Anda di halaman 1dari 12

GIZI BURUK

Berita merebaknya temuan gizi buruk, sangat mengejutkan di negara tercinta yang terkenal subur makmur ini. Kasus ini bisa jadi tidak hanya momok bagi para balita namun juga bagi pemerintah. Bahkan di era pemerintahan suharto, pejabat daerah sangat ketakutan jika sampai didapati kasus gizi buruk diwilayahnya, cerminan buruknya performa dalam menyejahterakan raknyatnya; Bukti lemahnya infrastruktur kesehatan dan pangan; Dan aneka polemik mencari biang keladipun muncul ke permukaan. Kesenjangan, ketidakadilan, kemiskinan, kebijakan ekonomi dan politik menjadi semakin sering diperbincangkan. Bisa jadi hanya sedikit yang memikirkan dampak jangka panjang yang ditimbulkannya, jika hal ini tidak ditangani dengan serius. Seperti layaknya fenomena gunung es, bahwa ancaman yang sebenarnya jauh lebih besar dan perlu segera diambil langkah langkah antisipasinya dari sekarang. Karena kelainan ini menyerang anak-anak , generasi penerus, yang sedang dalam 'golden period' pertumbuhan otaknya. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (=>30%). Status gizi anak balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Namun penghitungan berat badan menurut panjang badan lebih memberi arti klinis. Anak kurang gizi pada tingkat ringan dan atau sedang masih seperti anak-anak lain, beraktivitas , bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya (akibat atrophy / pengecilan organ tersebut). Diagnosis kurang gizi selain ditegakkan melalui pemeriksaan antropometri ( penghitungan berat badan menurut umur /panjang badan) dapat melalui temuan klinis dijumpainya keadaan klinis gizi buruk yang dapat dibagi menjadi kondisi marasmus, kwasiorkor dan bentuk campuran (marasmik kwasiorkor). Tanda tanda marasmus adalah anak kurus, kulitnya kering, didapatkan pengurusan otot (atrophy) sedangkan kwasiorkor jika didapatkan edema ( bengkak) terutama pada punggung kaki yang tidak kembali setelah dilakukan pemijitan (pitting edema), marasmik kwasiorkor adalah bentuk klinis campuran keduanya. Pengertian di masyarakat tentang "Busung Lapar" adalah tidak tepat. Sebutan "Busung Lapar" yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat kekurangan pangan dalam kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga mengakibatkan kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan, yang pada akhirnya berdampak pada kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan ini terjadi pada semua golongan umur. Tanda-tanda klinis

pada "Busung Lapar" pada umumnya sama dengan tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor. kesulitan memperoleh data lengkap balita penderita gizi buruk, karena laporan dari kabupaten/kota tidak semuanya masuk. Penyebab Gizi Buruk Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi. :: Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain : 1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi. 2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. 3. Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup. (INOVASI ONLINE)

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi ( kekurangan) asupan mikro/ makro nutien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan system pertahanan tubuh terhadap microorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi ( mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit penting serta cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat 'catch up' dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi 'stunting' (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun) , dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan irreversible ( sulit untuk dapat pulih kembali). Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak adalah salah satu 'aset' yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas di kemudian hari. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang Gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen feeding" ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet ( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.

Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining / deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan berat badan untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika mau membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan pada anak. Kasus gizi buruk mengajak semua komponen bangsa untuk peduli, berrsama kita selamatkan generasi penerus ini untuk menjadi Indonesia yang lebih baik. Gizi buruk atau kurang gizi pada balita, dalam jangka pendek menyebabkan tingginya angka kesakitan dan angka kematian, karena kekurangan gizi membuat daya tahan tubuh menurun, yang pada akhirnya bisa menyebabkan kematian. Sedang dalam jangka panjang, menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia generasi mendatang, dilihat dari kecerdasan, kreativitas, dan produktivitas. Pengukuran IQ penderita gizi buruk setelah mereka mencapai usia sekolah menunjukkan, IQ mereka 10-15 poin lebih rendah dari anak pada komunitas yang sama, namun bukan penderita gizi buruk.

