Anda di halaman 1dari 21

101 Cara Mengatasi Stress

Courtesy of the Tripler Army Medical Center, Honolulu, Hawaii

1. Bangunlah 15 menit lebih awal 2. Mempersiapkan untuk pagi malam sebelumnya 3. Hindari pakaian ketat 4. Hindari bergantung pada bahan-bahan kimia 5. Atur janji ke depan 6. Jangan mengandalkan memori Anda ... tuliskanlah 7. Praktekkan pemeliharaan preventif 8. Membuat duplikat kunci 9. Berkata "tidak" lebih sering 10. Menetapkan prioritas dalam hidup Anda 11. Hindari orang-orang negatif 12. Menggunakan waktu dengan bijak 13. Sederhanakan waktu makan 14. Selalu membuat salinan surat-surat penting 15. Mengantisipasi kebutuhan Anda 16. Perbaiki apa pun yang tidak bekerja dengan benar 17. Meminta bantuan untuk pekerjaan yang tidak Anda sukai 18. Bagilah tugas besar menjadi bagian kecil yang dapat dikerjakan 19. Lihatlah masalah sebagai tantangan 20. Lihatlah tantangan yang berbeda 21. Variasikan hidup anda 22. Senyum 23. Bersiaplah untuk hujan 24. Menggelitik bayi 25. Pelihara anjing yang ramah / kucing 26. Tidak harus tahu semua jawaban 27. Ambil hikmah dari segalanya 28. Katakanlah sesuatu yang baik untuk seseorang 29. Mengajarkan seorang anak untuk terbangkan layang-layang 30. Berjalan dalam hujan 31. Jadwal waktu bermain dalam setiap hari 32. Mandi dengan sabun gelembung 33. Sadar akan keputusan yang Anda buat 34. Percayalah pada diri sendiri 35. Berhenti mengatakan hal-hal negatif pada diri sendiri 36. Visualisasikan diri Anda menang 37. Kembangkan rasa humor 38. Berhenti berpikir besok akan menjadi lebih baik hari ini 39. Memiliki tujuan untuk diri sendiri 40. Menari 41. Katakanlah "halo" kepada orang asing 42. Mintalah seorang teman untuk memeluk 43. Menatap bintang-bintang

44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90.

Praktek bernapas perlahan Belajarlah untuk bersiul sebuah lagu Membaca puisi Mendengarkan simfoni Menonton balet Baca cerita meringkuk di tempat tidur Melakukan hal baru Menghentikan kebiasaan buruk Belilah bunga Luangkan waktu untuk bunga-bunga kecil Cari dukungan dari orang lain Meminta seseorang untuk menjadi partner Lakukan sekarang Bekerja dg ceria dan optimis Letakkan keselamatan pd yang pertama Melakukan segala sesuatu dg moderasi Perhatikan penampilan Anda TIDAK berusaha untuk kesempurnaan Regangkan batas-batas anda sedikit setiap hari Lihatlah karya seni Bersenandung jingle Menjaga berat Menanam pohon Memberi makan burung-burung Berlatih hidup di bawah tekanan Berdiri dan meregangkan Selalu punya rencana "B" Belajar doodle baru Hafalkan lelucon Bertanggung jawab atas perasaan-perasaan Anda Belajar untuk memenuhi kebutuhan Anda sendiri Menjadi pendengar yang lebih baik Kenali keterbatasan anda dan biarkan orang lain tahu Beritahu seseorang untuk memiliki hari yang baik Melempar pesawat kertas Latihan setiap hari Mempelajari kata-kata untuk lagu baru Bekerja lebih pagi Membersihkan salah satu lemari Bermain kue dengan balita Pergi piknik Ambil rute yang berbeda untuk bekerja Cuti kerja lebih awal (dengan izin) Masukkan penyegar udara dalam mobil Anda Menonton film dan makan popcorn Menulis catatan untuk seorang teman jauh Pergi ke permainan bola dan berteriak

91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101.

