Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Di Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas SDM , terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya kenaikan prevalensi dari tahun ketahun.

Berdasarkan pola pertambahan penduduk , diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4 % akan didapatkan 7 juta pasien DM , suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis / subspesialis / endokrinologis. Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi penderita DM, yang seyogyanya diintegrasikan kedalam pelayanan kesehatan primer, peran dokter umum adalah sangat penting. Kasus DM yang tanpa disertai dengan penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum. Apalagi kalau kemudian kadar glukosa darah ternyata dapat terkendali baik dengan pengelolaan ditingkat pelayanan kesehatan

primer. Tentu saja harus ditekankan pentingnya tindak lanjut jangka panjang pada para pasien tersebut. Pasien yang potensial akan menderita penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada tim pengelola DM pada tingkat lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudian mereka dapat dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya. Demikian pula pasien DM yang sukar terkendali kadar glukosa darahnya, pasien DM dengan penyulit, apalagi penyulit yang potensial fatal, perlu dan harus ditangani oleh instansi yang lebih mampu dengan peralatan yang lebih lengkap, dalam hal ini Pusat DM di Fakultas Kedokteran / Rumah Sakit Pendidikan / RS Rujukan Utama. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna bagi pasien DM dan untuk menekan angka penyulit, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagi penderita DM. Diabetes Melitus adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi, tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM.

BAB II STATUS PENDERITA

2.1 Identitas Penderita Nama Umur Jenis kelamin Agama Alamat Status Perkawinan Suku Tanggal MRS No. Register : Ny. H : 51 tahun : Perempuan : Islam : Bululawang : Menikah : Jawa : 11 Desember 2012 : 306312

2.2 Anamnesis 1. Keluhan Utama Badan lemas 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke UGD RSUD Kepanjen dengan keluhan badan lemas, pusing dan perut terasa mual sejak 3 hari yang lalu. Rasa pusing dirasakan hilang timbul, terlebih saat bangun tidur. Badanya sering lemas, dirasakan terusmenerus.

Pasien juga mengeluh kaki kirinya sering kesemutan. Kesemutan dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, dan memberat 1 minggu terakhir ini. Kesemutan dirasakan ketika pasien merasa kedinginan. 5 tahun yang lalu pasien mulai merasa sering mudah haus dan lapar, banyak makan tetapi berat badan terus berkurang. Keluhan sering kencing dan terbangun malam untuk BAK juga dirasakan. Pasien mengeluh mudah haus, dan banyak ngemil, berat badan pun semakin menurun. Pasien juga mengeluh sering sulit tidur karena harus bolak-balik ke kamar mandi untuk BAK. BAK biasanya 5x dalam 1 malam. Pasien kemudian memeriksakan diri ke rumah sakit dan dinyatakan menderita sakit kencing manis. Mulanya pasien rutin kontrol kedokter, namun 1 tahun ini pasien jarang kontrol karena tidak ada yang mengantar.

3. Riwayat Penyakit Dahulu DM (+) sejak 5 tahun yang lalu 4. Riwayat Penyakit Keluarga Kakak DM (+) 2.3 Anamnesis Sistemik 1. 2. Kulit: kulit gatal (-) Mata: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-), ketajaman penglihatan berkurang (-) 3. 4. 5. Hidung: tersumbat (-), mimisan (-) Telinga: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-) Mulut: sariawan (-), lidah terasa pahit (-)

6. 7. 8. 9.

Tenggorokan: sakit menelan (-), serak (-) Leher: sakit tengkuk (-), kaku (-), gondok (-) Mammae: nyeri (-), benjolan (-) Pernafasan: sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)

10. Jantung & peredaran darah: berdebar-debar (-), nyeri dada (-), ortopneu (-), paroxysmal nocturnal dipsneu (-), dipsnue deffort (-) 11. Gastrointestinal: mual (+), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (+), kembung (-) 12. Genitourinaria: BAK spontan (+), BAB spontan (+) 13. Neurologik: kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-/+), sakit kepala (-), pusing (-) 14. Psikiatrik: emosi stabil (+), mudah marah (-) 15. Muskuluskeletal: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-), lemah (+) 16. Ekstremitas atas dan bawah: bengkak (-), sakit (-), ujung jari, telapak tangan dan kaki dingin (-) 17. Endokrin: polidipsi (+), polifagi (+), poliuri (+) 18. Darah: kepucatan (-), mudah kebiruan (-) 19. Penyakit yang pernah diderita: TBC (-), alergi (-), asma (-), DM (+) 20. Makanan: nasi/jagung (+), sayur (+), tahu (+), tempe (+), ikan (+), telur (+), susu (-) kwantitas: cukup

2.4 Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Pasien tampak lemas, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan cukup. 2. Tanda Vital Tensi Nadi Pernafasan Suhu 3. Kulit Turgor kulit lambat (-), ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-). 4. Kepala Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (+), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah / bells palsy (-). 5. Mata Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). 6. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-). 7. Mulut Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-). 8. Telinga Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-). : 160/80 mmHg : 88 x / menit : 24 x /menit : 36,5 oC