MENGATASI GIZI BURUK


Program perbaikan gizi di Indonesia secara nasional telah dilaksanakan sejak tiga puluh tahun yang lalu. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk telah dikeluarkan sejak Juli 2005. Upaya penanggulangan gizi buruk juga sudah dilakukan, seperti pemberian makanan tambahan, promosi sadar gizi dan revilatisasi posyandu. Tetapi upaya ini ternyata belum mampu keluarga menanggulangi masalah gizi buruk. Bahkan, masih saja setiap hari kita mendengar pemberitaan mengenai kasus gizi buruk di media massa. Mengatasi gizi buruk antara lain berkat sistem gotong royong antara pemda dengan masyarakat dalam menolong korban, mengaktifkan kegiatan kesehatan bayi di pos pelayanan terpadu (Posyandu), pembebasan biaya berobat di Puskesmas dan pencatatan balita gizi buruk. Mengatasi gizi buruk dan keluarga miskin, antara lain program peningkatan pendapatan, pembebasan SPP siswa SD dan SMP, pembebasan biaya ke Puskemas serta meningkatkan pengetahuan kesehatan. Semakin banyak pihak yang peduli dan mau berperan dalam penanganan masalah gizi buruk, KuIS melihat potensi yang besar ke depan untuk penyebarluasan program gizi dan penyempurnaan program ke arah yang lebih berkelanjutan dan seimbang antara pendekatan preventif dan kuratif. Pemerintah telah menetapkan langkah jangka pendek dan jangka panjang dalam menanggulangi gizi buruk. Langkah jangka pendek diarahkan untuk menyelamatkan anak-anak penderita gizi buruk serta mencegah kematian dan kecacatan. Sementara langkah jangka panjang diarahkan untuk mencegah timbulnya kejadian gizi buruk termasuk upaya penyembuhan dan pemulihannya. Dalam memberantas gizi buruk pemerintah kerap menghadapi kendala diantaranya banyak kasus yang belum dilaporkan, beberapa kasus terlambat dirujuk sehingga saat ditangani petugas medis kondisi pasien dudah sangat buruk. Selain itu

ditemukan beberapa kasus yang tidak mau dirujuk dengan alasan ekonomi, sementara sebagai besar kasus dirawat, pulang sebelum sembuh dengan berbagai alasan. Menkes menyadari bahwa penanggulangan masalah gizi buruk tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah saja. Perlu upaya berkesinambungan dalam rangka perbaikan perbaikan gizi yang pelaksaksanaanya memerlukan kemitraan antara mayarakat termasuk LSM, dunia usaha, dan pemerintah.memperbaiki kondisi ketahanan pangan masyarakat dengan cara mengubah pola tanam. Untuk mengubah pola tanam ini, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Badan Bimas Ketahanan Pangan Kedua dinas itu pasti lebih memahami tanaman yang cocok untuk musim panas dan musim hujan yang hanya berlangsung dua bulan ini, sehingga masyarakat bisa memiliki persediaan pangan selama satu tahun. Masyarakat sebagai ujung tombak keseharian idealnya lebih besar lagi peran sertanya dalam penemuan kasus-kasus dan penanganannya. Untuk itu, di tataran praktis, layanan Posyandu harus dihidupkan lagi hingga ke pelosok daerah. Posyandu di masa lampau telah menunjukkan kinerja yang efektif dalam penemuan dan penanganan masalah-masalah kesehatan anak dan ibu, hingga pelosok daerah. Revitalisasi Posyandu, menjadi suatu langkah yang paling mungkin untuk dilakukan. Maka, kenyataan bahwa Posyandu selama ini dihidupkan oleh tenagatenaga sukarelawan, harus mendapat dukungan kelembagaan dari Pemerintah, untuk memotivasi tetap aktifnya layanan-layanan Posyandu di daerah-daerah. Pemerintah Daerah apabila betul-betul berkomitmen dalam hal ini, dapat memberi penguatan pada sukarelawan, misalnya memperhatikan logistik, transportasi, dan kemudahan fasilitas infrastruktur, demi kelancaran tugas para sukarelawan Posyandu. Yang penting untuk dikuatkan juga adalah peran serta filantrofi. Mobilisasi dukungan dana maupun sumber daya lainnya dari kegiatan filantrofi perlu dioptimalkan. Organisasi kemasyarakatan termasuk pula di lembaga-lembaga keagamaan merupakan sumber dukungan yang potensial. Pemerintah Daerah dapat mengambil peran sebagai fasilitator dengan menyediakan pemetaan masalah dan infrastruktur. Dengan demikian, kendala kekakuan birokrasi dengan pendekatan statistiknya diharapkan dapat dicairkan oleh optimalisasi peran serta masyarakat, dengan pendekatan empiriknya. PENANGGULANGAN BALITA GIZI BURUK 1. PENJARINGAN KASUS BALITA GIZI BURUK Langkah-langkah kegiatan : 1) Mendatangi Posyandu atau rumah balita yang diduga menderita gizi buruk 2) Menyiapkan atau menggantungkan dacin pada tempat yang aman 3) Menanyakan tanggal / kelahiran anak 4) Menimbang balita 5) Mencatat hasil penimbangan 6) Menilai status gizi balita dengan indeks BB/U standart WHO-NCHS 7) Mencatat nama balita menderita gizi buruk 8) Membuat laporan KLB ke DKK Dokumen terkait : 1) Buku Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk di Rumah Tangga dan Puskesmas 2) Laporan bulanan kasus balita gizi buruk 3) Formulir penjaringan balita gizi buruk 4) Leaflet