Memasak makanan dan memakannya di bawah cahaya lilin Mengenali pentingnya cinta tak bersyarat Ingat bahwa stres adalah suatu sikap Membuat jurnal Berlatih senyum lebar Ingatlah Anda selalu memiliki pilihan Memiliki jaringan dukungan orang, tempat dan hal-hal Berhenti berusaha untuk memperbaiki orang lain Cukup tidur Bicara lebih sedikit dan lebih banyak mendengarkan Pujilah orang lain

Air Mata Mutiara


Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu." Si ibu terdiam sejenak, "Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut. Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar. Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengilap, dan berharga mahal

pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara; air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan. Pesan moral: Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar biasa". Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa". Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi `kerang biasa' yang disantap orang, atau menjadi kerang yang menghasilkan mutiara'. Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja'. Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka karena orang-orang di sekitar kamu cobalah utk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut, dan sambil katakan di dalam hatimu... "Airmataku diperhitungkan Tuhan.. dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara."

Pada Akhirnya
Bila engkau baik hati, bisa saja orang lain menuduhmu punya pamrih; tapi bagaimanapun, berbaik hatilah. Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu; tapi bagaimanapun, jujur dan terbukalah. Bila engkau mendapat ketenangan dan kebahagiaan, mungkin saja orang lain jadi iri; tapi bagaimanapun, berbahagialah.

Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu, dan beberapa sahabat sejati; tapi bagaimanapun, jadilah sukses. Apa yang engkau bangun selama bertahun-tahun mungkin saja dihancurkan orang lain hanya dalam semalam; tapi bagaimanapun, bangunlah. Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin saja besok sudah dilupakan orang; tapi bagaimanapun, berbuat baiklah. Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu. Pada akhirnya, engkau akan tahu bahwa ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu. Ini bukan urusan antara engkau dan mereka. (Mother Teresa)

Arloji yang Hilang


Ada seorang tukang kayu. Suatu saat ketika sedang bekerja, secara tak disengaja arlojinya terjatuh dan terbenam di antara tingginya tumpukan serbuk kayu. Arloji itu adalah sebuah hadiah dan telah dipakainya cukup lama. Ia amat mencintai arloji tersebut. Karenanya ia berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kembali arlojinya. Sambil mengeluh mempersalahkan keteledoran diri sendiri si tukang kayu itu membongkar tumpukan serbuk yang tinggi itu. Teman-teman pekerja yang lain juga turut membantu mencarinya. Namun sia-sia saja. Arloji kesayangan itu tetap tak ditemukan. Tibalah saat makan siang. Para pekerja serta pemilik arloji tersebut dengan semangat yang lesu meninggalkan bengkel kayu tersebut. Saat itu seorang anak yang sejak tadi memperhatikan mereka mencari arloji itu, datang mendekati tumpukan serbuk kayu tersebut. Ia menjongkok dan mencari. Tak berapa lama berselang ia telah menemukan kembali arloji kesayangan si tukang kayu tersebut. Tentu si tukang kayu itu amat gembira. Namun ia juga heran, karena sebelumnya banyak orang telah membongkar tumpukan serbuk namun sia-sia. Tapi anak ini cuma seorang diri saja, dan berhasil menemukan arloji itu.

"Bagaimana caranya engkau mencari arloji ini ?", tanya si tukang kayu. "Saya hanya duduk secara tenang di lantai. Dalam keheningan itu saya bisa mendengar bunyi tik-tak, tik-tak. Dengan itu saya tahu di mana arloji itu berada", jawab anak itu. Keheningan adalah pekerjaan rumah yang paling sulit diselesaikan selama hidup. Sering secara tidak sadar kita terjerumus dalam seribu satu macam 'kesibukan dan kegaduhan'. Ada baiknya kita menenangkan diri kita terlebih dahulu sebelum mulai melangkah menghadapi setiap permasalahan.

Tiga Pintu Kebijaksanaan


Seorang Raja, mempunyai anak tunggal yg pemberani, terampil dan pintar. Untuk menyempurnakan pengetahuannya, ia mengirimnya kepada seorang pertapa bijaksana. "Berikanlah pencerahan padaku tentang Jalan Hidupku" Sang Pangeran meminta. "Kata-kataku akan memudar laksana jejak kakimu di atas pasir", ujar Pertapa. "Saya akan berikan petunjuk padamu, di Jalan Hidupmu engkau akan menemui 3 pintu. Bacalah kata-kata yang tertulis di setiap pintu dan ikuti kata hatimu." Sekarang pergilah sang Pertapa menghilang dan Pangeran melanjutkan perjalanannya. Segera ia menemukan sebuah pintu besar yang di atasnya tertulis kata "UBAHLAH DUNIA" "Ini memang yang kuinginkan" pikir sang Pangeran. "Karena di dunia ini ada hal-hal yang aku sukai dan ada pula hal-hal yang tak kusukai. Aku akan mengubahnya agar sesuai keinginanku" Maka mulailah ia memulai pertarungannya yang pertama, yaitu mengubah dunia. Ambisi, cita-cita dan kekuatannya membantunya dalam usaha menaklukkan dunia agar sesuai hasratnya. Ia mendapatkan banyak kesenangan dalam usahanya tetapi hatinya tidak merasa damai. Walau sebagian berhasil diubahnya tetapi sebagian lainnya menentangnya. Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari, ia bertemu sang Pertapa kembali. "Apa yang engkau pelajari dari Jalanmu ?" Tanya sang Pertapa

"Aku belajar bagaimana membedakan apa yang dapat klakukan dengan kekuatanku dan apa yang di luar kemampuanku, apa yang tergantung padaku dan apa yang tidak tergantung padaku" jawab Pangeran "Bagus! Gunakan kekuatanmu sesuai kemampuanmu. Lupakan apa yang diluar kekuatanmu, apa yang engkau tak sanggup mengubahnya" dan sang Pertapa menghilang. Tak lama kemudian, sang Pangeran tiba di Pintu kedua yang bertuliskan "UBAHLAH SESAMAMU" "Ini memang keinginanku" pikirnya. "Orang-orang di sekitarku adalah sumber kesenangan, kebahagiaan, tetapi mereka juga yang mendatangkan derita, kepahitan dan frustrasi" Dan kemudian ia mencoba mengubah semua orang yang tak disukainya. Ia mencoba mengubah karakter mereka dan menghilangkan kelemahan mereka. Ini menjadi pertarungannya yang kedua. Tahun-tahun berlalu, kembali ia bertemu sang Pertapa. "Apa yang engkau pelajari kali ini?" "Saya belajar, bahwa mereka bukanlah sumber dari kegembiraan atau kedukaanku, keberhasilan atau kegagalanku. Mereka hanya memberikan kesempatan agar hal-hal tersebut dapat muncul. Sebenarnya di dalam dirikulah segala hal tersebut berakar" "Engkau benar" Kata sang Pertapa. "Apa yang mereka bangkitkan dari dirimu, sebenarnya mereka mengenalkan engkau pada dirimu sendiri. Bersyukurlah pada mereka yang telah membuatmu senang & bahagia dan bersyukur pula pada mereka yang menyebabkan derita dan frustrasi. Karena melalui mereka lah, Kehidupan mengajarkanmu apa yang perlu engkau kuasai dan jalan apa yang harus kau tempuh" Kembali sang Pertapa menghilang. Kini Pangeran sampai ke pintu ketiga "UBAHLAH DIRIMU" "Jika memang diriku sendiri lah sumber dari segala problemku, memang disanalah aku harus mengubahnya". Ia berkata pada dirinya sendiri. Dan ia memulai pertarungannya yang ketiga. Ia mencoba mengubah karakternya sendiri, melawan ketidak sempurnaannya, menghilangkan kelemahannya, mengubah segala hal yg tak ia sukai dari dirinya, yang tak sesuai dengan gambaran ideal.

