Anda di halaman 1dari 19

DENTAL UNIT

1. Pengertian Dental unit adalah suatu alat yang dipakai oleh dokter gigi untuk membantu pemeriksaan dan kemudian menentukan terapi apa yang dapat diberikan kepada pasien. Secara umum untuk membantu perawatan gigi dan mulut (pengeboran, penambalan, pembersihan, dan pemeriksaan). Dental unit pada umumnya mempunyai 3 sumber tenaga yaitu : 1. Sumber tenaga listrik 2. Sumber tenaga udara/ angin 3. Sumber tenaga air.

Sumber tenaga listrik untuk memberikan satu daya pada semua system elektrik misal: lampu operasi, switch valve electric, system hidrolik, dan mikromotor. Juga diaplikasikan pada system dental chair untuk semua garakan (naik, turun, menyandar, dan duduk). Sumber tenaga udara untuk memberikan pada semua system yang bekerja berdasarkan tekanan udara. Udara bertekanan ini berasal dari compressor (tekanan yang dibutuhkan sekitar 2,5 atm sampai 4 atm ). Tekanan maksimal dari compressor dapat mencapai 7 atm. System atau bagian yang bekerja berdasarkan tekanan misal: turbine jet/ bor jet, switch valve, spray git, scaller, dan system hidrolik pada kursi atau chair dental. Sumber tenaga air untuk digunakan pada system pendinginan turbine jet/ bor jet, spray git, dan pembuagan kotoran. Tekanan yang dibutuhkan minimal 1 atm. Walaupun tekanan air yang dihasilkan juga berasal dari tekanan yang dihasilkan dari compressor.

2. Tim dan Sistem Kerja Seiring dengan makin kompleksnya pelayanan kedokteran gigi, profesi di bidang ini turut ikut berkembang. Bila dahulu cukup hanya dokter gigi saja yang memberikan pelayanan, kini di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
1

pelayanan diberikan oleh sebuah tim yang terdiri dari Dentist, Dental Hygienist, Dental Assistant, dan Dental Technician. Dentist adalah dokter gigi yang memberikan pelayanan kedokteran gigi. Dental Hygienist bertugas mengisi Rekam Medis, serta melakukan tindakan Preventive Dentistry seperti

membersihkan karang gigi secara mandiri. Dental Assistant bertugas sebagai asisten yang membantu dokter gigi mengambil alat, menyiapkan bahan, mengontrol saliva, membersihkan mulut, serta mengatur cahaya lampu selama suatu prosedur perawatan sedang dilakukan. Dental Technician berkerja di Laboratorium, membuat protesa dan alat bantu yang akan dipasang di mulut pasien. Di Indonesia kondisinya sedikit berbeda, hanya dikenal 2 profesi kesehatan gigi diluar dokter gigi yaitu Perawat Gigi dan Tekniker Gigi. Perawat Gigi bertugas seperti Dental Assistant dan Dental Hygienist, sedangkan Tekniker Gigi bertugas sama seperti Dental Technician. Pada saat suatu pelayanan kedokteran gigi dilakukan hanya akan ada 2 orang yang berada disekitar pasien yaitu Dokter Gigi dan Perawat Gigi. Tugas kedua orang ini berbeda namun saling mendukung, ini kemudian melahirkan istilah Four Handed Dentistry. Konsep Four Handed Dentistry telah diadopsi oleh para produser pembuatan dental unit, sehingga saat ini seluruh dental unit yang dibuat selalu dilengkapi dengan sisi Dental Asistant disebelah kiri pasien. Oleh karena itulah konsep Four Handed Dentistry menjadi dasar dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi.

3. Jalur Kerja dan Pergerakan Dalam konsep Four Handed Dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja disekitar Dental Unit yang disebut Clock Concept. Bila kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di belakang kepala pasien, maka arah jam 11 sampai jam 2 disebut Static Zone, arah jam 2 sampai jam 4 disebut Assistants Zone, arah jam 4 sampai jam 8 disebut Transfer Zone, kemudian dari arah jam 8 sampai jam 11 disebut Operators Zone sebagai tempat pergerakan Dokter Gigi.