Rujukan : Buku Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk di RT dan Puskesmas 2. PELAYANAN BALITA GIZI BURUK PUSKESMAS Langkah-langkah kegiatan : 1) Identifikasi balita gizi buruk 2) Pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis 3) Mengatasi hipoglikemi 4) Mengatasi dehidrasi 5) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit 6) Mengobati infeksi 7) Pemberian makan 8) Pengamatan tumbuh kejar kembang 9) Tindak lanjut setelah sembuh Dokumen terkait : 1) Laporan bulanan kasus balita gizi buruk 2) Leatlet gizi buruk 3) Diit balita gizi buruk 4) DPBM ( Daftar Penukar Bahan Makanan ) Rujukan : 1) Buku Tatalaksana Gizi Buruk Anak di Rumah Tangga dan Puskesmas 2) Penuntun Diit Anak 3. PELACAKAN BALITA GIZI BURUK DENGAN CARA INVESTIGASI Langkah-langkah kegiatan : 1) Mendatangi rumah balita gizi buruk 2) Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kunjungan 3) Melakukan wawancara dan pengamatan sesuai kuesioner 4) Melakukan pengukuran ulang ( bila diperlukan ) 5) Mengamati tanda klinis dengan fokus marasmus / kwashiorkor. 6) Menjelaskan kondisi kesehatan dan akibat yang mungkin terjadi 7) Memberikan motivasi pada keluarga ( orangtua ) agar balita mau dirujuk ( ke Puskesmas ) 8) Melakukan dokumentasi Dokumen terkait : 1) Buku Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk di Rumah Tangga dan Puskesmas 2) Laporan bulanan kasus balita gizi buruk 3) Leaflet gizi buruk 4) Formulir pelacakan kasus balita gizi buruk Rujukan : Buku Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk di RT dan Puskesmas 4. PELAYANAN BALITA GIZI BURUK di RUMAH TANGGA Langkah-langkah kegiatan : 1) Menghitung kebutuhan zat gizi berdasarkan BB 2) Menentukan jenis PMT-Pemulihan berdasar BB 3) Mendemonstrasikan cara menyiapkan PMT-P pada ibu 4) Menjelaskan cara pemberian ( frekuensi dan lama pemberian ) PMT-P 5) Menganjurkan untuk tetap memberi ASI sampai umur 2 tahun 6) Menganjurkan pemberian MP-ASI sesuai usia balita 7) Menganjurkan makanan seimbang sesuai umur dan kondisi kesehatan 8) Menganjurkan anak ditimbang secara teratur setiap bulan 9) Memberikan PMT-Pemulihan

