Anda di halaman 1dari 13

Nutrisi Pada Displasia Bronkopulmoner/Penyakit Paru Kronik Pada Bayi

Pendahuluan

Displasia bronkopulmoner atau bronkcopulmonary dysplasia (BPD) merupakan suatu diagnosis klinis, yang berarti ketergantungan terhadap suplementasi oksigen pada periode

tertentu setelah kelahiran disertai gambaran radiologis anatomi paru (Jobe, 2006). BPD pertama kali didefinisikan oleh Northway pada tahun 1967 sebagai suatu sindrom akibat kerusakan berat pada paru-paru dari bayi prematur yang mendapat terapi oksigen konsentrasi tinggi dan penggunaan ventilator mekanik (Baraldi dan Marco, 2007). Pada saat itu, berat rata-rata bayi yang dapat bertahan hidup dengan BPD 2,3 kg dengan usia kehamilan 34 minggu. Bonikos dan teman-teman membuktikan bahwa oksigen konsetrasi tinggi tanpa penggunaan ventilator mekanik dapat menyebabkan BPD. Penjelasan awal tentang BPD dimulai pada masa penggunaan ventilator mekanik pada bayi prematur dan sejumlah bayi dengan berat badan kurang dari 1 kg dapat bertahan hidup. Gambaran klasik dari BPD terdiri dari kerusakan yang dominan pada saluran nafas, adanya metaplasi epitel, hipertrofi otot polos saluran nafas dan fibrosis parenkim paru (Baraldi dan Marco, 2007; Voucher, 2002). Dalam 25 tahun terakhir, penanganan terhadap bayi prematur mengalami perkembangan yang pesat dengan digunakannya continuous positive airway pressur atau aliran udara bertekanan positif, pemberian kortikosteroid antenatal, surfaktan, kemajuan teknologi ventilator, dan kemajuan dalam pemberian nutrisi. Saat ini definisi yang dikemukakan Northway tidak digunakan lagi karena kejadian BPD tidak hanya dijumpai pada bayi prematur yang menggunakan ventilator, tetapi juga terjadi pada bayi-bayi dengan faktor risiko yang lain, seperti sepsis neonatorum, patent ductus arteriosus (PDA) dan chorioamnionitis antenatal (Voucher, 2002). Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, BPD tidak didahului oleh suatu respiratory distress syndrome (RDS), tetapi mungkin juga karena perkembangan paru yang berhenti (Baraldi dan Marco, 2007). Bayi cukup umur juga berisiko terhadap terjadinya BPD jika pernah menjalani mekanik serta
1

perawatan dan mendapat terapi oksigen konsentrasi tinggi dan ventilator

oksigenasi dengan membran extrakorporal karena gagal nafas berat. BPD terjadi hampir pada 27% bayi cukup umur yang mengalami penyakit paru primer yang berat (RDS, sindrom aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis) dan sampai 50% pada bayi dengan adanya kelainan hipoplasia paru dan congenital diaphragmatic hernia . Risiko terhadap terjadinya BPD pada bayi dengan berat lahir sangat rendah tidak berkurang dengan pemberian steroid dan pemberian surfaktan (Baraldi dan Marco, 2007).

Epidemiologi

Faktor risiko terjadinya BPD sangat beragam, tergantung kepada beratnya penyakit yang mendasari dan lamanya penggunaan ventilator mekanik dan pemberian oksigen. BPD berhubungan secara tidak langsung dengan berat lahir, umur kehamilan, dimana semakin kecil berat lahir, semakin muda usia kehamilan semakin besar risiko menderita BPD. Besarnya risiko menderita BPD dengan berat lahir sangat kecil menggambarkan keadaan anatomi, perkembangan, dan kemampuan perbaikan paru pada saat terjadinya kerusakan paru. Risiko juga meningkat pada peningkatan aliran darah paru seperti pada PDA. Peningkatan risiko juga di jumpai pada anak dengan sepsis neonatorum, infeksi intra uterin dan adanya kolonisasi

Ureaplasma histolyticum maternal. Pada keadaan dimana terjadinya infeksi pada ibu, diduga bawa sitokin-sitokin dari ibu memasuki tubuh bayi melalui plasenta dan merusak berbagai organ tubuh bayi termasuk paru dan otak (Chernick, 1998).