Static Zone adalah daerah tanpa pergerakan Dokter Gigi Maupun Perawat Gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan Meja Instrumen Bergerak (Mobile Cabinet) yang berisi Instrumen Tangan serta peralatan yang dapat membuat takut pasien. Assistants Zone adalah zona tempat pergerakan Perawat Gigi, pada Dental Unit di sisi ini dilengkapi dengan Semprotan Air/ Angin dan Penghisap Ludah, serta Light Cure Unit pada Dental Unit yang lengkap. Transfer Zone adalah daerah tempat alat dan bahan dipertukarkan antara tangan dokter gigi dan tangan Perawat Gigi. Sedangkan Operators Zone sebagai tempat pergerakan Dokter Gigi. Selain pergerakan yang terjadi di seputar Dental Unit, pergerakan lain yang perlu diperhatikan ketika membuat desain tata letak alat adalah pergerakan Dokter Gigi, Pasien, dan Perawat Gigi di dalam ruangan maupun antar ruangan. Jarak antar peralatan serta dengan dinding bangunan perlu diperhitungkan untuk memberi ruang bagi pergerakan Dokter Gigi, Perawat Gigi, dan Pasien ketika masuk atau keluar Ruang Perawatan, mengambil sesuatu dari Dental Cabinet, serta pergerakan untuk keperluan sterilisasi.

4. Tata Letak dan Penempatan Alat Prinsip utama dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi adalah prinsip ergonomis, yaitu menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik. Tata letak hanyalah salah satu faktor dalam ergonomis, banyak faktor lain yang merupakan unsure ergonomis seperti desain warna, pencahaaan, suhu, kebisingan, dan kualitas udara ruangan, serta desain peralatan yang digunakan. Ruang Periksa adalah ruang utama dalam praktek dokter gigi, tata letak peralatan dalam ruangan ini berorientasi memberi kemudahan dan kenyamanan bagi Dokter Gigi, Perawat Gigi, berserta Pasiennya ketika proses perawatan dilakukan. Ukuran minimal Ruang Perawatan untuk satu Dental Unit adalah 2,5 X 3,5 Meter, dalam ruangan ini dapat dimasukan satu buah Dental Unit, Mobile

Cabinet, serta dua buah Dental Stool. Unsur penunjang lain dapat turut dimasukan seperti audio-video atau televisi untuk hiburan pasien yang sedang dirawat. Perhatian pertama dalam mendesain penempatan peralatan adalah terhadap Dental Unit. Alat ini bukan kursi statis tetapi dapat direbahkan dan dinaikturunkan. Pada saat posisi rebah panjang Dental Unit adalah sekitar 1,8 - 2 Meter. Di belakang Dental Unit diperlukan ruang sebesar 1 Meter untuk Operators Zone dan Static Zone, oleh karena itu jarak ideal antara ujung bawah Dental Unit dengan dinding belakang atau Dental Cabinet yang diletakkan di belakang adalah 3 Meter; sementara jarak antara ujung bawah Dental Unit dengan dinding depan minimal 0,5 Meter. Dental Unit umumnya memiliki lebar 0,9 Meter, bila Tray dalam kondisi terbuka keluar maka lebar keseluruhan umumnya 1,5 Cm. Jarak dari tiap sisi minimal 0,8 Meter untuk pergerakan di Operators Zone dan Asistants Zone. Mobile Cabinet sebagai tempat menyimpan bahan dan alat yang akan digunakan pada saat perawatan diletakan di Static Zone. Zona ini tidak akan terlihat oleh pasien dan terletak dianatara Operators Zone dan Assistant Zone sehingga baik Dokter Gigi maupun Perawat Gigi akan dengan mudah mengambil bahan maupun alat yang diperlukan dalam perawatan. Bila Mobile Cabinet lebih dari satu, maka Mobile Cabinet kedua diletakan di Operators Zone. Alat besar terakhir yang berada di Ruang Perawatan adalah Dental Cabinet sebagai tempat penyimpanan utama bahan maupun alat kedokteran gigi. Umumnya berbentuk buffet setengah badan seperti Kitchen Cabinet dengan ketebalan 0,6 - 0,8 Meter. Bila hanya satu sisi, lemari ini ditempatkan di Static Zone, sedangkan bila berbentuk L, ditempatkan di Static Zone dan Assistants Zone. Keberadaan Dental Cabinet akan menambah luas ruangan yang diperlukan untuk menempatkannya.

