Anda di halaman 1dari 70

Chapter 12 AUTONOMIC NERVOUS SYSTEM: PHYSIOLOGY AND PHARMACOLOGY Autonomic Pharmacology Anestesiologi adalah praktek dari penggunaan obat-obat

otonom. Obatobat anestesi juga mempunyai efek autonomik yang potensial. Keberhasilan obatobat anastesi tergantung dari pengontrolan homeostasis. Pengetahuan mengenai sistem saraf otonom adalah syarat untuk dapat memahami farmakologi anestesi. Autonomic Nervous System Purpose Sistem saraf otonom terdiri dari sistem saraf pusat dan perifer yang berfungsi mengatur kerja involunter dari otot jantung, otot polos, kelenjar dan fungsi viseral.Sistem saraf otonom juga mengatur refleks visceral dan berespon terhadap perubahan somatik motorik dan sensorik tubuh.Bukti fisiologis dari terjadinya refleks viseral sebagai respon somatik cukup jelas, penyakit psikosomatis adalah contoh dari respon tersebut. Sistem saraf otonom juga mengatuir fungsi viseral sebagai antisipasi pada keadaan emosional atau respon suatu penyakit. Diketahui sejak dulu, sistem saraf otonom adalah suatu sistem eferen (motorik), perifer. Saat ini konsep ini tidak dipakai lagi.Serabut aferen dari struktur visceral adalah penghubung pertama dalam lengkung refleks sistem saraf otonom baik saat nyeri visceral ataupun perubahan kontraksi pembuluh darah.Kebanyakan dari serabut eferen sistem saraf otonom disertai dengan serabut sensoris yang saat ini diketahui sebagai dari bagian saraf otonom. Banyak peneliti yang tidak menyetujui untuk mengklasifikasi serabut aferen saraf otonom karena saraf sensoris visceral secara anatomi tidak dapat dipisahkan dari saraf sensoris somatis.

Functional Anatomy Sistem saraf otonom dibagi 2; berasarkan anatomi, fisiologi dan farmakologi.Langley membagi sistem saraf ini menjadi2 bagian pada tahun 1921,menjadi sistem saraf simpatis (yang diperkenalkan oleh Willis 1965) sebagai bagian pertama dan sistem saraf parasimpatis sebagai bagian kedua. Tabel12-1 menjelaskan efek saraf simpatis dan parasimpatis terhadap organ. Central Autonomic Organization Integrasi aktivitas sistem saraf otonom berada pada semua level aksis cerebrospinal. Aktivitas eferen saraf otonom dapat disebabkan karena rangsang lokal atau pusat yang berlokasi di medula spinalis, batang otak dan hipotalamus. Kortex cerebri adalah level tertinggi dari integrasi saraf otonom. Bagian terpenting dari pengaturan saraf otinom adalah hipotalamus. Fungsi saraf simpatis diatur oleh nuklei yang terdapat diposterolateral hipotalamus.Perangsangan dari nuklei ini menyebabkan aktifitas simpatis.Fungsi saraf parasimpatis diatur oleh nuklei di midline dan anterior hipotalamus.Hipotalamus anterior berhubungan dengan regulasi temperatur. Nuklei supra optik hipotalamus mengatur metabolisme air yang secara fungsi maupun anatomis berhubungan dengan lobus posterior hipofise. Hubungan hipotalamus-neurohipofise ini menyebabkan mekanisme sentral saraf otonom yang mempengaruhi ginjal dalam pengeluaran anti diuretik hormon, kontrol tekanan darah jangka panjang, stres emosional, tidur, dan refleks sexual semuanya diregulasi di hipotalamus. Medula oblongata dan pons bersama-sama mengatur dan mempertahankan hemodinamik. Integrasi dari sistem saraf otonom aferen dan eferen pada sistem saraf pusat menyebabkan aktivitas tonik, sebagai contoh adalah kontrol resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Nukleus traktus solitarius yang berlokasi di medulla adalah area primer aferen informasi kemoreseptor dan baroreseptor dari n.glossopharingeus dan n.vagus. Peningkatan impuls aferen dari 2 saraf ini menghambat tonus vaskuler

saraf simpatis perifer, menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan tonus vagal dan menyebabkan bradikardi. Penelitian pada pasien dengan lesi medula spinalis bagian atas, penderita mengalami perubahan refleks.

Figure 12-1. Comparison of somatic and autonomic reflex arcs. Somatic arcs are unipolar and autonomic arcs are bipolar.

Table 12-1. HOMEOSTATIC BALANCE BETWEEN ADRENERGIC AND CHOLINERGIC EFFECTS Response Organ System Cholinergic HEART Sinoatrial node Bradycardia Atrioventricular node conduction His-purkinje Increased automaticity and conduction ve Minimal locity Myocardium Increased contractility, conduction velocMinimal decrease in contractil ity, automaticity Coronary vessels constriction?* BLOOD VESSELS Skin and mucosa Dilation Skeletal muscle Dilation Pulmonary Contraction GASTROINTESTINAL TRACT Gallbladder and ducts Relaxation Contraction Constriction Dilation BRONCHIAL SMOOTH MUSCLERelaxation Constriction (a1) > dilation (/32) Constriction Constriction (a1) and dilation (f3~) Dilation and Increased conduction Decreased Tachycardia Adrenergic

Gut motility Secretions Sphincters BLADDER Detrusor Contracts Trigone Relaxes GLANDS Nasal secretions Lacrimal Parotid Submandibular Gastric Pancreatic SWEAT GLANDS None EYE Pupil Ciliary muscle for near vision

Decreased Decreased Constriction

Increased Increased Relaxation

Relaxes Contracts

Vasoconstriction and reduced secretion

Stimulation of

Z~iaphoresis (cholinergic) Thick, odiferous secretion

None

APOCRINE GLANDS

Mydriasis Relaxation for far vision

Miosis Contraction

Peripheral Autonomic Nervous System Organization Sistem saraf otonom perifer adalah komponen eferen (motor) dari sistem saraf otonom dan terdiri dari 2 bagian yaitu simpatis dan parasimpatis. Kebanyakan organ menerima serabut dari kedua bagian ini. Secara umum,

aktivitas dari 2 sistem ini menghasilkan aktivitas yang berlawanan tapi saling melengkapi. (tabel 12-1). Beberapa organ seperti kelenjar keringat daan lien dipersarafi oleh serabut simpatis saja. Walaupun anatomi dari jalur saraf otonom sensorik dan somatik identik, namun jalur motorik berbeda. Sistem motorik eferen seperti aferen, terbentuk dari unipolar neuron dengan badan sel di ventral gray matter dari medula spinalis. Sebaliknya sistem saraf otonom eferen adalah bipolar dari sistem saraf pusat ke efektor.

Table 12-2. HYPOTHALAMIC NUCLEI Anterior PARAVENTRICULAR HYPOTHALAMUS NUCLEUS Increased blood pressure Oxytocin release Water conservation MEDIAL PREOPTIC AREA Bladder contraction Decreased heart rate Decreased blood pressure PERIFORNIAL NUCLEUS SUPRAOPTIC NUCLEUS Water conservation Increased blood pressure POSTERIOR PREOPTIC Rage Hunger DORSOMEDIAL NUCLEUS Gastrointestinal stimulation Pupillary dilation Shivering Corticotropin Posterior POSTERIOR

AND ANTERIOR HYPOTHALAMIC AREA Body temperature regulation Panting Sweating Thyrotropin inhibition

VENTROMEDIAL NUCLEUS Satiety MAMMILLARY BODY Feeding reflexes LATERAL HYPOTHALAMIC AREA Thirst and hunger

Figure 12-2. Schematic distribution of the craniosacral (parasympathetic) and thoracolumbar (sympathetic) nervous systems. Parasympathetic preganglionic fibers pass directly to the organ that is innervated. Their postganghonic cell bodies

are situated near or within the innervated viscera. This limited distribution of parasympathetic postganglionic fibers is consistent with the discrete and limited effect of parasympathetic function. The postganglionic sympathetic neurons originate in either the paired sympathetic ganglia or one of the unpaired collateral plexuses. One preganglionic fiber influences many postganglionic neurons. Activation of the SNS produces a more diffuse physiologic response rather than discrete effects Neuron pertama dari saraf simpatis dan parasimpatis tidak berhubungan secara langsung dengan organ efektor. Neuron ini meneruskan impuls ke ganglion saraf otonom,yang terdiri dari badan sel neuron postganglion. Axonnya berhubungan dengan organ efektor. Serabut preganglionik dari kedua divisi, bermyelin, diameter < 3um, kecepatan konduksi impuls 3-15m/s. Serabut postganglionik tidak bermyelin dan kecepatan konduksi impuls lebih lemah yaitu < 2 m/s. Serabut ini sama dengan serabut C afferen visceral dan somatik yang tidak bermyelin (tabel 12-3).

Figure 12-3. Schematic diagram of the efferent ANS.Afferent impulses are integrated centrally and sent reflexly to the adrenergic and cholinergic receptors. Sympathetic fibers ending in the adrenal medulla are preganglionic, and acetylcholine (ACh) is the neurotransmitter. Stimulation of the chrornalfIn cells, acting as postganglionic neurons, releases epinephrine (EPI) and norepinephrine (NE). Sympathetic Nervous System or Thoracolumbar Division Sistem saraf simpatis terletak pada thoracolumbal. Gambar 12-2 memperlihatkan distribusi saraf simpatis dan inervasi organ visceral. Serabut preganglionik saraf simpatis berasal dari intermediolateral gray column thoracal 1-12 dan lumbal 1-3 dari medulla spinalis. Axon bermyelin dari nervus ini meninggalkan medula spinalis dengan serabut motor membentuk white communicating rami (Gambar 12-4).

Figure 124. The spinal reflex arc of the somatic nerves is shown on the left. The different arrangements of neurons in the sYmpathetic svstern are shown on the right. Preganglionic fibees coming out through white rami may make synaptic connections following one of three courses: (I) synapse in ganglia at time level of exit, (2) course up or down the sympathetic chain to synapse at another level, or (3) exit the chain without synapsing to an outlying collateral ganglion. Saat memasuki ganglia paravertebral dari lateral saraf simpatis, serabut preganglionik mengalami salah satu dari : 1. Sinaps dengan serabut postganglion pada ganglia 2. Berjalan naik atau turun pada rantai simpatis untuk bersinaps dengan ganglia lain 3. Keluar lagi tanpa bersinaps (gambar 12-4)

10

Kelenjar adrenal adalah pengecualian. Serabut preganglionik langsung melewati medulla adrenal tanpa bersinaps di ganglion ( gambar 12-3). Badan sl neuron post ganglion simpatis berlokasi di ganglia di lateral rantai simpatis. Kolatereal ganglia seperti The celiac dan ganglia mesenterika inferior dibentuk dari konvergensi serabut pre ganglion dengan banyak badan neuron postganglion. Ganglia simpatis hampir selalu berlokasi dekat ke medulla spinalis dibanding ke organ yang dipersarafinya. 4-5 segmen spinalis pertama mengeluarkan serabut preganglionik yang berjalan naik ke leher membentuk 3 pasang ganglia khusus yaitu ganglia superior cervical,middle cervical dan cervicothoracal, yang terakhir ini diketahui sebagai ganglia stelate dan dibentuk dari gabungan ganglia cervical inferior dan thoracal 1 saraf simpatis. Ganglia ini memberi persarafan simpatis ke kepala, leher, ekstremitas atas, jantung dan paru-paru.

Parasympathetic Nervous System or Craniosacral Division Parasimpatis, seperti simpatis memiliki neuron pre dan postganglionik. Divisi ini biasa dikenal sebagai jalur craniosacral karena badan sel preganglionik berasal dari batang otak dan segmen sakral dari medula spinalis. Serabut preganglionik saraf parasimpatis ditemukan pada n.III (oculomotor), n.VII (fascialis), n.IX (glossopharyngeus) dan n.X (vagus). Gambar 12-2 memperlihatkan distribusi parasimpatis dan inervasinya ke organ visceral. N.Vagus memiliki distribusi parasimpatis paling luas, sekitar 75% dari seluruh aktivitas para simpatis. N.Vagus mensuplai inervasi parasimpatis untuk jantung, paru, esophagus, lambung, usus halus, kolon, hati, empedu, pancreas, dan ureter segmen superior. Serabut sakral membentuk n. Visceral pelvis atau n.aErigentes. Nervus ini menginervasi organ viscera yang tidak inervasi n.Vagus. Parasimpatis menyebabkan ereksi penis dan simpatis menyebabkan ejakulasi.

11

Serabut preganglionik parasimpatis melewati langsung organ yang diinervasinya. Badan sel postganglion berada di dekat organ viscera yang diinervasi dan biasanya tidak terlihat. Rasio serabut post dan preganglionik parasimpatis di banyak organ sekitar 1:1 sampai 3:1, sedangkan simpatis 20:1. Sebagai pengecualian adalah pleksus Aurbach di distal kolon yaitu 8000:1. Efek pada organ akibat stimulasi parasimpatis diperlihatkan di tabel 12-1. Autonomic Inervation Jantung Jantung diinervasi oleh simpatis dan parasimpatis. Nervus ini mempengaruhi pompa jantung melalui 3 cara : 1. Merubah denyut (kronotropik) 2. Merubah Kekuatan (inotropik) 3. Memodulasi aliran darah koroner Nervus vagus untuk jantung dan pru terdiri dari simpatis dan parasimpatis. Serabut parasimpatis banyak terdapat di nodus atriventrikuler dan sinoatrial. Efek utama stimulasi vagal jantung adalah kronotropik. Stimulasi vagal menurunkan rate sinoatrial discharge dan menurunkan exitabilitas serabut atrioventrikuler, memperlambat konduksi impuls ke ventrikel. Kepentingan fisiologis parasimpatis pada kontraktilitas myokard tidak dimengerti secara pasti seperti saraf simpatis. Blokade kolinergik dapat menaikkan denyut jantung 2 x lipat tanpa melibatkan kontraktilitas ventrikel kiri. Stimulasi vagal jantung dapat mengurangi left vetriculer maximum rate of tension development dan menurunkan kekuatan kontraktilitas 10-20%. Saraf simpatis juga menyebar di supra ventrikel tapi mempunyai efek lebih kuat pada ventrikel. Ganglion stelat kanan menyebar ke permukaan anterior epicardial dan septum interventriculer. Stimulasi stelat kanan menurunkan sistole dan meningkatkan denyut jantung. Ganglion stelat kiri mensuplai permukaan posterior dan lateral ke 2 ventrikel. Stimulasi stelat kiri

12

meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan kontraktilitas ventrikel kiri tanpa menyebabkan perubahan denyut jantung. Autonomic Nervous System : Neurotransmission Transmiter berinteraksi dengan reseptor pada end organ untuk menimbulkan respon biologis. Sistem saraf otonom dapat dibagi secara farmakologis oleh neurotransmiter yang disekresi sel efektor. Ujung serabut saraf parasimpatis melepaskan asetilkolin. Neurotransmiter utama yang dilepaskan pada ujung saraf simpatis post ganglion adalah norepinefrin, kecuali pada kelenjar keringat. (gambar 12-3). Co-transmisi dari ATP, Neuropeptid Y (NPY) dan norepinefrin telah didemonstrasi pada ujung saraf simpatis vaskuler pada beberapa jaringan termasuk otot, usus, ginjal, kulit. Neuron preganglionik ke2 sistem mensekresi Asetil kolin (Ach). Serabut postganglion dari kedua divisi saraf otonom, adalah sama secara anatomis maupun fisiologis. Ujung-ujung saraf ditandai dengan cabang multipel yang disebut plexus efektor terminal / reticulae. Filamen ini mengelilingi elemen dari unit efektor like a mesh stocking. Satu dari neuron postganglionik simpatis, dapat mempersarafi 25.000 sel efektor, sebagai contoh adalah otot polos pembuluh darah. Filamen terminal yang berakhir pada pembesaran presinaptik disebut varicosities. Tiap varicosity mengandung vesikel, berdiameter 500um dimana neurotransmiter disimpan (gambar 12-5).