Dokumen terkait : Lembar balik / leaflet, KMS, Daftar Menu Rujukan : 1) Buku Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk di Rumah Tangga 2) Penuntun Diit Anak 5. KOORDINASI LINTAS SEKTORAL DALAM UPAYA PENANGGULANGAN BALITA GIZI BURUK Langkah-langkah kegiatan : 1) Menyiapkan bahan rapat koordinasi 2) Membuat surat undangan 3) Mengedarkan surat undangan 4) Menyiapkan sarana dan prasarana 5) Menyampaikan masalah gizi buruk 6) Membuat kesepakatan tindak lanjut / rencana kerja penanggulangan 7) Membuat notulen 8) Melaporkan hasil rapat 9) Umpan balik Dokumen terkait : Laporan kasus balita gizi buruk Rujukan : SK TIM SKPG ( Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi ) KESIMPULAN Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilaksanakan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja, sehingga memerlukan dukungan lintas sektor. Dinas Kesehatan sebagai fasilitator dan Puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan akan semakin diminati masyarakat apabila mampu memberikan pelayanan yang terbaik. Penanggulangan balita gizi buruk di puskesmas sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan nantinya diharapkan dapat menurunkan prevalensi balita gizi buruk dan mencegah munculnya gizi buruk baru. Dan pada akhirnya akan menentukan kualitas sumber daya manusia. BEBERAPA ARTIKEL TENTANG GIZI BURUK TEMPO Interaktif, Jakarta:Kepala Subbidang Bina Kewaspadaan Gizi Departemen Kesehatan Tatang S. Falah mentargetkan, pada 2009, angka gizi kurang dan gizi buruk berkurang hingga 20 persen. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28 persen dari jumlah anak Indonesia. Pengurangan mungkin tercapai karena Departemen Kesehatan terus melakukan pelatihan tenaga kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten, dan puskesmas untuk menangani gizi buruk. Bukti keseriusan pemerintah, kata Tatang, bisa dilihat dari dana yang disiapkan untuk penanganan gizi buruk, sebesar Rp 700 miliar. "Dana itu akan digunakan terutama untuk pemberdayaan masyarakat sadar gizi dan untuk pemberian bantuan berupa vitamin buat anak-anak," katanya kepada Tempo di gedung Departemen Kesehatan kemarin. Sepanjang 2006, menurut Direktur Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan Ina Hernawati, pemerintah baru menangani 19.567 kasus gizi buruk. Jumlah tersebut menurun jauh dibanding pada 2005, yang mencapai 76.178 kasus. "Dari 19.567 kasus, 193 anak meninggal karena terlambat ditangani," ujarnya. Namun, Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005 yang dilakukan Badan Pusat Statistik menyebutkan estimasi kasus gizi buruk hingga 2006 mencapai sekitar 8,8

