiklin, sulfa dll (tidak pada azitromisin) dapat meningkatkan toksisitas digoksin, warfarin, teofilin dan terfenadin, atau pemakaian antasid atau H2 bloker akan menurunkan efektivitas kuinolon. Efektivitas antibiotika juga dapat berubah atau menurun karena adanya perubahan motilitas gaster, penurunan permukaan untuk absorbsi, peningkatan jaringan adipose dan interaksi obat. Penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut tidak hanya dengan antibiotika saja, tetapi terapi terhadap penyakit komorbidnya dam perbaikan keadaan umum (nutrisi, hidrasi, oksigenasi, elektrolit, albumin,dll) sangat diperlukan juga untuk mengeliminasi infeksi. Penyakit komorbid yang berat serta keadaan umum yang jelek sering menyebabkan sepsis. Terapi nutrisi pada usia lanjut juga sangat penting, karena itu evaluasi terhadap diet harus diperhatikan. Bila penderita tidak dapat/mau makan seperti biasa, perlu diberikan per-sonde atau kalau perlu secara parenteral. Cairan juga harus cukup, monitor osmolaritas plasma atau kalau perlu monitor CVP
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 17

Infeksi Pada Manula

untuk mengetahui kecukupan cairan pada pederita. Peranan asuhan keperawatan yang baik sangat diperlukan, seperti menjaga kenyamanan penderita, kebersihan penderita dan tempat tidurnya terutama bila ada inkontinensia, mencegah terjadinya decubitus dan kontraktur pada penderita-penderita yang tidak dapat bergerak ataupun kesadaran menurun.

Penampilan penyakit dan evaluasi infeksi pada lanjut usia

Tampilan masalah non spesifik (jatuh, kehilangan nafsu makan, dll)

1. Riwayat penyakit 2. Temuan pemeriksaan fisik 3. Pengkajian lab dasar Pengkajian Lab awal dan radiografi

Terapi organisme spesifik

Diagnosis spesifik

Farmakokinetik Antibiotika Pada Usia Lanjut

Antibiotika

Rute primer pembuangan

Interaksi obat

-Laktam (penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam) Ginjal

Beberapa sefalosporin (sefoperazon, sefotetan) Warfarin

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 18

Infeksi Pada Manula

Makrolid (eritromisin, klaritromisin, roksitromisin, azitromisin) Hati Digoksin, warfarin, terfenadin, teofilin

Tetrasiklin

Hati

Digoksin, antasid, besi

Fluoroquinolon (ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin, dll) Digoxin, procalnamide, Trimetoprim-sulfametoksasol Ginjal/hati phenytoin, warfarin, obat hipoglikemik oral Ginjal Teofilin, antasid, besi

Vancomycin

Ginjal

Sedikit interaksi

Rifampisin (rifampin, rifabutin) Lain-lain Hati beberapa

Clindamycin

Hati

Azole anti jamur (ketoconazole, itrakonazol, flukonazol)

Hati

Beberapa H2 bloker/antasid

*suplemen Fe2++ dan antacid menghalangi dan menghambat absorpsi quinolone dan tetracyclin. *kadar teofilin meningkat dengan beberapa fluoroquinolon. *Ketoconazole dam itraconazole memerlukan asam lambung untuk absorbsinya sedangkan fluconazole tidak.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 19

Infeksi Pada Manula

Terapi antimicrobial empirik pada usia lanjut

Infeksi
Didapat di masyarakat (Community Acquired): Penderita rawat jalan Sinusitis akut

Terapi awal

Keterangan

Amoksilin

Amox-clav, jika sumbernya dari gigi

Bronkitis kronik Pneumonia

Amoksilin Amox-clav/azitomycin/FQ generasi ke 2/3

Eksaserbasi infeksi Perokok/PPOK sering dijumpai

Selulitis

Cephalexin

Infeksi ulkus kaki

Amox-clav

Terapi awal untuk infeksi kaki diabetic

Infeksi saluran kemih simtomatik

TMP-SMZ (wanita);FQ(pria)

Sistitis biasa (uncomplicated cystitis) atau pielonefritis

Diare infeksi

FQ

Kuncinya rehidrasi per oral

Antibiotik berhubungan dengan diare

Metronidazol

Panas dan nyeri abdominal atau mual dapat disebabkan oleh C.difficile

Herpes Zoster

Famsiklovir atau valasiklovir

Harus dimulai terapi dalam 72 jam

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 20

Infeksi Pada Manula

Terapi pasien rawat inap Pneumonia Seftriakson + makrolid FQ untuk pasien alergi beta laktam

Pneumonia (berat)

Seftriakson ditambah makrolid/generasi 2/3 FQ

Tambahkan Vankomisin jika terdapat S.pneumoniae yang sangat resisten terhadap penisilin

Pielonefritis (tanpa kateter)

Generasi ke 3/4 sefalosporin

Azetreonam atau FQ jika pasien alergi beta lactam

Urosepsis (dengan kateter)

Generasi ke 3/4 sefalosporin ditambah ampisilin

Urosepsis berhubungan dengan kateter sering disebabkan oleh polimikrobial, ditambah dengan aerobic basilus gram negatif

Meningitis akut

Seftriakson ditambah vankomisin Ampisilin subaktam

Vakomisin + TMP SMZ untuk pasien alergi beta lactam

Kolesistitis akut

Sering diperlukan pembedahan

Komplikasi kolesistitis akut (perforasi, gangrene, kolesistitis emfisematosa, cholangitis)

ESPCN-BL + gentamycin

Pembedahan gawat darurat atau drainase eksternal

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 21

Infeksi Pada Manula

Appendisitis

Diverticulitis

Sefoksitin/sefotetan/ampsubaktam

Jika tidak ada respon, butuh pembedahan

kolitis iskemik

Generasi ke 3/4 sefalosporin + klindamisin/ESPCN-BL

Intervensi pembedahan bila terjadi perforasi dan infark

endokarditis katup

Penisilin+nafsiin

Vakomisin untuk pasien laergi penisilin

infeksi ulkus kaki diabetic

Amp-subaktam atau ESPCNBL

Generasi ke 3/4 ceph. Atau FQ dan clinda untuk penderita alergi PCN

selulitis

Sefazolin

Vankomisin atau klindamisin untuk penderita alergi beta laktam

sindrom syok septik;tanpa diketahui penyebabnya

Imipenem/silastatin

Perawatan suportif perlu agresif

Panti rawat werda (nursing home): Dekubitus terinfeksi FQ + klindamisin(PO);ESPCNBL(IV) Pemerataan tekanan, nutrisi, essential debridement; kultur/foto Rof untuk mengidentifikasi adanya osteomyelitis dan MRSA
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 22

Infeksi Pada Manula

Pneumonia

Generasi ke 2/3 FQ(PO); seftriakson(IV)

Pertimbangan tuberculosis

Urosepsis

Siprofloksasin (PO);seftriakson(IM/IV)

Tambahkan terapi untuk enterokokus jika memakai kateter

Kolitis C.difficle

metronidazol

Perhatian melekat untuk mengontrol infeksi seperti infeksi nosocomial yang terdokumentasi

Nosokomial/rumah sakit: Pneumonia Klindamisin + seftazidin atau FQ; ESPCN-BL Pemilihan antibiotik dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendasari kondisi medis, status mental, alat bantu pernapasan, antibiotic terdahulu, pengecatan gram sputum, resiko terhadap MRSA

Urosepsis yang berhubungan dengan kateter

Ampisilin + generasi ke 3/4 seph

Diperlukan kultur untuk pemilihan terapi pada penderita

Infeksi yang berhubungan dengan kateter intravena (selulitism phlebitis, abses,

Vankomisin

imunnocompromised, tambahkan seftazidim; diperlukan pembedahan pada

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 23

Infeksi Pada Manula

bakteriemi)

sepsis thrombophlebitis

Diare yang berhubungan C.difficle

Metronidazole

Jika mungkin putuskan hubungan dengan antimicrobial; perhatian untuk

Infeksi insisi jarngan post operasi(abdominal) dengan selulitis, abses, atau bakteriemi.

Sefazolin(infeksi ringan); vankomisin+enerasi ke 3/4 seph(infeksi berat)

kontrol infeksi Pembukaan kembali dan pembersihan jaringan merupakan terapi definitif, pemilihan antibiotic berdasarkan kultur

Keterangan: amoks-klav., amoksilin-klavulanat; amp-sulb., ampisilin-sulbaktam; Seph., sephalosporin; ESPCN-BL, ekstended-spektrum peicilin beta lactamase combination; FQ., Fluorokuinolon; Ticar-clav., tikarsilin clavulanat; TMP-SMZ, trimeto-pri-sulfametoksazol. Catatan: pemilihan antibiotik untuk terapi empiric harus segera diganti apabila sudah ditemukan hasil kultur dantes sensitivitas.

2.6 kesimpulan
Penyakit infeksi pada usia lanjut perlu diwaspadai pada setiap adanya perubahan mendadak dari tingkat kesadaran, kebiasaan, maupun keadaan fisiknya. Setiap perubahan akut yang cenderung menurun harus dipikirkan adanya penyakit infeksi dan perlu dinilai secara teliti sampai diagnosis infeksi dapat disingkirkan. Bila terlambat akan mempertinggi angka kematian pada usia lanjut. Panas yang merupakan tanda kardinal penyakit infeksi, kadang tidak ditemukan pada usia lanjut(20-35% kasus tanpa demam). Penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut selain antibiotika yang sesuai, juga memerlukan terapi adekuat untuk penyakit ko-morbid yang diderita pasien usia lanjut. Terapi perawatan kompleks dan terapi suportif seperti nutrisi, cairan dan elektrolit, oksigen, dan lain-lain

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 24

Infeksi Pada Manula

DAFTAR PUSTAKA

Braunwald E., et al. (2004). Harrisons Principles of Internal Medicine, 16th ed, McGraw Hill : USA. Darmojo, R. Boedhi, H. Hadi Martono. Buku Ajar Geriatri. Balai Penerbit FKUI. Jakarta : 1999. Syarif, Amir, dkk. Farmakologi dan Terapi, edisi IV (dengan perbaikan). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 1995 Suyono S., Geriatri, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,Edisi kelima, Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2009 Lonergan, Edmun T., et.al., Geriatrics: A Lange Clinical Manual. International edition. Prentice Hall International Inc. 1996

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat Periode 22 Mei 2012 23 Juni 2012

Page 25

Anda mungkin juga menyukai