13

Varicosities juga banyak terdapat di mitokondria yang berhubungan dengan peningkatan energi (ATP) yang dibutuhkan untuk sintesis asetilkolin dan norepinefrin. Angka sintesis bergantung pada level aktivitas sistem saraf otonom dan diregulasi oleh feedback lokal. Jarak antara varicosity dan sel efektor bervariasi antara 100um pada ganglia dan arteriol sampai dengan 20.000um pada arteri besar. Jarak ini menentukan jumlah transmiter yang dibutuhkan untuk stimulasi dan waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke sel efektor. Depolarisasi melepaskan isi vesikel menuju celah sinaptik melalui eksositosis. Parasympathetic Nervous System : Neurotransmission Sintesis Asetilkolin dianggap sebagai neurotransmiter eksklusif pada sistem saraf parasimpatis. Penelitian terbaru menyebutkan adanya peranan vasoaktive intestinal peptide (VIP) sebagai neurotransmiter tambahan sistem saraf parasimpatis. Asetilkolin dibentuk di ujung presinaptik dari asetilasi dari kolin dan asetil co enzym A, kemudian dikatalisa oleh Asetil kolin transferase

14

(Gambar 12-6). Asetil kolin kemudian disimpan dalam bentuk konsentrat di vesikel presinaptik yang mengandung 10.000 molekul asetilkolin. Pelepasan secara kontinu dari asetil kolin disebut quanta, terjadi selama resting state. Tiap quantum menyebabkan perubahan kecil pada potensial elektrik dari synaptic end plate tanpa menyebabkan depolarisasi. Hal ini dikenal sebagai miniatur end plate potensial. Adanya aksi potensial menyebabkan pelepasan ratusan quanta yang menyebabkan depolarisasi dari end plate. Pelepasan Ach dari vesikel tergantung dari influx Ca dari ruang interstitial. Obat-obat yang membantu influx Ca dapat menurunkan pelepasan Ach dan mempengaruhi fungsi end organ. Ach tidak dapat digunakan kembali seperti NE, oleh sebab itu, Ach harus disintesis secara konstan.

Figure 12-6. Synthesis and metabolism of acetylcholine Metabolisme Kemampuan dari reseptor untuk memodulasi fungsi dari organ efektor tergantung pada pemulihan kembali ke baseline state stelah stimulasi. Oleh karena itu neurotransmiter harus dapat dipindahkan dari vicinity of the receptor. Pemindahan Ach terjadi melalui hidrolisis cepat oleh Asetil kolin esterase (Gambar 12-6). Enzim ini ditemukan di neuron, neuromuskular junction dan jaringan lainnya di tubuh kita. Enzim serupa,

15

pseudokolinesterase/ plasma kolinesterase, juga ditemukan di dalam tubuh tapi penyebarannya di jaringan saraf terbatas. Baik asetilkolin esterase dan pseudokolinesterase menghidrolisis Ach seperti ester lainnya, tapi keduanya dibedakan dengan tes bikimia spesifik. Sympathetic Nervous System: Neurotransmission Sejak dulu, katekolamin epinefrin dan norepinefrin diketahui sebagai mediator eksklusif dari aktivitas perifer saraf simpatis. Penelitian selanjutnya menyebutkan bahwa ATP dan NPY berperan juga sebagai neurotransmiter tambahan saraf simpatis. NE dilepaskan dari vesikel presinaptik hampir di seluruh saraf simpatik postganglionik. Ujung saraf simpatis di pembuluh darah juga melepaskan ATP. Neurotransmiter ini dilepaskan langsung ke tempat dimana mereka beraksi. Fungsi NPY sebagai neurotransmiter perifer saraf simpoati belum diketahui. Serabut saraf simpatis yang berakhir di medula adrenal adalah preganglionik dan Ach adalah neurotransmiternya (Gambar 123). Ach berinteraksi dengan sel kromafin di medula, menyebabkan pelepasan NE dan EPI. Sel kromafin berada di neuron postganglionik. Stimulasi saraf simpatis ke medulla adrenal, menyebabkan pelepasan campuran EPI dan NE ke sirkulasi untuk menjadi hormon neurotransmiter. EPI dan NE saat dilepaskan ke sirkulasi diklasifikasikan sebagai hormon, disimpan, kemudian dilepaskan dari medula adrenal untuk beraksi di tempat yang lebih jauh. Hormon EPI dan NE hampir memiliki efek yang sama pada sel efektor, keduanya menyebabkan stimulasi simpatis secara langsung. EPI memilki efek metabolik lebih besar dari NE. EPI dapat meningkatkan metabolic rate tubuh sampai 100%, juga dapat meningkatkan glikogenolisis di hati dan otot dengan pelepasan glukosa ke dalam darah. Sekresi oleh medula adrenal dalam keadaan resting state adalah 0.02ug/kgmin untuk EPI dan NE.

16

Cathecolamines : The First Messanger Katekolamin endogen pada menusia adalah dopamin, NE dan EPI. Dopamin adalh transmiter di sistem saraf pusat, Dopamin berperan dalam mengkoordinasi aktivitas motorik di otak. Dopamin adalah prekursor NE. NE disintesis dan disimpan di ujung saraf postganglionik simpatik. NE juga disintesis di medula adrenal dan merupakan prekursor EPI. EPI disimpan terutama di sel kromafin dari medula adrenal. 80-85% dari kandungan katekolamin di medula adrenal adalah EPI dan 15-20% adalah NE. Otak mengandung baik reseptor adrenergik maupun dopaminergik, tapi sirkulasi katekolamin tidak melewati sawar darah otak. Katekolamin yang terdapat di otak, berarti juga di sintesis disana. Konfigurasi kimia katekolamin dijelaskan pada gambar 12-7. Fungsi klinik katekolamin adalah simpatomimetik tapi tidak semua simpatomimetik adalah katekolamin.

17

Sintesis Sintesis NE yang utama adalah di ujung saraf postganglionik. Beberapa sintesis terjadi di vesikel dekat badan sel yang melalui ujung saraf. Fenilalanin dan tirosin dibawa ke axoplasma dari nervus terminal dan disintesis menjadi NE atau EPI. Gambar 12-9 menjelaskan kaskade sintesis NE atau EPI.

18

19

Dopamin dibentuk dari dihidroksifenilalanin oleh dihidroksi fenilalanin dekarboksilase. Sintesi terjadi di sitoplasma neuron. Dopamin kemudian memasuki vesikel. Vesikel dari neuron postganglionik perifer mengandung enzim dopamin B hidroksilase yang mengubah dopamin menjadi NE. Medula adrenal mengandung feniletanolamin-N Metil transferase yang mengubah NE menjadi EPI. Reaksi ini terjadi di luar vesikel medula dan EPI yang terbentuk kemudian memasuki vesikel untuik disimpan (Gambar 12-10). Semua katekolamin endogen disimpan di vesikel presinaptik dan dilepaskan saat ada aksi potensial.

Figure 12-10. Schematic of the synthesis and disposition of NE in adrenergic neurotransmission. (1) Synthesis and storage in neuronal vesicles; (2) action potential permits calcium entry with (3) exocvtosis of NE into synaptic gap. (4) Released NE reacts with receptor on effector cell. NE (5) may react with presynaptic a~ receptor to inhibit further NE release or with presynaptic /3 receptor to enhance reuptake of NE (6) (uptake 1). Extraneuronal uptake (uptake 2) absorbs NE into effector cell (7) with overflow occurring systemically (8). MAO = monoamine oxidase; COMT = catechol-O-methyltransferase; Tyr = tyrosine; DOPA = dihydroxyphenylalanine; NE = norepinephrine.

20

Regulasi Peningkatan aktivitas saraf simpatis, seperti pada congestive heart failure atau sters emosional, merangsang sintesis dari tirosin hidroksilase dan dopamin B hidroksilase. Glukokortikoid dari kortex adrenal melewati medula adrenal dan merangsang peningkatan feniletanolamin-N_metil transferase yang memetilasi NE menjadi EPI. Pelepasan NE tergantung dari depolarisasi dari saraf dan peningkatan permeabilitas ion Ca. Ca dapat mencetuskan eksositosis granula NE. Pelepasan ini dapat dihambat oleh Kolokisin dan Prostaglandin E2, menyebabkan mekanisme kontraksi. Proses ini dijelaskan pada gambar 12-11.

Figure 12-11 This schematic demonstrates just a few of the presynaptic adrenergic receptors thought to exist. Agonist and antagonist drugs are clinically available for these receptors (see Table 12-5). The a2 receptors serve as a negative feedback mechanism whereby NE stimulation inhibits its own rekase. Presynaptic (3 stimulation increases NE uptake, augmenting its availability. Presynaptic muscarinic (MUSC) receptors respond to ACh diffusing from nearby cholinergic terminals. They inhibit NE release and can be blocked by atropine. Inaktivasi

21

Katekolamin dipindahkan dari celah sinaps dengan 3 mekanisme (Gambar 12-10), yaitu pengambilan kembali ke terminal presinaptik, uptake extraneuronal, dan difusi. Terminasi NE pada efektor hampir seluruhnya oleh pengembalian kembali NE ke akhir neuron prosinaptik. (uptake 1). Saat NE kembali berada di nervus terminal, NE disimpan divesikel untuk digunakan kembali. Sejumlah kecil NE dideaminasi di dalam sitoplasma neuron oleh monoamine oxidase untuk membentuk asam dihidroximandelic, yang menyebar keluar dari nervus terminal dan memasuki cairan interstitial uptake 1 bersifat aktif, memerlukan energi temperaturdependent, yang dapat dihambat secara farmakologis. Reuptake NE di terminal presinaptik merupakan proses stereospesifik komposisi struktural yang sama (guanethidine,metaraminol) dapat memasuki vesikel dan menggantikan neurotransmitter. Antidepresant trisiklik dan kokain menghambat reuptake NE. Penemuan terbaru menyebutkan bahwa reuptake NE diperantarai oleh mekanisme presinaptik adrenergik karena blokade ini menyebabkan peningkatan EPI & NE (Gambar 12-10, gambar12-11), sedangkan blokade tidak. Uptake extraneuronal (uptake 2) adalah jalur minor untuk inaktivasi NE. NE diambil oleh sel efektor dan jaringan extraneuronal lain dan dimetabolisme oleh monoamine oxidase dan catechol-O- methyltransferase untuk membentuk vanillymandelic acid (gbr12-12). Jumlah katekolamin permenit yang lepas dari uptake 1 & 2 menyebar ke sirkulasi (uptake 3). Uptake 1 & 2 menghilang saat simpatometik diberikan secara eksogen.EPI juga diinaktivasi oleh enzim yang sama. Produk metabolik akhir dari katekolamin adalah asam vaillylmandelic. Asam ini mewakili metabolit dari NE (80-90%) yang ditemukan di urine. < 5% dari pelepasan NE ditemukan tanpa perubahan bentuk di dalam urine. Produk matabolik yang diekskresi di urine menggambarkan estimasi kasar dari aktivitas simpatis dan dapat memfasilitasi diagnosis klinis dari phaeochromacytoma.

22

Receptors Agonis adalah substansi yang berinteraksi dengan reseptor yang dapat menyebabkan respon biologis. Ach,NE,EP, dan ATP adalah agonis sistem saraf otonom. Antagonis adalah substansi yang mengganggu terjadinya respon pada reseptor. Reseptor adalah tempat target di sel yang apabila di aktivasi oleh agonis, menimbulkan respon pada sel efektor. Reseptor adalah makromolekul dari protein dan berlokasi di membran plasma. Ribuan reseptor adalah sel tunggaldan 25000 sel tunggal dapat diinervasi oleh satu neuron. Cholinergic Receptors Ach adalah neurotransmiter dari 3 reseptor berbeda. Reseptor-reseptor ini dapat dibedakan dari lokasi anatomis dan kemampuan untuk mengikat agonis dan antagonis. Reseptor kolinergik selanjutnya dibagi menjadi reseptor muskarinik dan nikotinik karena muscarinik dan nikotinik menstimulasi secara selektif, kedua reseptor ini berespon terhadap Ach. Muscarine mengaktifasi reseptor kolinergik pada saraf parasimpatis postganglion dari jantung dan otot polos di seluruh tubuh. Stimulasi muscarinic menyebabkan bradikardi, menurunkan inotropik, bronkhokontriksi, miosis, salivasi, hipermolitas gastrointestinal dan peningkatan sekresi asam labung. Reseptor muskarinik dapat dihambat oleh atropin tanpa berefek ke reseptor nikotinik Muskarinik reseptor reseptor diketahui terdapat pula di luar dari PNS post ganglion junctions. Reseptor ini ditemukan pada membrane presynaptic dari saraf yang mempersarafi jantung, pembuluh darah koroner, dan pembuluh darah perifer. (Gb.12-11). Reseptor ini akan dirubah menjadi reseptor adrenergic muscarinik dikarenakan oleh lokasinya, akan tetapi hal ini akan terjadi bila ada stimulasi oleh Ach. Stimulasi oleh reseptor ini akan menhibisi pelepasan NE menjadi 2- stimulasi reseptor. Pemblokadean dari muscarinic akan menghentikan pelepasan NE, termasuk aktivitas dari SNS. Atropine, adalah salah satu protoripe muscarinik bloker, yang menyebabkan aktivasi dari sympathomimetik yang bisa

23

juga memblokade reaksi vagal. Obat-obatan penghambat neuromuscular dapat menyebabkan tachikardi yang merupakan mekanisme yang biasa terjadi pada penggunaan obat ini. Ach bekerja secara potent pada reseptor adrenergik muscarinik untuk pelepasan dari NE. Reseptor prejungtional muscarinik memegang peranan yang penting dalam fisiologi dari jaringan organ-organ penting (ex. Jantung) Plexusplexus yang terdapat pada saraf-saraf SNS dan PNS juga terlibat dalam hal ini plexus, ACH, melepaskan diri dari PNS terminal (Nervus vagus), yang akan menghibisi pelepasan NE dengan cara mengaktivasi reseptor adrenergik muscarinik.(gb.12-11). Reseptor nikotinic ditemukan pada sinaptic juntions pada kedua ganlia SNS dan PNS. Karena kedua junction ini bersifat kolinergik, Ach atau beberapa substansi seperti Ach kan mengebabkan pelepasan postganglionic fiber dari kedua sistem.(Gb12-3). Dosis kecil dari nicotine akan menyebabkan stimulasi dari ANS ganglia, dan dosis yang tinggi akan menyebabkan blokade. Dualisme ini merupakan suatu efek langsung dari nikotin (lihat Obat-obat ganglionic). Stimulasi nikotinic terhadap sel-sel ganglia SNS akan menyebabkan hipertensi dan tachikardi sehingga menyebabkan pelepasan dari EPI dan NE dari medula adrenalis. Pelepasan hormon adrenal ini diperantarai oleh Ach pada sel-sel chromafin, yang merupakan analog pada postganglionic sel-sel neuron(gb12-3). Peningkatan konsentasi dari nikotine akan menyebabkan blokade dari ganglionic. Kolinergik neurofektor juntion pada otot-otot skeletal juaga mengandung reseptor nikotinic, tetapi mereka tidak dapat diidentifikasikan seperti pada ANS ganglia. Adrenergic Reseptor Von Euler (1946) membedakan efek fisiologi dari EPI dan NE. Reseptor adrenergik dibagi menjadi adrenergik dan nonadrenergik, tergantung pada responnya terhadap EPI atau NE. Perbedaan pada kedua obat ini telah diketahui sejak tahun 1948 oleh Ahlquist yang membedakan Reseptor adrenergik ini menjadi 2 tipe yaitu alpha () dan beta (). Reseptor ini dapat diklasifikasikan

24

berdasarkan potensial efek terhadap SNS agonis dan antagonis. Reseptor yang berespon terhadap efek potensial dari NE EPI > isoproterenol sidebut sebagai reseptor . Dan yang berespon terhadap potensial dari isoproterenol > EPI NE disebut sebagai reseptor (tabel 12-5). Perubahan baru pada agonis dan antagonis melibatkan aktivitas selektif yang relatif dimana reseptor dibagi menjadi 1 dan 2. Reseptor dibagi menjadi 1 dan 2. Concept ativitas dari reletifitas selektif ini adalah menambahkan perbedaan potensial pada jaringanjaringan pada obat-obat yang sejenis, dimana penambahan ini akan menyebabkan perubahan pada respon curves.(gb12-13). Obat-obatan simpatomimetic adrenergik ini akan menyebabkan perubahan dari efek-efek pada satu dan lain obat disebabkan perbedaan dari substansi aminenya, yang akan menyebabkan suatu efek relatifitas dari atau .(Gb 12-7). Beberapa reseptor adrenergic lainnya yang spesifik terhadap dopamine akan menghasilkan suatu reseptor dopaminergik.Penelitian-penelitian bukan saja mempelajari mengenai reseptor dan reseptor akan tetapi juga diteliti tentang reseptor dopaminergic. Reseptor dopaminergik ini telah berhasil di identifikasi terdapat di CNS dan di ginjal, mesentrium, dan pembuluh darah koroner. Pentingnya mengetahui fisiologi dari reseptor ini masih kontrofersi dikarenakan tidak ditemukannya sel-sel neuron dopaminergik di perifer. Dopamine terdapat pada aliran sirkulasi siasumsikan sebagai hasil dari kelebihan metabolisme dopamine di otak. Fungsi dari dopamin pada CNS telah diketahui sejak lama, akan tetapi reseptor dopaminergik di perifer baru diketahui pada dekade ketiga ini. Persentase kadar dopamine diperifer ini tidak tentu dikarenakan dopamine bukan merupakan efek yang dihasilkan oleh reseptor dopaminergik secara eksklusif. Dan hanya akan menstimulasi sedikit sekali dari reseptor dan reseptor . Walau bagaimanapun juga , fungsi reseptor dopaminergic ini secara independent akan menghambat & yang dapat dihilangkan oleh dopaminergik antagonis seperti haloperidol, droperidol dan phenothiazines. Dalam hal ini sangat berguna untuk

25

klasifikasi dari Ahlquist tentang reseptor dopaminergis dan substatnya (DA1 dan DA2). Pembagian lokasi anatomi dan struktur yang membentuknya telah dapat diketahui dengan cara pemeriksaan radiogland. Penyebaran adrenoreseptor pada setiap organ dan jaringan berbeda-beda, dan perbedaan tidak hanya berdasarkan lokasinya saja akan tetapi berapa banyak dan penyebarannya. Adrenoreseptor ditemukan pada kedua loci di neuroefektor sympathetik junction. Keduanya ditemukan pada presinaptik (prejunction) dan postsynaptik (postjuncton) sebaik seperti pada bagian lain exstrasinaps.(gb.12-14). Tbel 12-6 mengetengahkan tentang fungsi dan lokasi synaps pada beberapa kejadian penting secara klinis dimana reseptor tersebut dapat ditemukan. Reseptor prejunctional diketahui ikut terlibat secara cepat dalam pelepasan neurotransmitter oleh karena adanya potensial aksi dari symphatetik.Sedangkan Reseptor postjunctional dapat terlibat atau tidak terlibat tergantung kepada klep synaptic proximity.Reseptor yang berada secara langsung pada membran postjunctional dapat dipastikan akan terlibat. Akan tetapi, kebanyakan dari postsynaptik reseptor 2 dan 2 merupakan extrasinaptik dan tidak pernah terlibat secara langsung walaupun lokasi mereka terdapat pada vicinitas membran postsynaptik. Reseptor ini biasanya lebih banyak berhubungan dengan hormon katekolamine(EPI) daripada dengan neurotransmitter(NE). Reseptor extrasinaptik Juga terdapat pada beberapa faktor yang berhubungan dengan naik atau turunnya faktor regulasi dan sensitifitas dari beberapa reseptor. Ini semua dapat menjelaskan observasi klinis mengenai mengapa EPI dapat bekerja pada agonis lainnya, dimana dia bekerja pada reseptor synaptik, dan pada kenyataannya mungkin tidak efektif. Interaksi yang terjadi antara agonist-reseptor tidak akan terjadi apabila reseptor itu mempunyai onset yang lambat atau durasinya terlalu panjang. Dobutamin telah terbukti dapat meningkatkan persentase diastol tanpa merubah denyut jantung. Peningkatan waktu perfusi diastol inidisebabkan karena

26

pemendekan QS2. Beta blockers dapat menurunkan denyut jantung dan meningkatkan persentase diastol karena obat ini mempunyai efek yang kecil terhadap QS2 pada dosis klinis standar. Tekanan perfusi diastolik juga dapat meningkat dengan beta blockers karena peningkatan tonus relatif. Lidokain tidak mempunyai efek yang baik terhadap denyut jantung atau QS2. PRELOAD Sinonim dengan volume venous return ke jantung, yang menghasilkan Cardiac Output lewat mekanisme Frank Starling. Preload dapat ditingkatkan dengan menambahkan volume terhadap sirkulasi atau konstriksi vena akut. Walaupun konstriksi vena menghasilkan peningkatan minimal pada resistensi total vaskuler (after load), konstriksi vena minimal ini mampu menghasilkan pergeseran volume darah yang besar ke sirkulasi darah sentral. Efek distribusi sentral dari katekolamin sama pentingnya seperti aksi inotropiknya dalam meningkatkan CO pada pasien hipovolemik. AFTERLOAD Adalah pengukuran dari ejeksi ventrikel dan merupakan faktor dominan dalam menentukan CO bila inotropisme terganggu. Afterload adalah satu-satunya faktor dari 4 hal yang menentukan CO, yang mana bila ia meningkat, akan mengurangi alirannya. Hukum Ohm menyatakan bahwa aliran darah melalui organ apapun secara langsung berhubungan dengan gradien tekanan darah yang melewati organ tersebut tetapi berbanding terbalik terhadap resistensi (afterload). INOTROPISME Hal ini diartikan sebagai kekuatan dan kelenturan kontraksi ventrikel jika preload dan afterload dipertahankan konstan. Kita dapat mendefinisikan kegagalan inotropisme lebih baik daripada definisi aslinya. Miokardium membuat CO dapat diatur pada level manapun di bawah batas inotropiknya. Ketika inotropisme

27

normal, CO lebih tergantung pada faktor-faktor ekstra kardiak seperti preload dan afterload (lihat gambar). LUSITROPISME Lusitropisme menggambarkan abnormalitas relakssasi miokardium, atau diastol, sebagai kebalikan masalah inotropisme. Disfungsi lusitropik memainkan peran yang lebih besar pada gagal jantung kronis dibanding hitherto appreciated. Penurunan lusitropisme adalah karakteristik dari penuaan miokardium. Masalah yang berhubungan dengan penggunaan vasopressr yang lebih dini, diketahui disebabkan oleh rendahnya pengertian fisiologi kardiovaskuler klinis dan ketidakmampuan untuk memonitor pasien-pasien yang sakit berat. Kata vasopressor, dulu disamakan artinya dengan vasokonstriksi, sekarang telah menjadi istilah untuk obat-obat tertentu, yang dengan cara apapun, meningkatkan CO dan dapat atau tidak dapat meningkatkan tekanan darah.Penggunaannya dalam anestesi termasuk : 1. menjaga perfusi organ 2. terapi reaksi alergi 3. memperpanjang efek anestesi lokal dan 4. untuk RJP. Pemilihan efek adrenergik Pemilihan obat vasoaktif membutuhkan pengetahuan tentang gangguan hemodinamik dan efek farmakologi dari obat tersebut. Efek katekolamin dan obat simpatomimetik berhubungan dengan kadarnya dalam plasma, yang secara langsung tergantung dari kadar infusnya. Waktu paruhnya pendek, antara 2-3 menit. Efek samping yang tidak diinginkan menghilang dalam beberapa menit setelah menurunkan atau menghentikan pemberiannya. Simpatomimetik, menghasilkan efek hemodinamik yang luas dan dapat digunakan dalam bentuk kombinasi untuk menghasilkan efek yang lebih luas.

28

Tujuan mengobati sindroma low-output adalh untuk menghasilkan dan mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat. Terapi cairan yang agresif umumnya berhasil. Simpatomimetik bukanlah obat pengganti volume. Tetapi, sekali volemu intra vaskuler optimal, obat vasoaktif mungkin dibutuhkan untuk mempertahankan CO. Simpatomimetik yang baru dibuat dirancang secara kimiawi untuk menghasilkan inotropisme dan vasodilatasi dibanding efek penekanan. Misalnya, aktivasi inotropik dari reseptor beta 1 dan beta 2 menghasilkan inotropisme dan kronotropisme positif. Stimulasi selektif dari reseptor beta2 vaskuler menyebabkan vasodilatasi. Outflow ventrikel kiri dapat meningkat sebagai reaksi dari peningkatan reduksi afterload dan inotropisme. Bagaimanapun juga, kronotropisme mungkin merupakan gambaran yang tidak diinginkan pada pasien dengan stenosis mitral atau CAD. Coupling Reseptor-Efektor Katekolamin Efek fisiologis akhir dari suatu obat simpatomimetik biasanya didefinisikan sebagai gabungan dari efek-efeknya terhadap reseptor , dan DA. Sebagian besar obat adrenergis mengaktivasi atau menginhibisi reseptor-reseptor dengan berbagai intensitas. Masing-masing katekolamin memiliki efek yang berbeda, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, terhadap miokardium dan vaskularisasi perifer. Tabel 12-13 menjelaskan potensi kerja beberapa amine adrenergis terhadap beberapa reseptor mikardium dan vaskuler. Potensi kerja relatif ini juga dipengaruhi oleh dosis, sehingga hal ini juga menjadi variabel yang mempengaruhi. Penggunaan tanda tambah (+) atau angka nol (0) merupakan metode klasik untuk menggambarkan sensitivitas relatif coupling katekolaminreseptor. Tanda tambah tersebut juga memiliki makna simbolis, yang menggambarkan adanya efek penjumlahan yang bekerja pada reseptor katekolamin. Adanya efek penjumlahan ini mengimplikasikan bahwa lokasilokasi ikatan agonis adrenergis pada reseptor adrenergis memiliki jumlah terbatas. Selama bertahun-tahun, pembahasan mengenai katekolamin hampir seluruhnya difokuskan kepada kerjanya terhadap miokardium dan terhadap pengaturan

29

pembuluh-pembuluh darah yang mempengaruhi resistensi arteri. Perubahan pada resistensi vena hanya berperan kecil dalam menentukan resistensi vaskuler total dan tekanan darah. Namun, perubahan kecil saja pada kapasitansi vena akan menghasilkan perubahan yang besar dalam aliran balik darah vena karena 60-70% dari volume darah yang beredar terdapat di dalam sirkulasi vena. Efek dari amine simpatomimetik terhadap sirkulasi vena tampak mengatur distribusi, karena konstriksi vena yang akut akan meningkatkan volume darah sentral (preload), sedangkan dilatasi akan menurunkan aliran balik vena karena akan mendorong terjadinya pooling pada pembuluh perifer. Efek distributif suatu katekolamin mungkin hampir sama pentingnya dengan efek inotropik yang ditimbulkannya dan lebih penting dari efeknya terhadap arteri. Pendefinisian yang lebih lanjut perlu menjelaskan beberapa data yang membingungkan dan rumit yang ditemukan apabila pengamatan klinis hanya ditujukan terhadap efek adrenergis pada miokardium dan vaskularisasi arteri. Infus EPI intravena dan intrarteri pada manusia telah ditemukan dapat menimbulkan konstriksi vena yang cukup berat. Vasokonstriksi arteri mendahului terjadinya venokonstriksi, namun SV tidak meningkat sampai onset venokonstriksi. Peningkatan awal dalam curah jantung yang ditemukan pada pemberian EPI lebih banyak ditimbulkan oleh peningkata preload ddibandingkan dengan efek pada arteri atau pada jantung secara langsung. NE menghasilkan efek yang mirip, hanya onset venokonstriksinya lebih lambat. Suatu kemampuan diferensial yang dimiliki amine untuk menimbulkan konstriksi vena telah diamati pada hewan. Data yang didapatkan dinyatakan sebagai suatu persentase rata-rata kontribusi resistensi vena terhadap perubahan total pada resistensi vaskuler (Tabel 12-14). Methoxamine dan NE dianggap memiliki potensi yang sama dengan vasokonstriktor arteri 1. Namun, efek-efek ini sangat berbeda dari efek-efek terhadap venokonstriksi. Kurangnya respon venokonstriksi terhadap methoxamin juga ditemukan pada manusia. Penelitian yang hampir sama dilakukan terhadap manusia, dan hasilnya menyerupai hasil yang didapatkan sebelumnya. Tabel 12-15 menjelaskan potensi

30

relatif yang dimiliki beberapa katekolamin terhadap pembuluh-pembuluh darah yang mempengaruhi resistensi dibandingkan dengan potensi relatifnya pembuluhpembuluh darah yang mempengaruhi kapasitansi. Data ini hanya melambangkan potensi relatif amine-amine ini tehadap pembuluh-pembuluh yang mempengaruhi resistensi atau kapasitansi dan bukan perbandingan rasio potensi diantara keduanya. Namun, data tersebut sudah dapat memperlihatkan perbedaan antara keduanya. NE merupakan amine yang paling poten dalam hal konstriksi arteri dan vena. Metaraminol 1,5 kali lebih poten dibandingkan dengan fenilefrin dalam kemampuannya mengkonstriksi pembuluh-pembuluh yang mempengaruhi resistensi. Namun, fenilefrin 1,5 kali lebih ampuh dalam menimbulkan konstriksi dalam pembuluh-pembuluh yang mempengaruhi kapasitansi dibandingkan dengan metaraminol. NE terbukti 12 kali lebih poten dibandingkan metaraminol dalam menimbulkan konstriksi pada pembuluh-pembuluh yang mempengaruhi resistensi. dan 24 kali lebih efektif dalam menimbulkan konstriksi pembuluhpembuluh yang mempengaruhi kapasitansi. Brown dan kawan-kawan melaporkan respon pembuluh-pembuluh yang mempengaruhi resistensi dengan pembuluh-pembuluh yang mempengaruhi kapasitansi pada manusia dengan bypass kardiopulmonal. Metode ini merupakan metode yang unik untuk mengamati respon hemodinamik obat karena kecepatan aliran (curah jantung) berada dalam nilai yang tetap, sehingga tidak mengikutsertakan efek obat tersebut terhadap miokardium. Perubahan dalam resistensi atau kapasitansi dicerminkan baik sebagai perubahan pada tekanan maupun sebagai perubahan pada volume darah dalam reservoir. Fenilephrin, yang merupakan suatu agonis , menghasilkan suatu penurunan yang signifikan dalam kapasitansi vena (venokonstriksi). Resistensi arteri juga meningkat, namun dalam derajat yang lebih rendah. Hal ini mengkonfirmasi penelitian yang dilakukan oleh Schmidt dan kawan-kawan. Dopamin menghasilkan venokonstriksi yang signifikan pada dosis yang tidak memiliki efek langsung terhadap jantung atau arteri, hal ini juga mengkonfirmasikan penelitian terhadap efek dopamin terhadap binatang.

31

De Mey dan Vanhoutte membandingkan efek agonis sistem saraf simpatis terhadap cincin yang terbuat dari pembuluh darah arteri dan vena yang diambil dari anjing. Data yang didapatkan menyerupai informasi yang terdapat pada tabel 12-15. NE merupakan konstriktor arteri dan vena yang paling poten, dan sensitivitas relatif arteriol terhadap fenilephrin dan methoxamine juga hampir sama. Penelitian mereka menunjukkan bahwa perbedaan respon yang ditunjukkan oleh arteri dan vena merupakan akibat dari distribusi reseptor pasca sinaps 1 dan 2 yang tidak seimbang. Hasil yang mereka dapatkan mengindikasikan adanya kehadiran kedua jenis reseptor pada otot polos vena, sedangkan sel-sel otot polos arteri terutama memiliki reseptor 1 pasca sinaps. Tabel 12-16 merupakan ringkasan dari data-data yang tersedia mengenai potensi relatif yang dimiliki amine terhadap reseptor yang terdapat pada pembuluh darah yang mempengaruhi resistensi dan pembuluh darah yang mempengaruhi kapasitansi. Ketersediaan data yang terbatas memungkinkan adanya ketidakakuratan, namun tabel ini merupakan hasil dari berbagai sumber dengan konsistensi yang luar biasa. Tabel ini disajikan sebagai suatu petunjuk untuk pemilihan obat. Reseptor perifer pembuluh darah resistensi dan kapasitansi mengatur timbulnya vasokonstriksi, namun dengan efek yang berbeda terhadap afterload dan preload, sehingga reseptor 1 telah dibagi menjadi 1 arteri (1a) dan 1 vena (1v). Perlu diperhatikan bahwa methoxamine dan feniephrin, keduanya obat murni, merupakan vasokonstriktor arteri dengan potensi yang sama. Namun fenilephrin merupakan suatu venokonstriktor yang poten sedangkan methoxamine hampir tidak memiliki efek sama sekali terhadap pembuluhpembuluh yang mengatur kapasitansi. Dopamine memiliki efek venolonstriksi (1v) yang poten pada dosis yang hanya menimbulkan sedikit efek 1a atau . Dosis obat dan Efek Simpang Efek simpang utama yang dimiliki amine simpatomimetik berkaitan dengan aktivitas atau yang berlebihan. Potensi timbulnya bahaya dapat dipahami melalui karakteristik reseptornya. Aktivitas 1 yang berlebihan dapat