persen dari jumlah anak di Indonesia. Itu berarti ada sekitar 1,5 juta anak yang diperkirakan mengalami gizi buruk. Ina mengatakan angka penanganan dihimpun Departemen Kesehatan dari semua dinas kesehatan di Indonesia. Ia mengakui jumlah penanganan kasus tak sama dengan jumlah penderita gizi buruk. Bisa saja jumlah penderita melebihi jumlah kasus yang ditangani. Menurut dia, adanya perbedaan angka estimasi Badan Pusat Statistik dengan jumlah penanganan itu karena program pemerintah menurunkan kasus gizi buruk cukup berhasil. Salah satunya adalah revitalisasi posyandu yang melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi anak. Jika berat badannya tak sesuai dengan ketentuan dari Departemen Kesehatan, anak harus menjalani konsultasi kesehatan. Jika pengukuran kedua tak menunjukkan kenaikan berat badan, anak harus dibawa ke rumah sakit rujukan. "Dengan revitalisasi posyandu, kasus anak kurang gizi bisa ditangani dengan cepat sehingga tak berkembang menjadi gizi buruk," katanya. PRAMONO PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI KABUPATEN SLEMAN (15 Januari 2005, dibaca: 2467 kali) Oleh Bidang Yankesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama sejak dulu yakni masih ditemukannya status gizi buruk pada balita. Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah mendorong terjadinya peningkatan kasus gizi buruk di berbagai daerah dan sering kali dipolitisir sebagai akibat negatif kebijakan desentralisasi sehingga perlu resentralisasi. Sebenarnya dalam era desentralisasi ini daerah lebih perlu proaktif dan responsif untuk menanggulangi gizi buruk tersebut, karena memang dapat dicegah. Secara Umum gizi buruk disebabkan oleh : kemiskinan, ketidaktahuan, kesibukan orangtua sehingga kurang waktu untuk memperhatikan balitanya, ataupun penyakit yang dapat mengganggu intake nutrisi. Pemantauan Status Gizi dapat dilakukan di tingkat individu ataupun kelompok melalui penimbangan berat badan balita secara rutin tiap bulan dan mencatat hasilnya pada KMS ( Kartu Menuju Sehat ) atau Buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak ). Demikian pula petugas gizi di Puskesmas dan Dinas Kesehatan perlu melakukan pemantauan kegiatan penimbangan melalui perkembangan SKDN ( S = Semua Balita, K= Balita dengan KMS, D= Balita yang ditimbang, N = Balita yang naik berat badannya ) ada di wilayah kerjanya. Berbagai upaya yang telah dilakukan Dinas Kesehatan Sleman dalam penanggulangan masalah gizi Buruk adalah : 1. Melaksanakan situasi tangap darurat dengan melaksanakan kegiatan : Penyelidikan Epidemiologi Gizi Buruk pada Balita Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita dari keluarga miskin dan ibu hamil / ibu menyusui dari keluarga miskin Distribusi MP ASI ( Makanan Pendamping Air Susu Ibu ) untuk anak kurang gizi 6 24 bulan dari keluarga miskin. 2. Program Jangka Panjang Meningkatkan kembali fungsi Posyandu dalam kegiatan Pemantauan Pertumbuhan balita. Menfasilitasi Posyandu dengan sarana dan prasarana ( tahun 2005 telah dibagikan 24 dacin beserta perlengkapannya) Motivasi kader dan penggerakan masyarakat ( Sarasehan Hari Gizi bagi kader, Lomba Menu Seimbang dan cerdas cermat Kader)