Setelah beberapa tahun berusaha, dimana sebagian ia berhasil dan sebagian lagi gagal dan ada hambatan, Pangeran bertemu sang Pertapa kembali. "Kini apa yang engkau pelajari ?" "Aku belajar bahwa ada hal-hal di dalam diriku yang bisa ditingkatkan dan ada yang tidak bisa saya ubah" "Itu bagus" ujar sang pertapa. "Ya" lanjut Pangeran, "tapi saya mulai lelah untuk bertarung melawan dunia, melawan setiap orang dan melawan diri sendiri. Tidakkah ada akhir dari semuai ini ? Kapan saya bisa tenang ? Saya ingin berhenti bertarung, ingin menyerah, ingin meninggalkan semua ini !" "Itu adalah pelajaranmu berikutnya" ujar Pertapa. Tapi sebelum itu, balikkan punggungmu dan lihatlah Jalan yang telah engkau tempuh". Dan ia pun menghilang. Ketika melihat ke belakang, ia memandang Pintu Ketiga dari kejauhan dan melihat adanya tulisan di bagian belakangnya yang berbunyi "TERIMALAH DIRIMU". Pangeran terkejut karena tidak melihat tulisan ini ketika melalui pintu tsb. "Ketika seorang mulai bertarung, maka ia mulai menjadi buta" katanya pada dirinya sendiri. Ia juga melihat, bertebaran di atas tanah, semua yang ia campakkan, kekurangannya, bayangannya, ketakutannya. Ia mulai menyadari bagaimana mengenali mereka, menerimanya dan mencintainya apa adanya. Ia belajar mencintai dirinya sendiri dan tidak lagi membandingkan dirinya dengan orang lain, tanpa mengadili, tanpa mencerca dirinya sendiri. Ia bertemu sang Pertapa, dan berkata "Aku belajar, bahwa membenci dan menolak sebagian dari diriku sendiri sama saja dengan mengutuk untuk tidak pernah berdamai dengan diri sendiri. Aku belajar untuk menerima diriku seutuhnya, secara total dan tanpa syarat." "Bagus, itu adalah Pintu Pertama Kebijaksanaan" , ujar Pertapa. "Sekarang engkau boleh kembali ke Pintu Kedua" Segera ia mencapai Pintu Kedua, yang tertulis di sisi belakangnya "TERIMALAH SESAMAMU"

Ia bisa melihat orang-orang di sekitarnya, mereka yang ia suka dan cintai, serta mereka yang ia benci. Mereka yang mendukungnya, juga mereka yang melawannya. Tetapi yang mengherankannya, ia tidak lagi bisa melihat ketidaksempurnaan mereka, kekurangan mereka. Apa yang sebelumnya membuat ia malu dan berusaha mengubahnya. Ia bertemu sang Pertapa kembali, "Aku belajar" ujarnya "Bahwa dengan berdamai dengan diriku, aku tak punya sesuatupun untuk dipersalahkan pada orang lain, tak sesuatupun yg perlu ditakutkan dari merela. Aku belajar untuk menerima dan mencintai mereka, apa adanya. "Itu adalah Pintu Kedua Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa, "Sekarang pergilah ke Pintu Pertama" Dan di belakang Pintu Pertama, ia melihat tulisan "TERIMALAH DUNIA" "Sungguh aneh" ujarnya pada dirinya sendiri "Mengapa saya tidak melihatnya sebelumnya". Ia melihat sekitarnya dan mengenali dunia yang sebelumnya berusaha ia taklukan dan ia ubah. Sekarang ia terpesona dengan betapa cerah dan indahnya dunia. Dengan kesempurnaannya. Tetapi, ini adalah dunia yang sama, apakah memang dunia yang berubah atau cara pandangnya? Kembali ia bertemu dengan sang Pertapa : "Apa yang engkau pelajari sekarang ?" "Aku belajar bahwa dunia sebenarnya adalah cermin dari jiwaku. Bahwa Jiwaku tidak melihat dunia melainkan melihat dirinya sendiri di dalam dunia. Ketika jiwaku senang, maka dunia pun menjadi tempat yang menyenangkan. Ketika jiwaku muram, maka dunia pun kelihatannya muram. Dunia sendiri tidaklah menyenangkan atau muram. Ia ADA, itu saja. Bukanlah dunia yang membuatku terganggu, melainkan ide yang aku lihat mengenainya. Aku belajar untuk menerimanya tanpa menghakimi, menerima seutuhnya, tanpa syarat. "Itu Pintu Ketiga Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa. "Sekarang engkau berdamai dengan dirimu, sesamamu dan dunia" Sang pertapa pun menghilang.

Sang pangeran merasakan aliran yang menyejukkan dari kedamaian, ketentraman, yang berlimpah merasuki dirinya. Ia merasa hening dan damai.

Dan Ini Pun Akan Berlalu


Seorang petani kaya mati dan meninggalkan kedua putranya. Sepeninggal ayahnya, kedua putra ini hidup bersama dalam satu rumah. Sampai suatu hari mereka bertengkar dan memutuskan untuk berpisah dan membagi dua harta warisan ayahnya. Setelah harta terbagi, masih tertingal satu kotak yang selama ini disembunyikan oleh ayah mereka. Mereka membuka kotak itu dan menemukan dua buah cincin di dalamnya, yang satu terbuat dari emas bertahtakan berlian dan yang satu terbuat dari perunggu murah. Melihat cincin berlian itu, timbullah keserakahan sang kakak, dia menjelaskan, Kurasa cincin ini bukan milik ayah, namun warisan turun-temurun dari nenek moyang kita. Oleh karena itu, kita harus menjaganya untuk anak-cucu kita. Sebagai saudara tua, aku akan menyimpan yang emas dan kamu simpan yang perunggu. Sang adik tersenyum dan berkata, Baiklah, ambil saja yang emas, aku ambil yang perunggu. Keduanya mengenakan cincin tersebut di jari masing-masing dan berpisah. Sang adik merenung, Tidak aneh kalau ayah menyimpan cincin berlian yang mahal itu, tetapi kenapa ayah menyimpan cincin perunggu murahan ini? Dia mencermati cincinnya dan menemukan sebuah kalimat terukir di cincin itu: INI PUN AKAN BERLALU. Oh, rupanya ini mantra ayah, gumamnya sembari kembali mengenakan cincin tersebut. Kakak-beradik tersebut mengalami jatuh-bangunnya kehidupan. Ketika panen berhasil, sang kakak berpesta-pora, bermabuk-mabukan, lupa daratan. Ketika panen gagal, dia menderita tekanan batin, tekanan darah tinggi, hutang sana-sini. Demikian terjadi dari waktu ke waktu, sampai akhirnya dia kehilangan keseimbangan batinnya, sulit tidur, dan mulai memakai obat-obatan penenang. Akhirnya dia terpaksa menjual cincin berliannya untuk membeli obat-obatan yang membuatnya kecanduan. Sementara itu, ketika panen berhasil sang adik mensyukurinya, tetapi dia teringatkan oleh cincinnya: INI PUN AKAN BERLALU. Jadi dia pun tidak menjadi sombong dan lupa daratan. Ketika panen gagal, dia juga ingat bahwa: INI PUN AKAN BERLALU, jadi ia pun tidak larut dalam kesedihan.

Hidupnya tetap saja naik-turun, kadang berhasil, kadang gagal dalam segala hal, namun dia tahu bahwa tiada yang kekal adanya. Semua yang datang, hanya akan berlalu. Dia tidak pernah kehilangan keseimbangan batinnya, dia hidup tenteram, hidup seimbang, hidup bahagia.

Garam
Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya...", ujar Pak Tua itu. "Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah". Saat anak muda itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?" "Segar", sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya Pak Tua lagi. "Tidak", jawab si anak muda. Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.

"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam , tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita." "Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu". "Jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, tapi buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan".

Hikayat Harimau dan Serigala


Di sebuah hutan, tinggallah seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau yang besar berbadan coklat keemasan. Luka yang di derita serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang di kejar pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang telah di bidik malah mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata liar itu tak bisa berburu lagi bersama harimau, dan tinggal di sebuah gua, jauh dari perkampungan penduduk. Sang harimau pun tahu bagaimana membalas budi. Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun sedikit, sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan. Sang harimau paham, bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah si pemburu. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lainnya. Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi siapapun yang mendengar. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua. Rupanya, peristiwa itu telah sampai pula ke telinga seorang pertapa. Sang pertapa, tergerak hatinya untuk datang, bersama beberapa orang muridnya. Ia ingin memberikan pelajaran tentang berbagi dan

persahabatan, kepada anak didiknya. Ia juga ingin menguji keberanian mereka, sebelum mereka dapat lulus dari semua pelajaran yang diberikan olehnya. Pada awalnya banyak yang takut, namun setelah di tantang, mereka semua mau untuk ikut. Di pagi hari, berangkatlah mereka semua. Semuanya tampak beriringan, dipandu sang pertapa yang berjalan di depan rombongan. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sebongkah daging kepada serigala. Melihat kejadian itu, sang pertapa bertanya bertanya kepada muridmuridnya, Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana...?. Seorang murid tampak angkat bicara, Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hambaNya. Karena itu, lebih baik aku berdiam saja, karena toh Tuhan akan selalu memberikan rezekinya kepadaku lewat berbagai cara. Sang pertapa tampak tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan. Selesai bicara, murid itu kini memandang sang guru. Ia menanti jawaban darinya. Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh." "Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau!

Kekayaan, Kesuksesan dan Kasih Sayang


Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua. Wanita itu berkata: "Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut". Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?"

Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar". "Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suami mu kembali", kata pria itu. Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini". Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam. "Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama", kata pria itu hampir bersamaan. "Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran. Salah seseorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, dan "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-sayang. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu." Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. "Ohho...menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si KEKAYAAN masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan." Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "Sayangku, kenapa kita tak mengundang si KESUKSESAN saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita." Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik jika kita mengajak si KASIH-SAYANG yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang." Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak masuk si KASIH-SAYANG ini ke dalam. Dan malam ini, si KASIH-SAYANG menjadi teman santap malam kita." Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini." Si KASIH-SAYANG bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho..ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta.

Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si KEKAYAAN dan si KESUKSESAN. "Aku hanya mengundang si KASIH-SAYANG yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu berdua ikut juga?" Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si KEKAYAAN, atau si KESUKSESAN, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si KASIHSAYANG, maka, kemana pun Kasih-sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si KASIH-SAYANG yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."

Kentang
Seorang Ibu Guru taman kanak-kanak (TK) mengadakan sebuah permainan. Ibu Guru menyuruh tiap muridnya membawa kantong plastik transparan 1 buah dan kentang. Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa.... tergantung jumlah orang-orang yang dibenci. Pada hari yang disepakati masing-masing murid membawa kentang dalam kantong plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka tiap-tiap kentang diberi nama sesuai nama orang yang dibenci. Murid-murid harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi, bahkan ke toilet sekalipun, selama 1 minggu. Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk, murid-murid mulai mengeluh, apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat, baunya juga tidak sedap. Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir. Ibu Guru: Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu ? Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut kemanapun mereka pergi. Gurupun menjelaskan apa arti dari permainan yang mereka lakukan.

Ibu Guru: Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa memaafkan orang lain. Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemana pun kita pergi. Itu hanya 1 minggu. Bagaimana jika kita membawa kebencian itu seumur hidup ? Alangkah tidak nyamannya...

Mujur atau Malang?


Ada sebuah cerita Cina kuno tentang seorang laki-laki tua yang sikapnya dalam memandang kehidupan berbeda sama sekali dengan orang-orang lain di desanya. Rupanya laki-laki tua ini hanya mempunyai seekor kuda, dan pada suatu hari kudanya kabur. Para tetangganya datang dan menaruh belas kasihan kepadanya, mengatakan kepadanya betapa mereka ikut sedih karena kemalangan yang menimpanya. Jawabannya membuat mereka heran. "Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya. Beberapa hari kemudian kudanya pulang, dan ikut bersamanya dua ekor kuda liar. Sekarang si laki-laki tua punya tiga ekor kuda. Kali ini, tetangga-tetangganya mengucapkan selamat atas kemujurannya. "Tapi bagaimana kalian tahu itu kemujuran?" dia menjawab. Pada hari berikutnya, sementara sedang berusaha menjinakkan salah seekor kuda liar, anak laki-lakinya jatuh dan kakinya patah. Sekali lagi, para tetangga datang, kali ini untuk menghibur si laki-laki tua karena kecelakaan yang menimpa anaknya. "Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya. Kali ini, semua tetangganya menarik kesimpulan bahwa pikiran si tua kacau dan tidak ingin lagi berurusan dengannya. Walaupun demikian, keesokan harinya penguasa perang datang ke desa dan mengambil semua laki-laki yang sehat untuk dibawa ke medan pertempuran. Tetapi anak si laki-laki tua tidak ikut diambil, sebab tubuhnya tidak sehat! Kita semua akan menghayati kehidupan yang lebih tenang kalau kita tidak terlalu tergesa-gesa memberikan penilaian kepada peristiwa yang tejadi. Bahkan apa yang paling kita benci, dan yang masih menimbulkan

reaksi negatif kalau terpikirkan oleh kita, mungkin memainkan peranan positif dalam hidup kita. (be proactive: perbesar ruang jeda antara stimulus dan respons..... :)

Paku di Pagar
Anton adalah seorang anak yang memiliki tabiat yang kurang baik. Gampang sekali marah, memaki, ataupun mengomel, kepada siapa saja. Suatu hari ayahnya memberikan sekantung paku seraya berpesan, setiap kali Anton marah, memaki atau mengomel, ia harus menancapkan sebuah paku pada kayu pagar belakang rumah. Di hari pertama saja, Anton menancapkan 27 paku. Hari demi hari berikutnya ia mampu mengurangi jumlah paku yang mesti ditancapkan. Lama-lama ia menjadi sadar, bahwa ternyata lebih mudah mengendalikan emosinya daripada harus menancapkan paku di pagar belakang rumah. Ia melaporkan hal itu pada sang ayah. Setelah itu ayahnya menyarankan, mulai sekarang Anton diharuskan mencopot kembali satu paku setiap kali ia berhasil mengendalikan emosinya. Pada akhirnya Anton berhasil mencopot semua paku yang tertancap pada kayu pagar tersebut. Sang ayah kemudian menggandeng Anton melihat pagar kayu. "Kau telah melakukan sesuatu yang baik anakku. Namun, lihatlah kayu besar ini sekarang berlubang-lubang, tidak mulus lagi. Inilah cermin hidup. Setiap kemarahan, kegusaran, akan menimbulkan bekas luka di hati orang. Persis seperti bekas-bekas lubang paku pada kayu ini. Betapapun kita berkali-kali minta maaf, luka itu masih ada." "Setiap kemarahan akan membuatmu menjadi lebih kecil, sementara memaafkan akan mendorongmu untuk berkembang jauh melebihi ukuranmu."

Pemecah Batu
Ada seorang pemecah batu yang melihat seorang kaya. Iri dengan kekayaan orang itu, tiba-tiba ia berubah menjadi orang kaya. Ketika ia sedang bepergian dengan keretanya, ia harus memberi jalan kepada seorang pejabat. Iri dengan status pejabat itu, tiba-tiba ia berubah menjadi seorang pejabat. Ketika ia meneruskan perjalanannya, ia merasakan panas terik matahari. Iri dengan kehebatan matahari, tiba-tiba ia berubah menjadi matahari. Ketika ia sedang bersinar terang, sebuah awan hitam menyelimutinya. Iri dengan selubung awan, tiba-tiba ia berubah menjadi awan. Ketika ia sedang berarak di langit, angin menyapunya. Iri dengan kekuatan angin, tiba-tiba ia berubah menjadi angin. Ketika ia sedang berhembus, ia tak kuasa menembus gunung. Iri dengan kegagahan gunung, tiba-tiba ia berubah menjadi gunung. Ketika ia menjadi gunung, ia melihat ada orang yang memecahnya. Iri dengan orang itu, tiba-tiba ia terbangun sebagai pemecah batu. Ternyata itu semua hanya mimpi si pemecah batu. Karena kita semua saling terkait dan saling tergantung, tidak ada yang betul-betul lebih tinggi atau lebih rendah. Kehidupan ini baik-baik saja... sampai kita mulai membanding-bandingkan. Kebahagiaan sejati tidaklah terkondisi oleh apa pun.

