Anda di halaman 1dari 8

Terapi DM Non Farmakologi - Terapi gizi medis Pada penderita diabetes, perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam

hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006). Jadwal makan dapat diatur dengan interval 3 jam. Komposisi makanan yang dianjurkan kepada penderita diabetes melitus terdiri dari: Karbohidrat Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total asupan energi. Lemak Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dari total kebutuhan kalori. Lemak yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah yang berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid), membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. (PERKENI, 2006; ADA, 2008). Protein Total protein yang dianjurkan adalah sekitar 15-20% dari total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan (Leguminosa), tahu, tempe (PERKENI, 2006). Garam Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur. (PERKENI, 2006). Serat Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat laut. Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan (PERKENI, 2006). - Latihan jasmani Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani ini dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) (PERKENI, 2006) . Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani, contohnya penderita diabetes melitus dengan komplikasi perifer neuropati dianjurkan untuk mengurangi sensasi nyeri pada bagian ekstrimitas sehingga pilihan aktivitas yang dapat dilakukan berupa berenang, bersepeda atau latihan-latihan yang banyak menggunakan lengan (ADA, 2008). Farmakologis Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik tersebut dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin. - Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:

1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh sulfonilurea dan glinid. Sulfonilurea Sulfonilurea merupakan obat hipoglikemik oral dengan efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga jika pankreas dari si penderita sudah tidak mampu mensintesis insulin, penggunaan obat ini menjadi tidak efektif. Sulfonilurea terbagi menjadi dua kelompok yaitu sulfonilurea generasi pertama (klorpropamid) dan generasi kedua (glibenklamid, glipizid, glimepirid). Efek samping dari obat golongan ini adalah hipoglikemia sehingga penggunaannya memerlukan perhatian terutama pada orang tua, penderita dengan ganguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular. Contoh obat golongan ini adalah klorpropamid, glibenklamid, glipizid, gliklazid, glikuidon dan glimepirid (PERKENI, 2006; Lehne, 2007). Glinid Glinid merupakan obat hipoglikemik oral yang memiliki mekanisme kerja yang sama dengan sulfonilurea, yaitu dengan menstimulasi pankreas untuk mensekresi insulin. Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati sehingga penggunaannya pada penderita dengan gangguan fungsi hati diperlukan perhatian khusus, karena akan memperlambat metabolisme dari obat ini sehingga dapat mengakibatkan hipoglikemia. Contoh-contoh obat golongan glinid antara lain repaglinid dan nateglinid (PERKENI, 2006; Lehne, 2007). 2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin Tiazolidindion Tiazolidindion, yang juga dikenal dengan glitazon, bekerja dengan cara berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa (glukosa transporter), sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer (PERKENI, 2006). Efek samping yang paling menonjol dari penggunaan tiazolidindion adalah dapat meretensi cairan, sehingga terjadi edema dan penambahan berat badan (2-3 kg). Karena efeknya ini, pemakaian obat golongan ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV. Selain itu, tiazolidindion juga bersifat hepatotoksik sehingga obat ini dikontraindikasikan juga untuk penderita dengan gangguan faal hati dan dalam penggunaannya pasien diminta untuk melakukan pemantauan hati secara berkala. Contoh obat golongan ini adalah rosiglitazon dan pioglitazon (PERKENI, 2006; Lehne, 2007). 3. Golongan penghambat glukoneogenesis Metformin Efek utama metformin adalah dengan mengurangi produksi glukosa di hati (glukoneogenesis), di samping itu obat ini juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin diekskresi oleh ginjal dalam bentuk yang tidak berubah, sehingga pada penderita diabetes melitus yang mengalami kerusakan ginjal, metformin dapat terakumulasi sampai dengan batas toksik. Metformin mencegah terjadinya oksidasi asam laktat dan hal ini dapat menyebabkan asidosis laktat (Lehne, 2007). 4. Golongan penghambat glukosidase alfa Acarbose Acarbose bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat golongan ini diindikasikan pada

penderita diabetes melitus tipe 2 yang hiperglikemianya tidak dapat terkontrol dengan diet dan latihan jasmani. Efek samping yang paling sering ditimbulkan oleh obat golongan ini adalah kembung dan flatulen. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia (PERKENI, 2006). Insulin

Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel beta pankreas sebagai respon dari rangsangan glukosa dan perangsang-perangsang lain seperi asam-asam amino, asam-asam lemak bebas, hormon-hormon lambung, stimulasi parasimpatetik, stimulasi beta-adrenergik (Williams, 2001). Indikasi terapi insulin antara lain: Penurunan berat badan yang cepat (dekompensasi metabolik), hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik. Berdasarkan lama kerjanya, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu: 1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Contoh insulin golongan ini adalah insulin lispro (Humalog), insulin aspart (NovoRapid). 2. Insulin kerja pendek (short acting insulin) Contoh insulin golongan ini adalah human regular insulin (Actrapid). 3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) Contoh insulin golongan ini adalah Neutral Protamine Hagedorn (NPH) insulin (Insulatard, Humulin N), insulin lente. 4. Insulin kerja panjang (long acting insulin) Contoh insulin golongan ini adalah insulin glargine (Lantus), insulin detemir (Levemir). 5. Insulin campuran tetap (premixed insulin) Contoh dari golongan ini adalah campuran dari 70% NPH dan 30% human regular insulin (Mixtard, Humulin 30/70), campuran dari 75% insulin lispro protamine dan 25% insulin lispro (Humalog Mix 25). - Terapi kombinasi OHO dan Insulin Pemberian obat hipoglikemik oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Untuk kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah/panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar pukul 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan terapi kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin, kadar glukosa darah masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja (PERKENI, 2006). Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan kronik pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehingga mengakibatkan gangguan pada sekresi insulin, sensitivitas insulin atau keduanya. Diabetes mellitus ditandai dengan adanya hiperglikemia dan berhubungan dengan

kerusakan berbagai sistem tubuh, khususnya sistem saraf dan pembuluh darah (WHO, 2007; Kumar, 2005; Dipiro et al, 2005). Gejala Diabetes Mellitus Gejala yang khas pada diabetes mellitus dapat berupa poliuria (sering buang air kecil terutama di malam hari), polidipsia (rasa haus dan berlangsung lama), polifagia (makan yang berlebihan) dan penurunan berat badan secara drastis tanpa sebab yang jelas (PERKENI, 2006). Gejala lainnya dapat berupa lemah badan (cepat lelah), kesemutan, mata kabur, infeksi, gatal (teutama di daerah genital), disfungsi ereksi (pada pria) (PERKENI, 2006; Medicastore, 2007). Faktor Risiko Diabetes Mellitus Pemeriksaan penyaring atau skrining dilakukan pada kelompok dengan faktor risiko diabetes mellitus sebagai berikut: (PERKENI, 2006) Usia 45 tahun Obesitas (Indeks Massa Tubuh > 23 kg/m2 ) Riwayat keluarga diabetes mellitus Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan > 4000 gram (4 kg), atau riwayat diabetes gestasional Hipertensi ( 140/90 mmHg) Kolesterol (HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL) Riwayat penyakit jantung Orang yang sebelumnya dinyatakan sebagai TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) Penyebab Diabetes Mellitus Di era globalisasi seperti saat ini, banyak hal-hal baru yang diduga sebagai pemicu diabetes mellitus, diantaranya adalah perubahan gaya hidup yang tidak sehat. Banyaknya jaringan restoran cepat saji (fast food) yang ada di masyarakat dewasa ini mengandung banyak lemak, yang jika tidak dikendalikan dengan baik dapat menyebabkan penyakit pada tubuh. Selain fast food, juga banyak beredar minuman ringan (soft drink) dengan kadar gula yang tinggi. Selain penyebab yang telah disebutkan di atas, ada faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan diabetes, antara lain : Usia Semakin bertambah usia semakin tinggi risiko diabetes. Mengingat bahwa manusia mengalami perubahan fisiologis setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia tersebut, karena menurunnya fungsi fisiologis akibat dari bertambahnya usia, ditambah lagi pada mereka yang berat badannya berlebih. Stres Stres cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Dimana seretonin memiliki efek penenang sementara, yang berguna untuk meredakan stres. Salah satu efek dari meningkatnya kadar serotonin adalah peningkatan pada nafsu makan. Sehingga penyebab diabetes bukanlah pada serotonin yang dihasilkan, tetapi disebabkan karena gula dan lemak yang mereka makan. Pola makan yang salah. Pola makan yang minim hingga mengakibatkan kurang gizi atau pola makan yang berlebih dan berakibat pada kelebihan berat badan sama-sama dapat meningkatkan risiko diabetes. Hal ini dikarenakan kurang gizi (malnutrisi) dapat memperbesar risiko rusaknya pankreas, sedangkan

obesitas (berat badan berlebih) mengakibatkan gangguan pada kerja insulin (retensi insulin). (Sustrani dkk, 2004) Aktivitas fisik Teknologi yang semakin maju mempermudah segala pekerjaan sehingga aktivitas fisik semakin sedikit. Sedikitnya aktivitas ditambah dengan pola makan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko obesitas yang merupakan faktor risiko dari diabetes mellitus (Health care, 2005). Patogenesis Diabetes Mellitus Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa glukosa ke dalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pulau-pulau langerhans di pankreas. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta diibaratkan sebuah anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi energi atau tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk sel sehingga glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya dalam darah meningkat (hiperglikemik). (Soegondo dkk;2002; WHO, 2007; Greene et al, 2003). Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan PERKENI (2006), diabetes mellitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Diabetes Mellitus Tipe-1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yang disebabkan oleh: Autoimun Idiopatik 2. Diabetes Mellitus Tipe-2 Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di bawah ini, antara lain: Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel- pankreas untuk memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005). Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (PERKENI, 2006). Diabetes Mellitus Tipe Lain Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu: Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus 4. Diabetes Mellitus Kehamilan Diabetes mellitus kehamilan atau sering disebut dengan istilah Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung. Faktor risiko diabetes tipe ini antara lain obesitas, adanya riwayat DMG, gukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4 kg, dan adanya riwayat preeklamsia. Penilaian

adanya risiko diabetes melitus gestasional perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk pemeriksaan kehamilannya. Diagnosis Diabetes Mellitus Kriteria diagnosis menurut American Diabetes Association (2008): 1. Kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan asupan kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 2. Tampak gejala klasik diabetes melitus dan kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Gejala klasik diabetes mellitus termasuk poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. 3. Kadar glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar World Health Organization, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes melitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) tergantung dari hasil yang diperoleh. TGT: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L). Komplikasi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkan dapat berupa: 1. Komplikasi Akut a. Hipoglikemi Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2006). b. Ketoasidosis diabetik Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yang terbatas dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi, sehingga tubuh melakukan penyeimbangan dengan memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini adalah asam lemak bebas dan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang menyebabkan terjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004). Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam (kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi. Selain itu, sesorang dikatakan mengalami ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan laboratoriumnya: Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL) Na serum <140 meq/L Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L) Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria) c. Hiperosmolar non ketotik

Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia >40 tahun. Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi (>320). 2. Komplikasi Kronis (Menahun) a. Makroangiopati: 1. Pembuluh darah jantung 2. Pembuluh darah tepi 3. Pembuluh darah otak b. Mikroangiopati: 1. Pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) 2. Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik) c. Neuropati d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan: 1. Rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan infeksi kaki. 2. Disfungsi ereksi.

Diabetes melitus Sel islet pankreas tampaknya lebih jarang rusak dibandingkan sel asinar dan duktus, sehingga diabetes lebih jarang dibandingkan steatore. Diabetes melitus terjadi terutama pada pankreatitis difus. Diabetes sekunder ini ditandai oleh episode hipoglikemi akibat cadangan glukagon yang tidak adekuat dan jarang oleh ketoasidosis . Pada beberapa kasus, gambarannya disertai komplikasi struktural yang berakibat pada proses inflamasi pankreatitis kronik, dimana pseudokista dan stenosis caput retropankreatik dari duktus bilier oleh striktur fibrotik pada kaput pankreas sering ditemukan. Komplikasi yang lain berupa obstruksi duodenal, thrombosis vena portal atau splenika disertai varises gaster atau esophagus, pseudo aneurisma arteri, abses pankreas, fistula kutaneus dan ascites pankreas. Bhasin DK, et all (2009) melaporkan 95,1% pasien pankreatitis kronik dengan gejala nyeri, 17,1% pasien dengan diabetes dan 46,3% pasien dengan kalsifikasi pankreas .
13 1,14 5

Virus dan Bakteri Diabetes melitus ini disebabkan oleh virus rubela, mumps dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

Anda mungkin juga menyukai