32

meningkatkan kontraktilitas jantung namun juga meningkatkan detak jantung dan konsumsi oksigen miokardium melebihi persediaan. Disritmia yang berat sering ditemukan pada keadaan aktivitas 1 yang berlebih sebagai akibat peningkatan kecepatan konduksi, peningkatan kecepatan denyut jantung otomatis dan iskemia. Aktivitas 2 memiliki potensi untuk meningkatkan curah jantung dengan mengurangi resistensi (afterload) sementara menurunkan tekanan darah. Namun, suatu penurunan tekanan diastol yang berlebihan mengurangi perfusi koroner obstruktif dan dapat memperburuk keadaan iskemi miokardium. Efek 1 dan 2 agonis adrenergis lebih berguna secara klinis dibandingkan dengan efek 1 dan dapat digunakan untuk jangka waktu yang lebih lama. Sayangnya, sangat sulit untuk memisahkan efek inotropis, dromotropis dan kronotropis dalam suasana klinis. Karakteristi suatu obat inotropik yang ideal dapat dilihat pada tabel 12-17 untuk digunakan sebagai perbandingan terhadap masing-masing obat yang akan dibahas. Obat-obat dengan efek agonis 1 dapat menimbulkan peningkatan dalam tekanan darah seperti yang diinginkan namun mengurangi aliran darah total akibat peningkatan resistensi arteri (afterload). Konstriksi vena 1 yang lebih berat dapat memperbaiki curah jantung dengan meningkatkan preload atau juga dapat mempresipitasi timbulnya gagal jantung apabila preload melebihi kemampuan kontraktil miokardium. Secara umum, efek yang dimiliki simpatomimetik hanya berguna saat dipakai untuk indikasi-indikasi yang spesifik dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Tindakan-tindakan lain biasanya lebih efektif dalam memperbaiki aliran dan diindikasikan sebelum suatu presor digunakan. Satu-satunya saat dimana sebuah amine adrenergis lebih baik digunakan daripada sebuah presor (atau dalam kisaran dosis presor) tanpa mempertimbangkan alirah darah adalah pada saat tekanan perfusi arteri harus ditingkatkan dengan segera untuk mencegah kematian atau keadaan patologis. Resusitasi jantung paru merupakan contoh utama suatu situasi dimana efek presor diperlukan untuk menghasilkan perfusi koroner diastol selama pemijatan jantung dalam atau luar. Obat manapun dengan efek agonis yang kuat

33

akan cukup efektif dalam situasi ini. EPI, dengan tambahan efek nya, telah menjadi obat lapis pertama untuk situasi seperti ini. Obat-obatan yang menimbulkan vasodilatasi, seperti isoproterenol, tidak terlalu bermanfaat dalam kondisi ini walaupun mereka memiliki efek inotropik. Situasi lain dimana penggunaan vasokonstriktor dapat dibenarkan sebagai tindakan sementara adalah hipotensi saat perfusi serebral, koroner atau bypass ekstrakorporal merupakan pertimbangan utama. Penggunaan agonis adrenergis dengan efek yang kuat dalam jangka waktu yang lama biasanya menimbulkan takifilaksis. Fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan hilangnya volume plasma melalui kapiler yang iskemik dan downregulation reseptor adrenergis. Spinkter prekapiler berada dalam kontrol miogenik lokal dan akan berelaksasi dalam keadaan hipoksia dan asidosis, walaupun terdapat stimulasi . Spinkter postkapiler lebih fungsional dalam lingkungan dengan hipoksia dan asidosis namun berada dalam kendali sentral yang lebih kuat. Tonus postkapiler yang tetap tinggi sedangkan terdapat relaksasi prekapiler meningkatkan tekanan hidrostatis dengan penurunan volume intravaskuler. Kejadian-kejadian ini hanya beberapa penjelasan dari keadaan syok levophed yang sebelumnya dianggap misterius dimana pasien tidak dapat dilepas dari infus NE. Dopamin merupakan agonis DA yang tersedia secara klinis. Hal ini telah dimanfaatkan secara efektif dalam penggunaan klinis untuk mengurangi resistensi dalam jaringan pembuluh darah mesenterika dan ginjal, menimbulkan perbaikan dalam perfusi di daerah-daerah tersebut dalam keadaan aliran rendah. Hanya sedikit komplikasi yang ditemukan pada penggunaan dopamin untuk tujuan ini. Sindrom Output Rendah Pasien dengan curah jantung yang rendah memiliki kelainan pada jantung, pembuluh darah atau distribusi aliran darah. Mereka yang berada dalam kondisi ini selama lebih dari 1 jam biasanya mengalami disfungsi pada ketiga komponen tersebut. Monitoring hemodinamika modern telah menemukan bahwa hipovolemi,

34

baik relatif maupun absolut, merupakan penyebab sindrom Output rendah yang paling banyak ditemukan, apapun etiologinya. Penanganan awal menggunakan amine adrenergis dalam keadaan ini kemungkinan dapat menghambat pemulihan volume dan akan memperberat keadaan syok. Penanganan hemodinamis yang tepat pada keadaan syok sepsis, yang merupakan anomali distributif yang paling sering ditemukan, masih berada dalam kontroversi, namun pemulihan volume merupakan pertimbangan yang paling utama. Pemulihan volume juga merupakan penanganan awal disfungsi jantung, karena hipovolemi sering ditemukan bersamaan dengan penurunan kerja miokardium. Kerja ventrikel dapat diperbaiki terutama dengan dasar meningkatkan preload. Penanganan syok kardiogenik merupakan contoh yang baik mengenai keadaan aliran darah yang rendah yang membutuhkan berbagai intervensi otonomik yang juga digunakan pada bentuk lain dari sindrom output rendah. Reduksi akut dalam kontraktilitas ventrikel kiri (inotropisme) menghasilkan suatu kaskade efek yang semakin memburuk dalam suatu proses siklik (Gambar 12-28). Seseorang dapat menggambarkan kaskade ini dengan diawali salah satu dari lima penentu curah jantung. Penurunan konraktilitas akan menghasilkan penurunan dalam curah jantung, peningkatan tekanan ventrikel kiri pada akhir diastol dan menimbulkan berbagai refleks kompensasi. Mekanisme kompensasi ini salah satunya adalah hukum Frank-Starling dan peningkatan aktivitas simpatis yang memperkuat kontraktilitas dan denyut jantung. Disfungsi kronis akan menimbulkan mekanisme kompensasi yang ketiga, yaitu hipertrofi. Atribut obat inotropik yang ideal dapat dilihat pada tabel 12-17. Obat inotropik yang dibutuhkan oleh pasien yang digambarkan dalam gambar 12-28 adalah obat dengan onset yang cepat namun durasinya singkat agar tidak meingkatkan denyut jantung, preload (kecuali dalam keadaan hipovolemik), afterload atau ukuran infark. Karena obat inotropik yang ideal tidak ada, maka efek samping perifer dari obat inotropik manapun sangat perlu dipertimbangkan dalam menentukan pilihan karena semuanya merupakan agonis multireseptor.

35

Kegagalan miokardium ditemukan saat jantung tidak dapat memompa darah dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan metabolik. Manifestasi klinis gagal jantung timbul dari hilangnya keseimbangan sirkulasi perifer yang merupakan hasil dari output jantung yang lebih sedikit dibandingkan input. Tekanan vena meningkat dan timbul kongesti. Terdapat perbedaan yang mencolok antara gagal jantung kronis, apapun akibatnya, dengan gagal jantung akut akibat infark. Perbedaan antara keduanya saat ini telah dapat dimengerti. Pasien dengan gagal jantung kronis mengalami retensi natrium dan air dan secara umum cenderung untuk mengalami hipervolemia, sementara pasien dengan gagal jantung akut dapat normovolemik atau hipovolemik. Kardiomegali merupakan gambaran kompensasi yang umum ditemukan pada gagal jantung kronis, sedangkan pada gagal jantung akut tidak ditemukan. Kadar katekolamin dalam sirkulasi dan dalam miokardium berkurang pada pasien gagal jantung kronis, namun pada pasien gagal jantung akut kadar keduanya sangat meningkat. Oleh karena itu, respon terhadap obatobatan inotropis pada gagal jantung kronis dipengaruhi tidak saja oleh berkurangnya persediaan katekolamin miokardium namun juga disebabkan oleh downregulation reseptor . Curah jantung pada gagal jantung kronis berada dalam kisaran nilai batas bawah atau bahkan berkurang, sedangkan pada gagal jantung akut biasanya normal atau meningkat pada gagal jantung akut karena efek dari mekanisme kompensasi. Gagal jantung akut merupakan komplikasi yang paling banyak ditemukan pada kasus infark, dan terjadi pada 40-50% pasien, yang menggambarkan adanya keterlibatan miokardium sebesar 20-25%. Dibandingkan dengan pasien penderita gagal jantung kronis, disfungsi ini biasanya bersifat sementara, berlangsung antara 48 sampai 72 jam. Obat dengan efek inotropis yang predominan digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan obat lain untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dengan cepat. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga agar kerusakan miokardium tidak memburuk selama periode ini dengan memberikan dukungan inotropis atau kronotropis yang tepat. Hal ini tidak menjad masalah pada pasien yang mengalami hipertropi, dimana keadaan inotropisme yang timbul

36

kemungkinan dapat mengurangi konsumsi oksigen karena berkurangnya massa ventrikel. Tabel 12-18 menggambarkan salah satu pendekatan dalam penatalaksanaan syok kardiogenik yang diurutkan berdasarkan kepentingan relatifnya. Pemberian obatobat simpatomimetik diletakkan dalam perspektif yang tepat. Tabel tersebut menekankan peran penting monitoring hemodinamik invasif dan manajemen volume dalam mengkonfirmasi suatu diagnosis kegagalan kardiogenik. Walaupun ekspansi volume dan pengurangan afterload dapat memperbaiki curah jantung, intervensi farmakologis lainnya mungkin masih dibutuhkan untuk mengoptimalisasi curah jantung dan distribusinya. Monitoring invasif merupakan suatu keharusan dalam penggunaan obat vasoaktif yang rasional untuk (1) menentukan perlu atau tidaknya suatu obat simpatomimetik, (2) memilih obat sesuai dengan kondisi hemodinamik, (3) mengikuti perubahan-perubahan hemodinamik yang timbul karena sebagian besar efek katekolamin yang menguntungkan dapat tersembunyi dan (4) untuk menghindari komplikasi terapi presor yang dapat terlihat oleh semua. Pemilihan obat untuk keadaan output rendah masih membingungkan. Tabel 12-19 merupakan ringkasan efek-efek hemodinamik yang ditimbulkan oleh beberapa obat-obatan simpatomimetik yang saat ini sedang populer atau pernah populer. Banyak diantara efek hemodinamis yang ditimbulkan tergantung pada dosis pemberian. Kisaran dosis dan kecepatan infusi standarnya juga diberikan. Kecepatan infus standar hanya bersifat sebagai garis besar dan dosis yang sebenarnya harus disesuaikan dengan respon pasien. Methoxamine dan Fenilefrin Methoxamine merupakan prototip dari suatu vasokonstriktor murni. Fenilefrin menghasilkan efek yang hampir sama, namun dengan perbedaan klinis yang penting. Methoxamine hanya memiliki efek 1 dan hampir tidak memiliki efek venokonstriksi. Efek farmakologis satu-satunya adalah untuk meningkatkan resistensi arteri, meningkatkan afterload dan mengurangi aliran darah, walaupun

37

tekanan darah meningkat. Hanya sedikit penggunaan klinis methoxamine, diantaranya resusitasi jantung paru. Methoxamine juga efektif dalam menangani takikardi atrial paroksismal. Sebuah dosis intravena tunggal dapat menghentikan takikardi atrial pearoksismal secara refleks melalui peregangan baroreseptor, sehingga dapat menghindari penggunaan digitalis atau countershock. Pemijatan karotis dapat menghasilkan efek yang sama melalui mekanisme yang sama. Fenilefrin, yang dianggap sebagai obat murni, meningkatkan konstriksi vena melebihi konstriksi arteri dengan mekanisme yang dipengaruhi dosis pemberian, sama dengan dopamin. Konstriksi vena mungkin merupakan fitur yang menjadikannya lebih baik dibandingkan dengan methoxamine yang hanya berefek pada arteri. Dengan diketahui adanya reseptor 1 pada miokardium yang dapat memperbaiki inotropisme, maka sekarang kemungkinan efek inotropik obat ini tidak dapat diabaikan. Secara akut, venokonstriksi akan memperbaiki arus balik vena (preload), namun resistensi arteri (afterload) juga meningkat. Efek akhirnya dapat berupa peningkatan dalam tekanan dan aliran. Fenilefrin, seperti juga methoxamine, tidak merubah curah jantung pada individu normal tetapi dapat menimbulkan penurunan output pada pasien dengan penyakit jantung iskemik. Pemberian presor dalam jangka waktu yang lama jarang diperlukan, namun fenilefrin tetap menjadi pilihan dalam ruang operasi untuk menjaga tekanan selama dilakukan bypass kardiopulmonal dan juga selama dilakukan prosedur intrakranial dan prosedur pada vaskularisasi perifer. Obat ini tidakmenimbulkan disritmia sebagai efek langsung. Fenilefrin juga berguna dalam memutarbalikkan shunt kanan-ke-kiri pada tetralogi Fallot saat pasien sedang melalui spell dalam anastesi. Vasokonstriktor dapat mengurangi ukuran cedera iskemik apabila digunakan bersamaan dengan pompa balon intra-aorta atau nitrogliserin. Norepinephrin NE dan metaraminol menghasilkan efek hemodinamik yang hampir sama. NE merupakan mediator alami SNS dan merupakan prekursor langsung EPI. NE menghasilkan efek hemodinamik secara langsung pada reseptor dan dengan

38

mekanisme yang dipengaruhi dosis saat diberikan melalui secara infusi. NE meningkatkan curah jantung dan tekanan darah apabila diberikan dalam dosis yang kecil (lihat Tabel 12-19), terutama sebagai akibat kerja predominannya pada tingkat ini. Dosis yang lebih tinggi menurunkan aliran darah karena adanya konstriksi arteri sebagai efek yang timbul sebelum timbulnya efek . Refleks bradikardi dapat terjadi sebagaimana pada penggunaan methoxamine dan fenilefrin, walaupun terdapat stimulasi . Peningkatan kadar katekolamin endogen (NE dan EPI) dalam plasma merupakan suatu keadaan dimana simpatomimetik eksogen biasanya diberikan. NE merupakan katekolamin standar yang digunakan untuk membandingkan kerja katekolamin lainnya. NE merupakan neurotransmiter endogen standar pada SNS. Selama bertahun-tahun NE yang diberikan secara intravena menimbulkan reputasi yang salah yang kemungkinan tidak dihargai. Penelitian-penelitian terbaru mengindikasikan bahwa NE selama ini digunakan dalam dosis yang jauh lebih tinggi dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Komplikasi seperti gagal ginjal dan nekrosis jaringan rutin ditemukan dan dapat diperkirakan akan terjadi apabila NE digunakan seperti ini. Pengalaman pribadi dan pengalaman klinisi lain yang telah dipublikasi juga mengindikasikan bahwa apabila infusi NE digunakan hanya untuk mentitrasi terhadap pembuluh darah dan bukan aliran terukur, jumlah NE yang diinfuskan 5 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mendapatkan transpor oksigen dan konsumsi oksigen yang paling baik. Sebagian besar dosis kecepatan infusi yang telah dipublikasi didasarkan pada titrasi tekanan darah sehingga terlalu bebas. Walaupun NE lebih jarang digunakan pada pasien yang sakit berat dibandingkan dengan katekolamin lainnya, telah timbul perhatian kembali pada obat ini. NE tetap bermanfaat secara klinis karena efeknya dapat diprediksi, cepat dan poten. Keberatan terhadap penggunaan NE (atau metaraminol) untuk menangani syok kardiogenik didasari dua pertimbangan: (1) vasokonstriksi meningkatkan tekanan pada ventrikel kiri, dengan efek simpang terhadap ekonomi oksigen pada pompa yang sudah iskemik; (2) obat-obat ini dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih

39

lanjut dan iskemi organ dalam suatu sindrom dimana konstriksi yang berat mungkin telah terjadi. Penggunaan NE membutuhkan monitoring yang intensif, jika tidak, dapat timbul komplikasi. Biasanya tidak perlu menaikkan tekanan darah sistolik di atas 90 100 mmHg. Pada tingkat infusi ini, curah jantung biasanya meningkat sebagai efek tanpa disertai vasokonstriksi perifer yang berlebih. Ne merupakan suatu vasokonstriktor yang poten, sehingga dapat merubah intrepertasi tekanan pengisia vena sebagai petunjuk untuk mendapatkan pemulihan volume yang adekuat. NE juga tidak efektif pada pasien yang menerima katekolamin kosong. Efek yang tidak diinginkan dari penggunaan NE termasuk konstriksi arteri renalis dan semakin oligouria. Prolong terapi dapat memproduksi kekurangan volume plasma sebagai hasil dan transudasi cairan pada kapiler. Dalam beberapa bagian, shock cardiogenik membutuhkan pemasukan NE yang kontinyu dengan pemasukan cairan. Guna kombinasi dosis NE efektif yang minimal harus dimonitor invasive dengan hati-hati dan pengaturan cairan cara untuk mencegah iatrogenic. NE didaftarkan secara sentral dengan iv line untuk mencegah nekrosis jaringan dari extravasasi. Dapat juga untuk efek intropik dengan dosis rendah dan titrasi untuk efek selama monitoring cardiac output. Monitoring tekanan darah saja atau titrasi untuk efek predeterminasi , selalu mengganggu untuk cardiac output. Kenaikan tekanan darah juga meningkatkan SVR dan mengurangi pengiriman aliran dan kontribusi untuk cardiac failure. Dosis pertengahan NE dapat mengganggu efek perfusi end-organ, hubungan the drugs ill gotten harus dipress daripada dialirkan. Bagaimanapun dalam karakteristik kondisi klinik dengan tekanan perfusi yang rendah, aliran tinggi (vasodilatasi), dan maldistribusi pengaliran, NE terlihat memperbaiki aliran darah ginjal dan splanchnic denganmeningkatkan tekanan, asal pasien telah diresutasi. Epinephrine

40

EPI adalah katekolamin endogen prototypical. Dibentuk, disimpan, dikeluarkan dari medulla adrenal dan element hormonal pada respon tight atau flight. Penggunaan yang luas dari katekolamin di dunia medis, EPI digunakan untuk pengobatan asma anapilaksis, cardiac arrest dan pendarahan serta prolong anastesi regional. Manfaat kardiovaskular dari EPI jika sistematis, langsung dari dan reseptor. Dosis dependen yang terdapat pada table 12-19. Efek EPI pada vaskularisasi perifer beragam. Efek predominan stimulasi pada beberapa tempat (kulit, mukosa, ginjal) dan stimulasi di tempat lain (otototot skeletal). Efek ini juga dosis dependen. Dosis terapilutik, adrenergic berefek pada pembuluh darah perifer, tahanan total dapat dikurangi. Konstriksi daerah ginjal dan kutaneus termasuk efek dominant . Peningkatan CO dengan EPI dapat meredistribusi darah ke pembuluh darah yang bertahanan rendah di otot tapi dengan reduksi yang lebih untuk pengaliran ke organ vital. Cardiac dysrhytmia merupakan resiko yang dapat dilihat efek chronotropik kuat dari EPI telah dibatasi kegunaannya atau pengamatan sistematis pada pengobatan shock kardiogenik. EPI sering digunakan pada anastesi perioperatif oleh ahli bedah dan ahli anastesi. Sering digunakan untuk memproduksi kekurangan darah pada dentistry, otolaryngology dan skin dafting juga topical local dan blok. Ahli anastesi sering menggunakan prolong anestesi regional. Penambahan EPI pada infusion arthroscfopic mengatasi kehilangan darah pada tempat lain penggunaan EPI meningkat. Infuse ini biasanya aman pada operasi yang kering karena dicairkan dengan 1 : 3.000.000. Bagaimanapun sejumlah besar infuse dan absorbsi EPI yang tak terprediksi , khususnya menispisnya tulang cancellous dapat mengekspose pasien kepada sejumlah excessive dari epinephrine lebih dari menurunya pada jangka pendek. Komplikasi yang tidak diharapkan dari overdosis epineprin, acue heart failure, pulmonary edeme atau cardiac arrhytmias dan arrest pada penderita sehat dan muda.Masalah selama infusion cairan intra articulan akan dicatat dengan peningkatan tekanan darah yang terhubung denga nyeri pada pembedahan atau

41

hipertensi yang tidak responsive dengan anestesi yang lebih dalam. Aliran pulsasi tidak ada, oximetry dapat menjadi tidak berfungsi. Pasien terlihat pucat dan cianotik. Pengobatan yang tidak intensif pada acute heart failure atau cardiac arrest denga agent yang tepat dapat jadi masalah. Hasil umum jelek. Vasodilator dan bloker dapat memperpanjang hari. Beberapa anestesi volatile sensitive pada myocardium untuk mengalirkan katekolamin dan kedalam kardiak dysrhytmias kususnya jika hypoxia dan hypercabia. Halothane mempunyai cara kerja yang sensitive pada jantung dengan penggunaan anestesi volatile. Mekanismenya berhubungan dengan stimulasi dari dan adrenergic karena blockade dari respon reseptor dengan konsisten pada cardiac dysrhytmia. Tidak mengherankan jika pembagian blockade akhir dari dan kalsium harus dikoreksi. Mekanisme yang membingungkan dengan belajar melihat bahwa depresi miokardial di hasilkan untuk anestesi volatile berhubungan dengan blockade aliran calsium. Bahwa lambat. Ditemukan kompatibel dengan observasi bahwa blockade, calsium blockade, dan anestesi umum menghasilkan depresi myocardial. Infiltrasi adrenergic local dan intravena digunakan selama anestesi inhalasi, terutama halothane. Jadwal yang di temukan relative aman selama anestesi halothane : 1. Konsentrasi EPI tidak lebih dari 1 : 100.000 1 : 200.000 (1 : 200.000 : 5g/ml) 2. Dosis dewasa tidak lebih dari 10 ml dari 1 : 100.000 tau 20 ml dari 1 : 200.000 dalam 10 menit. 3. Total tidak melebihi 30 ml dari 1 : 100.000 ( 60 ml dari 1 : 200.000) dalam 1 jam. Dosis dari injeksi submukosa EPI butuh untuk produksiventrikular cardiac dysritmia pada 50 % pasien dianestesi dengan 1,25 MAC dari anestesi volatile adalah 10,9, 10,9 dan 6,7 g/kg selama pemberian halothane enflurane dan isoflurane. Insidensi cardine dysrhytmia dieliinasi ketika anestesi pasien diberikan setengahnya denga halothane atau isoflorane. Beda dengan dewasa, anak-anak

42

lebih toleransi dengan dosis yang lebih besar dan EPI subkutan tanpa perkembangan cardiac disrhytmia. Ephedrine Ephedrine merupakan salah satu agent sympathometic noncatecholamine yang sering digunakan. Digunakan untuk pengobatan hipertensi pada anestesi spinal atau epidural. Ephedrine menstimulasi reseptor dan dengan efek langsung maupun tidak langsung. Lebih dominant cara kerja yang tidak langsung menghasilkan pembebasan NE. Tachyphylaxis berkembang dengan cepat dan kemungkinan berhubungan dengan deplesi NE dengan infeksi berulang-ulang. Efek kardiovakular dari ephedrine (lihat table 12-19) lebih identik dengan EPI tapi kurang potent. Efeknya sekitar 10 menit lebih lama dari EPI. Ephedrine merupakan pilihan pada obstetric karena aliran darah uteri berkembang lurus dengan tekanan darah. Efek ini mungkin tidak berhubungan dengan vasokontriksi. Ephedrine lemah, efek tidak langsung sympatomimetic yang menghasilkan lebih banyak venokonstriksi dari pada arteriolar kontruksi. Ini lebih penting dan efek yang tidak dapat diapresiasikan. Menyebabkan redistribusi dari darah central mengembang venous return (preload), meningkatkan CO, dan perfusi uterine. Efek menyimpan HR dengan simultan terhadap perkembangan venous return. Peningkatan tekanan darah dicatat sebagai hasil dari penyebabnya. Konstriksi arteriolar mild , mempunyai efek mengembangkan venoue return dan HR dengan meningkatkan CO. aliran darah uterine dibagi. Respon ini tergantung dengan status hidrasi pasien. Dopamine adalah vasopresi untuk obstetric sebagai alternative untuk menghasilkan vasokonstruksi kuat dari 1 dan redistribusi volume pada infusion yang merupakan efek minimal pada 1a atau . Kerugian primer dari dopamine dengan availabilitas segera dengan obat-obatab iv. Titrasi yang lebih baik dari ephedrine. Provilaxis dari ephedrine sebelum blockade spinal pada obstetric

43

menghasilkan estimasi klinik dari status volume karena efek venous return dan tekanan arteri. Dopamine, Dopaminergic Agonisis, dan Pengobatan Dopamine Dopamine menawarkan keuntungan yang nyata pada symphatomimetik pada pengobatan syndrome low-output. Dosisnya berhubungan dengan ketiga tipe dari adrenoceptor dan kerja dapat dipilih dengan merubah tingkatan infuse. Reseptor DA yang paling sensitive diikuti oleh reseptor dan . DA memiliki sesuatu yang khas yang tidak ditemukan pada katekolamin lain : memperluas bed pembuluh darah ginjal dan mensenterika sebagai efek langsung dari efek reseptor DA. Keberadaan reseptor pada vaskularisasi ginjal tidak termasuk dengan vasodilatasi dari DA. Regimen dosis dopamine telah biasa dan dipertimbangan terbagi menjadi dosis rendah sedang tingginya dosis disesuaikan dengan sensitivitas reseptor. Dilatasi dari pembuluh renal dan menseterika serta tubulus natriuresis melalui pertengahan reseptor DA pada infuse dosis rendah dengan rating 0,5 2,0 g/kg/mnt. Sering di tukar sebagai dopamine dosis renal karena aliran darah renal dan diuresis. Diuresis juga sebagai tanda inhibisi dari sekresi aldosteron dengan keberadaan dosis rendah DA. Perkembangan umum pada CO melalui reduksi afterload juga mengalirkan untuk perkembangan aliran darah renal. Efek ini telah dilakukan dengan baik pada pasien dengan gagal jantung. Bagaimanapun efek proteksi dari DA pada perkembangan renal failure pada penyakit kritis atau pasien cedera. Pencegahan renal failure dengan profilaksi dosis renal DA (disertai atau tanpa furosemide) pada penyakit kritis atau pasien trauma yang belum dilakukan, akan digunakan segera. Ini berhubungan dengan milieu adrenergic dengan pemberian DA. Efek vasokonstriksi dari DA terjadi hanya pada dosis tinggi. Dosis rendah DA secara relative dapat menyebabkan vasokonstriksi renal jika ditambah dengan plasma level tinggi dari katekolamin endogen sering di lihat pada pasien cedera akut.

44

Efek hemodinamik dari DA dosis rendah berhubungan awal dengan vasodilatasi dari kerja reseptor DA1 dan DA2. Kerja dari adrenoceptor DA2 presynapsis ditambah dengan efek vasodilatasi pada reseptor DA1 dengan inhibisi presinapsis NE release pada pembuluh darah renal dan mesenterika. Reduksi dari resistansi vaskularisasi sistemik total akan signifikan, dengan mempertimbangkan bahwa 25% CO menuju ginjal saja. Pengurangan tekanan darah diastolic dicatat dengan peningkatan reflek dari HR. Peningkatan infuse DA sampai 2-5 g/kg/mnt diawali dengan mengaktifkan reseptor , peningkatan CO dengan meningkatkan kronotropik dan kontraktility dengan vasokonstriksi awal (preload) dan vaasodilatasi sistemik (afterload reduction). Tekanan darah tidak meningkat walaupun CO menata congestive heart dan lung failure karena kombinasi inotropik dan reduksi afterload dengan diuresis. Peningkatan dosis aktivasi reseptor yang akan meningkatkan tahanan vaskulan dan tekanan udara, tetapi sejauh perkembangan CO dapat dikurangi. Batas infuse lebih dari 10 g/kg/mnt memproduksi aktivitas yang dapat mendapatkan sekaligus keuntungan DA atau efek vasodilatasi pada aliran total. Keberadaan dopamine dosis tinggi seperti NE, kenyataannya menyebabkan pembebasan NE pada dosis tertentu. Juga walaupun terlihat respon dosis dari DA, respon variasi individu yang luas harus dicatat. Efek dari adrenergic dapat dilihat pada beberapa individu dengan dosis serendah 5g/kg/mnt, dimana dosis setinggi 20 g/kg/mnt dapat digunakan dengan efek tertentu pada pasien shock. Variasi yang luas pada respon dosis harus berpedoman pada reexamination dari DA sebagai adrenergic primer pada pasien shock cardiogenik atau gagal jantung. Peningkatan venous return tidak dapat dirasakan pada situasi ini, tapi hemodinamik dopamine dilanjutkan dengan penggunaan pada shock kardiogenik dengan kombinasi dengan katekolamin komplemen seperti dobutamin (lihat kombinasi). Efek venokonstriksi atau distribusi dari dopamine berfungsi pembedahan pada pasien yang edema ketiga permukaan dan sepsis yang sering tidak normal. Dopamine meningkatkan

45

tekanan arteri pulmonal dan tidak disarankan untuk pasien dengan gagal jantung kanan syndrome respirasi distress pada dewasa atau hipertensi pulmonal. Dopexamine Dopexamine (DPX) berasal dari catecolamin yang dibentuk dalam keadaan DA tidak beruntung dalam pengelolaan cardiogenik dalam status yang menurun .After load dan vsodilatasi diharapkan, tapi obat yang dibutuhkan tidak meningkat penggunaan oksigen miokardial atau memacu aaritmia dan memilih aksi yang dimungkinkan untuk jangka waktu yang lama. DPX merupakan obat iv shord aelius (t1/2 6= 7 menit) analog dengan DA dan mempunyai aktivitas dominant terhadap reseptor 2 dan DA1. pasien prestoperasi dengan out pun rendah menunjukkan pemanjangan elemen half life menjadi 11 menit. Pemanjangan half life ini tidak baik tidak diinginkan dan menyebabkan masalah klinik. Dopexamine juga menghambat secara uptake neuron terhadap NE DPX mempunyai efek inotropi positif ragam yang menyebabkan vasodilatasi sistemik dan kembali melalui suatu mekanisme utama berupa reseptor agonis. DPX tidak mempunyai aktivitas agonis 1 atau 1 seperti pada DA. DPX diketahui sebagai inodilator meskipun efek inotropiknya lemah, berkurangnya aktivitasnya 1 kecuali uptake NE berkurang. Aktivitas intropin yang predominan berasal dari efek 2-nya. Efek DPX adalah penurunan afterload melalii renal dan vasodilatasi mesentara (aktivitas DA1 dan 2 reseptor), inotropik positif (aktivitas 2 miocordium dan penurunan uptake NE) dan natarauesis (reseptor DA1 ditubular). Potensi relative DPX terhadap reseptor DA1 dan DA2 hanya 0,3 dan 0,17 potensi ini 60 kali lebih peka daripada reseptor 2 D2. penurunan regulasi reseptor 2 miocardium menyebabkan terjadinya kronik heart failure. Profil tersebut potensial digunakan sebagai suatu tambahan dalam peningkatan CO pada pasien kronik heart failure karena simpanan 2 miocardium ketika reseptor 1 menurun. Obat inotropik tambahan lebih dibutuhkan untuk melihat keuntungan dari vasodilatasi DA1 dan 2. Dosis 2 g/kg/mnt akan menambah inotropon berupa peningkatan viscarae blood flow secara signifikan. DPX terbukti dapat memperbaiki fungsi renal

46

efikasi dari DPX adalah mencegah gagal ginjal pada manusia, seperti kasus dopamine, dimana (less conclusive). DPX kurang potensi dalam vasodilatasi renal secara langsung bila dibandingkan DA. Kontribusi relative dari dopaminergik terhadap aktivitas reseptor 2 adalah memperbaiki aliran darah kerenal dan mescuteria masih dipertanyakan. Stephan dan kawan-kawan tidak dapat mendemonstrasikan aktivitas DA1 dari DPX pada pasien yang akan menjalani operasi elektif bypass arteri coronary. Gras menemukan DPX sama efektifnya dengan DA dalam menjaga ginjal pada pasien yang melakukan transpalasi hepar dan Jamison dan lain-lain tidak dapat mendemonstrasikan suatu peningkatan aliran darah renal pada pasien dengan chronik congestive heart failure. Dosis infuse efektif rata-rata DPX antara 0,5-5g/kg/mnt tergantung pada patologi pasien yang mendapatkan terapi dari acute heart failure yang telah melakukan operasi jantung, DPX dimasukkan secara iv degan inihai dose o,5 g/kg/mnt. Inisial dosis tersebut dapat dititrasi mencapai dosis maximal 6,0 g/kg/mnt. Tingkat infuse lebihdari 6g/kg/mnt dapat menyebabkan intoleransi pasien takikardi dan angina dengan pre-existing penyakit jantung iskemit. DPX menghambat vasokonstriksi hypoxia pulmonal dengan aktivitas 2 reseptor. Profil ini telah terbukti bermanfaat pada short dan long term pada manajemen hipertensi pulmonal. DPX tampak sebagai katekolamin promising tapi pengalaman dengan penggunaan pada penyakit kritis telah dibatasi. Fenoldopam Fenoldopam, derifat benzazepine, merupakan DA selektif agonist tanpa aktivitas reseptor atau dibandingkan dengan dopamine atau dopexamine. Bioavailabilitas per oral jelek, tapi efektif pada antihipertensi secara iv. Pengobatan peroral availabilitasnya tidak lebih panjang tapi dengan iv saat ini available. Fenoldopam iv meningkatkan natriuresis, diuresis dan meningkatkan kreatinin klirens. Memberikan manfaat pada hipertensi maligna yang akut, khususnya jika pasien telah pre-existing renal impairment. Pemeliharaan atau

47

tambahan aliran darah ginjal selama reduksi tekanan darah potensial sepanjang beberapa keadaan pada periode perioperatif. Fenoldopal mempunyai waktu paruh eliminasi selama 5 menit. Dapat menghasilkan anestesi hipotensi pada pemeliharaanfungsi ginjal. Aranson et al melaporkan studi banding penggunaan SNP dan fenoldopam pada anjing-anjing dengan anestesi umum. 30% tekanan arteri menurun di hasilkan baik oleh fenoldopam maupun SNP. Fenoldopam menjaga aliran darah ginjal ketika SNP menunjukkan penurunan. Studi ini telah diperlihatkan bahwa fendopam merupakan vasodilator ginjal langsung yang potensial. Memperbaiki fungsi ginjal bila tekanan darah pasien menurun pada penyakit ginjal pre-existing. Fungsi ventrikel kanan dicatat membaik dengan reduksi arterload. Studi Kien menyarankan bahwa perbaikan fungsi ginjal merupakan efek vasodilator lansung dari obat-obat tersebut. Fenoldopam intravena terbukti baik untuk pengobatan keadaan vasokonstriksi ginjal sebagai komplikasi yang tidak diharapkan. Brooks et al menggunakan fenoldopam oral, mencegah vasokonstriksi ginjal pada nephotoksik akut dan kronik. Data ini, juga menggunakan pengobatan oral yang dihasilkan oleh penerima transplantasi ginjal manusia. Sedikit data yang berhubungan dengan available pada penggunaan fenoldopam selama perioperatif. Bagaimanapun, fenoldopam akan terlihat menjadi bagaian baru dalam pengaturan fungsi ginjal selama perioperatif. Bromocriptine Merupakan komponen DA2 agonis selektif. DA2 agonis mereduksi pembebasan neuronal dari NE. Respon penting yang langsung proporsional dengan latar belakang aktivitas simpatis. Bromocriptine ditemukan efektif pada manusis pada pengontan penyakit Parkinson dan akromegali, yang dapat berikatan dengan reseptor-reseptor D2. juga menurunkan tekanan darah pada tensi normal dan hipertensi. Ibopamine

48

Komponen ini pengobatan aktif peroral yang diubah dengan cepat menjadi metabolic aktif, epinine ( metildopamine). Farmakologi dari ibopamine sama kualitasnya dengan DA. Merupakan reseptor dari DA1 dan DA2 agonist yang nonselektif. Ibopamine efektif untuk natriuresis dan diuresis efektif pada pasien gagal jantung kongestif. Levodopa Levodopa merupakan salah satu pendukung DA yang digunakan dengan luas. Merupakan perkusor DA dan telah dipakai bertahun-tahun pada pengobatan penyakit Parkinson. Merupakan dekarboksilasi (setelah absorsi) menjadi DA. Pembagian dosis perlu pada pembarian levodopa tunggal karena aktivitas adrenergic dapat terjadi pada dosis tinggi oral. Karena alasan ini, sering dikombinasikan dengan carbidopa yang menghambat aktivitas karboksilasi perifer dengan terapi CNS pada level DA tanpa efek samping vaskularisasi verifier. Levadopa oral telah digunakan secara efektif pada pengobatan gagal jantung berat. Efek yang harus dicatat adalah peningkatan SV, penurunan resistensi vascular dan sedikit perubahan HR juga tekanan darah. Efek serupa yang harus dicatat pada pasien yang menerima dosis rendah DA. Penurunan pembebasan NE mungkin merupakan fakorr yang menyebabkan vasodilatasi. Dobutamine Dobutamine (DBT) merupakan sistesis katekolamin yang di modifikasi dari isoproterenol inodilator klasik. Isoproterenol di sintesis dari dopamine. Perbedaan dan persamaan struktur dapat dilihat pada table 12-7. Isoproterenol, induk obat DBT, merupakan 1 dan 2 agonist yang nonselektif yang meningkatkan HR dan kontraktilitas dengan mereduksi tahanan vaskuler dan tekanan diastolic. Efek samping yang lambat termasuk cardiac arrhytmias yang berat, tahikardi dan penurunan perfusi arteri koronaria. Peningkatan oksigenisasi miokardial berhubungan dengan mode perkembangan CO menyebabkan isoproterenol menjadi tidak menarik lagi, khususnya gagal jantung iskemik. Itu berfungsi pada

49

pengaturan sementara dari blok jantung tingkat ketiga, asma, dan transplantasi jantung. DBT mempunyai keuntungan yang jelas melebihi isoproterenol dan dopamine pada berbagai keadaan klinis. Bekerja secara langsung pada reseptor 1 tapi stimulasi 2 lebih lemah daripada isoprpterenol. Tetapi tidak menyebabkan pembebasan NE atau menstimulasi reseptor-reseptor DA. DBT, baik isoproterenol maupun DPX, memiliki 1 agonis yang lemah, yang tidak dapat ditutupi dengan blockade sebagai pompa dan peningkatan tekanan darah. Perubahan tekanan darah arteri tidak terjadi karena aktivitas 1 ringan dihalangi oleh aktivitas 2. DBT menghasilkan inotropik kuat tetapi kronotropik lemah juga efek vaskularasasi. Peningkatan CO diawal melalui peningkatan inotropik dan selanjutnya penurunan afterload. DBT meningkatkan SA node secara otomatis dan meningkatkan konduksi yang melalui AV nodes dan ventrikel. DBT menghasilkan sedikit peningkatan HR per unit pada CO daripada dopamine, tetapi hilang dari aktivitas kronotropik. Beberapa masalah tahikardi dapat terjadi pada orang yang sensitive dan penyebabnya akan dilakukan pada pasien dengan fibrilasi arteri yang tidak stabil maupun tahikardia berulang. Ditemukan bahwa DBT lebih baik dari dopamine, EPI juga isoproterenol karena efek kronotropiknya. DBT meningkatkan HR lebih daripada EPI untuk meningkatkan CO. DBT dapat menurunkan tekanan pengisian diastolic koronari karena efek vasodilatasinya. Bagaimanapun studi tentang hewan dan manusia menunjukkan perkembangan iskemia dan augmentasi dari aliran darah miokardial pada DBT. Menyebabkan vasodilatasi koroner dengan jelas menjadi konstriksi yang dihasilkan dopamine. Studi ini menyarankan bahwa DBT menghasilkan seluruh klimasi metabolic pada iskemik miokardiak juga peningkatan inotropik. Perkembangan punya batas tingkatan. DBT telah digunakan dengan efektif pada perkembangan aliran koronari untuk diferensiasi dengan ekokardiografi, pada area dyskinesia yang sensitive maupun tidak pada pasien yang myiokard infark yang sedang berlangsung.

50

DBT dikontrol dengan hati-hati dengan waktu paruh 2 menit. Tachyphylaxis jarang terjadi tapi dapat dicatat jika diberikan lebih dari 72 jam. Efek seluruh hemodinamik dari DBT termasuk peningkatan CO, penurunan pengisian tekanan ventrikel kiri dan penurunan resistensi vascular sistematik tanpa peningkatan kronotropik yang signifikan pada dosis rendah. Telah terbukti efektif sebagai kombinasi dopamine dan nitroprusside pada pengobatan gagal jantung dengan infark lebih efektif dengan dopaminergik. Dopamine, DBT terlihat menghambat hipoksia vasokonstriksi pulmonal. Seperti induk dari komponen isoproterenol, DBT dapat digunakan dalam pengaturan gagal ventrikel kanan dengan baik.

Isoproterenol Isoproterenol adalah balance potensial dari reseptor 1 dan 2 agonis tanpa efek vosokonstriksi. Meningkatkan HR dan kontraktilitas dengan menurunkan tahanan vascular sistemik . walaupun dapat meningkatkan CO, tidak sepenuhnya pada keadaan shock, karena meridisribusi darah kedaerah yang tidak esensial dengan efek pencegahan pada pembuluh darah kutaneus dan vaskuler. Sebagai hasil yang bervariasi dan tidak terprediksi pada CO dan tekanan darah pada pasien dengan shock kardiogenik. Isoproterenol obat disritmogenik yang baik dan pada daerah iskemikmiokard. Efek lambat pada proses iskemia termasuk disritmia jantung, takikardia, dan menurunkan tekanan perfusi diastolic koroner dan waktunya. Meningkatkan oksigenisasi miokardial tapi variasi hemdinamik berkembang menyebabkan obat tidak baik pada pasien shock, khususnya setelah infark miokard akut. Isoproterenol berfungsi penuh dalam pengaturan asosiasi gagal jantung dengan bradikardia, asma, dan COR pulmonale. Juga merupakan pacemaker kimiawi yang berguna pada tingkatan yang ketiga blockade jantung hingga pacemaker artificial dapat dimasukkan juga dan juda dipindahkan. Isoproterenol juga bergunauntuk pengobatan hipertensi idiopatik hipertensi pulmonal sekunder.

51

Juga dilaporkan berguna untuk memperbaiki aliran terusan pada pasien dengan penyakit regurgitasi katup aorta tapi tidak akan berguna jika ada juga stenosis.

TERAPI KOMBINASI Dopamine dan DBT merupakan inodilator primer yang saat ini popular untuk dipakai. Perbandingan dari dua obat ini akan menurunkan efek samping extrakardia yang penting dalam memilih obat juga untuk penggunaan tunggal maupun secara kombinasi. Perbandingan ini karena dopamine dan DBT mempertimbangkan potensi inotropik agent dan efektif pada batas dosis yang sama dari 2-15 g/kg/mnt. Perbedaannya dapat dibandingkan dengan dosis rendah (0,5-4g/kg/mnt) dosis medium (5-9g/kg/mnt), dan dosis tinggi (1015g/kg/mnt). Perbandingan ini akan mengilustrasikan efek divergen kedua obat tersebut pada preload dan afterload ketika terbagi milik dari inotropik. Walaupunabat-abat tersebut indikasi untuk keadaan gawat, obat-obat ini secara farmakologi dan tidak dapat ditukarkan. Divergent properties mereka, membuat partikel yang berharga juka digunakan secara kombinasi. DBT merupakan katekolamin yang bekerja langsung yang menghasilkan efek positif 1 inotropik tapi dengan perubahan yang minimal pada HR 2 maupun tahanan vaskuler (2, 1 counteraktion). DBT tidak memasuki tekanan darah walaupun CO berkembang. Dopamine dapat melakukan keduanya. Dopamine dosis rendah dapat memproduksi peningkatan tekanan darah lebih tinggi daripada dosis yang berhubungan dengan aktivitas 1 secara langsung maupun tidak. Peningkatan afterload dengan dopamine dapat juga meningkatkan perbandingan menjadi sebuah efek equal dari DBT. DBT tidak memiliki kepentingan klinik dari aktivitas venokonstriktor, kenyataannya dopamine yang meningkatkan pengisian tekanan ventrikel tidak dapat dicatat pada dosis rendah. Efek kontras pada preload dapat dilihat pada table 12-31. Respons jantung terhadap semua vasodilator tergantung dari keberadaan pre-existing preload. Pasien yang memiliki acute failure yang normal maupun

52

peningkatan volume end-diastolik mungkin tidak respon terhadap penurunan afterload dan peningkatan CO. Keseimbangan vasodilator seperti nitropruside maupun venodilator seperti nitrat dapat mereduksi CO pada pasien-pasien demikian. Pasien dengan dilatasi ventrikel kiri dan evalasi filling pressure biasanya tidak menghambat perbaikan CO dengan pengurangan afterload. Nilainilai ini penting untuk memonitor loading volume sebelum diproses dengan obatobat vaso aktif (table 12-18). Memang pengurangan terapi vasodilator efektivitas long term dihasilkan dari preload yang tidak adekuat, dimana beberapa circumstance sebenarnya dapat berhasil pada terapi obat-obat. Studi ini menyarankan bahwa DBT lebih sedikit meningkatkan HR daripada dopamine terhadap dosis yang diberikan , yang lebih perlu pada pasien dengan penyakit arteri karonania. DBT merupakan arteri karonaria dilator sedangkan dopamine tidak demikian. Dopamine menghasilkan takhikardia pada pasien, bagaimanapun mungkin sedikit perhatian pada pasien sepsis dimana sering terdapat maldistribusi volume, resistensi vaskula yang rendah, dan pre-existing refractory takhikardia tapi memperlihatkan jantung dalam keadaan sehat. Keberadaan dopamine secara empiric dalam unit bedah dan DBT pada unit koronaria telah diobservasi dan kemungkinan baik. Pasien bedah yang memiliki defek distribusi dan pergeseran cairan dari trauma mayor serta pembedahan. Hemodinamik dari pasien sepsis ditandai dengan resistensi vascular yang rendah, hipotensi CO yang tinggi dan beberapa tingkatan myocardial depression. Ginjal, distribusi, inotropik dan efek presor dari dopamine akan terlihat ideal pada kondisi ini. Bagaimanapun pergeseran volume darah kesirkulasi sentral, takhikardia, bahkan peningkat afterload tidak dapat diprediksi mungkin tidak sesuai dengan pasien dengan penyakit gagal jantung kongestif juga pada pasien dengan infark akut (table 12-28). DBT, dengan dosis yang berhubungan dengan inotropik, pengurangan afterload, dan relative pada kronotropik terlihat lebih sesuai pada keadaan ini. Dobutamin tidak menyebabkan pembebasan NE maupun menstimulasi reseptor DA. Dopamine menyebabkan kedua itu, tapi hasilnya berhubungan

53

dengan dosisnya. Peningkatan efek perfusi ginjal dari dopaminergik terlihat pada dosis rendah DA, dimana NE distimulan hanya dengan dosis tinggi. Dopamine menawarkan keuntungan melebihi beberapa simpatominetik dalam pengaturan syndrome low-output dengan oliguria. Efek ini dikeluarkan pada dosis yang tinggi. DBT tidak selektif dalam meningkatkan aliran darah ginjal tetapi seperti DPX melakukan perbaikan aliran darah ginjal dengan sekunder dengan perbaikan CO dan vasodilatasi 2. Banyak dari penurunan afterload diobservasi dengan penggunaan DBT yang mungkin berhubungan dengan pengurangan tonus simpatetik dengan memperbaiki aliran darah daripada vasodilatasi. DBT mempunyai spectrum berlawanan dari amrinone. DBT merupakan agen inotropik yang potensial tapi vasodilatasi lemah, dimana amrinone merupakan vasodilator kuat tapi inotrope lemah. Dopamin dan DBT juga mempunyai efek kontras pada vaskularisasi pulmonal. Dopamine dicatat meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan tidak menginhibisi disarankan untuk pasien gagal jantung kanan. DBT menyebabkan vasodilatasi vaskularisasi pulmonal dan menolong untuk terapi gagal jantung kanan dan corpulmonale. Efek adrenergic dari kombinasi simpatomimetika seperti obat tunggal juga adiktif dan kompetitif pada reseptor-reseptornya. Beberapa kombinasi dari obat-obat adrenergic telah digambarkan mempunyai efek sinergik. Sinergisme merupakan aksi gabungan dari beberapa agent sehingga efek kombinasinya lebih besar daripada efek tunggal. Sinergisme ini merupakan sebuah intrepretasi klinik dan efek reseptor yang terlibat sinergis. Sebagai contoh, infuse dari kombinasi dopamine dan DBT telah menghasilkan perbaikan yang lebih besar pada CO dengan dosis rendah daripada dicapai dengan obat tunggal. Walaupun agent inotropik tiap obat mendilatasi vaskuler yang berbeda. Penurunan summasi afterload oleh kedua obat yang dapat menghasilakan perbaikan yang lebih tinggi pada CO daripada dicapai dengan obat tunggal, walaupun pada level inotropik yang sama lebih konsisten dengan reseptor farmakologi dan digunakan untuk menguntungkan dalam pemilihan sehingga mencegah efek samping yang tidak diinginkan dari obat tunggal ketika diberi tambahan dengan tambahan lain.