Perangkap Tikus
Sepasang suami dan istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam "Hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??"

Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak "Ada Perangkap Tikus di rumah!!! Di rumah sekarang ada perangkap tikus!!" Ia mendatangi ayam dan berteriak "Ada perangkap tikus" Sang Ayam berkata "Tuan Tikus..., Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku" Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Lalu sang Kambing pun berkata "Aku turut bersimpati... tapi maaf, tidak ada yang bisa aku lakukan" Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama. "Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali" Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata "Ahhh... perangkap tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku" Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri. Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya yang berbunyi. Menandakan perangkapnya telah memakan korban. Namun ketika melihat perangkap tikusnya, seekor ular berbisa telah terjebak di sana. Ekor ular yang terjepit membuatnya semakin ganas dan menyerang istri si Petani. Walaupun sang Suami berhasil membunuh ular tersebut, namun sang istri tidak sempat tergigit dan teracuni oleh bisa ular tersebut. Setelah beberapa hari di rumah sakit, sang isteri sudah diperbolehkan pulang. Namun selang beberapa hari kemudian demam tinggi yang tak turun-turun juga. Atas saran kerabatnya, ia membuatkan isterinya sup ayam untuk menurunkan demamnya. Semakin hari bukannya semakin sembuh, justru semakin tinggi demam isterinya. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk diambil hatinya.

Masih! Istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia. Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga ia harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat. Dari kejauhan Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat perangkap tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi di rumah itu. Pesan moral: Ketika anda mendengar seseorang sedang dalam kesulitan/masalah dan anda mengira itu bukan urusan anda, maka pikirkanlah sekali lagi...

A Piece of Cake
Seorang anak perempuan berkata pada ibunya bahwa yang dihadapinya semua tidak baik. Dia gagal di ujian matematika... kekasihnya pergi begitu saja... direbut oleh sahabatnya... Menghadapi kesedihan itu, seorang ibu yang baik tahu untuk mengembalikan semangat anak perempuannya... Ibu membuat kue yang lezat, katanya sambil memeluk anaknya dan mengajak ke dapur, berharap melihat kembali senyum buah hatinya. Ketika ibunya mempersiapkan bahan-bahan pembuat kue, anaknya duduk di seberang dan memperhatikan dengan seksama. Ibunya bertanya, Sayang, kamu mau mama buatkan kue? Anaknya menjawab, Tentu ma. Mama tahu aku suka sekali kue. Baiklah... kata ibunya, Ini, minumlah minyak wijen. Dengan terkejut anaknya menjawab, Apa?!? Gak mau!!! Bagaimana kalau kamu makan beberapa telur mentah? Terhadap pertanyaan ini anaknya menjawab, Mama bercanda yah... Bagaimana kalau mencoba segenggam tepung? Gak lah ma... aku bisa sakit perut. Kemudian ibunya melanjutkan, Bahan-bahan ini belum dimasak dan rasanya tidak enak, tapi kalau kamu sudah mencampur dan mengolahnya bersama-sama...

... Ini semua akan menjadi sebuah kue yang lezat ! Tuhan bekerja dengan cara yang sama. Saat kita bertanya mengapa DIA membiarkan kita melewati masa-masa sulit, kita tidak menyadari berkat-berkat apa yang tengah DIA siapkan untuk kita. Hanya DIA yang tahu dan DIA tidak pernah membiarkan kita jatuh. Kita tidak perlu berkutat pada bahan-bahan mentah yang ada, hanya percayalah padaNYA... Dan kita akan melihat sesuatu yang luar biasa terjadi ! TUHAN begitu mengasihi kita... DIA mengirimkan bunga-bunga cantik di setiap musim semi tiba... ... DIA membuat matahari terbit setiap pagi... ... Dan tiap saat kita ingin berdoa... DIA selalu ada untuk mendengar! DIA bisa tinggal di mana saja di alam semesta ini... Tetapi DIA memilih untuk tinggal di hatimu! Selamat Menikmati "Kue" Yang Indah !

Anda mungkin juga menyukai