Berdasarkan Pemantauan Status Gizi pada awal tahun 2005 ini balita dengan status gizi buruk di kabupaten Sleman tercatat 0,43 %, suatu yang jauh dibawah angka Nasional ( 3 %) namun perlu mendapat perhatian karena menyangkut regenarasi. Sebagaimana telah ditegaskan oleh bupati Sleman Drs. H. Ibnu Subiyanto Akt, bahwa anak-anak yang lahir di kabupaten Sleman agar diupayakan untuk cerdas secara alami sehingga perlu diprogramkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu dan balita dari anggaran daerah. Kesulitan Ekonomi Penyebab Gizi Buruk Rabu, 08 Februari 2006 | 18:40 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Rendahnya tingkat perekonomian masyarakat menjadi salah faktor penyebab maraknya gizi buruk di Jakarta. Pendapatan yang sedikit, menyebabkan warga sulit memenuhi kebutuhan pokok, kata Kepala Seksi Gizi dan Pembinaan Masyarakat Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, Theresia Sedyanti, Rabu siang tadi. Wilayah Jakarta Utara terdapat beberapa daerah yang rawan gizi buruk. Di antaranya di Kelurahan Lagoa, Kecamatan Koja. Kurangnya petugas kesehatan menjadi kendala program pos pelayanan terpadu untuk menanggulangi gizi buruk. Alokasi dana untuk memberi jaminan keehatan kepada warga masih minim. Untuk mengatasi masalah itu, kas kelurahan ada yang memberi bantuan Rp 450 ribu untuk program penyuluhan selama satu tahun. Setiap bulan posyandu tersebut mengadakan dua kali kegiatan penyuluhan dan pemberian makanan tambahan. Agak berbeda dengan Kelurahan Kali Baru. Selama satu tahun mengalokasikan dana Rp 900 ribu untuk penyuluhan dan bantuan makanan kepada warga. Selain itu Rp 360 ribu untuk kader posyandu Ibnu Rusydi/Sshintoko Adjie Gizi Buruk, Bukan Cuma Masalah Kesehatan Berita tentang kasus gizi buruk seperti di berbagai media menunjukkan bahwa masalah gizi buruk kembali menyeruak mulai dari Papua, NTB, NTT. Kini hampir seluruh provinsi memiliki kasus serupa, termasuk di Jakarta. Memang, program perbaikan gizi di Indonesia secara nasional telah dilaksanakan sejak tiga puluh tahun yang lalu. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk telah dikeluarkan sejak Juli 2005. Upaya penanggulangan gizi buruk juga sudah dilakukan, seperti pemberian makanan tambahan, promosi keluarga sadar gizi dan revilatisasi posyandu. Tetapi upaya ini ternyata belum mampu menanggulangi masalah gizi buruk. Bahkan, masih saja setiap hari kita mendengar pemberitaan mengenai kasus gizi buruk di media massa. Pada Harian Kompas, 25 April 2006 diberitakan tentang adanya anak-anak penderita gizi buruk di Ciledug, Jakarta. Foto pasien gizi buruk juga terpampang di halaman pertama pada harian yang sama. Sementara Suara Pembaruan, 29 Maret 2006 lalu, menunjukkan fakta bahwa tingkat prevalensi kekurangan gizi di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2003 tercatat ada 17,7 persen, tahun 2004 ada 17,8 persen dan tahun 2005 ada 19,5 persen. Memang menyedihkan, sebab masalah gizi buruk termasuk busung lapar semestinya dapat dicegah. Faktor ekonomi sering dituding menjadi penyebab maraknya kasus gizi buruk. Padahal gizi buruk adalah masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan. Masalah ini kompleks, tidak hanya dari segi ekonomi atau pun kesehatan saja tetapi dari aspek sosial dan budaya. Pemantauan tim Antropologi UI 1994 di Yahukimo menunjukkan bahwa masalah kekurangan gizi muncul seiring dengan semakin

berkurangnya wilayah tanam masyarakat karena pembabatan hutan sagu dan industrialisasi yang juga mematikan sumber-sumber makanan protein lainnya. Konon di Sambas, 50% balita yang mengidap gizi buruk bukan disebabkan karena kemiskinan melainkan karena budaya makan. Kebanyakan ibu-ibu yang baru melahirkan mengkonsumsin nasi dan ikan kering tetapi tidak sayur karena sayur berkorelasi dengan kemiskinan. Di tengah persoalan ini, kita sadar bahwa solusi yang hanya bersifat kuratif tidaklah cukup. Kita tidak bisa berharap masalah gizi buruk bisa ditangani sepenuhnya tanpa menyelesaikan akar masalahnya. Karenanya, harus ada pendekatan promotif dan preventif yang bisa membuka kesempatan bagi pemberdayaan masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat yang terpinggirkan. GIZI BURUK TIDAK SELALU TIDAK MAMPU KONTROVERSI GIZI BURUK DI KOTA METROPOLITAN Dr Widodo Judarwanto SpA PICKY EATERS CLINIC JAKARTA (KLINIK KESULITAN MAKAN) RUMAH SAKIT BUNDA JAKARTA JL Rawasari Selatan 50 Jakarta Pusat Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat telp : (021) 70081995 4264126 31922005 email : wido25@hotmail.com , http://alergianak.bravehost.com Data terkini dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana DKI Jakarta menyebutkan, hingga Agustus 2006 tercatat 9.253 anak balita yang berat badannya di bawah garis merah atau gizi buruk (Kompas 5 Agustus 2006). Bagi sebagian orang mungkin ini adalah berita yang menghebohkan. Topik hangat ini dianggap sebagai sumber berita eksklusif bagi media masa. Bagi pelaku politik dapat dijadikan alat komoditas untuk kepentingan tertentu. Bagaimana tidak, di kota metropolitan Jakarta yang secara fisik tampak glamour, mewah dan modern masih menyisakan sisi yang memprihatinkan. Benarkah gizi buruk yang terjadi di Jakarta karena kemiskinan? Sebuah stasiun televisi swasta pernah menyiarkan topik penderita gizi buruk akibat kemiskinan. Anehnya, berita gambar yang muncul adalah anak yang sangat kurus sedang digendong si ibu yang gemuk, sehat dan bersih dengan baju yang cukup necis. Di latar belakang tampak rumah tinggalnya televisi berwarna 21 inchi dengan perangkat VCD dan dinding rumah tembok yang bagus. Sebenarnya berita dan informasi ganjil tersebut tidak terlalu mengejutkan dan merupakan hal yang wajar. Penulis yang setiap hari praktek di Rumah Sakit swasta di kawasan Menteng Jakarta Pusat dengan mayoritas pengunjungnya ekonomi menengah atas kadang juga menjumpai kasus gizi buruk. Penyebab utama kasus gizi buruk di kota metropolitan tampaknya bukan karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder adalah gangguan peningkatan berat badan atau gagal tumbuh (failure to thrive) yang disebabkan karena karena adanya gangguan di sistem tubuh anak. Sedangkan penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. MALNUTRISI PRIMER Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak

usia 9 bulan hingga 5 tahun, meskipun dapat dijumpai pada anak lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang (maturasi) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati. Anak tampak sering rewel, cengeng dan banyak menangis. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. Pertumbuhan sel-sel otak baru atau mielinasi sel otak juga terganggu yang berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat. Kematian mendadak dapat terjadi karena gangguan otot jantung. MALNUTRISI SEKUNDER Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak Tetapi karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, gangguan metabolisme, gangguan kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Data penderita gagal tumbuh di Indonesia belum ada, di negara maju kasusnya terjadi sekitar 1-5%. Artinya bila di Indonesia terdapat sekitar 30 juta anak, maka diduga terdapat 300.000 500.000 anak yang kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Bila di Jakarta terdapat 1 juta anak maka sekitar 10.000 50.000 anak mengalami kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Kasus tersebut bila tidak ditangani dengan baik akan jatuh dalam keadaan gizi buruk. Gambaran yang sering terjadi pada gangguan ini adalah adanya kesulitan makan atau gangguan penyerapan makanan yang berlangsung lama. Tampilan klinis gangguan saluran cerna yang harus dicermati adalah gangguan Buang Air Besar (sulit atau sering BAB), BAB berwarna hitam atau hijau tua, sering nyeri perut, sering muntah, mulut berbau, lidah sering putih atau kotor. Manifestasi lain yang sering menyertai adalah gigi berwarna kuning, hitam dan rusak disertai kulit kering dan sangat sensitif. Berbeda pada malnutrisi primer, pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar. Ketua Tim Adhoc Program Revitalisasi Posyandu Rini Sutiyoso mengatakan bahwa penderita gizi buruk di Jakarta sering diikuti penyakit penyerta TBC (kompas, 5 Oktober 2006). Tetapi fenomena tersebut harus lebih dicermati. Karena, pada kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis tuberkulosis (TB). Overdiagnosis adalah diagnosis TB yang diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi TB. Penelitian yang dilakukan penulis didapatkan overdiagnosis pada 42 (22%) anak dari 210 anak dengan gangguan kesulitan makan disertai gagal

tumbuh yang berobat jalan di Picky Eaters Clinic Jakarta (Klinik Khusus Kesulitan Makan). Laporan Badan Koordinasi Keluarga Berencana DKI Jakarta, bahwa kasus TB sering menyertai. Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada. Hal lain adalah kesalahan dalam menginterpretasikan gejala klinis, kontak dan pemeriksaan penunjang khususnya tes mantoux dan foto polos paru. Sebaiknya bila diagnosis TB meragukan dilakukan konsultasi ke dokter ahli paru anak. PENANGANAN BERBEDA Bila kasus gizi buruk yang terjadi karena malnutrisi sekunder maka strategi penanganannya berbeda. Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergiimunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Masukan data yang didapat harus cermat dan lengkap untuk menentukan apakah malnutrisi primer atau sekunder. Data yang ada harus didukung status medis, status ekonomi, pendidikan dan sosial yang akurat. Contohnya, pada keluarga tukang ojek di dapatkan satu anak gizi buruk tapi terdapat satu adiknya yang status gizinya bagus jangan langsung divonis kurang gizi akibat kemiskinan. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan, posted by dr Widodo Judarwanto SpA @ 8:10 AM

