Anda di halaman 1dari 4

Artikel Penelitian

Waktu Bersihan Mukosiliar pada Pasien Rinosinusitis Kronis

Delfitri Munir
Departemen Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak: Hidung secara fisiologis berfungsi sebagai penyaring dan pertahanan lini pertama bagi tubuh manusia. Silia epitel saluran respirasi, kelenjar penghasil mukus dan lendir yang membentuk sistem mekanisme pertahanan, sangat penting dalam sistem respirasi, yang dikenal sebagai sistem mukosiliar. Keberhasilan sistem mukosiliar sebagai suatu mekanisme pertahanan lokal pada hidung dan sinus paranasal tergantung pada bersihan mukosilier. Uji sakarin dapat digunakan untuk mengetahui apakah sistem bersihan mukosilier berjalan normal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan waktu bersihan mukosilier antara pasien rinosinusitis kronis dengan subjek yang memiliki hidung dan paranasal normal. Metode penelitian ini menggunakan uji potong lintang. Sampel penelitian adalah kelompok pasien yang didiagnosis rinosinusitis kronis (24 subjek) dan subjek tanpa kelainan nasal dan paranasal (24 subjek). Dilakukan uji sakarin dengan menggunakan stopwatch dan dilihat waktu bersihan mukosilier hidung. Nilai rata-rata waktu bersihan mukosilier hidung pada kelompok rinosinusitis kronis adalah 20,86 (2,14) menit dan kelompok normal adalah 9,49 (0,75) menit. Berdasarkan hasil uji t tidak berpasangan didapatkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Kata kunci: bersihan mukosilier, rinosinusitis kronis, uji sakarin

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11, November 2010

517

Waktu Bersihan Mukosiliar pada Pasien Rinosinusitis Kronis

Mucociliary Clearance Time in Chronic Rhinosinusitis Delfitri Munir


Department of Ear Nose Throat Head and Neck of Medicine Faculty University of Sumatera Utara

Abstract: Physiologicaly the nasal plays role as a filter and the first line of self defense. Cilia of respiratory epithelial cells, goblet cells and mucous blankets, known as mucociliary systems are important mechanisms for self defense. The success of nasal and paranasal local defense mechanism depends on mucociliary clearance. The mucociliary clearance systems should be good for achieving the success of mucociliary defense systems. The purpose of this research was to compare mucociliary clearance time in chronic rhinosinusitis patients and subjects without mucociliary diseases. The samples were chronic rhinosinusitis patients and subjects with normal nasal and paranasal, 24 subjects within each group. All samples were examined using saccharin test to observe mucociliary clearance time. The mean mucociliar clearance time of chronic rhinosinusitis samples was 20.86 (2.14) minutes and control group was 9.49 (0.75) minutes. There was significant difference between both groups using t-independent test (p<0.05). Key words : mucociliary clearance, chronic rhinosinusitis, saccharin test

Pendahuluan Hidung secara fisiologis berfungsi sebagai penyaring dan pertahanan lini pertama sistem respirasi. Fungsi tersebut berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu, bakteri dan virus yang dilakukan oleh silia dan palut lendir. Silia epitel saluran respiratori, kelenjar penghasil mukus dan palut lendir membentuk sistem mekanisme pertahanan penting dalam sistem respiratori yang dikenal sebagai sistem mukosiliar. Sistem mukosiliar merupakan barier pertama sistem pertahanan tubuh antara epitel dengan virus, bakteri atau benda asing lainnya.1,2 Sistem mukosiliar akan menjaga agar saluran napas atas selalu bersih dan sehat dengan mengalirkan keluar partikel debu, bakteri, virus, alergen, toksin dan lain-lain yang terperangkap pada lapisan mukus ke arah nasofaring. Silia memiliki gerakan-gerakan teratur, bersama palut lendir akan mendorong partikel-partikel asing dan bakteri yang terhirup ke rongga hidung menuju nasofaring dan orofaring. Partikelpartikel asing tersebut selanjutnya akan ditelan dan dihancurkan di lambung dengan demikian mukosa saluran napas mempunyai kemampuan untuk membersihkan dirinya sendiri.3 Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke satu arah (active stroke) dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakkan lapisan tersebut. Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung yang tidak mencapai lapisan tadi (recovery stroke) . Perbandingan durasi gerak silia kira-kira 3:1, sehingga gerakannya seolah-olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia tidak bergerak secara serentak, tetapi
518

berurutan seperti efek domino (metachronical waves) dengan arah yang sama pada satu area. Gerak silia mempunyai frekuensi denyut (ciliary beat frequency) sebesar 1000 getaran per menit.1 Keberhasilan sistem mukosiliar sebagai suatu mekanisme pertahanan lokal pada hidung dan sinus paranasal bergantung kepada transportasi mukosiliar yang dikenal sebagai bersihan mukosilier. Bersihan mukosilier yang baik akan mencegah terjadinya infeksi di dalam hidung dan sinus paranasal. Bersihan mukosilier ditentukan oleh keadaan silia, palut lendir dan interaksi antara keduanya. Daya pembersih mukosiliar dapat berkurang akibat perubahan komposisi palut lendir, aktivitas silia, peningkatan sel-sel infeksi, perubahan histopatologi sel hidung, hambatan sel sekresi atau obstruksi anatomi.4 Rinosinusitis merupakan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal, yang selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanik atau alergi. Patofisiologinya merupakan suatu lingkaran dari suatu infeksi, pelepasan mediator, kerusakan jaringan, hipersekresi, gangguan sistem mukosiliar dan superinfeksi. Untuk pemeriksaan bersihan mukosilier dapat digunakan sakarin, yang merupakan uji sederhana, tidak mahal, non invasif dan merupakan baku emas untuk uji perbandingan bersihan mukosilier.1,5,6 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan waktu bersihan mukosilier rongga hidung pada penderita rinosinusitis kronis dibandingkan dengan subjek yang memiliki kondisi nasal dan paranasal normal.
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11, November 2010

Waktu Bersihan Mukosiliar pada Pasien Rinosinusitis Kronis Metode Penelitian dilakukan sejak bulan Juli 2007 dan menggunakan metode potong lintang. Kelompok pertama adalah penderita yang berobat ke poliklinik THT-KL RS. H. Adam Malik mulai dari bulan Juli 2007 yang secara klinis dan radiologis didiagnosis rinosinusitis kronis dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kelompok kontrol adalah sampel dengan hidung dan sinus paranasal normal yang diambil dari pegawai RS. H. Adam Malik. Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% = 1,96 dan kekuatan uji (zb ) 90% = 1,28. Dengan metode uji hipotesis dua proporsi, berdasarkan penelitian Irawan7 besar sampel kasus dan kontrol adalah masing-masing 24 sampel. Waktu bersihan mukosilier adalah waktu yang dibutuhkan oleh partikel sakarin mulai saat diletakkan pada ujung depan konka inferior sampai di nasofaring yang ditandai dengan adanya sensasi rasa manis. Cara pemeriksaan uji sakarin dilakukan dengan memposisikan subjek dalam keadaan duduk. Sebelum pemeriksaan, subjek diminta untuk kumur-kumur dengan air putih dan istirahat dalam ruangan pemeriksaan kira-kira 15 menit. Spekulum hidung dipasang pada salah satu lobang hidung, kemudian dengan pinset bayonet diletakkan bubuk sakarin berukuran 0,5 mm pada ujung depan konka inferior, 1 cm ke arah posterior dari batas anterior konka inferior. Posisi kepala difleksikan 10, kemudian subjek diminta bernafas melalui hidung dengan mulut tertutup. Dengan menggunakan stopwatch ditentukan lama waktu antara saat sakarin diletakkan sampai dirasakan sensasi manis pertama kali. Bila dalam 60 menit subjek tidak merasakan sensasi manis maka pengujian dihentikan. Selanjutnya sakarin diletakkan di lidah subjek untuk menyingkirkan gangguan pengecapan. Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji t tidak berpasangan dengan bantuan program window SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 15. Hasil Didapatkan 24 subjek rinosinusitis kronis dan 24 subjek yang tidak menderita rinosinusitis kronis. Pada penelitian ini didapat persentase tertinggi kelompok rinosinusitis kronis adalah wanita sebanyak 15 sampel (62,5%), sedangkan lakilaki sebanyak 9 sampel (37,5%) dengan perbandingan 5 : 3. Pada kelompok kontrol terdapat perempuan 13 sampel (54,17%) dan laki-laki 11 sampel (45,83%). Pada penelitian ini didapat persentase tertinggi kelompok rinosinusitis kronis adalah pada kelompok usia 38-47 tahun (41,7%), sedangkan persentase terendah pada usia lebih 47 tahun ( 8,3%). Dari tabel 1 didapatkan rata-rata waktu bersihan mukosilier kelompok rinosinusitis kronis adalah 20,86 (2,14) menit dan tanpa 9,49 (SD 0,75) menit. Dengan uji t tidak berpasangan didapatkan nilai p<0,05 dengan perbedaan rataMaj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11, November 2010 Tabel 1. Hasil Uji t Tidak Berpasangan Rata-rata Waktu Bersihan Mukosilier Antara Kelompok Sampel Rinosinusitis Kronis (RSK) dengan Kelompok Normal n RSK Normal 24 24 Mean 20,86 9,49 p= 0,0001 SD 2,14 0,75 t 24,61 p 0,000

t tidak berpasangan= 24,67

rata 12,51 menit. Dengan demikian terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata waktu bersihan mukosilier antara kelompok rinosinusitis kronis dengan kontrol. Waktu bersihan mukosilier kelompok rinosinusitis kronis lebih lama dibanding kelompok kontrol.
Tabel 2. Hasil Uji t Tidak Berpasangan Rata-rata Waktu Bersihan Mukosilier Antara Kelompok Rinosinusitis Kronis (RSK) Berdasarkan Jenis Kelamin Bersihan mukosilier Mean SD 21,57 20,43 2,33 1,96

Kelamin Laki-laki Perempuan

N 9 15

% 37,5 62,5 p= 0,214

t tidak berpasangan= 1,28

Dari tabel di atas, didapatkan rata-rata waktu bersihan mukosilier pada jenis kelamin laki-laki kelompok rinosinusitis kronis adalah 21,57 (2.33) menit dan jenis kelamin perempuan adalah 20,43 (1,96). Dengan uji t tidak berpasangan didapatkan nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna rata-rata waktu bersihan mukosilier antara kelompok rinosinusitis kronis berdasarkan jenis kelamin. Diskusi Penelitian ini dimulai sejak bulan Juli 2007 didapatkan 24 sampel rinosinusitis kronis yang terdiri dari 9 laki-laki dan 15 perempuan. Kelompok usia terbanyak adalah antara 38-47 tahun sebanyak 10 (41,7 %). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Yuhisdiarman9 yaitu 41% penderita berumur 38-47 tahun. Pada tabel 1 terlihat rata-rata waktu bersihan mukosilier kelompok rinosinusitis kronis adalah 20,86 menit (2,14) dan kelompok kontrol adalah 9,49 menit (0,75). Irawan7 pada penelitiannya mendapatkan rata-rata waktu bersihan mukosilier kelompok rinosinusitis kronis adalah 27,57 menit (7,58) dan kelompok kontrol adalah 14,31 menit (4,68). Berdasarkan hasil yang didapatkan pada tabel 1 dilakukan uji statistik t tidak berpasangan diperoleh nilai p<0,05. Dengan demikian terdapat perbedaan bermakna ratarata waktu bersihan mukosilier antara kelompok rinosinusitis kronis dengan normal. Waktu bersihan mukosilier kelompok rinosinusitis kronis lebih lama dibanding kelompok kontrol. Hasil yang diperoleh, sesuai dengan penelitian Irawan7 yang juga mendapatkan perbedaan bermakna rata-rata waktu
519

Waktu Bersihan Mukosiliar pada Pasien Rinosinusitis Kronis bersihan mukosilier antara kelompok rinosinusitis kronis dengan kontrol. Rinosinusitis kronik berawal dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator seperti vasoaktif amin, protease, asam arakidonat metabolit, lipolisakarida dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa hidung dan akhirnya menyebabkan disfungsi mukosiliar. Adanya disfungsi mukosiliar menyebabkan terjadinya stagnasi mukus. Akibatnya bakteri akan semakin mudah untuk berkolonisasi dan infeksi akan kembali terjadi.10 Transportasi mukosilia yang bergerak secara aktif sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem tersebut tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lendir akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit.6 Transportasi mukosiliar ditentukan oleh keadaan silia, palut lendir dan interaksi antara keduanya. Daya pembersih mukosiliar dapat berkurang disebabkan oleh perubahan komposisi palut lendir, aktivitas silia yang abnormal, peningkatan sel-sel infeksi, perubahan histopatologi sel hidung, hambatan sel sekresi atau obstruksi anatomi. Penurunan aktivitas gerakan silia dapat disebabkan oleh kelainan sekunder seperti influenza, sinusitis kronis, rinitis atrofi, rinitis vasomotor, deviasi sep.. tum, sindrom sjogren, dan penyakit adenoid.4 Infeksi dapat menyebabkan degenerasi dan pembengkakan mukosa, serta terlepasnya sel-sel radang dan perubahan pH. Endotoksin bakteri serta enzim proteolitik yang dihasilkan oleh neutrofil diketahui dapat menurunkan aktivitas silia dan frekuensi denyut silia.4 Ditemukan peningkatan frekuensi denyut silia setelah antrostomi meatus medius dari 8,6 Hz menjadi 12,9 Hz pada binatang percobaan dengan sinusitis kronis. Osteomeatal kompleks merupakan hal yang fundamental terhadap patogenesis rinosinusitis kronik. Gangguan osteomeatal kompleks menyebabkan terjadinya gangguan ventilasi dan pembersihan mukosa. Edema pada ostium sinus akan menyebabkan hipoksia. Suplai oksigen yang kurang akan memperlambat gerakan silia.11-13 Pada penelitian ini rata-rata waktu bersihan mukosilier pada jenis kelamin laki-laki kelompok rinosinusitis kronis adalah 21,57 (2,33) menit, dan jenis kelamin perempuan 20,43 (1,96). Dengan uji t tidak berpasangan didapatkan nilai p >0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan bermakna ratarata waktu bersihan mukosilier antara kelompok rinosinusitis kronis berdasarkan jenis kelamin. Ho et al.14 juga mendapatkan tidak adanya perbedaan bermakna rata-rata waktu bersihan mukosilier antara laki-laki dan perempuan. Kesimpulan Inflamasi akibat sinusitis dapat menyebabkan penurunan aktivitas bersihan mukosilier pada hidung. Keadaan ini akan menyebabkan proses pembersihan permukaan mukosa menjadi terganggu, sehingga akan memicu infeksi pada rongga hidung. Disarankan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor yang dapat memperbaiki bersihan mukosilier rongga hidung. Daftar Pustaka
1. Hwang PH, Abdalkhani A. Embriology, anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. Dalam: Snow JB, Wackym PA, editor. Ballengers otolaryngology, head and neck surgery. Edisi ke-17. Shelton: BC Decker Inc; 2009.h.455-63. Mc Caffrey TV, Remington WJ. Nasal function and evaluation. Dalam: Byron J. Bailey, editor. Head & neck surgery otolaryngology. Edisi ke-2. Philadelphia: Lipponcott-Raven; 2000.h.33348. Sun SS. Evaluation of nasal mucociliary clearance function in allergic rhinnitis patients with Technetium 99M-Labeled Macroaggregated Albumin Rhinoscintigraphy. Ann Otol Rhinol Laryngol. 2002;111:77-9. Cohen NA. Sinonasal mucociliary clearance in health and disease. Ann Otol Rhinol Laryngol Suppl. 2006;196:20-6. Jorissen M, Willems T, Boeck KD. Diagnostic evaluation of mucociliary transport: From symptoms to coordinated ciliary cctivity after ciliogenesis in culture. Am J Rhinol. 2000;14:34552. Baroody FM. Mucociliary transport in chronic rhinosinusitis. Clin Allergy Immunol. 2007;20:103-19. Irawan P. Pengaruh rinosinusitis kronis terhadap waktu transportasi mukosiliar hidung [Tesis]. Jakarta: FKUI; 2004. Bhattacharyya N. Chronic rhinosinusitis: Is the nose really blocked?. Am J Rhinno. 2001;15:169-73. Yuhisdiarman. Kelainan anatomi sinus paranasal durante bedah sinus endoskopi [Tesis]. Medan: FKUSU; 2004. Chen B, Antunes MB, Claire SE, Palmer JN, Chiu AG, Kennedy D. Reversal of chronic rhinosinusitis-associated sinonasal ciliary dysfunction. Am J Rhinol. 2007;21:346-53. Busquets JM. Nonpolypoid rhinosinusitis: Classification, diagnosis and treatment.Dalam, Head and neck surgery-otolaryngology. Vol I. Edisi ke-4. Philadelphia: Bailey Lippincott Wiliams and Wilkins; 2006.h.405-16. Wilma T. Histological evaluation of maxillary sinus mucosa after functional endoscopic sinus surgery. Am J Rhinol. 2007;21:71924. Fauroux B, Tamalet A, Clement A. Management of ciliary dyskinesia: The Lower airways. J Pediatr. 2008;22:55-7. Ho JC, Chan KN, Hu WH, Lam WK, Zheng L, Tipoe GL. The effect of aging on nasal mucociliary clearance, beat frekuency and ultrastructure of respiratory cilia. Am J Resir Crit Care Med. 2001;163:983-88. MS/FS

2.

3.

4. 5.

6. 7. 8. 9. 10.

11.

12.

13. 14.

520

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11, November 2010

Anda mungkin juga menyukai