Patogenesis

BPD merupakan kerusakan berat dari jaringan paru bada bayi (Baraldi dan Marco, 200; Jobe, 2006). Pada awalnya diyakini merupakan efek langsung dari barotrauma dan volutrauma akibat pemakaian ventilator mekanik dan toksisitas oksigen konsentrasi tinggi. Pada saat ini dijumpai perubahan gambaran klinis dari BPD dimana dapat terjadi tanpa didahului RDS atau adanya riwayat pemakaian oksigen konsentrasi tinggi, sehingga adanya inflamasi merupakan dasar terjadinya BPD. Imaturitas dari anatomi dan perkembangan paru menentukan respon paru terhadap trauma dan inflamasi. Bukti adanya respon inflamasi yang menyertai RDS adalah menetapnya mediator inflamasi dan sitokin-sitokin pada pasien dengan BPD (Voucher, 2002).
2

Barotrauma dan volutrauma dari pemakaian ventilator mekanik dapat merusak saluran napas dan parenkim paru, baik secara langsung maupun tidak langsung (Baraldi dan Marco, 2007). Intubasi akan merusak jaringan lokal, merusak silia dan memasukkan bakteri patogen dan udara luar secara langsung ke saluran nafas. Terpaparnya saluran napas dan parenkim terhadap oksigen konsentrasi tinggi akan membentuk adanya radikal bebas yang menyebabkan kerusakan jaringan dan memacu peradangan (Voucher, 2002). Paru yang perkembangannya belum sempurna lebih mudah mengalami kerusakan akibat trauma dan perbaikan jaringan yang tidak sempurna. Pada otopsi anak yang meninggal karena BPD dijumpai adanya kelainan morfologi dan perkembangan paru, dijumpai adanya pengurangan dalam alveolisasi dan septasi paru. Volume total paru relatif lebih kecil karena saluran nafas relatif lebih besar. Namun demikinan perkembangan paru terjadi sampai usia 5 tahun, sehingga anak dengan BPD masih mungkin membaik secara klinis walaupun kelainan radiologis menetap sampai dewasa muda (American Thoracic Society Documents, 2001). Gambar 1 menjelaskan faktor-faktor yang berperan dalam berkembangnya BPD pada bayi prematur. Selama dalam kandungan bayi yang diperkirakan akan lahir dengan spontan ibu akan mendapatkan terapi steroid yang mempercepat pematangan paru terutama pembentukan surfaktan. Jika selama dalam kandungan, ibu menderita chorioamnionitis makan tubuh ibu akan mentrasfer sitokin-sitokin ke bayi dan memicu peradangan dan kerusakan berbagai organ yang saaini di percaya berperan penting dalam kejadian BPD. Bayi premature sangat beresiko menderita RDS dan menggunakan ventilator mekanik dan oksigen konsentrasitinggi. Pemberian surfaktan berperan dalam pencegahan RDS sehingga mencegah kejadia RDS dan mencegah kerusakan paru yang berlanjut. Sepsis, pemberian oksigen dan kematangan paru akan menentukan lamanya penggunaan ventilator yang berperan penting dalam berkembangnya BPD (Jove, 2006). Bayi dengan BPD membutuhkan resting energi ekspenditure (REE) 25% lebih tinggi dibanding anak sehat, sehingga kebutuhan total kalori meningkat 10% sampai 15%. Sebagian besar dari peningkatan tersebut akibat dari kondisi insufisiensi paru dan peningkatan kerja pernapasan. Kebutuhan energi untuk pertumbuhan antara 130 kcal/kg/hr sampai 150 kcal/kg/hr. Cara untuk mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik tersebut adalah dengan menurunkan kerja pernapasan atau meningkatkan asupan energi atau keduanya (Premer, 1999).

Gambar 1. Flow chart dari intervensi klinis dan hal-hal yang berperan terhadap kejadian terjadinya BPD. Bayi dengan berat badan sangat rendah sering terpapar dengan kejadian tersebut (Jobe, 2006).

Lemak merupakan sumber kalori yang baik bagi anak dengan BPD karena kandungan kalori yang tinggi dan RQ yang rendah (Premer, 1999). Namun demikian lemak sebaiknya tidak melebihi 60% dari kebutuhan kalori. Nutrisi yang optimal yang terdiri dari energi yang cukup, mikronutrien, dan vitamin sangat penting untuk perkembanagan paru dan proses penyembuhan. Kondisi gizi buruk akan memperburuk fungsi paru dan ukurannya. Bayi dengan BPD sering mengalami gagal tumbuh karena peningkatan REE, peningkatan kebutuhan kalori dan zat nutrisi lainnya. Kesulitan menelan karena intoleransi makanan, gastroesophageal reflux (GER),

pembatasan cairan, hipoksemia, infeksi berulang serta perawatan berulang di rumah sakit berakibat terjadinya gagal tumbuh. Peningkatan berat badan yang lambat merupakan salah satu efek dari hipoksemia yang tidak terdeteksi terutama saat anak tidur, dimana terjadi penurunan saturasi oksigen (Voucher, 2002). Penanganan nutrisi di fokuskan pada pembatasan katabolisme, pemberian kalori

tambahan dan zat gizi lain yang dibutuhkan untuk perbaikan paru serta pertumbuhan paru yang optimal. Setelah pulang dari rumah sakit pemberian kalori tambahan dan zat gizi lain untuk pertumbuhan masih harus dilanjutkan untuk kejar tumbuh dan selanjutnya pertumbuhan yang normal, paling tidak sampai satu tahun umur biologis.
4

Beberapa nutrisi khusus diduga bermanfaat

dalam mencegah dan penanganan bayi

dengan BPD seperti inositol, asam lemak, carnitin, cystein, vitamin A, C, dan E (Voucher, 2002). Namun demikian hanya vitamin A yang diberikan segera setelah lahir terbukti bermanfaat dalam pencegahan dan terapi BPD (Atkinson, 2001).

Diagnosis

Diagnosis BPD dikacaukan dengan perkembangan definisi dan perubahan faktor risiko terjadinya BPD. BPD ditegakkan dengan adanya perubahan gambaran radiologi paru, ketergantungan terhadap oksigen sampai usia 28 hari kelahiran. Kriteria diagnosis lain adalah ketergantungan terhadap oksigen sampai 36 minggu usia biologis (Baraldi dan Marco, 2007; Voucher, 2002).

Pengaruh Terhadap Kebutuhan Nutrisi

A.Peningkatan Kebutuhan Nutrisi a. Efek Prematuritas Sebagian besar pasien dengan BPD lahir dengan berat badan sangat rendah dan usia kehamilan kurang dan memiliki cadangan lemak, glikogen, dan mikronutrien lain seperti besi, kalsium, phospat yang minimal. Bayi prematur dengan BPD akan cepat keseimbnagan gizi yang negative (Tark, 2001). mengalami

b. Efek Bronkopulmonari Displasia Peningkatan kebutuhan kalori pada pasien dengan BPD disebabkan oleh: 1. Peningkatan Basal Metabolic Rate 2. Peningkatan kerja pernapasan 3. Penyakit kronis/infeksi berulang 4. Distres napas/komplikasi metabolik.

C. Efek penurunan asupan makanan. Pasien dengan BPD sangat sensitif terhadap kelebihan asupan cairan, baik oleh karena penyakit parunya sendiri dan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung kiri. Pembatasan cairan akan berdampak pada terbatasnya energi yang dapat diberikan. Penggunaan ventilator dan intubasi berulang akan membatasi asupan makanan peroral dan mengganggu kemampuan menelan bayi. Penurunan saturasi saat makan akan menyebabkan anak sering tampak sesak saat makan sehingga membatasi asupan makanan (Tark, 200).

B.Penilaian Stasus Gizi a. Antropometri Pemantauan berat badan setiap hari sangat penting pada awal awal perawatan dan masa kritis perawatan. Pemantauan berat badan sangat penting untuk menilai kelebihan cairan dan pertumbuhan bayi. Pemantauan berat badan, panjang badan, lingkar kepala selama masa pengawasan penting untuk mengetahui pencapaian pertumbuhan yang harus dicapai.Tark;
2001

Pengukuran antropometrik dengan menggunakan grafik NCHS, dengan koreksi usia biologis. Pengukuran lain yang penting adalah lingkar lengan atas dan tebal lipat kulit. Pengukuran antropometri yang harus terus di pantau adalah lingkar kepala karena pada pasien dengan BPD sering juga dijumpai sertai gangguan perkembangan otak (Abrams, 2001; Tark, 2001)

b. Asupan Diet Pada pasien dengan BPD pemberian jumlah asupan kalori, protein, cairan, proporsi kalori dari karbohidrat, lemak dan protein penting untuk diperhatikan. Pemberian vitamin dan mineral juga harus diperhitungkan dengan tepat. Pemantauan pasien dalam menyusu dan menelan sangat penting, reflek menelan tidak akan muncul sampai umur kehamilan 34 minggu. Alternatif pemberian diet diperlukan sampai anak mampu menyusu dan menelan seperti pemasangan orogastrik tube. Saturasi oksigen harus dipertahankan selama menyusu. Gangguan neurologi yang sering dijumpai pada BPD akan memperlambat kemampuan menelan anak.

c. Biokimia Pemantauan biokimia darah anak tergantung pada kondisi klinis dan terapi yang diberikan pada anak, terutama diuretik dan steroid. Jika dijumpai tanda-tanda anemi diperiksa haemoglobin dan profil besi. Pemeriksaan elektrolit rutin diperlukan jika masih menggunakan diuretic terutama steroid.

d. Kondisi Klinis Pasien Kondisi klinis pasien menentukan kebutuhan nutrisi pasien. Pasien dengan kondisi berat dan oksigenasi yang kurang di jaringan akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan. Eksaserbasi akut akan meningkatkan kebutuhan nutrisi dan pada saat yang sama akan sangat terpengaruh oleh pemberian cairan yang berlebihan. Kondisi klinis lain juga yang harus dinilai adalah penyakit jantung-paru, gastroesophagus refluk, muntah berulamg dan terapi yang diberikan.

Manajemen Nutrisi Pada BPD dijumpai 3 fase manajemen nutrisi, yakni fase akut, fase intermediet, dan fase konvalesen (Tark; 2001). Kebutuhan kalori pada masing-masing fase dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Table 1. Kebutuhan kalori (kcal/kg/hari) pada bayi dengan BPD pada tiap tahap menejemen nutrisi (Tark; 2001)

Komponen Basal metabolic rate Stool losses Aktivitas Spesific dynamic action Kebutuhan pertumbuhan thermal stress Total

Fase Akut* 45 10 10 5 0 10 50-70

Fase Intermediet* 60 10 10 5 Feb-30 10 95-120

Fase Rekonvalesen* 60 10 10 10 20-30 10 120-130

*diet oral sulit dilakukan; **diet enteral bertahap; ***diet oral penuh
7

a. Fase akut Fase ini merupakan suatu fase kritis dari penyakit BPD dan sering dijumpai adanya patent ductus arteriosus dan nekrotikan enterokolitis. Komplikasi pemberian makanan pada pasien ini yang sering dijumpai adalah kelebihan cairan dan hiperglikemia. Pada fase ini kebutuhan elektrolit harus dipenuhi karena sering terjadi ketidakseimbangan elektrolit akibat pembatasan cairan dan terapi yang diberikan. Pada fase ini kadang diet harus diberikan melalui parenteral baik karena BPD itu sendiri maupun karena komplikasi yang terjadi (Tark et al, 2001). b. Fase intermediet Fase ini ditandai dengan adanya perbaikan secara klinis dan dapat dimulai dengan pemberian diet oral yang bertahap. Kelebihan cairan masih merupakan komplikasi yang sering dijumpai, tapi pada fase ini anak mulai memiliki kemampuan mentoleransi kelebihan cairan.10 c. Fase konvalesen Fase ini merupakan fase penyembuhan. Pemberian diet sudah dapat dilakukan secara oral atau diet oral penuh. Monitor asupan kalori, pertumbuhan dan perkembangan sangat penting. Pemberian nutrisi tergantung pada kebutuhan bayi dan kondisi klinis yang dijumpai pada bayi tersebut (Tark, 2001).

Protein Protein sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan. Ginjal yang belum berkembang sempurna tidak akan mampu mentoleransi diet protein yang terlalu tinggi.Tark; 2001 Protein tidak boleh melebihi 8-12% dari total kalori yang diberikan. Sumber energi dari protein yang harus diberikan. Pada bayi dengan BPD yang mendapat kalori sekitar 120 kkal/kgbb/hr, intake kalori yang di berikan minimal 3,5 g/kgbb/hr (Premer et al, 1999).

Mineral Bayi dengan BPD sering mendapat terapi diuretik seperti furosemid yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium, natruim, klorida, dan kalsium. Pemberian diuretik akan

meningkatkan kebutuhan natrium dari kebutuhan normal 3-4 mEq/kgbb/hari menjadi 12 mEg/kgbb/hr dan kebutuhan kalium dari 2-4 mEq/kgbb/hr meningkat menjadi 7-10 mEq/kgbb/hr. Defisit klorida juga terjadi sehingga natrium dan kalium harus diberikan dalam
8

natruim klorida dan kalium klorida untuk mengganti defisit natrium dan klorida. Bayi dengan hiponatremia persisten menunjukkan gangguan pertumbuhan dan hipokloremia berat berhubungan dengan sudden infant death pada pasien dengan BPD. Kehilangan kalsium melalui urin akibat pemberian deuretik akan meningkatkan resiko terjadianya osteopenia pada bayi prematur dan nefrokalsinosis. Kebutuhan kalsium pada pemberian duiretik juga meningkat dari 150 to 1(Premer et al; 1999). 0 mg/kg/hr, menjadi 200 to 225 mg/kg/hr. Pemberian glukokortikoid akan meningkatkan remodeling dan meningkatkan kebutuhan kalsium (Premer et al, 1999). Pemberian zat besi menjadi dilema pada pasien dengan BPD. Zat besi penting untuk pertumbuhan dan fungsi normal tubuh terutama eritropoesis, tapi potensinya untuk membentuk zat oksidan juga harus dipertimbangkan (Premer et al, 1999).

Vitamin Antioksidan seperti vitamin A, C, dan E sangat penting untuk melindungi membran sel dari kerusakan akibat radikal bebas. Vitamin A berperan dalam pertumbuhan diferensiasi, dan penyembuhan kerusakan jaringan epitel. Defisiensi vitamin A diduga berhubungan dengan meningkatnya kejadian BPD pada bayi prematur. Telah menjadi konsensus bahwa kadar serum retinol <20 mcg/dL berhubungan dengan kejadian BPD. Defisiensi vitamin A juga

mempengaruhi proliferasi sel T dan aktivitas imunomodulasi dan fagositosis leukosit (Premer et al, 1999). Pencegahan defesiensi vitamin A atau terapi terhadap defisiensi vitaminA dengan pemberian 2.000 IU intramuskular selang sehari efektif dalam menurunkan kejadian BPD. Bayi dengan berat lahir sangat rendah berisiko terhadap defesiensi vitamin A karena memiliki

konsentrasi plasma vitamin A rendah saat lahir. Rekomedasi saat ini yang ada untuk pemberian vitamin A menurut The the American Academy of Pediatrics (AAP) retinol 210450 mg/kg/hr. Pemahaman tentang manfaat vitamin A pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah selama proliferasi dan diferensiasi epitel menjadi dasar pemberian vitamin A untuk merangsang

reepiteliasasi jaringan paru setelah barotrauma dan toksisitas oksigen konsentrasi tinggi (Tark et al, 200) Deksametason yang diberikan pada bayi dengan berat badan sangat rendah meningkatkan konsentrasi plasma retinol dan retinol binding protein diduga sebagai efek stimulai

deksametason terhadap pelepasan zat tersebut dari hati. Sehingga pemberian vitamin A pada saat pemberian deksametason tidak di anjurkan (Atkinson, 2001). Vitamin E merupakan antioksidan biologis yang melindungi polyunsaturated fatty acids dari membran sel. Defisiensi vitamin ini akan mengakibatkan gangguan pada system imun humoral dan selular, jugakan mengakibatkan anemia haemolitik berat. Vitamin E diberikan dengan dosis 50 sampai 75 IU/hr (Premer et al, 1999).

Nutrisi Parenteral Pada fase akut, diet yang mungkin diberikan adalah secara parenteral. Perhatian khusus pada diet parenteral adalah pada kemungkinan gangguan perkembangan paru akibat pemberian lemak secara parenteral. Efek samping pemberian lemak tergantung kepada maturitas bayi dan kecepatan pemberian. Pemberian lemak parenteral menurut AAP pada BBLR dimulai dari 0,5-1 gr/kg/hari dinaikkan sampai maksimal 3 gr/kg/hari. Kadar trigliserid serum harus dipertahankan di bawah 100 mg/dl. AAP juga merekomendasikan kecepatan pemberian glukosa (GIR) mulai dari 6mg/kg/menit dan dinaikkan sampai 11-12 mg/kg/menit. Pemberian glukosa yang tinggi akan meningkatkan produksi karbon dioksida dimana pada bayi dengan gangguan fungsi paru akan mengalami kesulitan mengekskresikan arbondioksida tersebut sehingga dapat menyebabkan asidosis respiratorik (Tark et al, 200)

Nutrisi Enteral Pemberian diet enteral dimulai secara bertahap sehingga sesuai dengan maturitas saluran pencernaan bayi prematur. Diet enteral dimulai pada fase intermediet. Sangat penting untuk memberikan kalori dan protein yang cukup jika diet enteral telah dapat ditoleransi. Kesulitan pada fase intermediet anak akan mulai tampak kelaparan namun diet oral belum dapat diberikan. Lapar merupakan tanda awal dari mulainya perkembangan kemampuan menelan. ASI/susu formula bayi premature dengan konsentrasi vitamin dan mineral yang tinggi diberikan pada awal mulainya diet enteral. ASI atau susu formula bayi premature harus diberikan sampai berat badan bayi 2000-2500 gram. Distribusi kalori terdiri dari protein 8-12%, karbohidrat 40-50%, lemak 40-50% (Tark et al, 2001)

10

Kesulitan Makan Paien dengan BPD sebagian besar akan mengalami kesulitan makan karena prematuritasnya sendiri dan beratnya penyakit paru yang terjadi serta tindakan terapi yang di dapatkan. Intubasi dan penggunaan ventilator akan mengganggu perkembangan kemampuan menelan tidak hanya pada bayi premature tapi juga pada bayi cukup umur. Terapi okupasi dan pengenalan awal kelainan perkembangan bahasa harus di identifikasi sejak awal (Tark et al, 2001)

11

Kasus singkat

Dartar Pustaka

1. Abrams, S.A, Chronic Pulmonary Insufficiency in Children and Its Effects on Growth and Development, J. Nutr. 131: 938S941S, 2001. 2. American Thoracic Society Documents., Statement on the Care of the Child with Chronic Lung Disease of Infancy and Childhood; Am J Respir Crit Care Med; 168. pp 356396, 2003. 3. Atkinson,S.A., Special Nutritional Needs of Infants for Prevention of and Recovery from Bronchopulmonary Dysplasia; J. Nutr. 131: 942S946S, 2001.

12

4. Baraldi,E., and Marco Filippone, M.D. Chronic Lung Disease after Premature Birth; N Engl J Med, 2007;357:1946-55. 5. Chernick, V., Boat, T. F., Wilmott, R. W., Bush, A., 1998, Kendigs Disorders of The Respiratory Tract in Children, 6th. Ed., Saunders Elsevier. 6. Denne, S.C, Energy Expenditure in Infants with Pulmonary Insufficiency: There Evidence for Increased Energy Needs?, J. Nutr. 131: 935S937S, 2001. 7. Jobe, A.H, The New BPD., NeoReviews Vol.7 No.10 October 2006 e531. 8. Premer,D.M., and Michael K. Georgieff; Nutrition for Ill Neonates; Pediatr. Rev. 1999;20-56. 9. Samour, P. Q., Helm, K. K., Lang, C. E., 1999, Handbook of Pediatric Nutrition, 2nd., Ed., Aspen Publisher, Inc. 10. Tark.M.S., et al Adverse effects of Early Dexamethasone Treatment in Extremely-lowbirt-weight Infants; N Engl J Med, Vol. 344, No. 2 January 11, 2001. 11. Vaucher, E.Y., Bronchopulmonary Dysplasia: An Enduring Challenge; Pediatr. Rev. 2002;23-49.

13

Anda mungkin juga menyukai