Anda mungkin juga menyukai

  • Radang
    Radang
    Dokumen2 halaman
    Radang
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Huhu
    Huhu
    Dokumen7 halaman
    Huhu
    Winda P Suherman
    Belum ada peringkat
  • KDS
    KDS
    Dokumen9 halaman
    KDS
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Resep Donat
    Resep Donat
    Dokumen2 halaman
    Resep Donat
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Huhu
    Huhu
    Dokumen7 halaman
    Huhu
    Winda P Suherman
    Belum ada peringkat
  • Pepek Bengu
    Pepek Bengu
    Dokumen42 halaman
    Pepek Bengu
    Ida Bagus Mustika
    Belum ada peringkat
  • Case Report Hernia
    Case Report Hernia
    Dokumen7 halaman
    Case Report Hernia
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Asma Bronkial
    Asma Bronkial
    Dokumen17 halaman
    Asma Bronkial
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Hipospadia
    Hipospadia
    Dokumen7 halaman
    Hipospadia
    Anggun Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Anemia Pada Anak
    Anemia Pada Anak
    Dokumen10 halaman
    Anemia Pada Anak
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Portofolio Vertigo
    Portofolio Vertigo
    Dokumen30 halaman
    Portofolio Vertigo
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Case Report Hernia
    Case Report Hernia
    Dokumen7 halaman
    Case Report Hernia
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Keseimbangan
    Gangguan Keseimbangan
    Dokumen18 halaman
    Gangguan Keseimbangan
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Portofolio Asma
    Portofolio Asma
    Dokumen8 halaman
    Portofolio Asma
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Cara Memutihkan Kulit
    Cara Memutihkan Kulit
    Dokumen4 halaman
    Cara Memutihkan Kulit
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Status Kesadaran
    Status Kesadaran
    Dokumen8 halaman
    Status Kesadaran
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Asma Bronkial
    Asma Bronkial
    Dokumen17 halaman
    Asma Bronkial
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Ilustrasi Kasus
    Ilustrasi Kasus
    Dokumen5 halaman
    Ilustrasi Kasus
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar N DFTR Isi
    Kata Pengantar N DFTR Isi
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar N DFTR Isi
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Reading
    Jurnal Reading
    Dokumen15 halaman
    Jurnal Reading
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Penanganan Rheumatoid Arthritis
    Penanganan Rheumatoid Arthritis
    Dokumen7 halaman
    Penanganan Rheumatoid Arthritis
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Ilustrasi Kasus Meningitis Otogenik
    Ilustrasi Kasus Meningitis Otogenik
    Dokumen6 halaman
    Ilustrasi Kasus Meningitis Otogenik
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • RhinitisAkutPenyebab
    RhinitisAkutPenyebab
    Dokumen2 halaman
    RhinitisAkutPenyebab
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • SISTEM IMUN TUBUH
    SISTEM IMUN TUBUH
    Dokumen19 halaman
    SISTEM IMUN TUBUH
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Kasus Solok
    Kasus Solok
    Dokumen7 halaman
    Kasus Solok
    Tharshini Anbalakan
    Belum ada peringkat
  • Ilustrasi Kasus
    Ilustrasi Kasus
    Dokumen5 halaman
    Ilustrasi Kasus
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Asma Pada Kehamilan
    Asma Pada Kehamilan
    Dokumen24 halaman
    Asma Pada Kehamilan
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Ilustrasi Kasus Meningitis Otogenik
    Ilustrasi Kasus Meningitis Otogenik
    Dokumen6 halaman
    Ilustrasi Kasus Meningitis Otogenik
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • SISTEM IMUN TUBUH
    SISTEM IMUN TUBUH
    Dokumen19 halaman
    SISTEM IMUN TUBUH
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Asma Pada Kehamilan
    Asma Pada Kehamilan
    Dokumen24 halaman
    Asma Pada Kehamilan
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat