Anda di halaman 1dari 17

ISLAM SEBAGAI RAHMATAN LIL ALAMIN

Islam adalah kata bahasa arab yaitu sailama yang dimasdarkan menjadi islaman yang berarti damai. Sedangkan Rahmatan berarti bahasa Arab yaitu rohima yang dimasdarkan menjadi rahmatan yang artinya kasih sayang. Kata Al-alamin adalah kata bahasa Arab yaitu alam yang dijamakan menjadi alamin yang artinya alam semesta yang mencakup bumi beserta isinya. Maka yang dimaksud dengan islam rahmatan lilalamin adalah islam yang kehadirannya ditengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam. Islam adalah agama tauhid yang diturunkan Allah kepada rasulnya yaitu Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada semua umat manusia, tanpa memandang suku atau Negara, baik Ia berada di timur ataupun barat, tanpa ada terkecuali. Hal ini berbeda dengan agama lain, seperti Nabi Musa a.s. hanya untuk Bani Israil, Nabi Luth hanya untuk kaum Aad. Sedangkan Nabi Muhammad SAW adalah diutus untuk umat manusia semuanya. Allah berfirman, Dan

tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS Anbiya [21]: 107) dan banyak lagi ayat-ayat yang berpengertian demikian. Oleh karena itu, sungguh kelirulah pikiran orang-orang yang mengatakan bahwa Islam itu adalah agama bangsa Arab, tidak cocok untuk bangsa lain. Kehidupan sosial-keagamaan era modern sekarang ini ditandai oleh semakin seringnya pertentangan dan perbenturan cultural, sosial, etnis, dan agama yang melibatkan umat beragama (seperti penyerangan sebagian umat Islam terhadap Ahmadiyah). Agama diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi ini adalah untuk menciptakan kedamaian dan ketenteraman, tidak pernah ada cita-cita agama mana pun yang ingin membuat onar, membuatnya ketakutan, suasana mencekam, pembunuhan, sadisme dan perusakan (Benny, 2006:1). Kemajemukan di Indonesia merupakan berkah dari Allah SWT yang tak ternilai harganya. Allah sengaja tidak menjadikan umat ini satu macam, tetapi dijadikan beragam dengan tujuan terjadi perlombaan dalam kebaikan (fastabiqul

khairat). Namun, kadang kemajemukan atau pluralitas tersebut tidak menjadikan rahmat bagi manusia, tetapi justru menjadikan manusia saling bermusuhan dan mengklaim kelompoknya yang paling benar dan kelompok yang lainnya salah. Keberagaman seperti ini akan menjebak sense umat Islam hanya kepada saudarasaudara seagama bahkan sepaham dan menomorduakan saudara dari agama atau kelompok lain. Dengan demikian, lahir sikap yang tidak objektif dalam memandang apa yang ada diluar agamanya. Islam adalah agama yang cinta perdamain. Dalam Islam, tujuan utama penciptaan manusia adalah saling mengenal dan hidup dalam damai. Untuk hal ini, terdapat sejumlah ayat dalam Al-Quran yang melarang kaum muslim untuk berperang, kecuali mereka diusir dari rumah-rumah mereka karena masalah agama. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hajj (22): 39-40, Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka; (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: Tuhan kami hanyalah Allah. Dan sesungguhnya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah dirobohkan biara-biara Nasrani, gerejagereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Hal yang sama juga terdapat dalam QS Al-Mumtahanah (60): 8-9, Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tiada (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Di sisi lain, dalam sejarah Negara barat selama berabad-abad telah menuduh Islam sebagai agama pedang. Konversi kepada Islam yang cepat dan

banyaknya peperangan yang terjadi antara Muslim dan Kristen pada delapan abad pertama perkembangan Islam telah membuat pihak Barat lebih aktif dengan tuduhan mereka. Bila kita memerhatikan sejarah secara lebih cermat, kita menemukan bahwa gambaran ini tidak dihitung fakta. Ketika Nabi Muhammad SAW pertama kali pindah ke Madinah, beliau menandatangani sebuah kesepakatan dengan para pemimpin berbagai agama, termasuk Yahudi dan Kristen. Dokumen kesepakatan tersebut dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah (Piagam Madinah). Konstitusi ini menyatakan bahwa umat Muslim bersedia hidup secara damai dengan Non-Muslim. Peperangan terjadi hanya setengah pengkhianatan oleh pihak Non-Muslim. Allah berfirman: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kemal-mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al-Hujarat [49]: 13). Dari ayat tersebut, dapat diambil hikmah bahwa Allah menciptakan perbedaan bukan untuk berperang namun untuk berdamai. Islam adalah ajaran yang dengan sempurna menampilkan universalisme. Adalah lima jaminan dasar yang diberikan Islam kepada manusia, baik secara perorangan maupun kelompok. Kelima jaminan dasar tersebut adalah sebagai berikut: 1. Keselamatan fisik warga Negara 2. Keselamatan keyakinan agama masing-masing 3. Keselamatan keluarga dan keturunan 4. Keselamatan harta benda dan milik pribadi 5. Keselamatan profesi.

Agar umat Islam bisa bangkit mejadi umat yang mampu mewujudkan misi rahmatan lil alamin maka seyogianya mereka memiliki pemahaman secara utuh (kaffah) tentang Islam itu sendiri. Umat Islam tidak hanya memilki kekuatan di bidang Imtak (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan makna essensial ibadah itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormati tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat Islam harus mampu menyatu padukan antara nilai-nilai ibadah mahdah (hablum minallah) dengan ibadah ghairu mahdah (hablum minanas) dalam rangka membangun baldatun thaibatun warabun ghafur (Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan Allah SWT). Islam sebagai tata amalan, ajaran, dan pedoman yang lengkap diturunkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW yang telah dipilihnya sebagai rasul yang penghabisan (khatimul anbiya wal mursalin). Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Allah SWT tidak mengatakan rahmatan lilmuminin, namun mengatakan rahmatan lil alamin karena Allah SWT ingin memberikan rahmat bagi seluruh makhluknya dengan diutusnya pemimpin para Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar. Beliau menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan di dunia dan akhirat. Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia. Bahkan orang-orang kafir mendapat manfaat dari rahmat ini, yaitu ditundanya hukuman bagi mereka. Selain itu mereka pun tidak lagi ditimpa azab berupa diubah menjadi binatang, atau dibenamkan ke bumi, atau ditenggelamkan dengan air. Al- Quran, sumber Islam paling otoritatif, menyebutkan misi kerahmatan ini, wama ar salnaka illa rahmantan lil'alamin (Aku tidak mengutus

Muhammad, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta). Ibnu Abbas, ahli tafsir awal, mengatakan bahwa kerahmatan Allah meliputi orang-orang Mukmin dan orang kafir. Alquran juga menegaskan, rahmat Tuhan meliputi segala hal (QS 7: 156). Karena itu, para ahli tafsir sepakat bahwa rahmat Allah mencakup orangorang Mukmin dan orang-orang kafir, orang baik ( al-birr ) dan yang jahat ( alfajir ), serta semua makhluk Allah. Al- Quran memiliki posisi yang amat vital dan terhormat dalam masyarakat Muslim di seluruh dunia. Di samping sebagai sumber hukum, pedoman moral, bimbingan ibadah, dan doktrin keimanan, AlQuran juga merupakan sumber peradaban yang bersifat historis dan universal. Kehadiran sosok Muhammad Rasulullah dan Al- Quran ini telah mengubah orientasi cara berpikir masyarakat Arab yang kala itu sangat 'kabilahisme sentris' menjadi berpikir kosmopolit. Tradisi dan energi saling berperang antarsuku diubah menjadi kekuatan konvergen, lalu diarahkan untuk membangun peradaban baru yang bersifat kosmopolit, melewati batas etnis dan teritori primordial mereka. Karena itu, pusat-pusat peradaban Islam bermunculan di berbagai wilayah di luar Makkah - Madinah, tempat Al- Quran diwahyukan. Semua ini terjadi karena kehadiran Al- Quran mampu mengubah mindset mereka. Pranata dan wibawa hukum ditegakkan sehingga muncul masyarakat Madinah, sebuah kata konseptual - idiomatik yang mengacu pada supremasi hukum di atas kekuatan individu dan suku. Fungsi kerahmatan ini dielaborasi oleh Nabi Muhammad SAW melalui sabdanya, innama bu'istu liutammima makarimal akhlak (Aku diutus Tuhan hanya untuk menyempurnakan akhlak). Akhlak luhur adalah moral dan nilai-nilai kemanusiaan, seperti kejujuran, keadilan,

menghormati, dan menyanyangi orang lain dan sebagainya. Sementara itu, kekerasan, kesombongan, dan kezaliman adalah berlawanan secara diametral dengan akhlakul karimah . Dalam konteks Islam rahmatan lil'alamin, Islam telah mengatur tata hubungan menyangkut aspek teologis, ritual, sosial, dan humanitas. Dalam segi teologis, Islam memberi rumusan tegas yang harus diyakini oleh setiap pemeluknya. Namun, hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk memaksa nonMuslim memeluk Islam ( la ikraha fi al-din ). Begitu halnya dalam tataran ritual yang memang sudah ditentukan operasionalnya dalam Al- Quran dan hadist.

Namun, dalam konteks sosial, Islam sesungguhnya hanya berbicara mengenai ketentuan-ketentuan dasar atau pilar - pilarnya saja, yang penerjemahan operasionalnya secara detail dan komprehensif tergantung pada kesepakatan dan pemahaman masing-masing komunitas, yang tentu memiliki keunikan

berdasarkan keberagaman lokalitas nilai dan sejarah yang dimilikinya. Hassan Hanafi dalam bukunya Religion, Ideology, and Developmentalism mengatakan, Islam semestinya tidak lagi dibatasi hanya sebatas teks. Akan tetapi, ketika menerjemahkan Islam dalam realitas itulah yang dimaksud sebagai Islam yang sesungguhnya. Islam di situ adalah prinsip nilai-nilai moral positif yang kandungannya kemudian diterjemahkan dalam realitas kehidupan. Islam harus menjadi agama yang realistis bagi kehidupan ini sehingga dapat memberi kontribusi yang praksis bagi peradaban. Teks keagamaan tidaklah bersifat normatif, tetapi semestinya ia menjadi spirit ( zeitgeist ) dan sumber penyemangat bagi kehidupan. Karena, peradaban Islam sesungguhnya dimulai dari peradaban tekstual itu. Jika Islam ingin menemukan kembali peradabannya, teks janganlah berhenti pada sebatas teks keagamaan, apalagi teks dapat menjerumuskannya pada mitos-mitos sosial. Teks itu harus diterjemahkan secara rasional dan diaktualisasikan dalam realitas kehidupan sehingga dari teks itu dapat tercipta peradaban kaum Muslim yang sesungguhnya. Dalam konteks ini juga, Rais Am PBNU tahun 80-an, KH Ahmad Siddiq, selalu mengembangkan nilai-nilai humanisme dan nasionalisme yang memiliki tiga komponen substansi Islam. Pertama, ukhuwah basyariyah atau insaniyah (persaudaraan antarmanusia). Islam menganggap bahwa seluruh umat manusia, tanpa harus membedakan suku, ras, warna kulit, bahkan agama, adalah saudara yang harus dilindungi dan saling melindungi. Islam mengharamkan penganiayaan terhadap orang lain di luar Islam dan meniscayakan hormat-menghormati dan sifat toleransi. Kedua, ukhwah wathaniyah (persaudaraan antarbangsa). Kerja sama antarbangsa mesti dijalin sebaik mungkin dalam rangka menuju perdamaian dan kesejahteraan dunia. Hubungan bangsa-bangsa ini tanpa membedakan latar belakang agama bangsa tersebut. Demarkasi kultural, teologis, dan structural pada wilayah ini musti didialogkan dan diupayakan pola relasi saling menguntungkan satu dan lainnya. Ketiga, ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antarumat Islam).

Sejarah peradaban Islam diwarnai oleh perbedaan corak pandang keberagamaan, baik domain teologi, hukum, maupun spiritualitas. Ketiga macam ukhuwah ini harus diwujudkan secara berimbang menurut porsinya masing-masing. Satu dengan lainnya tidak boleh dipertentangkan. Melalui tiga dimensi ukhuwah inilah, Islam rahmatan lil 'alamin (pemberi rahmat alam semesta) akan terealisasi. Sebab, ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah merupakan landasan dan hal yang fundamental bagi terwujudnya ukhuwah insaniyah . Oleh karena itu, baik sebagai umat Islam maupun bangsa Indonesia, kita harus memerhatikan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah insaniyah , dan ukhuwah wathaniyah secara serius, saksama, dan penuh kejernihan. Dalam hidup bertetangga dengan orang lain, bukan famili, bahkan non-Muslim atau nonIndonesia, kita diwajibkan berukhuwah dan memuliakan mereka dalam arti kerja sama yang baik selama mereka tidak menginjak dan menyakiti atau mengajak perang. Pada akhirnya, memahami substansi ajaran Islam yang rahmatan lil a'lamin dengan niat menemukan kebenaran dan persinggungan rabbani (ketuhanan) mutlak dilakukan dengan saling membuka diri dan membuka hati agar tidak salah tafsir dalam memahami ajaran Islam dari berbagai perspektif.

Pemahaman Yang Salah Kaprah Permasalahan muncul ketika orang-orang menafsirkan ayat ini secara

serampangan, bermodal pemahaman bahasa dan logika yang dangkal. Atau berusaha memaksakan makna ayat agar sesuai dengan hawa nafsunya. Diantaranya pemahaman tersebut adalah: 1. Berkasih sayang dengan orang kafir Sebagian orang mengajak untuk berkasih sayang kepada orang kafir, tidak perlu membenci mereka, mengikuti acara-acara mereka, enggan menyebut mereka kafir, atau bahkan menyerukan bahwa semua agama sama dan benar, dengan berdalil dengan ayat:

Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta (QS. Al Anbiya: 107) Padahal bukan demikian tafsiran dari ayat ini. Allah SWT menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, namun bentuk rahmat bagi orang kafir bukanlah dengan berkasih sayang kepada mereka. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, bahwa bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah besar yang menimpa umat terdahulu. Inilah bentuk kasih sayang Allah terhadap orang kafir, dari penjelasan sahabat Ibnu Abbas Rodhiallohuanhu. Bahkan konsekuensi dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah membenci segala bentuk penyembahan kepada selain Allah, membenci bentukbentuk penentangan terhadap ajaran Rasulullah Shollallohu alaihi Wa sallam, serta membenci orang-orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah SWT: Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rosul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka (QS. Al-Mujadalah: 22) Namun perlu dicatat, harus membenci bukan berarti harus membunuh, melukai, atau menyakiti orang kafir yang kita temui. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim dalam tafsir beliau di atas, bahwa ada orang kafir yang wajib diperangi, ada pula yang tidak boleh dilukai. Menjadikan surat Al Anbiya ayat 107 sebagai dalil pluralisme agama juga merupakan pemahaman yang menyimpang. Karena ayat-ayat Al Quran tidak mungkin saling bertentangan. Bukankah Allah SWT sendiri yang berfirman:

Agama yang diridhoi oleh Alloh adalah Islam (QS. Al Imron: 19) Juga firman Allah SWT:

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS. Al Imron: 85) Orang yang mengusung isu pluralisme mungkin menafsirkan Islam dalam ayat-ayat ini dengan berserah diri. Jadi semua agama benar asalkan berserah diri kepada Tuhan, kata mereka. Cukuplah kita jawab bualan mereka dengan sabda Rasulullah Shollallohu alaihi Wa sallam:

Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya (HR. Muslim no.8) Justru surat Al Anbiya ayat 107 ini adalah bantahan telak terhadap pluralisme agama. Karena ayat ini adalah dalil bahwa semua manusia di muka bumi wajib memeluk agama Islam. Karena Islam itu lil alamin, diperuntukkan bagi seluruh manusia di muka bumi. Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnul Qoyyim di atas: Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya. 2. Berkasih sayang dalam kemungkaran

Sebagian kaum muslimin membiarkan orang-orang meninggalkan shalat, membiarkan pelacuran merajalela, membiarkan wanita membuka aurat mereka di depan umum bahkan membiarkan praktek-praktek kemusyrikan dan enggan menasehati mereka karena khawatir para pelaku maksiat tersinggung hatinya jika dinasehati, kemudian berkata: Islam kan rahmatan lilalamin, penuh kasih sayang. Padahal bukanlah demikian tafsir surat Al Anbiya ayat 107 ini. Islam sebagai rahmat Allah bukanlah bermakna berbelas kasihan kepada pelaku kemungkaran dan membiarkan mereka dalam kemungkarannya. Sebagaimana dijelaskan Ath- Thobari dalam tafsirnya di atas, Rahmat bagi orang mumin yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shollallohu alaihi Wa sallam. Beliau memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah. Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mumin adalah dengan memberi mereka petunjuk untuk menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta dan sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal kebaikan. Dan sikap rahmat pun diperlukan dalam mengingkari maksiat. Sepatutnya pengingkaran terhadap maksiat mendahulukan sikap lembut dan penuh kasih sayang, bukan mendahulukan sikap kasar dan keras. Rasulullah Shollallohu alaihi Wa sallam bersabda: .

Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali akan menghiasnya. Tidaklah kelembutan itu hilang dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya (HR. Muslim no. 2594) 3. Berkasih sayang dalam penyimpangan beragama

Adalagi yang menggunakan ayat ini untuk melegalkan berbagai bentuk bidah, syirik dan khurofat. Karena mereka menganggap bentuk-bentuk penyimpangan tersebut adalah perbedaan pendapat yang harus ditoleransi sehingga merekapun berkata: Biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami, bukankah Islam rahmatan lilalamin?. Menafsirkan rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107 dengan kasih sayang dan toleransi terhadap semua pemahaman yang ada pada kaum muslimin, adalah penafsiran yang sangat jauh. Tidak ada ahli tafsir yang menafsirkan demikian. Perpecahan di tubuh ummat menjadi bermacam golongan adalah fakta, dan sudah diperingatkan sejak dahulu oleh Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam. Dan orang yang mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan semuanya dapat ditoleransi tidak berbeda dengan orang yang mengatakan semua agama sama. Diantara bermacam golongan tersebut tentu ada yang benar dan ada yang salah. Dan kita wajib mengikuti yang benar, yaitu yang sesuai dengan ajaran Nabi Shollallohu alaihi Wa sallam. Bahkan Ibnul Qoyyim mengatakan tentang rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107: Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus. Artinya, Islam adalah bentuk kasih sayang Alloh kepada orang yang mengikuti golongan yang benar yaitu yang mau mengikuti ajaran Nabi Shollallohu alaihi Wa sallam. Pernyataan biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami hanya berlaku kepada orang kafir. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Kaafirun:

Katakanlah: Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku

Sedangkan kepada sesama muslim, tidak boleh demikian. Bahkan wajib menasehati bila saudaranya terjerumus dalam kesalahan. Yang dinasehati pun sepatutnya lapang menerima nasehat. Bukankah orang-orang beriman itu saling menasehati dalam kebaikan?

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (QS. Al Ashr: 13) Dan menasehati orang yang berbuat menyimpang dalam agama adalah bentuk kasih sayang kepada orang tersebut. Bahkan orang yang mengetahui saudaranya terjerumus ke dalam penyimpangan beragama namun mendiamkan, ia mendapat dosa. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam: .

Jika engkau mengetahui adanya sebuah kesalahan (dalam agama) terjadi dimuka bumi, orang yang melihat langsung lalu mengingkarinya, ia sama seperti orang yang tidak melihat langsung (tidak dosa). Orang yang tidak melihat langsung namun ridho terhadap kesalahan tersebut, ia sama seperti orang yang melihat langsung (mendapat dosa) (HR. Abu Daud no.4345, dihasankan Al Albani dalam Shohih Sunan Abi Daud) Perselisihan pendapat pun tidak bisa dipukul-rata bahwa semua pendapat bisa ditoleransi. Apakah kita mentoleransi sebagian orang sufi yang berpendapat shalat lima waktu itu tidak wajib bagi orang yang mencapai tingkatan tertentu? Atau sebagian orang kejawen yang menganggap sholat itu yang penting ingat Allah tanpa harus melakukan sholat? Apakah kita mentoleransi pendapat Ahmadiyyah yang mengatakan bahwa berhaji tidak harus ke Makkah? Tentu tidak

dapat ditoleransi. Jika semua pendapat orang dapat ditoleransi, hancurlah agama ini. Namun pendapat-pendapat yang berdasarkan dalil shohih, cara berdalil yang benar, menggunakan kaidah para ulama, barulah dapat kita toleransi. 4. Menyepelekan permasalahan aqidah Dengan menggunakan ayat ini, sebagian orang menyepelekan dan enggan mendakwahkan aqidah yang benar. Karena mereka menganggap mendakwahkan aqidah hanya akan memecah-belah ummat dan menimbulkan kebencian sehingga tidak sesuai dengan prinsip bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin. Renungkanlah perkataan Ash Shobuni dalam menafsirkan rahmatan lil alamin: Beliau Shollallohu alaihi Wa sallam memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia. Rasulullah Shollallohu alaihi Wa sallam menjadi rahmat bagi seluruh manusia karena beliau membawa ajaran tauhid. Karena manusia pada masa sebelum beliau diutus berada dalam kesesatan berupa penyembahan kepada sesembahan selain Allah, walaupun mereka menyembah kepada Allah juga. Dan inilah inti ajaran para Rosul. Sebagaimana firman Allah SWT:

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Alloh saja, dan jauhilah Thoghut (QS. An Nahl: 36) Selain itu, bukankah masalah aqidah ini yang dapat menentukan nasib seseorang apakah ia akan kekal di neraka atau tidak? Alloh Taala berfirman:

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Alloh, maka pasti Alloh mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun (QS. Al Maidah: 72)

Oleh karena itu, adakah yang lebih urgen dari masalah ini? Kesimpulannya, justru dakwah tauhid, seruan untuk beraqidah yang benar adalah bentuk rahmat dari Alloh Taala. Karena dakwah tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam adalah rahmat Alloh, maka bagaimana mungkin menjadi sebab perpecahan ummat? Justru kesyirikanlah yang sebenarnya menjadi sebab perpecahan ummat. Sebagaimana firman Alloh Taala:

Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Alloh, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka (QS. Ar Ruum: 31-32) KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan: 1. Di utusnya Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam sebagai Rosul Alloh adalah bentuk kasih sayang Alloh kepada seluruh manusia; 2. Seluruh manusia di muka bumi diwajibkan memeluk agama Islam; 3. Hukum-hukum syariat dan aturan-aturan dalam Islam adalah bentuk kasih sayang Alloh Taala kepada makhluk-Nya; 4. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam; 5. Rahmat yang sempurna hanya didapatkan oleh orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam; 6. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam; 7. Orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam, membenarkan beliau serta taat kepada beliau, akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat;

8. Orang kafir yang memerangi Islam juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam, yaitu dengan diwajibkannya perang melawan mereka. Karena kehidupan mereka didunia lebih lama hanya akan menambah kepedihan siksa neraka di akhirat kelak; 9. Orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam, yaitu dengan dilarangnya membunuh dan merampas harta mereka; 10. Secara umum, orang kafir mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam berupa dihindari dari adzab yang menimpa umat-umat terdahulu yang menentang Alloh. Sehingga setelah diutusnya Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam, tidak akan ada kaum kafir yang diazab dengan cara ditenggelamkan seluruhnya atau dibenamkan ke dalam bumi seluruhnya atau diubah menjadi binatang seluruhnya; 11. Orang munafik yang mengaku beriman di lisan namun ingkar di dalam hati juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam. Mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain. Namun di akhirat kelak Alloh akan menempatkan mereka di dasar neraka Jahannam; 12. Pengutusan Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wa sallam menjadi rahmat karena beliau telah memberikan pencerahan kepada manusia yang awalnya dalam kejahilan dan memberikan hidayah kepada manusia yang awalnya berada dalam kesesatan berupa peribadatan kepada selain Alloh; 13. Sebagian ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini diberikan juga kepada orang kafir namun mereka menolaknya. Sehingga hanya orang mumin saja yang mendapatkannya; 14. Sebagian ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini hanya diberikan orang mumin.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, yang dengan sebab rahmat-Nya tersebut kita dikumpulkan di dalam Jannah-Nya. Alhamdulillahiladzi binimatihi tatimmush sholihat..

Anda mungkin juga menyukai