54

Satu menjadi biasa dengan sedikit agent untuk mengatur keadaan klinik yang beragam. Karena pengajian ini, beberapa kombinasi dari obat-obat vasoaktif telah ditemukan berguna memperbaiki hemodinaika pada penyakit kritis. Availabel dari agent simpatomimetik mengembangkan efek hemodinamik dengan kombinasi terhadap vasodilator. Sebagai contoh jika kerja inotropik positif lebih besar dan kurang efek vasokonstriksi yang lebih kecil. DBT dapat ditambah dengan dopamine. Nitroprusid dapat dicAMPur dengan dopamine atau dikombinasikan dengan inodilator lainnya. Kombinasi juga digunakan untuk meredistribusi CO ke organ vital. Ini yang menyebabkan kombinasi DBT dan dopamine dapat mendistribusi CO keginjal dan vaskularisasi mesenterika, sementara DBT dapat menambahkan penurunan afterload dengan membuka pembuluh darah kulit dan otot. NE telah digunakan dengan baik pada kombinasi dengan dopamine untuk meningkatkan tahanan vascular pada pasien sepsis dengan mendistribusi bagian yang lebih besar dari CO ke ginjal dan mesentrika. Studi ini menggunakan kombinasi adrenergic pada pasien dengan gagal jantung secara proporsional karena patofisiologi agonist baik dan agonist buruk untuk meningkatkan karonaria dan CO ketika menurunkan afterload. Merupakan efek yang dihasilkan oleh pompa balon intra aorto. Tidak ada agen vasoaktif tunggal dapat mencapai ini tapi kondisi ini dicapai dengan terapi kombinasi. Karena reseptor dikaji selama terapi kombinasi tingkat infuse yang standart. Monitoring hemodinamik yang invasive berhasil, jika introgenik terjadi. Kondisi lain yang perlu untuk keberhasilan dengan obat-obatan vasoaktif, juga kegagalan miokardium atau vaskularisasi. Tocolytics Tocolitic bekerja untuk menunda kelahiran. Kelahiran premature diartikan sebagai kelahiran pada kehamilan sebelum mencapai 37 minggu. Hal ini dapat terjadi pada 7-10 % dari seluruh kelahiran. 85% dari kematian neonatal dini tidak

55

berhubungan dengan kematian karena abnormal yang diassosikan dengan kelahiran premature. Kontraindikasi pemberian tokolitik adalah infeksi intrauterine, pendarahan vaginal yang tidak terjelaskan dan distress janin. Tokolitik sering digunakan untuk memperpanjang usia kehamilan agar janin matur dan mengurangi komplikasi kelahiran premature. Bed rest dan hidrasi dianjurkan, belum terbukti efektif dalam penantian kelahiran premature. Variasi farmakologi telah digunakan untuk menurunkan stimulus miometrium (alcohol) maupun mencegah stimulasi respon miometrium. Obatobatan ini termasuk turunan opioids, sulfat magnesium, prostaglandin inhibitor, dan inhibitor channel calsium. agonist sekarang telah menjadi focus research saat ini. Prinsip kerja dan obat-obatan ini untuk menstimulus reseptor 2 miometrium dan menghasilkan relaksasi. Ethanol merupakan tokolitik pertama yang efektif dan digunakan untuk mengurangi stimulus miometrium. Obat tersebut menghambat pembebasan oksitoksin dari pituitary posterior. Intoksikasi baik pada ibu dan janin dicegah dengan penggunaan secara extensive. Metaproterenol dan isoxsuprine merupakan agonist yang pertama yang di gunakan dengan baik. Sayangnya, obat-obatan ini selevel dengan 1 dan 2 agonist dan efek sampingnya takhikardi dan hipotensi. Generasi kedua dari obatobatan ini yaitu adrenergic disarankan dengan kerja predominan dari 2. ritodrin dan terbutalin terlihat digunakan dengan luas sebagai agent tokolitik karena predominan 2 agonisnya dengan minimalis dari efek 1-nya. Ritodrine merupakan tokolitik agonist yang sering dipakai di USA. Merupakan sintesis khusus yang dibentuk yang berhubungan dengan EPI. Semua agent tokolitik agonist memiliki kedua dari 1 dan 2 tapi dalam proporsi yang berbeda. Efek variasi dari satu obat ke obat lainnya, tergantung tingkatan stimulasi 1. table 12-18 membandingkan efek kardiovaskuler 1 dari ritodrine dengan terbutalin ketika digunakan sebagai tokolitik pada manusia. Efek samping dari obat-obatan ini merupakan konsekuensi yang serius. Komplikasi

56

yang terprediksi pada wanita hamil termasuk hiperglikemia dengan menghasilkan hipokalemia (lihat table 12-5). Seluruh disritmia jantung telah diterangkan termasuk iskemia dan nyeri dada. Kejadian edema pulmonal yang disertai penggunaan tokolitik agonist dengan maupun tanpa kortikosteroid telah diterangkan, walaupun mekanismenya belum jelas. Table 12-19 menjelaskan kontra indikasi dari penggunaan agent sebagai penghambat kelahiran. Table 12-20, menunjukkan obat-obatab tersebut telah digunakan sebagai tokolitik. Mayoritas dari mereka mencegah respon stimulasi miometrium. Tidak ada data yang disarankan bahwa tokolitik tersebut efektif jika lebih dari 48 jam. Dapat digunakan untuk maturasi jantung pada janin dengan steroid tapi tidak tokolitik jangka panjang. Tanpa keuntungan terapi yang jelas efek samping dari obat-obat tokolitik akan dibatasi untuk pilihan yang akan diberikan kepada pasien. Otot-otot polos miometrium berisi reseptor dan . agonist menjadi focus dari penelitian ini. Prinsip kerja dari 2 agonis adalah menstimulasi 2 reseptor dari miometrium dan menjadikan relaksasi. Adrenergic agonist meningkatkan kerja uterus. Bagaimana pun, efek langsung maupun tidak langsung dari katekolamin alamiah pada kerja uterus tidak jelas sebagai level efineprin dan norepineprin dengan meningkatkan selama kelahiran. Epidural analgesia memodifikasi pola ini dengan penurunan angka epineprin tapi tidak merubah norepineprin . Epineprin dan norepineprin merupakan cAMPuran dan agonist yang mempunyai efek dengan dosis terkait. Norepineprin terlihat menstimulus konstraksi uterus melalui reseptor adrenergic. Efek dari epineprin bervariasi sesuai dengan konsentrasinya. Nonadrenegic Sympathomimetic Agents Tabel 12-4 mengklasifikasikan obat-obat dari SNS menjadi 2 kategori yang luas, adrenergic dan nonadrenergik. Adrenergic agonist mengeluarkan aksinya melalui reseptor adrenergic deengan stimulasi langsung maupun tidak melalui pembebasan NE. Adrenergik agonist mungkin katekolamin maupun nonkatekolamin oleh konfigurasi kimia. Obat-obat nonadrenergik simpatomimetik

57

juga kerja tidak langsung pada kaskade cAMP-Calcium, eksklusif reseptor (lihat bagan 12-15). Fungsi dari second messenger (cAMP) dan third messenger (Ca2+ ) selalu bersama. Konsep ini menguatkan apresiasi yang homogen dari aksi yang luas dari variasi obat-obat yang menjadi tidak berhubungan. Symphatomimetik mempunyai lebih banyak persamaan dalam farmakologi daripadi perbedaannya. Adenosine. Adenosine, telah dipakai lebih dari 50 tahun, telah dikenal sebagai pengobatan klinik yang bermanfaat. Dihasilkan oleh APT juga dibentuk oleh adenine dan gula pentose. Ditemukan pada setiap sel tubuh. Hasil dapat ditingkatkan dengan menstimuli seperti pada hipoksia dan iskemia. Dapat dikombinasikan dengan satu, dua, bahkan tiga phospat untuk jadi AMP, ADP, ATP dengan baik. Nucleus yang ada dimana-mana ini mempunyai efek potensial elektrofisiologi dengan penambahan untuk menjadi ularan yang besar pada regulasi vasomotor. Adenosine diakui memilih efek kardioprotektif dengan regulasi suplai oksigen. Efek kardiovaskular dari adenosis tergantung dari 2 sisi reseptor yang aktif yaitu 1 dan 2. reseptor 1 pada system konduksi mio kardium lebih sensitive, memediasi SA node yang lambat dan SA node yang telat. Reseptor 1 menghambat produksi cAMP yang memiliki formasil yang distimulasi oleh aktifitas adrenergic (lihat table 12-7) Reseptor otot polos 2 mengambil konsentrasi adenosine lebih tinggi, mediator sistemik dan vasodilatasi karonaria. Reseptor 2 langsung meningkatkan pembentukan formasi cAMP (TABEL 12-7) dan fungsinya tidak tergantung dari aktifitas . Adenosin intravena walaupun mempunyai efek kronotropk negative yang signifikan pada SA node selalu dromotropik negative dari AV node. Adenosin meregulasi tingkatan arterium ventrikel dengan tidak berhubungan satu sama lain. Adenosine myosin atrium hiperpolarisasi dan menurunkan aksi potensialnya selama melalui peningkatan pengaliran K+ .Merupakan channel regulasi asetilkolin K+. Penampilan adenosine efek dari berbagai asetilkolin, termasuk waktu paruh plasma yang sangat singkat bahkan beberapa detik. Mekanisme antidisritmia dari blockade Ca2+ channel menjadi efek yang tidak

58

langsung dan menstimulasi yang perlu saja hadir. Ciri inimenyarankan peraturan yang masuk akal pada katekolamin didalam disritmia. Adesosine mengexhibit beberapa cirri dari antidisritmia primer dari adenosine adalah untuk menyela takikardia dam nodal AV re-entrant, yang berhubungan dengan arus K+, daripada efek arus Ca2+. Indikasi utama dari adenonis adalah paroxysmal supraventrikuler tachycardia (PSVT), yang dapat diakhiri dalam beberapa menit. PSVT berhubungan dengan kategori umum dari takhikardia komplek dengan onset dan penghentian akut. Bentuk yang sering adalah nodus AV re-entri takikardia dan AV reciprocating takhikardia. PSVT menghitung selama kira-kira tiga belas dari seluruh kasus perioperatif disritmia. Studi klinis mendukung penggunaan adenosine untuk pengobatan dari W-P-W syndrome dan re-entrant tachycardia involving AV node. Jenis yang sama menyebabkan adenosine sebuah agent terapi yang efektif yang dapat juga menjadi agent yang ideal untuk mendiagnosa disritmia tipe lain. Insedensi dari kesalahan diagnosis dari disritmia supraventrikular telah dilaporkan menjadi sebesar 15%. Xantin. Xantin yang penting adalah teofilin etilendiamin (aminopilin). Katon adalah jenis xantin yang umum. Aminofilin sudah menjadi jenis utama tetap untuk penanganan asma dan bronkopasmus sejak 1902 karena kuatnya efek mimentin 2 nya. EPI, isopreterenol dan epineprin, biasa digunakan untuk penangan asma karena alasan sama. Jumlah CAMP dalam sel berhubungan dengan magnesium PDE. Enjim ini mengkatlisa secondmesangger 3,5-cAMP menjadi 5 cAMP yang kurang aktif. Tiga enjim PDE utama telah ditemukan yang ditandai sebagai PDE I,II, dan III. Xantin adalah inhibitor PDE akan meningkatkan jumlah cAMP dan respon . Meningkatkan cAMP melalui mekanisme ini penting saat pengulangan interaksi yang sulit dan XANTIN. Katekolamin mempengaruhi akumulasi cAMP dengan mengaktifkan adenilsitalase. Peningkatan jumlah katekolamin, kombinasi dengan xantin dapat

59

menyebabkan aktivitas adrenergic sinergis karena meningkatnya produksi dan penurunan pemecahan cAMP. Disaritmia jantung sering terjadi pada kondisi ini dan lebih lagi pada saat anastesi umum nalotan. Disratmia jantung yang serius dapat terjadi dengan kombinasi ini jika tidak dikontrol dengan baik. Amnofilin IV menyebabkan meningkatnya CO karena efek inotropik positif dan kronotropik. Selain itu juga mengurangi afterload karena efek vasodilatasi 2. stimulasi jantung masih terjadi dengan adanya blok karena xantin bukan reseptor-dependen terhadap agonisnya. Oleh karena itu, xantin berfungsi sementara pada situasi itu yaitu dihasilkannya -blok yang berlebihan. Efek inotropik singkat, berakhir 20-30 menit. Perhatian harus dilakukan saat infuse karena efek samping yang umum termasuk hipotensi dan disarmia serangan juga pernah terjadi. Inhibitor Fosfodiesterase. Golongan obat baru telah berkembang yang punya karakter farmakologi yang mendekati karakter inotropik ideal. Golongan ini menyebabkan stimulasi reseptor dan atau . Bahan ini adalahproduk penelitian untuk jenis inotropik nonglikosida, nonkatekolamin. Obat ini kombinasi inotropik positif dengan aktivitas vakodilatasi, seperti xantin bersifat PDE inhibitor tapi berbeda dalam halselektifitas inhibisi DPE III. PDE I dan II menghindrolisa semua nuteleotidasiklik yang mand PDE III bertindak secara spesifik terhadap cAMP, PDE III inhibitor berinteraksi dengan PDE III pada membrane sel dan mendukung pemecahan cAMP. Jumlah cAMP yang meningkatkan dan protein tenase diaktifasi untuk meningkatkan fosforilasi SR dalam cascade yang mirip dengan efek obat adrenergic. Pada otot jantung, fosforilasi meningkatkan perpindahan perpindahan alur calsium yang lambat meningkatkan penyimpanan calsium intraseluler., sehingga inotropism meningkat.

60

Dalam otot halus pembuluh peningkatan aktivitas cAMP berhubungan dengan vasodilatasi, penurunan resistensi pembuluh perifer dan lusitropism. Amrinon, seperti nitroprusid dan ntrogliserin menyebabkan relaxasi diastole, yang mengakibatkan pengisian ventricular. Variasi inhibitor PDE undergoing pengobatan/penanganan klinik. Kontribusi yang sama seperti intropism dan vasodilatasi berbeda satu sama lain. Amrinon dan milrinon satu-satunya inhibitor PDE III. Tingkat efek hemodinamik obat ini tergantung pada dosis derajat inotropik balik dan tingkat deplesi cAMP. Amrinion. Amrinon adalah derivate bipirin yang menghasilkan aktivitas inotropik lemah dan efek vasoditari kuat. Karakteristik amrinon, dibandingkan dengan inotropik ideal, hampir mendekati obat ideal tersebut. Obat ini adalah inotropuoral pertama sejak dikenalnya digitalis. Tetapi tidak selalu diberikan dalam bentuk oral. Penelitian dosis tunggal dan efek singkat dari amrinon oral dan iv, menunjukkan hubungan dosis terhadap perkembangan/perbaikan indeks stroke ventrikel kiri (40-80 % meningkat); akhir ventrikel kiri tekanan diastole (40% menurun); tekanan kapiler pulmonary (10-44% menurun); tekanan arteri pulmonary (17-33 % menurun); tekanan atriul kanan (16-44% menurun); fraksi ejeksi ventricular kiri (50 % meningkat) dan resistensi vascular sistematik (23-50%), secara signifikan, HR dan tekanan arteri tidak berpengaruh. Perbaikan hemodinamik jadi dicatat saat amrinon digunakan kombinasi dengan hidrolazin. Perkembangan lebih baik dibanding penggunaan tunggal. Puncak respon dengan iv terjadi setelah 5 menit. Obat ini kompatibel dengan adrenergic agonist lain. Juga inotropik yang efektif pada pasien yang menerima -bloker. Efikasinya pada pasien yang telah diberi digitalis telah dilakukan. Terapi amrinone iv sebaiknya diinisiasi dengan dosis 0,75mg/kg bolus yang diberikan diatas 2-3 menit, dilanjukkan dengan infuse untuk pemeliharaan 510 g/kg/mnt disesuaikan dengan monitoring hemodinamik. Dosis tambahan 0,75 mg/kg dapat diberikan 30 menit setelah terapi inisiasi. Harus diperhatikan untuk tidak memberikan bolus t-II cepat karena penurunan secara tiba-tiba pada

61

pembuluh perifer dapat terjadi dan menyebabkan hipotensi parah. Hipontensi bukanlah masalah penting jika tekanan pengisian ventrikel dimonitor dengan tepat. Infuse sebaiknya tidak lebih dari dosis sehari 10 mg/kg, termasuk dosis bolus. Amrinone memiliki jarak tingkat infuse yang sama seperti dopamine dan DBT, dan perhitungan dosis mengikuti rule of six seperti yang dijelaskan pada table 12-19. Amrinone memiliki dua efek samping yang tidak umum trombosit terjadi pada pasien yang menerima pengobatan oral jangka panjang. Hal ini biasa terjadi sebagai respon terhadap pengurangan dosis. Amrinon iv akut tidak menyebabkan trombosit openia. Nekrosis centrilobular hepatic terjadi pada anjing pada pemberian amrinone dosis tinggi selama lebih dari 3 bulan. Tidak ada bukti adanya efek tersebut pada manusia, tetapi implikasi penggunaan halotan pada pasien yang diberikan amrinon jelas ada. Jika efek samping tidak menunjukkan masalah mana obat ini dapat digunakan. Amrinone memiliki index terapi kira-kira 100:1 dibandingkan 1,2 : 1 dengan glikosida digitalis Milrinone. Milrinone adalah inotropk bipiridin yang menderivat amrinone. Memiliki 20 kali potensi inotropik dari senyawa induk. Milrinone aktif secara iv dan oral dan memiliki efek jangka pendek terhadap hemodinamik pada pasien yang menderita gagal jantung kengestif refraktori parah. Perbaikan CO adalah hasil dari kombinasi peningkatan kontraktilitas miokardia dan vasodilatasi perifer. Pengobatan dengan milrinone secara oral selama lebih dari 11 bulantelah efektif dan ditoleransi dengan baik tanpa adanya demam, trombositopenia, atau efek gastrointestinal. Milrinone baru-baru ini telah dibuktikan untuk terapi secara iv untuk gagal jantung kongestif. Pemberian dosis besar 50 g/kg/mnt 0,75 g/kg/mnt (tidak lebih dari 1,13 g/kg/hari). Dosis harus disesuaikan pada pasien gagalginjal karena milrinone di ekskresikan dalam urin primer dalam bentuk unhonjugat. Enoximone.

62

Enoximone adalah inhibitor PDE III yang terbaru yang telah terbukti sesuai pada pasien yang menderita gangguan fungsi miokardial parah. Enoximone merupakan turunan imidazol yang secara struktur tidak berhubungan dengan digitalis, katekolamin, atau amrinone. Golongan ini tidak diimplikasikan pada bahaya platelet. Efek hemodinamiknya mirip seperti yang diberikan amrinone. Obat ini muncul menjadi inotropik yang paling potensial daripada amrinone yang efek inotropiknya masih ditanyakan. Enoximone menghasilkan vasodilatasi anterior pulmonary dan sistemik dank arena itu bisa diklasifikasikan sebagai inodilator. Peningkatan apapun dalam konsumsi oksigen miokardial (MVO2) melalui peningkatan dalam inotropism terhitung dari penurunan afterload dan pengurangan ukuran ventricular. Obat ini telah diberikan baik secara teknik bolus dan infuse. Obat ini telah digunakan secara primer pada pasien dengan shok kardiogenik dan untuk menghentikan dari bypass kardiopulmonary. Penggunaannya juga pada pasien yang terbukti refraktori terhadap terapi katekolamin. Dosis terapi defenitif tidak tetap tapi beberapa penelitian diberikan 1-2 mg/kg bolus diikuti infuse 3-10 g/kg/mnt. Dalam berbagai kasus C1 dan SV meningkat dengan penurunan tekanan pengisian ventricular ISVR dan PVR. Tidak ada peningkatan detak jantung yang dilaporkan. Teknik bolus sendiri telah membantu dalam menghentikan pasien dari bypass kardiopulmonari tanpa mempengaruhi detak jantung atau menyebabkan aritmia. Glukagon . Glukagon adalah polipeptida rantai tunggal dengan 29 asam amino yang sekresikan melalui pancreas sel dan sebagai respon hipoglikemia. Hati dan ginjal berperan dalam degredasinya. Efek yang terkenal dari horman manusia ini adalah sebagai berikut : 1. menghambat motility gastik 2. meningkatkan ekskresi elektrolit anorganik dari urin. 3. meningkatkan sekresi insulin 4. glikogenolisis dan glukoneogenesis hepatic 5. anorexia

63

6. efek inotropik dan teronotropik jantung. Perhatian kecil diberikan terhadap glukagon sampai 1968, ketika didemostrasikan memberikan efek inotropik dan kronotropik positif pada canine hati. Glukagon dengan aktivasi Gs tipe protein G. (table 12-7), peningkatan aktivasi adenil siklase yang mirip pada NE, EPI dan isoproterenol. Aksi kardian glukagon tidak diblok oleh blockade atau deflesi teatekolamin. Glukagon kontras dengan xantin jarang menyebabkan disritmia, bahkan pada penanganan iskemia penyakit jantung, hipokalemia dan toksisitas digitalis. Glukagon dapat memiliki aktifitas anti disritmik pada toksisitas digitalis karena telah ditunjukkan meningkatkan konduksi AV node pada pasien dengan berbagai blok AV. Sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien yang mengalamifibrilasi atrial. Pada manusia, dosis iv 1-5 mg glukagon meningkatkan kardiak index, rata-rata tekanan atrial dan kontraktilitas ventricular, bahkan dengan adanya terapi digitalis. Glukagon dapat dicampur dengan 5 % dektrosa dalam air dan stabil selama jangka waktu panjang. Setelah dosis bolus, aksinya hilang sekitar 30 menit kemudian. Infuse lanjutan 5g/kg/mnt dibatasi dengan initial bolus 50g/kg/mnt. Onset terjadi 1-3 menit dan puncak pada 10 -15 menit. Mual dan mentah adalah efek samping yang umum pada pasien yang bangun sadar, terutama setelah dosis bolus. Hipokalemia, hipoglisemia dan hiperglisemia juga terlihat karena kegunaan glukagon pada pasien jantung, penggunaannya tidak menjadi popular. Hal ini mungkin berhubungan dengan harganya yang mahal dan metabolisme ganda dan efek fisiologi yang umum setelah pemberian. Hormone pankreatik ini berguna saat pendekatan konvensional telah membuktikan pada hal-hal berikut ini : 1. Sindrom CO rendah mengikuti by pass kardiopulmonary. 2. Sindrom CO rendah dengan infraksi miokardia. 3. Gagal jantung kngestif kronis. 4. Kelebihan blockade -andrenergik. Glikosida digitalis.

64

Aksi/peran glikosida digitalis yang paling penting dengan pengaruhnya terhadap kontraktilitas miokardia, konduksi dan ritme. Glikosida lebih disukai digunakan dalam anestisoologis dengan digixin. Prinsip penggunaan digoxin adalah untuk pengobatan gagal jantung kongestif dan mengontrol supraventrikular cardial disritmia sp fibrikasi atrial. Digoxin adalah salah satu dari beberapa inotrop positif yang tidak meningkatkan denyut jantung (HR). Digoxin meningkatkan miokardial inotropism dan automatisiti tapi memperlambat propagasi inpuls melalui jaringan konduksi walaupun hampir 2 abad digunakan, mekanisme hanya belum pasti. Digitalis memfasilitasi masuknya kalsium kedalam sel miokardial dengan memblok pompa Na+, K+, adenosine trifospat. Influx Ca ini dapat dihitung untuk aksi inotropik positif karena respon inotropik bukan katekolamin atau reseptor dependen dan oleh karena itu efektif pada pasien yang mendapat obat blok. Mekanisme inhibisi transport enzim ini juga menghasilkan hilangnya K+ dari sel miokardial. Hal ini mengkontribusi toksisitas digitalis dengan hipokalemia. Calsium mempotensiasi efek toksin digitalis. Perhatian ektrim sebaiknya diawasi saat kalsium diberikan pada pasien yang diberikan digitalis atau saat pemberian digitalis dimaksudkan pada pasien dengan hiperkalsemia. Indikasi umum untuk glikosida adalah pada pemeliharaan cardiac takidisritmia kronik. Cardiac disritmia secara berlawanan, efek samping yang paling umum. Sinkron dengan detak jantung penting dalam penentuan CO dan digoxin dapat berguna saat gagal jantung yang disebabkan oleh takidisritmia, bahkan dalam iskemia miokardial. Tetapi penggunaan atau blok saluran calsium meningkat karena keduannya mereduksi secara keseluruhan komsumsi oksigen miokardial. Efek inotropik positif digoxin potensial digunakan pada kasus tertentu dari sindro CO rendah. Digoxin sehubungan dengan dosis menyebabkan peningkatankontraktilitas baik jantung normal maupun gagal jantung. Batas ditentukan pada pencapaian inotropism tertinggi dari perkembangan disritmia serius.

65

Kebingungan ada sejak dulu tentang apakah digitalis meningkatkan atau menurunkan konsumsi oksigen miokardial. Hal ini berdasarkan pada pengawasan tentang peningkatan inotropism digoxin meningkatkan MVO2 pada pasien jantung normal tapi menurunkan pada pasien gagal jantung. Tekanan berkembang dalam dinding ventricular adalah penetapan pertama dari konsumsi oksigen melalui pembatasan kontraktilitas tekanan dinding dan MVO2 pada pemberian afterload akan menurun dengan pengurangan pada ventrikel radius dan HR. Hal ini dapat mengobservasi klinis bahwa angina selalu diturunkan dengan digoxin pada pasien dengan kardiomegali, dimana angina dapat ditingkatkan dengan digitalis pada pasien dengan penyakit iskemia tanpa kardiomegali. Digitalis bertujuan untuk meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dalam keadaan normal dengan efek vasokonstriksi langsung. Gagal jantung kongestif yang tidak diterapi disertai resistensi vascular periver yang tinggi mengkonpensasi aktivasi SNS. Keberhasilan terapi dengan digitalis biasanya mengurangi resistensi sebagai peningkatan kontraaktilitas meningkatkan CO. Merupakan hasil dari pembebasan SNS dengan memperbaiki fungsi jantung. Penyebabnya harus dikerjakan bagaimanapun pemberian digoxin iv atau duobain diatur dengan peningkatan afterload akan ditiadakan. Efek dari vasokonstriktor perifer dapat terjadi menghasilkan gagal jantung kongestif yang memburuk. Keuntungan inkonsisten hemodinamik terjadi pada digitalis, pada gagal jantung kongestif diikuti infark miokardial. Itu tidak punya keuntungan pada shock kardiogenik dan telah terbukti potensial pada pasien dengan infark miokardial tanpa komplikasi karena vasokonstriksinya dan efek dari konsumsi oksigen miokardial pada keadaan kardiomegali. Digoxin merupakan sesuatu yang berharga pada pasien dengan tanda dan gejala gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh iskemik, valvular, hipertensi dan penyakit jantung congenital. Pasien dengan kardiomiophaty dan COR pulmonale juga berguna. Perhatian harus diatur pada kondisi dimana penggunaan digitalis tidak berguna dan potensial. Termasuk juga mitral stenosis dengan irama sinus normal dan perikarditis konstriktif dengan tamponade.

66

Tanda dan gejala dari stenosis subaortik hipertropik diopati eksasebasi dengan digitalis. Dengan peningkatan dari kekuatan kontraksi obstruksi maskular dapat ditingkatkan. Sama pada penggunaan digitalis pada pasien dengan stenosis infundibular pulmonal, seperti pada tetralogy of fallot. Augmentai dari kontraktilitas dapat mengurangi aliran darah pulmonal yang telah tersedia. Hatihati terhadap reaksi toksik dari digitalis pada usia tua dan pasien yang mengalami hipoksemia arteri, asidosis renal compromise, hipotiroid, hipokalemia atau hipomagnesia sebaik pada pasien menerima quinidine atau calsium channel blokers. Pada pasien dengan diminished cardiac reserve yang pada bedah mayor yang menghasilkan controversial dari profilaktif digitalis. Indikasi untuk preoperative digitalis yang termasuk profilaktif dari digoxin harus dipertimbangkan termasuk : 1. gagal jantung sebelumnya 2. pembesaran jantung 3. gangguan aliran koroner menurut elektrokardiogram 4. usia 60 tahun keatas 5. usia 50 tahun keatas sebelum operasi jantung 6. antisipasi kehilangan darah massif 7. fibrilasi atrium 8. pembedahan cardiovascular 9. gangguan rematik. Ketika terdaftar kemungkinan perioperatif digitalis, point-point yang harus diperhatikan : 1. Keseimbangan oksigen miokar diterapi dengan tidak gagal jantung nondilatasi. 2. Ratio terapi dan toksik digitalis rendah 3. Obat-obat inotropik yang lebih sedikit toksik dan dapat dihentikan dengan segera siap di available. 4. Verapamil atau bloker lebih efikasi tak disritmia supra ventricular tidak diawali dengan gagal jantung.

67

5. Digitalis dapat menyebabkan disritmia berat pada pasien yang tidak stabil. 6. Konsentrasi dari potasisium serum dapat fluktuasi pada pasien bedah dengan penyakit kritis. 7. Disritmia jantung dapat terjadi pada kehadiran digitalis harus dipertimbangkan penomena toksik. 8. Digitalis pada disritmia jantung sulit diterapi. 9. kompromi ginjal menghasilkan efek toksik dengan dosis maintenens standar. 10. Cardioversion dapat bahaya setelah keberadaan digitalis. 11. Setelah terapi awal digitalis keberadaan dari obat-obat alternative menjadi lebih komplit. Calsium Salt Ringer established merupakan kalsium yang penting pada kontraksi jantung lebih dari 150 tahun yang lalu. Merupakan kepentingan yang besar pada genesis dari aksi potensial dari kardia dan kunci pengawasan storage controlling energi intraselluler dan penggunaan. Pergeseran dari calsium ekstraseluler menyilang membrane juga fungsi otot polos uteri sebaik otot polos pembulus darah. Hanya dengan pembaharuan telah kita awali apresiasi dari aturan kritis bahwa kalsium bekerja pada spectrum luas dari proses biologi, dari koagulasi menuju transmisi muscular. Obat-obat sympatomimetik meningkatkan kalsium influks transmembran, dimana bloker dan calsium cannel bloker menghambat pergerakan. Walaupun molekulnya simple kalsium merupakan salah satu dari obatobat yang dipahami. Calsium klorida sering bagian dari terapi tibrilasi ventrikel walaupun data tersebut mendukung indikasi discan. Ada data yang dikonfirmasi kapabilitasnya untuk mengawali fibrilasi ventrikel dalam persamaan dengan EPI. Walaupun banyak efek dari EPI adalah medisiasi kalsium , kedua obat-obat tersebut jelas dan tidak identitas kenyataannya bahwa EPI dapat meningkatkan keberhasilan defibrilasi dengan memperkuat pola fibrilasi yang terlihat basis

68

karena penggunaan kalsium salts. Asumsi belum dicobakan atau dokumentasi klinikal. The American Heart Assosiation mempunyai rekomendasi penggunaan kalsium selama cardiac arrest kecuali ketika hiperkalemia, hipokalemia, atau kalsium entry toksisitas berada. Secara tradisional kalsium glukonat telah dipersiapkan pada pasien pediatric dan kalsium klorida pada pasien dewasa. Data terdahulu menyarankan bahwa kalsium klorida memproduksi lebih tinggi secara konsisten dan tingkat yang dapat diprediksi dari ion kalsium daripada dosis equivalent dari persiapan lain. Studi baru-baru ini telah membuktikan bahwa ionisasi dari berbagai persiapan dengan segera dan cukup efektif . Kalsium intravena efektif pada hipotensi reversal transient sebagai hasil depresi miokardium dari obat-obat. Volatile anastesi yang bagus. Beberapa klinisi merasa bahwa kejadian berulang dari respon hipotensi. Pada intraoperasi terhadap kalsium klorida mungkin sebuah indikasi terhadap pemberian digoxin. Kalsium klorida juga diberi pada terminasi bypass cardiopulmonal untuk menghentikan deppresi miokardium yang berhubungan dengan potassium kardioplegia. Penggunaan dari garam kalsium dengan jelas merupakan indikasi selama transfuse massif atau cepat dari darah sitrat. Sitrat binds kalsium dan transfuse cepat dari darah sitrat menghasilkan depresi miokardium secara reversible dengan kalsium. Tiga bentuk dari garam kalsium adalah kalsium klorida, kalsium glukonat dan kalsium gluceptal. Kalsium klorida menghasilkan hanya sekitar 10-20 menit meningkatkan untuk CO. Jika efek inotropik diperlukan untuk memperpanjang periode waktu, agent inotropik lain seharusnya diseleksi. Bolus dengan dosis 2-10 g/kg (1,5g/kg/mnt) kalsium klorida dapat menghasilkan perbaikan yang sedang pada kontraktilitas. Pengaturan cepat dari garam kalsium jika jantung melemah dapat menghasilkan bradikardi dan harus digunakan karena pasien yang telah diberi digitalis berbahaya terhadap efek toksiknya. Kalsium gluceptal dapat diberi dengan dosis 5-7 ml (4,5-6,3mEq) dan kalsium glukonat dengan dosis 10-15 ml (4,8-7,2 mEq). Dosis-dosis ini equevalen dengan kalsium klorida tidak stabil dan

69

tidak tahan lama pada frekuensi penggunaan. Seluruh garam kalsium akan presipitasi sebagai kalsium karbonat jika digabung dengan sodium bikarbonat.

70

Anda mungkin juga menyukai