9. Tenggorokan Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-). 10. Leher JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-) 11. Dada Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-). Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat (-),

Perkusi

: batas kiri atas batas kanan atas batas kiri bawah

: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra : SIC II Linea Para Sternalis Dextra : SIC V 1 cm medial Linea Medio Clavicularis Sinistra

batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra (batas jantung terkesan normal) Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular, bising (-) Pulmo : Statis (depan dan belakang) Inspeksi Palpasi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (rh -/-, wh -/-) Dinamis (depan dan belakang) Inspeksi Palpasi Perkusi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri : fremitus raba kiri sama dengan kanan : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (rh -/-, wh -/-) 12. Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi : dinding perut datar : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, pembesaran lien (-). : tympani

Auskultasi : bising usus (+) normal 13. Ektremitas Palmar eritema (-/-) akral dingin Oedem -

14. Sistem genetalia Dalam batas normal.

2.5 Pemeriksaan Penunjang 2.5.1 Laboratorium Tanggal 11 Desember 2012


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal

GDS

460

< 140 mg/dl

Tanggal 11 Desember 2012


Jenis pemeriksaan Hb Hitung Leukosit Hitung Jenis Laju Endap Darah Trombosit PCV/HCT GDP GD 2 Jam PP SGOT SGPT Ureum Kreatinin Hasil 13,4 8.230 1/-/-/66/26/7 16 336.000 36 215 426 16 21 28 0.53 Nilai normal 12-16 g/dL 4-11 ribu sel/cmm 1-5/0-1/3-5/54-62/15-35/3-7 20 /jam 150-400 ribu/mm3 35-47 % < 100 mg/dL < 140 mg/dl L: < 43 P: < 36 U/L L: < 43 P: < 36 U/L 20-40 mg/dL L: 0,6-1,1 P:0,5-0,9 mg/dL

2.6 Resume Berdasarkan anamnesa didapatkan: Pasien mengeluh badan lemas, pusing dan mual sejak 3 hari yang lalu, Rasa pusing dirasakan hilang timbul, terlebih saat bangun tidur. Badanya sering lemas, dirasakan terus-menerus.

Pasien juga mengeluh kaki kirinya sering kesemutan. Kesemutan dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, dan memberat 1 minggu terakhir ini. RPD sejak 5 tahun yang lalu Berdasarkan Pemeriksaan fisik didapatkan: Kesadaran composmentis (456), tekanan darah meningkat (160/80 mmHg), konjungtiva anemis (-/-), nyeri tekan abdomen (-) dan kaki kiri terasa kesemutan. Berdasarkan Pemeriksaan penunjang didapatkan: Darah lengkap terdapat peningkatan gula darah sesaat, puasa, dan 2 jam pp DM tipe II DM(+)

2.7 Diagnosis DM tipe II Hipertensi grade II

2.8 Penatalaksanaan 1. Non Medika mentosa a. Edukasi tentang penyakitnya b. Tirah baring c. Terapi diet 2. Medikamentosa IVFD : Infus RL 20 tpm Inj. Humulin R 10-10-10, Inj. Humulin N 0-0-0-16

10

Inj. Ranitidin 2x1 Amp Captopril tab 3x12,5 mg

2.9 Follow Up
No 1 Tanggal 11-122012 S Badan lemas(+) Mual (+) Kaki kiri kesemutan (+) Badan lemas(+) Mual(-) Kaki kiri kesemutan (+) Badan lemas(+) Kaki kiri kesemutan (-) O T :160/70mmhg RR: 20x/menit N : 88x/menit S : 37 o C T :140/80mmhg RR: 20x/menit N : 84x/ menit S : 36,7o C GDS : 229 A DM tipe 2 HT sg II P IVFD : Infus RL 20 tpm Inj. Humulin R 10-10-10, Inj. Humulin N 0-0-0-16 Inj. Ranitidin 2x1 Amp Captopril tab 3x12,5 mg Terapi dilanjutkan Cek GDP dan GD2PP

12-122012

DM tipe 2 HT sg II

13-122012

14-122012

Kel (-)

T :150/80mmhg RR: 20x/menit N : 78x/ menit S : 36,5o C GDP : 172 GD2PP :189 T :130/70mmhg RR: 20x/menit N : 80x/ menit S : 36,3o C

DM tipe 2 HT sg II

Terapi dilanjutkan

DM tipe 2 HT sg II

BLPL Kontrol poli dalam

11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan antara lain oleh defisiensi insulin yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi sehingga memerlukan manajemen terapi yang intensif. Terapi yang diberikan pada penderita DM tipe 2 adalah terapi non-obat yang berupa diet dan latihan fisik (olahraga) dan terapi obat oral antidiabetika (OAD). Tetapi pada keadaan dekompensasi metabolik berat, maka diperlukan terapi insulin atau kombinasi insulin OAD. Karena jenis OAD maupun insulin yang tersedia cukup banyak, maka pemilihan penggunaan preparat insulin dan OAD sangat ditentukan oleh kondisi penderita termasuk kadar glukosa darah

B. Pembagian DM DM tipe 1 Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil

12

insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus

berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anakanak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit. DM Tipe 2 Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.

13

DM tipe lain:

A. Defek genetik fungsi sel beta :

- Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.

- DNA mitokondria

B. Defek genetik kerja insulin

C. Penyakit endokrin pankreas :

- Pankreatitis

- Tumor pankreas /pankreatektomi

- Pankreatopati fibrokalkulus

D. Endokrinopati :

- Akromegali

- Sindrom Cushing

- Feokromositoma

- Hipertiroidisme

E. Karena obat/zat kimia :

- Vacor, pentamidin, asam nikotinat

- Glukokortikoid, hormon tiroid

14

- Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain

F. Infeksi :

- Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)

G. Sebab imunologi yang jarang :

- Antibodi anti insulin

H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :

- Sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.

DM pada masa kehamilan (Gestasional) Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke: - Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan. - Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil. - Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer. 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (Tipe II) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I).

15

C. Patofisiologi

Pada diabetes tipe 2, yang umumnya diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Awalnya resistensi belum mengakibatkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidak sanggupan sel beta pancreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara klinis, yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang memenuhi criteria diagnose diabetes. Dengan dasar pengetahuan ini maka dapat diperkirakan bahwa dalam pengelolaan diabetes tipe 2 sesuai dengan kelainan dasar yang terjadi pada saat tersebut: 1. resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati 2. kenaikan produksi glukosa oleh hati 3. kekurangan sekresi insulin oleh pancreas.

16

D. Penyebab DM

E. Diagnosis Kriteria Diagnosis: 1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu >200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau: 2. Kadar gula darah puasa > 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau:

17

3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.

18

Pemeriksaan Laboratorium Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

19

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat digolongkan kedalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh. - TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl - GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125mg/dl.

Reduksi Urine Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari pemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan diklinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanya glukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat dari hasil pemeriksaan reduksi urine adalah: Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk menegakkan Diagnosis Nilai (+) sampai (++++) Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-obatan, dan lainnya Reduksi (++): kemungkinan KGD: 200 300 mg% Reduksi (+++): kemungkinan KGD: 300 400 mg% Reduksi (++++): kemungkinan KGD: 400mg%

20

Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman

F. Manifestasi Klinik Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita : 1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) 3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) 4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) 5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya 6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki 7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu 8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba 9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya 10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit. Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma.

21

G. Penatalaksanaan Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet). Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah. Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. 1. Obat hipoglikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion C. Penghambat glukoneogenesis (metformin) D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. E. DPP-IV inhibitor

22

2. Suntikan A. Insulin B. Agonis GLP-1/incretin mimetic A. Insulin

Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain: 1. Kerja cepat (rapid acting) Contoh: Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin). Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang. 2. Kerja menengah (intermediate acting)

23

Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente. Dengan menambah protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena protamin bukanlah protein. 3. Kerja panjang ( long acting) Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI. Insulin bentuk ini diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi. Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Cara pemberian insulin ada beberapa macam: a) intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah, b) intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan,

24

c) subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human. Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut. Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.

H. Komplikasi DM 1. Makrovaskular: stroke, penyakit jantung koroner, ulkus/ gangren. 2. Mikrovaskular: retina (retinopati) dan ginjal (gagal ginjal kronik), syaraf (stroke, neuropati). 3. Koma: hiperglikemi, hipoglikemi, stroke.

25

BAB IV PENUTUP

Telah dilaporkan laporan kasus seorang penderita perempuan (51 tahun) dengan diagnosis DM type 2, telah dirawat di ruang Penyakit Dalam kelas III RSUD KANJURUHAN KEPANJEN dari tanggal 12 Desember 2012. Pasien datang dengan keluhan badan lemas. Pasien juga mengeluh pusing dan mual serta kaki kirinya sering kesemutan, terutama 1 minggu terakhir ini. Hasil Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar glukosa darah sewaktu, puasa, dan 2 jam PP. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Etiologinya bisa disebabkan oleh DM type I, DM type II, DM type lain, dan DM gestational. Manifestasi klinis penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita : 1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) 3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) 4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) 5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya 6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki 7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

26

8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba 9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya 10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit. Diagnosis dari DM dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet). Sedangkan pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi Shahab, 2006. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus. http://dokter-alwi.com/diabetes.html 2. Askandar, 1999. Diabetes Melitus klasifikasi, Diagnosis dan Terapi.ed 3. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 3. Danu Yudistira, 27 of Sep, 2010. Indikasi Penggunaan Insulin pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II. http://indodiabetes.com/standar-terbaru-kriteriadiagnosis-diabetes-2010.html 4. Harun. S. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 5. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2. Diakses 15 desember 2012. http://www.perkeni.org/?page=proyek_improving_diabetes_health 6. Megawati, Studi Penggunaan Insulin Dan Oral Antidiabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 : Di Instalasi Rawat Inap Rsu Dr. Saiful Anwar Malang . http://www.fkumyecase.net

28

Anda mungkin juga menyukai