Gambar 1. Dental Unit yang terdapat di FKG Universitas Jember

Gambar 2. Four Handed Dentistry Zone

PROSEDUR DIAGNOSIS
1. Status umum a. Identitas Identitas ini meliputi nama, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, umur, dan nomor telepon bila ada. Nama digunakan untuk membedakan seorang penderita dari yang lainnya. Selain itu menanyakan nama digunakan untuk pendekatan psikologis dengan penderita. Setelah itu perlu ditanyakan mengenai pekerjaannya. Dengan memahami pekerjaan pasien, keadaan social ekonominya juga dapat diketahui. Pada umumnya lebih tinggi kedudukan sosial seseorang, lebih besar tuntutannya terhadap faktor estetik. Selain itu juga untuk menentukan kemampuan financial pasien. Kemudian menanyakan alamat rumah pasien. Dengan mengetahui alamatnya, penderita dapat dihubungi segera bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, misalnya kekeliruan pemberian obat. Pemanggilan kembali penderita juga dapat dengan mudah dilakukan. Selain itu dapat diketahui pula lingkungan disekitar penderita. Bisa diketahui pula apakah penderita tinggal didaerah yang kumuh, airnya mengandung banyak fluor dan sebagainya. Usia pasien juga perlu ditanyakan. Pengaruh lanjutnya usia selalu menjadi bahan pertimbangan. Proses menua mempengaruhi toleransi jaringan, kesehatan mulut, koordinasi otot, mengalirnya saliva, ukuran pulpa gigi serta panjang mahkota klinis. Usia yang menentukan bentuk, warna serta ukuran gigi seseorang. Pada pemeriksaan didapatkan hasil anamnesa sebagai berikut: Nama Penderita: Doni Putra Pekerjaan: Mahasiswa Alamat: Jalan Bangka IV no 35, Jember

Jenis Kelamin: Laki-laki Umur: 19 tahun Telepon: 085608880137

2. Keluhan Utama Penderita Suatu keluhan utama berhubungan dengan rasa sakit, pembengkakan, tidak berfungsi/ estetik. Mungkin juga karena ada sesuatu yang tidak normal pada foto rontgen. Apapun alasannya, keluhan utama pasien merupakan titik permulaan yang terbaik untuk mendapatkan suatu diagnosis yang tepat. Keluhan utama pasien kami ialah pasien mengeluhkan gigi belakang bawah kiri sakit saat digunakan untuk mengunyah makanan dan terkena rangsangan dingin, juga saat menggosok gigi. Pasien ingin memeriksakan giginya tersebut.

3. Perawatan yang telah dilakukan pada gigi tersebut Diisi bila telah dilakukan perawatan pada gigi yang bersangkutan. Pada pasien yang kami periksa belum pernah dilakukan perawatan gigi sebelumnya. Hasil perawatan sebelumnya juga dapat digunakan untuk menentukan apakah pasien mempunyai hipersensitivitas terhadap bahan-bahan kedokteran gigi atau untuk mengetahui riwayat perawatan sebelumnya.

4. Riwayat medis (keadaan umum penderita) Memeriksa secara tuntas kesehatan umum pasien baru dan menelaah ulang serta memperbaharui data riwayat kesehatan umum pasien lama merupakan langkah pertama penegakan diagnosis. Riwayat kesehatan umum yang lengkap bagi pasien baru terdiri atas data demografis rutin, riwayat medis, keluhan utama, dan sakit sistemik yang sekarang diderita. Hasil pemeriksaan pada pasien bahwa pasien dalam kondisi yang sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.

5. Alergi Alergi ini berhubungan dengan alergi obat tertentu atau bahan kedokteran gigi tertentu. Ini penting untuk pemilihan bahan kedokteran gigi maupun obatobatan yang mungkin diberikan untuk penderita. Pada kasus ini penderita tidak mengeluhkan adanya alergi.

6. Gejala Subjektif Keluhan umum yang paling sering dikeluhkan adalah rasa sakit. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang bijaksana mengenai rasa sakitnya dapat menolong seorang ahli diagnostic menghasilkan suatu diagnosis sementara dengan cepat.pasien harus ditanya tentang macam rasa sakit, lokasinya, lamanya, penyebabnya, apa yang dapat menyembuhkannya dan pernah atau tidak melibatkan tempat yang lain. Sakit pulpa yang dirasakan oleh pasien dilukiskan dalam satu atau dua cara, yaitu menusuk, tajam menusuk, menyayat atau agak sakit, rasa sakit seperti dibur, perih sekali dan luar biasa sakitnya. Kemampuan membatasi rasa sakit sangatlah penting. Rasa sakit dapat dibatasi bila pasien dapat dengan pasti dan cepat menunjukkan gigi atau tempat tertentu bila diminta untuk melakukannya. Bila rasa sakitnya menyebar, pasien tidak dapat menjelaskan dengan tepat dimana rasa sakit tersebut berasal. Lamanya rasa sakit adalah sebuah diagnostic. Rasa sakit pulpa dapat berlangsung selama ada rangsangan, pada lain waktu, rasa sakit tersebut dapat berlangsung sampai berjam-jam. Rasa sakit sebentar atau berlangsung konstan. Hasil pemeriksaan subjektif pada penderita: Sakit dengan rangsangan: Dingin: Terasa Manis: Tidak terasa Sakit spontan: Tidak terasa Panas: Tidak terasa Asam: Tidak terasa

7. Gejala Objektif Gejala objektif ditentukan oleh pengujian dan observasi yang dilakukan oleh seorang klinisi. Pengujian-pengujian tersebut meliputi: pemeriksaan visual dan taktil (dengan melihat dan meraba), perkusi, palpasi, mobilitas dan depressibilitas, uji termal pulpa (panas dan dingin), uji listrik pulpa, uji kavitas, uji jarum miller dan pemeriksaan radiografi. Meskipun tidak perlu dilakukan seluruh pengujian ini pada satu waktu, tetapi diperlukan sekali kombinasi pengujian yang menguatkan untuk menjamin suatu diagnosis yang tepat. Jangan menyandarkan hanya pada hasil pengujian tunggal.

a. Pemeriksaan Visual dan Taktil Pemeriksaan visual adalah pemeriksaan klinis yang paling sederhana karena berdasarkan penglihatan secara kasat mata. Suatu pemeriksaan visual dan taktil jaringan keras dan lunak mengandalkan pada pemeriksaan Three Cs, yaitu color, contour dan consistency. Pada jaringan lunak, seperti gingival perubahan warna dari coral pink ke kemerahan akan dengan mudah terlihat. Suatu perubahan kontur yang timbul karena adanya pembengkakan ataupun konsistensi jaringan yang lunak dan fluktuan menandakan adanya perubahan patologik. Gigi juga harus diperiksa secara visual dan taktil dengan menggunakan cata Three Cs. Perubahan warna pada gigi dapat terjadi oleh karena beberapa sebab, seperti pengaruh tetrasiklin ataupun karena gigi tersebut sudah non-vital. Kontur mahkota juga harus diperiksa. Kontur yang tidak rata dapat terjadi karena mahkota tersebut fraktur ataupun abrasi. Sedangkan pemeriksaan konsistensi gigi berhubungan dengan adanya karies dan resorpsi internal atau eksternal. Teknik pemeriksaan visual dan taktil adalah sederhana. Pemeriksaan menggunakan mata, jari-jari tangan, eksplorer dan probe periodontal. Gigigigi dan periodonsium pasien harus diperiksa dibawah sinar yang terang dalam keadaan kering.

Pemeriksaan visual harus menyertakan jaringan lunak dekat gigi yang terlibat untuk mendeteksi adanya pembengkakan. Probe periodontal dapat digunakan untuk menentukan status periodontal gigi yang diperiksa dan gigi didekatnya. Mahkota gigi harus dievaluasi secara hati-hati, untuk menentukan apakah masih dapat direstorasi sebagaimana mestinya setelah selesai perawatan endodontic. Hasil pemeriksaan visual dan taktil pada penderita, yaitu terdapat karies pada gigi 37, 38, 46, 47 dan 48. Untuk selanjutnya, pemeriksaan yang kami lakukan pada gigi 38. Pada gigi 38 tidak terdapat perubahan warna. Konturnya rata dan konsistensinya keras. Pada sekeliling gigi terdapat kalkulus yang banyak sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran kedalaman probing. Sedangkan gingival sekitar gigi 38 mengalami hiperemy. Dan tidak terdapatnya polip pulpa maupun polip gingival.

b. Pemeriksaan karies Pemeriksaan karies dilakukan dengan menggunakan probe. Saat ini penggunaan dengan sonde tidak dianjurkan lagi karena ujung sonde yang tajam dapat merusakan jaringan yang masih sehat pada gigi bila kariesnya masih kecil. Ada 3 jenis karies yaitu: 1. Karies superfisialis: karies yang baru mengenai email saja. Belum mencapai dentin. 2. Karies media : karies yang sudah mengenai dentin namun tidak

lebih dari setengah dentin. 3. Karies profunda : karies yang sudah mengenai lebih dari setengah

dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Pemeriksaan yang telah kelompok kami lakukan, karies yang diderita pasien telah mengenai dentin tetapi tidak melebihi setengah dentin yang mengakibatkan gejala sakit saat minum dingin sehingga termasuk dalam klasifikasi karies media.

c. Perforasi

10

Perforasi adalah terbukanya saluran akar. Perforasi bisa diakibatkan oleh tiga hal yaitu karena karies, karena alat kedokteran gigi atau dikarenakan trauma. Perforasi karena karies biasanya merupakan lanjutan dari karies profunda yang akhirnya meluas ke akar. Perforasi karena alat kedokteran gigi karena kesalahan waktu melakukan pulp cupping. Perforasi karena trauma karena gigi yang patah hingga mengenai pulpa. Pemeriksaan pada pasien masih belum ditemukan adanya karies karena karies yang ada hanya mengenai pit dan fissure.

Gambar 1. Karies yang mengenai pit dan fissure Pada gigi 38

d. Perkusi Uji ini memungkinkan untuk melihat dan mengevaluasi status

periodonsium sekitar suatu gigi. Teknik pemeriksaannya yaitu gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan jari dengan intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan tangkai suatu instrument, untuk menentukan apakah gigi terasa sakit. Untuk menghindari bias pada pasien, sesekali rentetan gigi yang diperkusi saat tes ada baiknya dirubah. Sering juga, arah pukulan harus diubah dari permukaan vertical-oklusal ke permukaan bukal atau lingual mahkota dan masing-masing tonjol dipukul dengan urutan yang berbeda. Yang menjadi

11

catatan untuk seorang klinisi ialah tidak diperbolehkan melakukan tes perkusi pada gigi yang sensitive melebihi toleransi pasien. Perkusi digunakan bersama-sama dengan tes periodontal lain, yaitu palpasi dan mobilitas dan depressibilitas. Tes ini membantu menegakkan diagnosa periodontitis. Hasil tes perkusi pada gigi 38 tidak didapatkan adanya rasa sakit pada gigi sewaktu pemeriksaan. Sehingga hasil ini tidak mengindikasikan adanya kelainan pada jaringan periodontal sekitar gigi 38 pasien.

e. Palpasi Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respons rasa sakit. Meskipun tes ini sederhana namun sangatlah penting untuk menentukan adanya pembengkakan meliputi gigi yang terlibat. Palpasi selain untuk memeriksa adanya pembengkakan pada gingival juga dapat digunakan untuk memeriksa adanya pembengkakan pada kelenjar limfe submandibular maupun submental. Palpasi, perkusi serta mobilitas dan depressibilitas untuk menguji ikatan antara ligament periodontium dan tulang. Hasil pemeriksaan palpasi pada kelenjar limfe submandibula dan submental, yaitu kami tidak menemukan adanya pembengkakan. Hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan infeksi yang terjadi terbatas pada pulpa dan tidak berlanjut pada periodonsium, sehingga kami tidak melakukan tes palpasi pada gingival sekitar gigi 38. Dan juga kami tidak menemukan adanya pembengkakan intraoral lainnya. f. Tes Mobilitas Depressibilitas Tes mobilitas digunakan untuk mengevaluasi integritas apparatus pengikat (attachment apparatus) di sekeliling gigi. Tes ini terdiri dari menggerakkan suatu gigi kearah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau lebih diutamakan dengan menggunakan instrument. Tujuan tes ini adalah untuk menentukan apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Jumlah

12

gerakan menunjukkan kondisi periodonsium, semakin besar gerakannya, semakin jelek status periodontalnya. Sama halnya dengan tes mobilitas, tes depressibilitas adalah

menggerakkan gigi kearah vertical dalam soketnya. Tes ini juga dapat dilakukan menggunakan jari atau instrument. Bila dijumpai depressibilitas, kemungkinan untuk mempertahankan gigi berkisar antara jelek dan tidak ada harapan. Hasil tes mobilitas dan depressibilitas pada gigi 38 yang kami periksa menunjukkan tidak adanya pergerakan secara vertical dan diindikasikan gigi mengalami kegoyangan derajat satu, atau kegoyangan secara normal.

g. Uji Thermal Pulpa Tes thermal meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk menentukan sensitivitas tehadap perubahan thermal. Tes panas dapat dilakukan dengan menggunakan cara yang berbeda-beda yang menghasilkan derajat temperature yang berbeda. Daerah yang akan dites panas diisolasi dan dikeringkan, kemudian udara hangat dikenakan pada permukaan gigi yang terbuka dan respon pasien dicatat. Bila diperlukan temperature yang lebih tinggi untuk mendapatkan suatu respon, harus digunakan air panas, burnisher panas, guta-percha panas atau compound panas dan instrument lainnya yang dapat menghantarkan panas. Namun, uji thermal panas ini sekarang sudah jarang sekali digunakan karena panas yang digunakan dikhawatirkan dapat merespon pembuluh darah di pulpa terdilatasi. Sehingga kelompok kami tidak melakukan pengujian thermal panas ini. Aplikasi dingin dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda. Seperti, suatu cucuran udara dingin dapat dikenakan langsung pada mahkota gigi yang sebelumnya dikeringkan dan juga pada tepi gusi. Bila tidak timbul respon, gigi dapat diisolasi dengan isolator karet dan disemprot dengan ethyl chloride yang begitu cepat menguap sehingga mengabsorpsi panas dan sekaligus mendinginkan gigi. Cara lainnya yaitu dengan meletakkan kapas yang telah dibasahi dengan ethyl chloride pada gigi yang dites.

13

Hasil uji thermal dingin pada gigi 38 yang kami periksa bernilai positif yang mengindikasikan pulpa pada gigi tersebut masih vital.

h. Uji Listrik Pulpa Pemeriksaan pulpa dengan menggunakan listrik ini bertujuan untuk merangsang respon pulpa dengan mengenakan arus listrik yang makin meningkat pada gigi. Suatu respon positif mengindikasikan masih vitalnya pulpa pada gigi tersebut dan membantu dalam menentukan normalitas atau abnormalitas pulpa tersebut. Sedangkan jika tidak bereaksi, mengindikasikan bahwa pulpa tersebut dalam keadaan non-vital. Uji listrik pulpa ini dilakukan pada gigi yang kering dengan menggunakan alat EPT yang pada elektrodenya sudah dilapisi pasta gigi. Kemudian elktrode gigi tersebut diletakkan pada email mahkota gigi pada permukaan oklusobukal atau insisobukal. Memasukkan arus listrik dilakukan dengan memutar rheostat dan dilakukan secara perlahan-lahan sambil melihat reaksi pasien. Pengujian ini tidak dapat dilakukan pada gigi dengan restorasi yang tertutup penuh karena stimulus listrik tidak dapat melewati bagian mahkota yang tertutup akrilik, keramik atau logam, tanpa distorsi. Sedangkan tes ini dapat memberikan hasil negative-palsu pada gigi yang belum lama mengalami trauma, gigi yang belum lama erupsi dengan pembentukan akar yang belum lengkap dan juga gigi dengan keadaan pulpa fibrotic (polip pulpa). Uji listrik ini tidak dapat kami lakukan karena keterbatasan alat EPT sehingga kami tidak mengetahui respon pulpa gigi pasien saat dikenakan arus listrik.

14

Gambar 4. Uji Listrik Pulpa pada Gigi Anterior

i. Uji Kavitas Tes kavitas dilakukan bila cara diagnosis sebelumnya hasilnya negative. Tes ini dilakukan dengan mengebur melalui pertemuan email-dentin gigi tanpa anastesi. Pengeburan harus dilakukan dengan kecepatan rendah dan tanpa air pendingin. Sensitivitas atau nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan suatu petunjuk vitalitas pulpa. Bila tidak dirasakan sakit, preparasi kavitas dapat dilanjutkan sampai kamar pulpa. Uji kavitas ini tidak dapat kelompok kami lakukan karena karies yan dialami pasien masih dalam tingkat media dan pada pengujian thermal hasilnya positif sehingga dikhawatirkan pengujian kavitas ini akan merusak struktur gigi.

j. Uji Jarum Miller Tes ini dilakukan bila gigi sudah mengalami perforasi sehingga miller dapat masuk kedalam saluran akar. Tes ini dilakukan untuk mengetahui reaksi pulpa ketika dimasukkan jarum miller. Pemeriksaan ini dilakukan dengan pemeriksaan radiografi untuk mengukur panjang kerja dari miller tersebut. Bila pulpa gigi masih dalam keadaan vital, saat dimasukkan jarum miller akan terasa sakit, namun jika gigi tersebut sudah non-vital, tidak akan terdapat reaksi bila dimasukkan jarum miller walaupun sudah sampai ke apical gigi. Pada pemeriksaan ini, kelompok kami tidak melakukan pemeriksaan jarum miller karena gigi tersebut belum mengalami perforasi.

k. Pemeriksaan Radiografi Radiografi adalah salah satu pemeriksaan penunjang paling penting untuk menentukan diagnosis. Alat ini memungkinkan pemeriksaan struktur rongga mulut yang tidak mungkin dapat dilihat dengan kasat mata. Tanpa alat ini tidak mungkin dilakukan diagnosis, seleksi kasus, perawatan dan evaluasi penyembuhan luka.

15

Radiograf dapat berisi informasi mengenai adanya karies yang dapat melibatkan/ mengancam melibatkan pulpa, menunjukkan jumlah, bagian, bentuk, panjang dan lebar saluran akar, adanya material mengapur didalam rongga pulpa atau saluran akar, resorpsi dentin yang dimulai dari dalam saluran akar (resorpsi internal) atau dari permukaan akar (resorpsi eksternal), kalsifikasi/ penyumbatan kavitas pulpa, penebalan ligament periodontal, resorpsi sementum dan sifat serta perluasan perusakan periapikal dan tulang alveolar. Jadi, radiograf memberikan informasi yang berhubungan dengan diagnosis, prognosis, seleksi kasus, instrumentasi, obturasi dan perbaikan tulang dan sementum. Namun, pada prosedur diagnose kali ini, kelompok kami tidak melakukan pemeriksaan radiografi karena karies yang ada masih tampak secara visual.

16

DIAGNOSA DAN RENCANA PERAWATAN


Berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan yang telah dilakukan berdasarkan prosedur pemeriksaan diatas, didapatkan diagnose kelainan yang diderita pasien pada gigi 38 nya ada Pulpitis Reversible. Diagnosa tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan subjektif pasien dan pemeriksaan tes thermal dingin dengan hasil positif atau adanya rasa sakit yang menandakan bahwa gigi tersebut masih vital. Selain itu, karies yang diderita pasien berupa karies pit dan fissure yang masih belum terjadi perforasi atap pulpa. Perawatan pada kasus Pulpitis Reversible ini mula-mula dilakukan perawatan paliatif, seperti dilakukan aplikasi semen seng oksida eugenol sebagai tumpatan sedative sementara dan rasa sakit akan hilang dalam beberapa hari. Setelah rasa sakit hilang, dilakukan penumpatan tetap dengan menggunakan bahan amalgam. Pemilihan bahan amalgam ini didasarkan bahwa amalgam dapat digunakan sebagai bahan restorasi Kelas I, yaitu karies mengenai pit dan fissure. Selain itu, kelebihan lainnya yaitu amalgam memiliki daya tahan yang kuat, terutama untuk gigi posterior yang memiliki tekanan oklusal yang besar dan juga harga amalgam yang relative murah. Pemilihan amalgam ini juga didasarkan pada penumpatan gigi posterior yang tidak mengutamakan factor estetik, tetapi lebih ke fungsinya.

17

KESIMPULAN

1. Konsep Four Handed Dentistry dan ergonomis menjadi dasar dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi, semuanya bertujuan agar seluruh luasan ruangan termanfaatkan dengan baik serta menciptakan rasa nyaman kepada operator yang bekerja dan pasien yang menerima pelayanan. 2. Seorang pasien laki-laki berusia 19 tahun dating ke RSGM FKG Universitas Jember mengeluhkan gigi belakang bawah kiri sakit saat digunakan untuk mengunyah makanan dan terkena rangsangan dingin, juga saat menggosok gigi. Pasien ingin memeriksakan giginya tersebut. Anamnesis oleh dokter gigi didapatkan bahwa pasien belum pernah melakukan perawatan pada gigi yang karies tersebut (gigi 38). Saat ini pasien sedang tidak menderita penyakit sistemik apapun dan tidak ada riwayat alergi. Operator melakukan pemeriksaan dengan hasil: tidak ada pembengkakan pada kelenjar submandibula, submental dan intraoral. Gigi 38 karies media, tidak ada perubahan warna, kegoyangan gigi 1, dengan adanya karang gigi dan gingival sekitar mengalami hiperemy. Test vitalitas didapatkan gigi tersebut masih dalam keadaan vital. Test perkusi dan palpasi negative. Diagnosa pada kelainan tersebut adalah Pulpitis Reversible dengan rencana perawatan Tumpatan Amalgam Kelas I. Prognosis kasus tersebut baik.
o

18

DAFTAR PUSTAKA

Dougherty, M. Information for Consideration in an Ergonomic Standard for Dentistry. Murdick, B. dkk. 1990. Service Operation Management. Boston: Allyn and Bacon. Heizer, J. dan B. Render. Operation Management. Sixth Edition. Upper Saddle River: Prentice Hall. Walton R, Torabinejad M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Jakarta: EGC. Grossman LL, Oliet S.1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek . Jakarta: EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai